Temuan Penelitian
B. Temuan Penelitian
SMA Kristen 2 Binsus Tomohon merupakan satu-satunya sekolah di kota Tomohon yang menyelenggarakan program pendidikan binaan khusus. Hal ini semakin menegaskan kepedulian pihak sekolah terhadap totalitas penyelenggaraan pendidikan.
Selanjutnya pada bagian ini akan dipaparkan temuan penelitian yang didasarkan pada hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi terhadap manajemen pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.
1. Perencanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Setelah melalui pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, peneliti menemukan beberapa hal terkait perencanaan pendidikan karakter yakni:
-
Sejak berdirinya sekolah ini, sudah terdapat visi, misi dan tujuan sekolah yang sangat jelas. Berangkat dari sinilah sekolah menyusun program-progam yang mengintegrasikan pendidikan karakter.
-
Rapat awal tahun pelajaran diselenggarakan secara rutin untuk menyusun program kerja sekolah yang didasarkan pada perwujudan visi, misi dan tujuan sekolah. Rapat dipimpin oleh kepala sekolah dan diikuti oleh dewan guru. Ditetapkan juga melalui rapat ini pembagian tugas dan tanggung jawab beserta rincian tugasnya. Pada umumnya setiap pelaksana tugas berkewajiban untuk menjadi teladan yang benar bagi para siswa.
-
Sekolah berpatokan pada nilai-nilai karakter bangsa dan membingkai beberapa nilai pokok untuk dijadikan karakter insitusi sebagaimana disebutkan dalam rapor siswa, yaitu kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, tanggungjawab, sopan santun, percaya diri, kompetitif, hubungan sosial, kejujuran dan pelaksanaan ibadah ritual. Indikator dari setiap nilai dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3.1. Rapor Akhlak Mulia dan Kepribadian.
-
Perencanaan pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, sehingga dalam RPP, guru telah mengemukakan nilai-nilai karakter yang hendak dicapai selama proses pembelajaran dan merumuskan langkah-langkah yang sesuai agar tercipta suasana belajar yang mendorong berkembangnya karakter siswa sebagaimana yang diharapkan.
-
Nilai-nilai karakter yang dicantumkan dalam RPP antara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Indikator dari masing-masing nilai dirumuskan oleh setiap guru mata pelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Contohnya pada pelajaran Seni salah satu indikator yang digunakan pada nilai kerjasama adalah siswa terlibat dalam penyelesaian tugas kelompok.
-
Perencanaan pendidikan karakter di sekolah meliputi juga asrama. Apa yang sudah direncanakan oleh sekolah, akan dilaksanakan juga oleh asrama. Seluruh aktivitas siswa dijadikan sarana untuk mengembangkan karakter mereka. Mulai dari bangun pagi sampai tidur kembali.
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi peneliti menemukan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter sebagai berikut:
-
Dokumen Kurikulum adalah pedoman yang digunakan untuk mengimplementasikan pendidikan. Di samping itu, terdapat buku saku siswa yang berisi pedoman perilaku, tata tertib dan tata krama yang wajib dipatuhi oleh siswa.
-
Upacara Bendera dan Apel pagi adalah sarana bagi sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter. Pimpinan sekolah dan guru-guru secara bergantian (sesuai jadwal) memimpin dan memberikan pembinaan berbasis nilai-nilai karakter yang ditetapkan.
-
Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah meliputi juga asrama. Beberapa guru di sekolah merangkap pengasuh di asrama, sehingga dapat memantau langsung kehidupan siswa sepanjang hari.
-
Pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi pada program dan kurikulum yang telah disusun oleh kepala sekolah bersama dewan guru pada rapat awal tahun pelajaran.
