Tinjauan Pustaka

e) Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Anita Lie, 2008: 31-37).

Ada enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Tim Instruktur Fisika Jawa Tengah (2003:FIS/LKGI/12) tahapan pembelajaran kooperatif tersebut adalah: Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-fase

Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Fase 2

Menyajikan informasi

Fase 3

Mengorganisasikan siswa

ke

dalam

kelompok-kelompok belajar.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Memberikan penghargaan.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajarinyaatau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individualdan kelompok.

(Agus Suprijono, 2009: 65) Slavin ( 2008:11 ) membedakan model pembelajaran kooperatif dalam beberapa tipe yaitu: “Student Team Achievement Division ( STAD ), Team Games Tournament ( TGT ), Team Assisted Individualization ( TAI ), Cooperative Integrated Reading And Composition ( CIRC ), dan Jigsaw”.

a) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif tipe yang paling sederhana, di mana siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan pada saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Skor yang didapat hingga mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan yang lain.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pembelajaran ini siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin ( 2008:12 ): “gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru”.

Adapun komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008 : 143-160), dapat dirangkum sebagai berikut. 1). Presentasi Kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering

dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan presentasi audiovisual. Tetapi bedanya dengan pengajaran biasa adalah pengajaran ini berfokus pada unit STAD. Sehingga siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kerena hal ini akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2). Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen. Fungsi utama dari tim

adalah untuk memastikan bahwa semua aggota tim benar-benar belajar, sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban, dan

3). Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu

atau dua periode praktikum tim. Para siswa tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk mamahami materinya.

4). Skor Kemajuan Individual. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepada

setiap seswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa usaha yang terbaik. Tiap siswa diberika skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Tabel 2.2 Perbandingan Skor Kuis dan Poin Kemajuan.

Skor Kuis Poin Kemajuan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

10 – 1 poin di bawah skor awal Skor awal sampai 10 poin di tas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal

5). Rekognisi Tim. Tim mendapat penghargaan jika skor rata-rata mereka dapat

melampaui kriteria yang telah ditentukan. Kelompok dengan skor tertinggi mendapatkan kriteria Superteam, kelompok dengan skor menengah (Greatteam) dan kelompok dengan skor terendah sebagai Goodteam.

Skema model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar.2.1. Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

b) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

“Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al, teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara” (Anita Lie,2008:69).

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi dalam beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok masing-masing ditugaskan untuk membaca sub bab yang yang berbeda-beda sesuai dengan yang ditugasi oleh guru

Pembentukan kelompok secara heterogen

(beranggotakan 4-6 orang)

Presentasi Kelas

(guru menyampaikan materi pelajaran)

Kegiatan Kelompok (belajar kelompok dengan LKS)

Kuis oleh masing-masing individu

Skoring individual dan kelompok

Penghargaan Kelompok Penghargaan Kelompok

Gambar 2.2. Skema Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Skema pembelajaran tipe Jigsaw adalah seperti yang ditunjukkan oleh

gambar di atas. Dimana menggambaran proses pembentukan dan pembagian kelompok.

Menurut Anita lie (2008: 69-70), langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah :

1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian.

2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

3) Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya.

5) Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka

6) Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

7) Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

8) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

Variasi untuk pembelajaran Jigsaw adalah jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk Kelompok Para Ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya.

Untuk skema pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sepertii yang disampaikan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Tabel Skema Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw.

7. Keaktifan Siswa

a. Pengertian Keaktifan Siswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:31) bahwa ”aktivitas adalah keaktifan, kegiatan”. Sardiman (2011:100) menyatakan bahwa ”aktivitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:31) bahwa ”aktivitas adalah keaktifan, kegiatan”. Sardiman (2011:100) menyatakan bahwa ”aktivitas

Dari pengertian tersebut di atas maka keaktifan memiliki arti yang sama dengan arti aktivitas yaitu suatu kegiatan atau kesibukan. Sedangkan keaktifan belajar adalah kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam belajar yang berupa keaktifan fisik dan mental.

b. Pentingnya Keaktifan Siswa

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Orang yang belajar harus aktif, karena tanpa adanya tindakan yang aktif, belajar tidak mungkin berjalan. Sardiman A.M (2011:95) mengatakan bahwa “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Sehingga terlihat disini bahwa aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut Rousseau yang dikutip oleh Sardiman A.M. (2011:96-97) mengatakan bahwa “ Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani atau teknis”.

