Stabilitas Antosianin TINJAUAN PUSTAKA
dengan logam jarang diaplikasikan karena bisa mengakibatkan aroma yang menyimpang pada produk Castenada et al., 2009.
Secara garis besar, mekanisme kopigmentasi dapat terjadi ketika kation flavilium
yang bermuatan positif kekurangan elektron, menerima elektron dari senyawa kopigmen yang
memiliki elektron bebas, sehingga terjadi kesetimbangan elektron Castenada et al., 2009. Hal ini mengakibatkan molekul antosianin lebih stabil
karena proses hidrolisis dapat dihindari Gambar 7. Mekanisme seperti ini merupakan kopigmentasi intermolekuler antara antosianin dengan senyawa
kopigmen yang bukan berasal dari molekul antosianin itu sendiri.
Gambar 7. Perpindahan muatan charge transfer kompleks antosianin dengan katekol Castenada et al., 2009
Asen et al. 1972 dan Dangles et al. 1993 menyatakan bahwa kopigmentasi
intermolekuler antara antosianin dengan senyawa kopigmen ditandai oleh adanya pergeseran batokromik dan hiperkromik. Pergeseran batokromik disebut juga
red shift atau bathochromic effect adalah pergeseran puncak absorbsi ke
arah panjang gelombang yang lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya subsitusi
gugus glikon maupun aglikon atau pengaruh pelarut. Efek hiperkromik adalah efek yang disebabkan oleh gugus fungsi sehingga menyebabkan kenaikan nilai
intensitas serapan maksimum. Kopigmentasi yang tidak stabil belum mampu menghambat reaksi degradasi antosianin selama penyimpanan waktu tertentu,
sehingga dapat menyebabkan pergeseran hipsokromik dan hipokromik. Pergeseran hipsokromik disebut juga blue shift atau hypsochromic effect
adalah pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih kecilpendek. Efek Hipokromik adalah penurunan nilai intensitas serapan maksimum.
Kopigmentasi dilaporkan dapat menjadi metode dalam memperbaiki warna produk pangan dengan menambahkan ekstrak tanaman yang mengandung
senyawa kopigmen, baik yang berasal dari tanaman yang sama maupun berbeda. Penambahan ekstrak kasar dari bahan yang mengandung senyawa kopigmen
dilaporkan memberikan pengaruh lebih baik untuk stabilitas warna antosianin dibandingkan dengan ekstrak murni Wilska-Jeszka, 2007.
Reaksi kopigmentasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pH, suhu, dan
konsentrasi Dangels et al., 1993. Peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan monomer dan absorbansi antosianin Yuwono dan Choirunnisa, 2009.
Meningkatnya suhu akan menyebabkan terjadinya kerusakan parsial pada ikatan hydrogen, oleh karena itu konsentrasi kopigmen yang ditambahkan akan
berpengaruh terhadap proses kopigmentasi. Jumlah kopigmen yang ditambahkan harus lebih banyak dibandingkan antosianin Dangles et al., 1993. Perbandingan
konsentrasi kopigmen terhadap konsentrasi pigmen antosianin dinyatakan dalam rasio molar. Kopigmentasi senyawa tanin pada pH 2,5 terhadap antosianin jus
buah dengan konsentrasi 2x10
-5
M dilaporkan dapat meningkatkan kestabilan
warna antosianin pada penyimpanan dalam refrigerator selama 7 hari Hagerman et al
., 1992. Menurut Boulton 2001, penggunaan rasio molar kopigmen yang terlalu rendah
menyebabkan kopigmentasi tidak efektif, dan rasio terlalu tinggi tidak efisien terhadap penggunaan kopigmen, sehingga kopigmentasi akan efektif apabila
konsentrasi antosianin di atas 3,5 x 10
-5
M sebelum reaksi kopigmentasi. Kopjar dan Pilizota 2009 melakukan kopigmentasi ekstrak antosianin pada jus buah
kismis merah dengan penambahan kopigmen katekol, 4-metil katekol, katekin, dan asam galat pada rasio molar kopigmen terhadap antosianin 50:1 dan 100:1.