Pengaruh kelembaban, konsentrasi debu dan kebiasaan merokok terhadap fungsi paru serta dampak terhadap produktivitas kerja

4.5 Pengaruh kelembaban, konsentrasi debu dan kebiasaan merokok terhadap fungsi paru serta dampak terhadap produktivitas kerja

Responden yang kelembaban yang tinggi yaitu responden yang berada pada 4 kelompok nelayan sebagian besar mengalami restriksi fungsi paru sebanyak 23 responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai standardized coefficients beta 0,173 artinya semakin tinggi kelembaban maka semakin besar peluang terhadap restriksi fungsi paru.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kelembaban merupakan salah satu faktor penyebab restriksi fungsi paru. Dalam penelitian Fathmaulida (2013) kelembaban udara dilingkungan kerja akan mempengaruhi reaktifitas dari polutan pencemar yaitu debu terhadap tubuh. Kondisi yang tinggi yaitu saat kelembaban yang relative rendah, hal ini akan berisiko juga jangkitnya bakteri yang berektif dengan bahan polutan yang dapat masuk kesaluran pernafasan yang mempengaruhi saluran mukus. Dalam artikel Healthcare Inc (2005) kelembaban yang tinggi juga merupakan penyebab meningkatnya keluhan sesak napas.

Responden yang konsentarsi debu yang tidak baik yaitu responden yang berada pada 4 kelompok nelayan sebagian besar mengalami restriksi fungsi paru sebanyak 29 responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai standardized coefficients beta 0,417 artinya semakin tinggi konsentrasi debu maka semakin besar peluang terhadap restriksi fungsi paru. Dalam

Hasil penelitian ini sejalan dengan Raynel. F (2013) tentang analisis pengaruh faktor lingkungan dan faktor pekerja terhadap fungsi paru pekerja industri meubel di Kota Pekanbaru. Hasil menunjukkan ada pengaruh antara kadar paparan debu terhirup yang tidak memenuhi syarat yang mengalami gangguan fungsi paru dengan p value 0,000. Menurut Mengkidi (2006) yakni partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh magrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap magrofag seperti silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Magrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus-menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan intertestial. Akibat fibrosisis paru akan menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru, yaitu kelainan fungsi yang restriktif.

Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang – layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menajadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda – beda (Pujiastuti, 2000).

Responden yang kebiasaan merokok sedang sebanyak 86 responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai standardized coefficients beta 0,100 artinya semakin tinggi kebiasaan merokok maka semakin sebagian besar mengalami fungsi paru. Menurut ikhwan (2009) dalam Fathmaulida (2013) kebiasaan merokok dapat mempengaruhi kapasitas fungsi paru. Saat merokok terjadi suatu proses pembakaran tembakau dengan mengeluarkan polutan partikel padat dan gas. Asap rokok merangsang sekresi lendir sedangkan nikotin akan melumpuhkan silia sehingga fungsi pembersihan jalan napas terhambat dan konsekuensinya terjadi penumpukan sekresi lendir yang menyebabkan terjadinya batuk – batuk, banyak dahak dan sesak napas. Gejala tersebut dapat disebabkan karena paparan partikel dan gas pembakaran tembakau tersebut. Kebiasaan merokok ini mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan terutama pada organ paru – paru dan pernafasan. Berbagai penyakit paru timbul akibat rokok antara lain kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Menurut penelitian Virgo G ( 2015) pekerja yang merokok terpapar dengan kepadatan debu yang tidak memenuhi syarat sebagian besar mengalami gangguan fungsi paru. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok itu sendiri maupun orang- orang di sekitarnya. Sejarah panjang kebiasaan merokok ternyata terus berlanjut, dewasa ini di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1,26 miliar perokok (Soetjiningsih, 2010). Menurut Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007) bahwa yang mempengaruhi perilaku dalam kebiasaan merokok ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu: faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya, faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan dan faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

(2002) bahwa kelembaban udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar berupa debu diudara. Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat beraksi dengan debu menjadi zat lain yang berbahaya dan begitu juga sebaliknya.