BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kismis
Kismis adalah buah anggur yang dikeringkan. Kismis memiliki rasa dan aroma yang khas sangat dimakan. Kismis mengandung konsentrat gula yang
tinggi. Selama proses dekristalisasi, buah akan direndam dalam sari buah atau air mendidih untuk melarutkan gula. Proses ini juga yang membuat kulit kismis
menjadi kasar. Buah kismis digunakan sebagai hiasan kue, campuran coklat ataupun topping pada ice cream atau pengganti permen. Kismis memiliki
kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh. Kandungan gizi pada kismis berupa : raisin, air, energi, protein, lemak, abu, karbohidrat, serat, gula, kalsium,
zat besi, magnesium, fosfor, potasium, sodium, zinc, tembaga, mangan, selenium, vitamin C, riboflavin, niasin, folat, vitamin K, vitamin E Putra, 2004.
Kultivar anggur yang baik untuk kismis adalah yang berbiji kecil atau tidak berbiji. Tekstur dagingnya lunak dan tidak melekat satu dengan yang lain
selama penyimpanan, serta mempunyai aroma yang baik Arifin, 1999.
2.2 Bahan Tambahan Makanan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772MenkesperIX88 No. 1168MenkesPerX1999 secara umum adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
Universitas Sumatera Utara
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan dan penyimpanan Cahyadi, 2009. Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin
meningkat, terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih
mudah diperoleh. Penambahan bahan tambahanzat aditif ke dalam makanan bertujuan untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di
pasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya: pewarna, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengawet, pemanis, dan pengental Siaka, 2009.
Berbeda dengan racun, bahan tambahan makanan BTM atau bahan tambahan pangan BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan
untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak Yuliarti, 2007.
2.2.1. Jenis Bahan Tambahan Makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722Men.KesPerIX1988, pengelompokan bahan tambahan makanan yang
diizinkan pada makanan dapat digolongkan sebagai berikut: Cahyadi, 2009. a. antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat oksidasi. b. antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah
mengempalnya makanan yang berupa serbuk.
Universitas Sumatera Utara
c. pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
d. pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi.
e. pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat
memperbaiki mutu pemanggangan. f. pengemulsi, pemantap, pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat
membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
g. pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. h. pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau
mencegah melunaknya makanan. i. pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberikan warna pada makanan. j. penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa atau aroma. k. sikuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam
yang ada dalam makanan. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama,
bahan tambahan makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi,
Universitas Sumatera Utara
misalnya pati. Kedua, bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah
ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat
pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman Yuliarti, 2007.
2.2.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan BTP adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat
bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan BTP dapat dibagi menjadi dua
golongan besar sebagai berikut: a.
bahan tambahan pangan yang ditambahkan BTP yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut
dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
b. bahan tambahan pangan BTP yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu
bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk
tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang dikonsumsi Cahyadi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pada intinya penggunaan bahan tambahan makanan yang telah terbukti aman sebenarnya tidak membahayakan kesehatan. Namun demikian,
penggunaannya dalam dosis yang terlalu tinggi atau melebihi ambang yang
diizinkan akan menimbulkan problem kesehatan Yuliarti, 2007. 2.3
Pengawet Pada Makanan
Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan mikroorganisme PerMenKes No.772, 1988. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu
menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan. Bahan tambahan pangan ini biasanya
ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-
buahan dan lain-lain. Cahyadi, 2009. Pengawet kimia digunakan untuk mengawetkan makanan sehubungan
berubahnya cara produksi, pemasaran, serta konsumsi suatu makanan. Rentang waktu ketika makanan diproduksi dan ketika mencapai konsumen kini semakin
panjang, sementara konsumen mengharapkan semua makanan tersedia sepanjang tahun dan bebas dari mikroorganisme pembawa penyakit karena berbagai
mikroba, dari jamur sampai bakteri, merupakan agen pembusuk yang sering menimbulkan masalah pada keamanan pangan Yuliarti, 2007.
Tanpa bahan tambahan pangan, khususnya bahan pengawet maka bahan pangan yang tersedia di pasar atau di swalayan akan menjadi kurang menarik,
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat dinikmati secara layak, dan tidak awet. Bahan pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang sebenarnya
sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah Cahyadi, 2009.
Penggunaan bahan pengawet yang tidak sesuai aturan akan menimbulkan suatu permasalahan terutama bagi konsumen. Bahan pengawet yang diijinkan
hanya bahan yang bersifat menghambat, bukan mematikan organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, penanganan dan pengolahan bahan pangan harus
dilakukan secara higinies Siaka, 2009.
2.3.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: Cahyadi, 2009.
a. menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun tidak patogen. b.
memperpanjang umur simpan pangan. c.
tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
d. tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
e. tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan. f.
tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan pangan. Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun
menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir
Universitas Sumatera Utara
sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki
warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral. Makanan yang menggunakan pengawet yang tepat
menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen Yuliarti, 2007.