Semua cara belajar itu mengandung keaktifan pada siswa, meskipun kadar keaktifannya berbeda-beda. Ada kegiatan belajar yang mempunyai kadar keaktifan yang tinggi dan ada pula yang rendah, tidak mungkin ada titik nol. Jadi disini terlihat bahwa sesungguhnya belajar dapat dicapai melalui proses yang bersifat aktif walaupun dengan kadar yang berbeda.

Jadi dari pandangan dari beberapa ahli di atas, maka jelas dalam pembelajaran anak didik harus aktif berbuat. Atau dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan keaktifan yang bersifat jasmani, fisik, dan mental.

c. Bentuk-Bentuk Keaktifan Siswa

Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,

Semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan. Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan ini beraneka ragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik maupun psikis. Keaktifan siswa dalam belajar tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya mendengarkan seorang guru yang sedang berceramah, mendiskusikan sesuatu dengan guru atau teman sekelas, dan sebagainya.

Pendapat Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2011:101) membuat suatu daftar yang berisi macam-macam aktivitas siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya :

1) Visual activities Contohnya : membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain.

2) Oral Activities Contohnya : menyatakan pendapat

3) Listening activities Contohnya : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato

4) Writing activities Contohnya : menulis karangan, cerita, laporan, angket, menyalin

5) Drawing activities Contohnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram

6) Motor activities Contohnya : melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, bermain, berkebun, beternak

7) Mental activities Contohnya : menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8) Emosional activities Contohnya : menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tegang.

Dengan klasifikasi di atas menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam kegiatan tersebut harus berusaha diciptakan di dalam kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar.

Belajar bukan hanya sekedar menghafal suatu teori, melainkan juga dihadapkan pada fakta-fakta dan pemecahan berbagai masalah. Siswa dituntut banyak melibatkan diri dalam proses belajar, misalnya: mendengarkan, memperhatikan, dan tanya jawab dengan guru.

Nana Sudjana (1996:61) mengemukakan bahwa “ Keaktifan siswa dapat dinilai dengan cara:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2) Terlibat dalam pemecahan soal

3) Bertanya pada siswa lain atau guru apabila tidak memahami apa yang dihadapinya.

4) Berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

5) Melaksakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

6) Menilai kemampuan dari hasil-hasil yang dipelajari

7) Melatih diri dalam memecahkan masalah yang sejenis. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian keaktifan siswa dapat dilihat bagaimana siswa berperan aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya dan pemecahan masalahnya. Penilaian lain dapat dilihat dari bagaimana usaha siswa mencari informasi, bekerjasama dengan temannya untuk memecahkan masalah belajar.

8. Kemampuan Kognitif Siswa

Adanya suatu penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau usaha. Melalui kegiatan ini, kita dapat mengetahui sejauh mana hasil dari suatu kegiatan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, hasil yang didapat biasanya disebut dengan kemampuan kognitif yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan masukan bagi guru untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi yang diterima selama proses pembelajaran tersebut berlangsung.

Cara penalaran (kognitif) seseorang terhadap suatu objek selalu berbeda- beda dengan orang lain. Artinya orang yang sama mungkin akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi karena berbeda, dalam penalaran berbeda pula dalam kepribadian maka terjadilah perbedan individu. Aspek kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang dikembangkan oleh Bloom yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 49), komponen kognitif Cara penalaran (kognitif) seseorang terhadap suatu objek selalu berbeda- beda dengan orang lain. Artinya orang yang sama mungkin akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi karena berbeda, dalam penalaran berbeda pula dalam kepribadian maka terjadilah perbedan individu. Aspek kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang dikembangkan oleh Bloom yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 49), komponen kognitif

b) Pemahaman (comprehension), adalah kemampuan memahami arti sesuatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada pengetahuan.

c) Penerapan (application), adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan sesuatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi konkret, seperti menerapkan sesuatu dalil, metode, konsep, atau teori. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman.

d) Analisis (analysis), adalah kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian, serta prinsip yang digunakan dalam organisasi atau susunan materi pelajaran.

e) Sintesis (syntesis), merupakan kemampuan untuk menghimpun bagian ke dalam suatu keseluruhan, seperti merumuskan tema, rencana atau melibatkan hubungan abstrak dari berbagai informasi atau fakta.

f) Evaluasi (evaluation), berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau cerita tertentu.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh Bloom tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan saja, tetapi di dalamnya terdapat jenjang/tingkatan-tingkatan yang berhubungan dengan aspek mengingat dan berpikir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan aktivitas kerja otak.