-
Sekolah mengembangkan kultur atau budaya sekolah yang kondusif, sehingga siswa dapat melatih, membiasakan bahkan membudayakan nilai-nilai karakter sebagaimana telah ditetapkan. Kultur sekolah yang dimaksud tampak dari kebiasaan memberikan salam, berpakaian rapih, memiliki potongan atau model rambut yang sama, santun dalam berbicara, disiplin, berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengembangan diri (Bimbingan dan Konseling dan ekstrakurikuler), teladan positif satu dengan yang lain, dan konsistensi dalam penanganan masalah siswa.
-
Pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi pada mata pelajaran tampak dari aktivitas membuka dan menutup pelajaran dengan doa oleh salah seorang siswa. Selanjutnya difasilitasi dengan dinamika kelompok. Siswa dilatih untuk menghayati nilai-nilai tertentu, seperti kerjasama, disiplin, tanggung jawab, jujur dan seterusnya.
-
Siswa didampingi oleh guru penasehat akademik, guru Bimbingan dan Konseling, dan pengasuh asrama. Mereka saling berkoordinasi dalam pendampingan dan pembinaan siswa. Selain itu, terdapat juga peran tutor ruang di asrama. Biasanya yang menjadi tutor adalah kakak kelas. Merekalah yang lebih sering saling berinteraksi. Tutor ruang bertugas memastikan siswa yang menjadi tanggung jawabnya bersikap dan berperilaku sesuai dengan tata tertib dan tata krama yang berlaku baik di sekolah maupun di asrama.
-
Pengurus OSIS dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Terdapat beberapa kegiatan yang mereka selenggarakan yang mendorong siswa untuk mengembangkan kualitas kepribadiannya. Salah satunya adalah pemilihan putra-putri binsus. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan finalis putra-putri Tomohon dan sejenisnya. Oleh karena itu kriteria yang ditetapkan sangat ideal, yakni meliputi multiple intelligence, seperti kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan seterusnya.
-
Pelanggaran terhadap tata tertib atau tata krama sekolah atau asrama, ditangani secara konsisten dan konsekuen. Mulai dari teguran lisan sampai pada pembuatan Berita Acara Pembinaan (BAP) yang dikoordinir oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dalam koordinasi dengan guru penasehat akademik. Keputusan pemberian sanksi diberikan langsung oleh kepala sekolah.
3. Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari program-program yang telah dilaksanakan. Apakah itu telah terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak? Jika tidak apakah faktor-faktor penghambatnya serta usaha apa yang perlu dilakukan untuk mengatasinya? Dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan, terungkap bentuk evaluasi pendidikan karakter serta faktor pendorong dan penghambatnya sebagai berikut:
-
Evaluasi pendidikan karakter secara formal berlangsung pada saat rapat rutin bulanan, triwulan, semesteran, dan tahunan, dipimpin oleh kepala sekolah dan dihadiri oleh guru dan pegawai sekolah. Kegiatan ini dirangkaikan dengan evaluasi terhadap segenap program yang telah dilaksanakan dan evaluasi belajar siswa dari setiap guru mata pelajaran. Di samping itu, evaluasi dilakukan bersama orangtua dalam pertemuan dalam rangka penerimaan hasil belajar siswa.
-
Evaluasi pendidikan karakter dibuat oleh kepala sekolah dan dewan guru berdasarkan temuan atau pengalaman dari siapa saja mengenai sikap dan perilaku baik dari siswa, maupun guru dan pegawai sekolah.
-
Metode yang digunakan adalah observasi atau pengamatan terhadap sikap dan perilaku siswa baik di sekolah maupun di asrama.
-
Evaluasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran memiliki format tersendiri. Format evaluasi meliputi dimensi koginitif, psikomotorik dan afektif (KPA) ditambah format evaluasi penilaian karakter berdasarkan ke-18 nilai karakter bangsa. Format ini tercantum dalam setiap rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada semua mata pelajaran.
-
Evaluasi pendidikan karakter secara eksplisit dicantumkan pada rapor siswa. Terdapat satu lembaran khusus yang berisi penilaian akhlak mulia dan kepribadian. Terdapat 10 nilai karakter, yaitu kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, tanggung jawab, sopan santun, percaya diri, kompetitif, hubungan sosial, kejujuran dan pelaksanaan ibadah ritual (indikator dari setiap nilai selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Rapor Akhlak Mulia dan Kepribadian).