2.3.2 Jenis Bahan Pengawet
Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat, baik dalam bentuk asam maupun garamnya Jenis
bahan pengawet antara lain asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida, sedangkan zat pengawet anorganik yang sering dipakai
adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya
sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi
dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton
membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan Cahyadi, 2009.
Cara lain mengawetkan bahan makanan dengan aman tanpa menggunakan bahan tambahan adalah dengan menggunakan teknologi pengawetan makanan
seperti : Yuliarti, 2007.
Universitas Sumatera Utara
a. pendinginan atau pembekuan berbagai jenis bahan makanan yang mudah
rusak, diantaranya ikan, daging, sayuran, buah-buahan dan lain sebagainya b.
pengeringan dengan tenaga surya maupun listrik c.
pengemasan dengan cara pengemasan steril d.
teknologi fermentasi e.
pengasapan dengan asap tempurung kelapa yang dicairkan f.
pengasaman dan pemanasan.
2.3.3 Efek Bahan Pengawet Terhadap Kesehatan
Pemakaian bahan pengawet pada satu sisi menguntungkan karena bahan pangan dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen penyebab
gangguan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen penyebab kerusakan bahan pangan. Namun, apabila pemakaian jenis
pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan
bersifat karsinogenik Cahyadi, 2009.
2.4 Asam Benzoat
Struktur Kimia dan Sifat – sifat Asam Benzoat.
Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat
Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam
Universitas Sumatera Utara
carboxybenzene Rumus empiris : C
7
H
6
O
2
Berat molekul : 122,12 Ditjen POM, 1995. Asam benzoat berbentuk hablur atau jarum putih, sedikit berbau
benzaldehid atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air. Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter. Asam benzoat merupakan asam lemah yang mengalami disosiasi tergantung pada pH mediumnya. Molekul yang tidak terdisosiasi ini yang
mempunyai efektivitas sebagai pengawet Cahyadi, 2009. Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk
mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut.
Benzoat digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman, seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap
dan lain-lain Cahyadi, 2009. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 mencegah pertumbuhan
khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan
mengganggu enzim intraseluler Siaka, 2009.
2.4.2 Toksisitas Asam Benzoat
Didalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga aman untuk dikonsumsi. Di Amerika Serikat, benzoat termasuk senyawa
kimia pertama yang diizinkan untuk makanan. Bukti-bukti menunjukkan,
Universitas Sumatera Utara
pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi
benzoat yang efisien. Berdasarkan jurnal, benzoate tidak mempunyai efek teratogenik menyebabkan cacat bawaan jika dikonsumsi melalui mulut dan tidak
mempunyai efek karsinogenik. Meski aman untuk dikonsumsi orang sehat, penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam
benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. Diduga pula zat ini akan dapat mengakibatkan reaksi alergi dan penyakit syaraf
Yuliarti, 2007. Garam benzoat dalambahan pangan akan terurai menjadi asam benzoat
yang tidak terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak
melebihi 0,1 dalam bahan makanan. Apabila tubuh mengkonsumsi bahan pengawet ini secara berlebih, dapat mengganggu kesehatan, terutama menyerang
syaraf Siaka, 2009.
2.5 Penetapan Kadar Benzoat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
KCKT Untuk eluen metanol – buffer posfat isokratik, sampel cairan langsung
dianalisis, sedangkan yang padat dipersiapkan dahulu kemudian dianalisis, dengan cara :
a larutan standar
25 mg asam benzoat murni dilarutkan dalam 25 ml metanol sampai 50 ml dalam labu ukur. Untuk larutan standar kerja B dibuat perbandingan 1 : 10.
b langsung dianalisis
Universitas Sumatera Utara
Untuk minuman sari buah, seperti sari jeruk, anggur dan minuman lainnya. Di sini tidak perlu di clean up. Dalam hal ini dilakukan penyaringan dengan
mikrofilter ukuran 0,45 mikrometer A. Limit deteksi asam benzoat yang mempunyai koefisien absorpsi paling kecil dan senyawa yang dianalisis jauh di
bawah konsentrasi normal yang digunakan dalam pangan. Cara penetapan :
Larutan A dan B disuntikkan secara terpisah dan dilakukan analisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi :
Kolom : μ- Bondapak C18. Detektor : UV panjang gelombang 235 nm.
Fase mobile : Metanol pro HPLC dan buffer yang disaring dengan membrane mikrofilter tipe HVLP 0,45 μm Buffer posfat : 2,5 gram K
2
HPO
4
.3H
2
O pa dan 2,5 gram KH
2
PO
4
dalam air bidestillata, volume penyuntikan : 10 μl – 20 μl Cahyadi, 2009.
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi