Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang relevan oleh peneliti. 3 Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 4 Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan asas culpabilitas, yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti vicarious liability dan pertanggungjawaban yang ketat strict liability. Masalah kesesatan error baik kesesatan mengenai keadaannya error facti maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya. 5 Pertanggungjawaban pidana criminal responsibility adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau 3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 1986, hlm.125. 4 Ibid., hlm.124. 5 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 23. tidak. 6 Pada suatu kesalahan hukum yang melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman, disamping perbuatan melawan hukum harus ada seorang pembuat dader yang bertanggungjawab atas perbuatannya pembuat, haruslah terbukti bersalah schuld hebben tindak pidana yang dilakukan. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan terdiri dari 3 tiga unsur: a. Toerekening strafbaarheid dapat dipertanggungjawabkan pembuat. 1. Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannya. 2. Kelakuan yang sengaja b. Tidak ada batasan-batasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat unsur toerekening strafbaar heid c. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat unsur torekenbaar heid Terkait dengan masalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan pada anak, salah satu unsur terpentingnya bahwa harus pula dilihat kebijakan hukum pidana apa yang dapat dan seharusnya digunakan agar mampu mengakomodir dan mengatasi masalah tindak pidana tersebut untuk saat ini maupun pada masa yang akan datang. Sehingga kebijakan hukum pidana yang ada tersebut dapat memberikan keadilan bagi korban kejahatan tersebut. Menurut Barda Nawawi Arief, dilihat dari sudut kebijakan hukum pidana, dalam arti kebijakan menggunakanmengoprasionalkanmengfungsionalisasikan hukum 6 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 41. pidana, masalah sentral atau masalah pokok sebenarnya terletak pada masalah seberapa jauh kewenangankekuasaan mengaturkan membatasi tingkah laku manusia warga masyarakatpejabat dengan hukum pidana. Dari uraian di atas tampak bahwa yang menjadi isu sentral adalah menyangkut kewenangan dan peraturan kewenangan itu sendiri dalam fungsionalisasi kebijakan hukum pidana 7 . Kewenangan dalam fungsionalisasi kebijakan hukum pidana meliputi kewenangan formulasi atau kebijakan legislatif, kewenangan aplikasi atau kebijakan yudikatif, dan kewenangan esekusi atau kebijakan eksekutif. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Barda Nawawi Arief: “Pembagian kewenangan itu didasarkan pada adanya tiga tahap kongkretisasi atau fungsionalisasioperasionalisasi hukum pidana dilihat dari sudut kebijakan hukum pidana. Pertama, tahap penetapanperumusan hukum pidana oleh pembuat undang-undang tahap kebijakan formulatiflegislatif. Kedua, tahap kebijakan aplikatifyudikatifyudisial. Dan Ketiga, tahap pelaksanaan pidana oleh aparat pelaksanaeksekusi pidana tahap kebijak an eksekutifadministratif”. 8 Salah satu dari pelaksana hukum yaitu hakim. Hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerima, memeriksa serta memutus suatu perkara pidana. Oleh karena itu hakim dalam menangani suatu perkara harus dapat berbuat adil. Seorang hakim dalam memberikan putusan kemungkinan dipengaruhi dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, norma, dan sebagainya sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan keputusan. 9 7 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya, Bandung, 2005, hal. 137 8 Ibid., hal.139 9 Oemar Seno Aji, Mass Media Hukum, Erlangga, Jakarta, 1997, hlm.12.