-
Untuk bisa mengukur kualitas karakter siswa, tiap guru menetapkan indikator-indikator dari setiap nilai karakter yang hendak dicapai dan melakukan observasi terhadap pelaksanaanya. Contoh untuk mengukur apakah siswa itu sudah disiplin atau belum, maka salah satu indikatornya adalah siswa datang ke sekolah pada waktu yang ditetapkan. Di samping observasi, guru juga memiliki buku jurnal untuk menuliskan hasil observasinya.
-
Siswa yang menunjukkan karakter yang baik selama pembelajaran berlangsung mendapatkan tambahan nilai afektif yang nantinya diakumulasikan dengan nilai semester. Sedangkan, siswa yang berperilaku tidak sesuai mendapatkan pembinaan langsung oleh guru mata pelajaran, berupa teguran sekaligus motivasi dan bisa mempengaruhi nilai afektifnya.
-
Evaluasi terhadap karakter siswa sangat menentukan keberhasilan siswa itu sendiri, sebab menjadi syarat dalam ketuntasan belajar, bahkan pada penaikan kelas.
-
Berdasarkan hasil evaluasi pendidikan karakter yang dibuat oleh pimpinan sekolah dan dewan guru, didapati faktor-faktor pendukung sebagai berikut:
-
Kualitas input siswa yang sejak awal telah disaring melalui tes akademik, psikotes dan wawancara. Siswa yang diterima di sekolah ini adalah mereka yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, memiliki motivasi dan daya juang yang kuat, dan memiliki kepribadian yang unggul.
-
Asrama dipandang sebagai faktor pendukung berhasilnya pendidikan karakter. Dengan adanya asrama, pendidikan karakter dapat berlangsung secara terpadu dan menyeluruh. Siswa berada dalam pantauan sekolah melalui guru yang bertugas sebagai pengasuh di asrama.
-
Adanya koordinasi di antara OSIS, kesiswaan, guru penasehat akademik, pengasuh asrama dan pimpinan sekolah dalam penerapan disiplin secara konsisten dan konsekuen.
-
Selain faktor pendukung di atas, terdapat pula beberapa faktor penghambat yang dikemukakan oleh pimpinan sekolah, guru bahkan siswa itu sendiri. Faktor-faktor penghambat itu adalah sebagai berikut:
-
Belum semua guru menunjukkan keseriusan atau komitmen untuk menjadi panutan atau teladan dalam karakter. Masih ada guru yang datang terlambat ke sekolah, terlambat mengajar di kelas, tidak memberi salam atau menunjukkan sikap yang menghargai orang lain. Hal ini diperhatikan oleh siswa dan menjadi contoh yang buruk bagi mereka.
-
Beberapa siswa masih berperilaku menyimpang atau melanggar aturan, padahal setiap hari diingatkan dalam pembinaan apel pagi.
-
Masih ada orangtua yang belum menunjukkan niat untuk bisa bekerjasama dengan sekolah dalam menangani persoalan disiplin anaknya.
-
Fasilitas yang belum memadai, seperti dapur untuk praktek memasak pada pelajaran PKW.
-
Belum adanya persamaan persepsi tentang pentingnya menjaga kerahasiaan pembinaan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa. Terdapat masalah perilaku siswa yang hanya perlu menjadi konsumsi guru BK dengan siswa terkait, tetapi telah beredar luas di kalangan guru dan siswa lainnya.
-
Dari pihak siswa faktor penghambat yang dilihat adalah tingginya tingkat senioritas. Adik kelas sering merasa kurang nyaman dengan sikap dan perilaku kakak kelas terhadap mereka. Terutama dalam kaitan dengan tata tertib dan tata krama. Contohnya, senior akan marah kalau junior tidak memberi salam.
C. Pembahasan
Pada bagian ini akan dideskripsikan dan dianalisis temuan penelitian menggunakan kajian teori yang relevan, sehingga dapat diperoleh suatu model atau pedoman perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter yang tepat untuk SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.
1. Perencanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Warga sekolah memahami pendidikan karakter sebagai upaya membantu orang untuk memiliki kualitas diri yang cerdas, disiplin, berdaya saing dan berkarakter kristiani melalui latihan, pembiasaan, pengarahan dan pembinaan. Pemahaman ini bertitik tolak dari rumusan visi sekolah yang telah ditetapkan. Ibarat kompas, visi menunjukkan arah dan tujuan dari penyelenggaraan sekolah ini. Untuk bisa mencapai visi, maka sekolah merumuskan misi dan langkah-langkah konkretnya, serta program-program yang sesuai, cocok, dan memberikan dampak positif dan sesuai dengan cita-cita institusi.
SMA Kristen 2 Binsus Tomohon, telah menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan dan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam proses pengajaran dan pembinaan terhadap siswa. Namun, dalam upaya mengimplementasikan pendidikan karakter, sekolah harus benar-benar merencanakan pendidikan karakter secara lebih matang.
Perencanaan yang tepat sangat dibutuhkan agar mudah mencapai tujuan. Mulyati dan Komariah (dalam Tim Dosen UPI, 2011:93-95) mengemukakan fungsi perencanaan sebagai:
(1) aktivitas yang menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai, (2) memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, (3) memperoleh standar sumber daya terbaik dan berdaya guna, (4) menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas, (5) memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi pelaksana, (6) memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif, (7) memungkinkan terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal, dan (8) menghindari pemborosan.
Berdasarkan paparan Ahmad Tafsir (2009:85), dan Koesoema (2012:105-153), serta Khan (2010:2) sebagaimana telah dikemukakan pada deskripsi teoretis, maka dapat dikemukakan sintesis mengenai beberapa langkah yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk dilaksanakan dalam menyusun suatu perencanaan pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
-
Memastikan terlebih dahulu melalui sosialisasi, seminar, atau lokakarya bahwa semua warga sekolah memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang pendidikan karakter.
-
Mengidentifikasi sejumlah nilai karakter yang hendak dicapai (Visi Sekolah).
-
Merumuskan indikator-indikator yang jelas dan terukur untuk mencapai nilai karakter yang telah ditetapkan (Misi Sekolah).
-
Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan karakter. Terdapat tiga kelompok kegiatan atau basis pendidikan karakter, yaitu berbasis kelas (terintegrasi dengan pembelajaran), berbasis kultur sekolah (terintegrasi dengan manajemen sekolah), dan berbasis komunitas (terintegrasi dengan pembinaan kesiswaan) (Tujuan Sekolah).
-
Rumusan visi, misi, dan tujuan harus dibuat secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, masuk akal, dan target waktu.
-
Menetapkan sumberdaya yang sesuai, efektif, dan kompeten agar mempermudah pencapaian tujuan.
-
Menyiapkan administrasi-administrasi pendukung, seperti jadwal kegiatan , rubrik penilaian karakter siswa untuk semua mata pelajaran. Rubrik ini berisi nilai dan indikator-indikator pengukurannya yang sama setiap guru, poster tentang nilai-nilai karakter serta indikatornya, aturan dan tata tertib sebagai pedoman perilaku.
-
Menyiapkan fasilitas pendukung seperti kantin kejujuran, ruang kreativitas, kotak peduli sosial, dan lain-lain.
-
Menetapkan bentuk evaluasi pendidikan karakter yang akan dilaksanakan oleh institusi dilengkapi dengan indikator-indikatornya.
Selain itu, bertitik tolak dari panduan Kemendiknas (2011:29), maka perencanaan pendidikan karakter di atas dapat dikembangkan melalui rencana kegiatan dan anggaran sekolah atau RKAS, entah itu jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang. Perencanaan dilakukan oleh kepala sekolah bersama dewan guru sambil memperhitungkan kondisi siswa dan lingkungan sekitarnya.