9. Kalor

Dalam kehidupan sehari-hari dikenal istilah suhu dan kalor. Sebuah oven yang panas dikatakan memiliki suhu tinggi, sebaliknya es dari kulkas dikatakan memiliki suhu rendah. Dalam kehidupan sehari-hari juga terjadi beberapa peristiwa yang diakibatkan adanya pemanasan, gelas pecah karena diberi air terlalu panas atau ban motor meletus karena ditaruh di tempat panas seharian. Hal tersebut dapat dijelaskan secara rinci dalam materi suhu dan kalor.

a. Suhu

Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika. Suhu menyatakan tingkat (derajat) panas atau dinginnya suatu zat. Suhu diukur dengan termometer. Berdasarkan zat yang digunakan dalam termometer, ada beberapa macam termometer, antara lain: termometer cairan, termometer gas, pirometer, termostat, dan termokopel.

Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat ( padat, cair, gas) yang mengalami perubahn jika suhunya berubah. Sensitifitas benda terhadap perubahan suhu dinamakan sifat termometrik zat. Perubahan termometrik zat antara lain sebagai berikut :

a. Perubahan volume

b. Perubahan wujud

c. Perubahan daya hantar listrik

d. Perubahan warna 1). Skala termometer Skala pada termometer dibuat dengan menetapkan terlebih dahulu dua titik tetap sebagai pedoman. Titik tetap tersebut diambil pada saat es melebur dan pada saat air mendidih. Pada termometer yang menggunakan skala Celcius, es melebur

pada suhu 0 0 C digunakan sebagai titik tetap bawah dan air mendidih pada suhu

0 100 0 ditetapkan sebagai titik tetap atas. Selang antara dua titik tersebut kemudian dibagi menjadi 100 bagian yang sama sehingga tiap bagian menyatakan perubahan suhu sebesar

0 1. 0

Selain termometer skala Celcius, ada juga termometer skala Kelvin, Fahrenheit, dan Reamur. Penetapan skala pada keempat termometer di atas diperlihatkan oleh Gambar 2.3 :

(Joko Sumarsono, 2009: 136)

Gambar 2.3 : Perbandingan Skala Pada Termometer Celcius, Kelfin dan Farenheat

a. Celcius : batas bawah 0, batas atas 100

b. Reamur : batas bawah 0, batas atas 80

c. Farenheat : batas bawah 32, batas atas 212

d. Kelvin : untuk titik lebur es 273, dan titik didih air 373 secara umum hubungan antara skala dua termometer dapat dirumuskan dengan :

(2.1) dengan

T 1 = suhu termometer 1 T 2

= suhu termometer 2

a T a = titik tetep atas termometer 1

a T = titik tetap atas termometer 2 a T b1

= ttik tetap bawah termometer 1 T = titik tetap bawah termometer 2 b2 = ttik tetap bawah termometer 1 T = titik tetap bawah termometer 2 b2

Perhatikan kabel telepon pada musim dingin dan musim panas. Pada musim dingin kabel terlihat kencang dan pada musim panas kabel terlihat kendor. Gelas yang diisi air panas mendadak dapat pecah. Air yang mendidih kadang akan tumpah dari wadahnya jika terus dipanasi. Beberapa peristiwa di atas merupakan contoh dari pemuaian. Pemuaian merupakan gerakan atom penyusun benda karena mengalami pemanasan. Makin panas suhu suatu benda, makin cepat getaran antar atom yang menyebar ke segala arah. Karena adanya getaran atom inilah yang menjadikan benda tersebut memuai ke segala arah, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 2.4 . Pemuaian dapat dialami zat padat, cair, dan gas.

