Latar Belakang ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)
menggunakan alat, sampai dengan memperlihatkan alat kelaminnya, pemaksaan seksual, sodomi, oral seks, onani, pelecehan seksual, bahkan perbuatan incest
Kekerasan seksual merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku seksual
deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang.
2
Berdasarkan penelitian awal pada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, dapat diketahui salah satu contoh
kasus berkaitan dengan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur yang dikemukakan pada perkara Nomor 137Pid.B2014PN.BU. Seorang Terdakwa
yaitu Imroni Sischa Alias Topan Robin bin Nazom Rasman AR, pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan telah dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yaitu terhadap saksi korban
Serinah binti A. Somad. Korban masih anak-anak yang harus dilindungi hak- haknya agar dapat tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal.
Korban adalah seorang pelajar asal Jambi, saksi korban berkenalan dengan
Terdakwa melalui jejaring social facebook dan dilanjutkan lewat handphone dan telah berhubungan kurang lebih selama 18 delapan belas bulan lewat SMS dan
telepon serta telah saling bertukar foto. Saksi korban diminta oleh Terdakwa untuk datang ke Way Kanan, karena saksi korban yang suka dengan foto .turun di
Kecamatan Way Tuba, Way Kanan. Iapun bertemu dengan Terdakwa di tempat tersebut. Saksi korban tertipu dengan foto yang dipasang pada akun facebook dan
yang sudah dikirimkan berbeda, saksi korban tidak mau ikut Terdakwa karena wajah yang di facebook masih muda tapi ternyata Terdakwa sudah tua. Namun
2
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan, Bandung, Refika Aditama, 2001, Hlm.40.
Terdakwa memaksa saksi korban dan membawa saksi korban naik sepeda motor kerumah temannya Ahmad Saleh di Kampung Karang Umpu. Setelah berada
dirumah saksi Ahmad Saleh saksi korban dinikahkan dengan Terdakwa oleh saksi Ahmad Saleh, setelah menikahi saksi korban secara paksa lalu Terdakwa
mengajak saksi korban kerumahnya. Terdakwa masuk ke dalam kamar saksi korban dan memaksa saksi korban untuk
melakukan persetubuhan yang dilakukan oleh Terdakwa dengan cara Terdakwa mencium pipi kiri dan pipi kanan saksi korban dan pada saat itu berusaha
melawan sambil mendorong badan Terdakwa, namun saksi korban yang tidak kuat melawan Terdakwa karena Terdakwa langsung mencekik leher dan
memegang kedua tangan saksi korban. Saksi korban disekap Terdakwwa selama 11 hari. Beruntung saksi korban berhasil melarikan diri dari rumah Terdakwa dan
saksi korban meminta pertolongan warga sekitar. Warga membawa saksi korban ke Polres Way Kanan dan petugas mencari keberadaan Terdakwa.
Akibat dari perbuatan tersebut, Terdakwa Imroni Sischa Alias Topan Robin bin
Nazom Rasman AR dijatuhi hukuman Pasal 81 ayat 1 dan Pasal 82 Undang- Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, dengan pidana penjara selama
8 delapan Tahun dan membayar denda sebesar Rp. 60.000.000 enam puluh juta rupiah , dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan 5 lima bulan.
Salah satu praktek seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual, oleh karena itu kekerasan seksual memaksa anak melakukan
persetubuhan. Dalam hal ini ancaman kekerasan untuk melakukan persetubuhan
diatur dalam Pasal 81 ayat 1 dan Pasal 82 Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang 23 Tahun 2002, menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas Tahun dan paling singkat 3 tiga Tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 tiga ratus
juta rupiah dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah
.” Pasal 82 Undang-Undang 23 Tahun 2002, menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas Tahun dan paling
singkat 3 tiga Tahun dan denda paling baanyak Rp. 300.000.000,00 tiga ratus
juta rupiah dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah .” Berdasarkan hal diatas bahwa terhadap perbuatan pelaku tindak pidana tersebut,
pelaku hanya dijatuhi hukuman 8 delapan tahun dan denda Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah dari ancaman maksimal 15 lima belas tahun dan denda
Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah . Menurut analisa penilis, hukuman yang dijatuhkan tersebut dirasa terlalu ringan dengan berdasarkan pada perbuatan
pelaku yang memenuhi unsur-unsur yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya antara lain.yaitu, dapat dipertanggungjawabkannya pelaku, tidak
adanya batasan-batasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana dan tidak ada alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana tersebut
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah tersebut dengan judul :
“Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku
Tindak Pidana
Pencabulan Studi
Kasus Perkara
No. 137.Pid.B2014PN.BU.
”