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Proses manajerial selanjutnya adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis kegiatan sekolah berikut:
a. Pelaksanaan Pendidikan karakter berbasis kelas
Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kelas yang berlangsung di sekolah ini terjadi melalui ranah instruksional non-tematis, dan non-instruksional. Pertama, ranah instruksional non-tematis, yaitu pelaksanaan pendidikan karakter sifatnya terintegrasi dalam proses pembelajaran. Setiap guru mata pelajaran telah menetapkan sejumlah nilai karakter yang hendak dicapai siswa dan cara mencapainya. Sebagai contoh pada mata pelajaran Seni Budaya, guru telah menetapkan bahwa siswa dapat mengembangkan nilai kerjasama di dalam kelasnya. Metode yang dipakai oleh guru adalah memfasilitasi siswa dengan diskusi kelompok.
Kedua, ranah non-instruksional. Sekolah melaksanakan pendidikan karakter melalui pendampingan perwalian yang disebut dengan pembimbing akademik (PA). Setiap siswa memiliki seorang guru PA. Selain memberikan nasehat akademik, guru PA juga membantu siswa mengembangkan kepribadian yang cerdas, mandiri, berdisiplin dan bermoral kristiani.
b. Pelaksanaan Pendidikan karakter berbasis kultur sekolah
SMA Kristen 2 Binsus Tomohon berupaya mengintegrasikan pelaksanaan pendidikan karakter dengan kultur sekolah yang bersifat struktural, polisional, dan demokratis. Pertama, momen pendidikan karakter struktural, yakni pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi dalam peraturan sekolah, dan job description setiap jabatan dan kedudukan. Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter, satu tugas atau tanggung jawab yang harus digarisbawahi adalah setiap pihak apapun jabatannya atau tugas dan tanggung jawabnya wajib menjadi panutan atau teladan terhadap siswa.
Kedua, momen pendidikan karakter polisional. Sekolah mengintegrasikan pelaksanaan pendidikan karakter melalui kebijakan kurikulum (sebagaimana tercantum dalam dokumen KTSP), penerimaan siswa baru, dan etiket pergaulan (kebiasaan memberi salam kepada orang yang lebih tua atau kepada sesama). Selain itu, adanya kebijakan bahwa setiap siswa wajib tinggal di asrama agar pendidikan karakter dapat meliputi setiap aktivitas siswa, mulai dari bangun pagi sampai tidur malam. Dengan tinggal di asrama, siswa memiliki waktu dan ruang yang cukup untuk mengembangkan karakternya melalui latihan dan pembiasaan. Ketiga, momen pendidikan demokratis. Terdapat beberapa momen di luar kelas yang menjadi sarana pengembangan karakter siswa, yakni pemilihan fungsionaris OSIS yang serentak menjadi fungsionaris asrama dan pemilihan putra-putri binsus. Keempat, momen pendidikan pengembangan diri melalui kegiatan bimbingan konseling (BK) dan kegiatan ekstrakurikuler di berbagai bidang, seperti seni, olahraga, study club, kerohanian, dan seterusnya.
Pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon dapat dikembangkan menjadi lebih maksimal dengan mempertimbangkan beberapa hal yang didasarkan pada ulasan yang dipaparkan oleh Koesoema (2012:105-153) sebagai berikut:
-
Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kelas menekankan pada corak relasional antara guru dengan murid, dan sesama murid. Oleh karena itu suatu pelaksanaan pendidikan karakter dikatakan telah berbasis kelas, jika memenuhi karakteristik sebagai berikut:
-
Guru sebagai fasilitator pembelajaran.
-
Guru sebagai motivator pembelajaran.
-
Guru sebagai desainer program.
-
Guru sebagai pembimbing dan sumber keteladanan
-
Isi kurikulum menjadi sumber bagi pembentukan karakter
-
Metode pengajaran dialog bukan monolog.
-
Menggunakan metode pembelajaran melalui kerjasama collaborative learning).
-
Partisipasi komunitas kelas dalam pembelajaran
-
Penciptaan kelas sebagai komunitas moral
-
Penegakan disiplin moral.
-
Penciptaan lingkungan kelas yang demokratis.
-
Membangun sebuah rasa “tanggung jawab bagi pembentukan diri”.
-
Pengelolaan konflik moral melalui pelajaran.
-
Solusi konflik secara adil dan tanpa kekerasan.
-
Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah merupakan perpanjangan dari praksis pendidikan karakter berbasis kelas. Pendidikan karakter berbasis kultur meliputi berbagai macam peristiwa pendidikan sebagai wahana bagi praksis pendidikan karakter. Berikut ini adalah peristiwa-peristiwa pendidikan yang dapat dijadikan wahana pengembangan karakter:
-
Kegiatan pengembangan diri (kegiatan ekstrakurikuler di bidang science, seni, olahraga, kesehatan, kerohanian).
-
Perayaan dan kekeluargaan (dies natalis sekolah, syukuran kelulusan, hut proklamasi, sumpah pemuda, dstnya).
-
Apresiasi dan pengakuan akan prestasi orang lain
-
Masa orientasi sekolah (saat ini dikenal dengan istilah kegiatan pengenalan lingkungan sekolah).
-
Pemilihan para pengurus OSIS dan Dewan Kelas.
-
Kebijakan pendidikan (educational policy).
-
Kolegialitas antarguru.
-
Pengembangan profesional guru.
-
Merawat tradisi sekolah.
-
Asosiasi guru-orangtua.
-
Pendidikan karakter dapat dilaksanakan berbasis komunitas, yaitu sekolompok individu yang dapat diajak bekerjasama dalam pelaksanaan pendidikan karakter, seperti berikut ini:
-
Komunitas orangtua. Sekolah perlu membangun kerjasama yang baik dengan orangtua, sebab mereka telah mempercayakan anak-anak mereka kepada sekolah untuk bertumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu orangtua memiliki fungsi sebagai model peran, sumber pengetahuan, pintu masuk ke kebudayaan lain, rekan belajar, dan orangtua memiliki harapan dan cita-cita bagi anak-anak mereka.
-
Komunitas masyarakat. Kerjasama dengan komunitas masyarakat seperti yayasan, lembaga sosial, media massa dibutuhkan agar lembaga pendidikan tidak berjuang sendirian. Sekolah perlu juga mendengarkan aspirasi masyarakat agar lembaga pendidikan tetap relevan dan bermakna di dalam masyarakat.
-
Komunitas politik dalam hal ini kehadiran negara melalui dinas pendidikan kota, provinsi, maupun level kementerian. Mereka selalu hadir dengan berbagai kebijakan pendidikan, regulasi dan peraturan terkait lembaga pendidikan. Oleh karena itu, kerjasama dengan komunitas ini harus dibangun dan dipelihara dengan baik.
-
Metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter antara lain mengajarkan tentang konsep nilai tertentu, keteladanan guru dalam sikap dan perilaku, menentukan prioritas nilai disertai indikator-indikatornya, praksis prioritas secara konsisten disertai reward (penghargaan) bagi yang melaksanakan dan punishment (hukuman) bagi yang melanggarnya.
3. Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh sekolah yang mengembangkan pendidikan karakter adalah evaluasi atau penilaian. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul antara lain apa hakikat dan tujuan penilaian pendidikan karakter? siapa yang berwenang untuk menilai? Apa indikator penilaiannya? Bagaimana cara menilai pendidikan karakter? dan seterusnya.
Pada bagian ini hendak ditegaskan bahwa evaluasi pendidikan karakter adalah kegiatan untuk mengukur sejauh mana program-program pendidikan karakter terlaksana sesuai dengan perencanaan yang dibuat dan sejauh mana program-program itu berhasil mengembangkan karakter siswa dan warga sekolah lainnya?
Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon evaluasi dilakukan pertama-tama oleh kepala sekolah bersama dewan guru dalam rapat rutin bulanan, triwulan, semesteran dan tahunan. Dari rapat evaluasi ini didapati sejumlah faktor pendukung dan penghambat. Kualitas input peseta didik dipandang sebagai faktor yang mendukung terlaksananya pendidikan karakter di sekolah. Kualitas akademik dan kepribadian menjadi prioritas dalam rekrutmen siswa baru. Mental mereka telah siap untuk dibimbing dan dibina. Begitupula dengan motivasi belajar yang kuat, hanya perlu diberi sedikit dorongan agar tetap terjaga.
Faktor pendukung yang kedua adalah fasilitas asrama. Pendidikan karakter menjadi berkesinambungan dan dapat dijamin karena siswa wajib tinggal di asrama. Di sini mereka dapat dipantau dan mengikuti pembinaan yang intens baik dari fungsionaris asrama, maupun dari guru yang bertugas sebagai pengasuh asrama. Konsisten dan konsekuen dalam penanganan disiplin adalah faktor pendukung yang tak kalah penting. Tata tertib sekolah (sekaligus asrama) merupakan pedoman untuk memantau sikap dan perilaku siswa.
Melalui evaluasi terhadap pendidikan karakter yang dilakukan oleh kepala sekolah bersama dewan guru dan pegawai, disadari juga bahwa selama ini yang menjadi faktor penghambat antara lain masih rendahnya komitmen sebagian guru dan pegawai dalam memberikan teladan yang baik, minimnya peran serta orangtua, dan keterbatasan sarana-prasarana penunjang pendidikan karakter. Hal ini menyebabkan kebingungan dan turunnya motivasi siswa, sehingga ada yang melanggar aturan, berperilaku negatif, dan mengalami ketidaktuntasan dalam belajar.
Evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon juga berlangsung pada proses pembelajaran di kelas. Guru melakukan observasi dan pencatatan pada jurnal tentang perkembangan sikap dan perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung. Siswa yang menunjukan perilaku yang baik atau sesuai dengan nilai karakter yang diharapkan, mendapatkan tambahan nilai di akhir semester. Sedangkan siswa yang menunjukan perilaku yang negatif, tidak kooperatif selama pembelajaran berlangsung, mendapatkan pembinaan berupa teguran lisan dari guru itu sendiri.
Kemendiknas (2011:31-32) menegaskan tujuan evaluasi adalah untuk melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung tentang ketercapaian pendidikan karakter yang dibuat oleh sekolah, sehingga dapat dilihat kendala-kendala yang dihadapi untuk dibahas dan dicari solusi untuk mengatasinya. Sejauh ini usaha yang telah dibuat oleh pihak sekolah untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pendidikan karakter adalah dengan terus mengingatkan dan memberikan pembinaan tentang nilai-nilai karakter yang ditekankan oleh sekolah, baik melalui rapat guru, pembinaan pada upacara bendera dan apel, bahkan pada pertemuan dengan orangtua siswa.
Evaluasi pendidikan karakter perlu dilakukan secara tepat sasaran agar sekolah mendapatkan rekomendasi-rekomendasi yang tepat guna meningkatkan kualitas program pendidikan karakter di kemudian hari. Untuk itu, Koesoema (2012:200-207) mengemukakan sasaran evaluasi pendidikan karakter terdiri dari empat hal, yaitu (1) evaluasi program yang telah dilaksanakan, (2) evaluasi struktural kelembagaan yang mencakup perbaikan sistem dan job description, (3) evaluasi individual yang sifatnya personal, 4) evaluasi komunitas menyangkut relasi antarsiswa, siswa dengan guru, orangtua dengan guru, ataupun sekolah dengan masyarakat.