(Resnick Halliday, 2009: 587)

Gambar 2.4 Gambar Struktur Molekul Zat Padat

1) Pemuaian Zat Padat

Pemuaian zat pada dasarnya ke segala arah. Namun, hanya akan dipelajari pemuaian panjang, luas, dan volume. Besar pemuaian yang dialami suatu benda tergantung pada tiga hal, yaitu ukuran awal benda, karakteristik bahan, dan besar perubahan suhu benda. Setiap zat padat mempunyai besaran yang disebut koefisien muai panjang. Koefisien muai panjang suatu zat adalah angka yang menunjukkan pertambahan panjang zat apabila suhunya dinaikkan 1° C. Makin besar koefisien muai panjang suatu zat apabila dipanaskan, maka makin besar pertambahan panjangnya. Demikian pula sebaliknya, makin kecil koefisien muai panjang zat apabila dipanaskan, maka makin kecil pula pertambahan panjangnya. Koefisien muai panjang beberapa zat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Koefisien Muai Panjang

(Resnick Halliday, 2009. Hal : 588) Sedangkan koefisien muai luas dan volume zat padat, masing-masing adalah 2   dan

a) Pemuaian Panjang

Pada zat padat yang berukuran panjang dengan luas penampang kecil, seperti pada kabel dan rel kereta api. Pemuaian pada luas penampang dapat diabaikan. Pemuaian yang diperhatikan hanya pemuaian pada pertambahan panjangnya. Pertambahan panjang pada zat padat yang dipanaskan relatif kecil sehingga butuh ketelitian untuk mengetahuinya.

Jika sebuah batang mempunyai panjang mula-mula 0 l , koefisien muai panjang  , suhu mula-mula 1 T , lalu dipanaskan sehingga panjangnya menjadi l dan suhunya menjadi t 2 T ( Gamabar 2.5) , maka akan berlaku persamaan, sebagai berikut.

(Joko Sumarsono, 2009: 138)

Untuk pemuaian panjang pada zat padat dapat dirumuskan sebagai berikut :

l l l 0 t    (2.2) karena

l l l 0     , maka persamaannya menjadi seperti berikut.

(2.3) keterangan:

l : panjang batang mula-mula (m) 0 l : panjang batang setelah dipanaskan (m) t

 l : selisih panjang batang = t l– 0 l

 : koefisien muai panjang (/°C) T : suhu batang mula-mula (° C) 1 T : suhu batang pada suhu T(° C) 2

 T : selisih suhu (° C) = 2 T – 1 T

b) Pemuaian Luas

Untuk benda-benda yang berbentuk lempengan plat (dua dimensi), akan terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar. Hal ini berarti lempengan tersebut mengalami pertambahan luas atau pemuaian luas. Serupa dengan pertambahan panjang pada kawat, pertambahan luas pada benda dapat dirumuskan sebagai berikut.

0 0 0 p A p

Δl  l Δp l p l p A p 0 t t t t    

Karena nilai  sangat kecil sehingga untuk

2 2    juga akan menjadi sangat

kecil sehingga dapat diabaikan sehingga diperoleh perumusan sebagai berikut :

 βΔT 1 A A A

, dengan

Jadi untuk pemuaian luas akan diperoleh perumusan sebagai berikut :

 T 1 A A A t 0     (2.5)

keterangan:

t A : luas bidang mula-mula ( 2 m)

0 A : luas bidang pada suhu T ( 2 m)

 : koefisien muai luas (/°C)  T : selisih suhu (° C)

c) Pemuaian Volume

Zat padat yang mempunyai tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), seperti bola dan balok, jika dipanaskan akan mengalami muai volume, yakni bertambahnya panjang, lebar, dan tinggi zat padat tersebut, hal ini seeprti ditunjukkan Gambar 2.6. Karena muai volume merupakan penurunan dari muai panjang, maka muai ruang juga tergantung dari jenis zat.

