BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 FISIOLOGI NYERI
Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang jelas, atau sesuatu
yang tergambarkan seperti yang dialami International Association for the Study of Pain. Dari defenisi di atas dapat diketahui adanya hubungan pengaruh obyektif aspek fisiologi dari
nyeri dan subyektif aspek komponen emosi dan kejiwaan. Pengaruh subyektif erat kaitannya dengan pendidikan, budaya, makna situasi dan aktifitas kognitif, sehingga nyeri
merupakan hasil belajar serta pengalaman sejak dimulainya kehidupan. Individualisme rasa nyeri ini sulit dinilai secara obyektif, walaupun dokter telah melakukan observasi atau
menggunakan alat monitor. Baku emas untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri ataupun tidak adalah dengan menanyakannya langsung.
1,16
Dalam keadaan fisiologis, stimulus dengan intensitas rendah menimbulkan sensasi rasa yang diaktifkan oleh serabut saraf A beta, sedang stimulus dengan intensitas tinggi
menimbulkan sensasi rasa nyeri yang diaktifkan oleh serabut A delta dan serabut saraf C. Pada keadaan paska bedah, sistem saraf sensorik ini mengalami hipersensitifitas yang akan
menyebabkan juga perubahan fungsi di kornu dorsalis medula spinalis sehingga dengan stimulus yang rendah menyebabkan rasa nyeri yang nyata.
1
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses
Universitas Sumatera Utara
pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrien oleh
jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan ini berperan pada proses transduksi dari nyeri.
17
2.2 MEKANISME NYERI