Untuk bisa melakukan evaluasi terhadap pendidikan karakter, sekolah perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut ini (Koesoema, 2012:207-220):
-
Sikap yang dibutuhkan untuk proses evaluasi adalah terbuka, jujur, dan kesediaan untuk latihan terus-menerus.
-
Evaluasi pendidikan karakter harus memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) kriteria perilaku dan tindakan (bukan pengertian, pengetahuan atau kata-kata yang diucapkan), (2) kriteria nilai moral (baik atau buruknya suatu tindakan), (3) kriteria performansi atau kinerja pendidikan ( realisasi terhadap nilai yang diyakini atau dihayati melalui tindakan nyata, partisipasi aktif dan produktif), (4) visi dan misi sebagai kriteria kinerja (budaya sekolah yang tercipta).
-
Evaluasi dilakukan secara objektif. Objektivitas penilaian dapat diperoleh dari:
-
Kuantitas kehadiran. Berdasarkan kuantitas kehadiran, guru dapat melihat dan mengevaluasi sejauh mana siswa telah melaksanakan nilai tanggung jawab atas tugas-tugas mereka. Untuk itu catatan terhadap kehadiran siswa menjadi sangat penting.
-
Ketepatan menyerahkan tugas. Penilaian pendidikan karakter dapat juga dilihat dari jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diberikan kepadanya. Tidak hanya siswa, tetapi guru juga dapat dinilai, misalnya ketepatan waktu menyerahkan soal ujian, hasil koreksi, administrasi pembelajaran dan sebagainya. Jurnal guru tentang keterlambatan menyerahkan tugas dari siswa perlu dibuat dan diisi secara konsisten.
-
Menurunnya perilaku kekerasan atau perilaku menyimpang lainnya di kalangan siswa juga menjadi tolak ukur untuk menilai ketercapaian pendidikan karakter di sekolah. Tabel tentang permasalahan ini perlu dibuat, sehingga sekolah dapat melihat perbandingannya dari tahun ke tahun.
-
Kerjasama dengan lembaga lain. Sekolah bisa menilai seberapa banyak program yang telah dibuat melibatkan kerjasama dengan lembaga lain dan seberapa banyak lembaga yang diajak kerjasama.
-
Prestasi akademis. Pendidikan karakter yang berhasil tentunya akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berdampak positif bagi prestasi belajar siswa. Penilaian pendidikan karakter dapat dilihat dari berapa jumlah siswa yang tidak naik kelas, tidak lulus dari tahun ke tahun.
-
Dihargai kerja keras dan kejujuran. Kriteria sejauh mana siswa telah mempraktikkan nilai-nilai kejujuran dapat dilihat melalui data-data tentang jumlah siswa yang menyontek saat ujian atau pada saat mereka mengerjakan tugas mandiri. Serentak pula guru dapat melihat jumlah siswa yang dihargai kerja keras dan kejujurannya.
-
Persoalan kedisiplinan. Data kedisiplinan siswa dapat dilihat pertama-tama dari jumlah kehadiran sebagaimana direkam oleh guru dalam buku daftar hadir.
-
Untuk mempermudah evaluasi terhadap pendidikan karakter, maka beberapa metode berikut dapat digunakan sesuai dengan keperluan dan konteknya, seperti: obervasi penilaian diri, portofolio, refleksi pribadi, kuesioner, wawancara, jurnal, penjabaran indikator sikap dan perilaku berdasarkan nilai yang hendak diukur, ataupun dengan memakai standar kendali mutu yang dibuat oleh sekolah secara mandiri.
-
Selain evaluasi terhadap program, refleksi individu dan komunitas berkaitan dengan praksis nilai/keutamaan yang sedang dikembangkan. Melalui kegiatan refleksi, individu bertanya kepada dirinya sendiri sejauh mana ia menghayati nilai-nilai yang ingin ditanamkan.
Evaluasi yang tepat sasaran dan didasari pada prinsip-prinsip di atas, akan membantu sekolah mengatasi kesulitan atau hambatan yang ada, serentak akan meningkatkan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di kemudian hari.
BAB V