(Resnick Halliday, 2009: 588)

Gambar 2.6 Gambar Pemuaian Volum Pada Sebuah Ring

Jika volume benda mula-mula 0 V , suhu mula-mula 1 T , koefisien muai

ruang  , maka setelah dipanaskan volumenya menjadi t V , dan suhunya menjadi

T sehingga akan berlaku persamaan, sebagai berikut. 2

0 0 0 0 l p V p (2.6) t t t t t p V    (2.7

karena nilai  sangat kecil maka nilai

3 3    akan bernilai sangat kecil sehingga dapat diabaikan, serta nilai

2 2 3 T  juga diabaikan karena nilainya sangat kecil juga, sehingga persamaan untuk Volume akhir menjadi :

T 3 1 V V V t o     (2.8)

dengan

  3  sehingga diperoleh persamaan :

T 1 V V V t 0     (2.9)

keterangan:

0 V : volume benda mula-mula( 3 m) t V : volume benda setelah dipanaskan ( 3 m)

 : koefisien muai ruang (/°C)  T : selisih suhu (° C)

c. Kalor

Sendok yang digunakan untuk menyeduh kopi panas, akan terasa hangat. Leher Anda jika disentuh akan terasa hangat. Dalam hal ini ada yang berpindah dari kopi panas ke sendok dan dari leher ke syaraf kulit. Sesuatu yang berpindah tersebut merupakan energi/kalor. Pada dasarnya kalor adalah perpindahan energi dari satu benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Pada waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel benda akan bergetar dan menumbuk partikel tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung terus menerus membentuk energi kinetik rata-rata sama antara benda panas dengan Sendok yang digunakan untuk menyeduh kopi panas, akan terasa hangat. Leher Anda jika disentuh akan terasa hangat. Dalam hal ini ada yang berpindah dari kopi panas ke sendok dan dari leher ke syaraf kulit. Sesuatu yang berpindah tersebut merupakan energi/kalor. Pada dasarnya kalor adalah perpindahan energi dari satu benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Pada waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel benda akan bergetar dan menumbuk partikel tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung terus menerus membentuk energi kinetik rata-rata sama antara benda panas dengan

1) Hubungan Antara Kalor dengan Suhu Benda

Sewaktu memasak air, akan membutuhkan kalor untuk menaikkan suhu air hingga mendidihkan air. Nasi yang dingin dapat dihangatkan dengan penghangat nasi. Nasi butuh kalor untuk menaikkan suhunya. Berapa banyak kalor yang diperlukan air dan nasi untuk menaikkan suhu hingga mencapai suhu yang diinginkan? Secara induktif, makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung massa benda dan bahan penyusun benda. Secara matematis dapat di tulis seperti berikut.

c m Q m   (2.10) keterangan:

Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J) m

: massa benda (kg)

c : kalor jenis benda (J/kg°C)  T : perubahan suhu (° C) Kalor jenis benda (zat) menunjukkan banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhunya sebesar satu satuan suhu (° C). Hal ini berarti tiap benda (zat) memerlukan kalor yang berbeda-beda, meskipun untuk menaikkan suhu yang sama dan massa yang sama. Kalor jenis beberapa zat dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Kalor Jenis Berbagai Zat.

(Resnick Halliday, 2009. Hal : 607)

2) Kapasitas Kalor

Air satu panci ketika dimasak hingga mendidih memerlukan kalor tertentu. Kalor yang dibutuhkan oleh air agar suhunya naik 1° C disebut kapasitas kalor. Kapasitas kalor sebenarnya banyaknya energi yang diberikan dalam bentuk kalor untuk menaikkan suhu benda sebesar satu derajat. Pada sistem SI, satuan kapasitas kalor adalah

JK 1  . Namun, karena di Indonesia suhu biasa dinyatakan dalam

skala Celsius, maka satuan kapasitas kalor yang dipakai dalam buku ini adalah J/°C. Kapasitas kalor dapat dirumuskan sebagai berikut.

C Q C   (2.11) keterangan:

Q : kalor yang diserap/dilepas (J)

C : kapasitas kalor benda (J/°C)

 T : perubahan suhu benda (° C) Jika persamaan kapasitas kalor disubstitusikan ke persamaan kalor jenis, maka didapatkan persamaan sebagai berikut.

c m C (2.12) keterangan:

C : kapasitas kalor benda (J/°C) m : massa benda (kg)

c : kalor jenis benda (J/kg °C) sehingga rumus Q dapat ditulis : mc Q mc   (2.13)

c. Perubahan Wujud

Suatu zat dapat berada pada salah satu wujud dari ketiga wujud tersebut, tergantung pada suhunya. Misalnya, air. Air dapat berwujud padat apabila berada pada tekanan normal dan suhunya di bawah 0° C. Air juga dapat berwujud uap bila tekanannya normal dan suhunya di atas 100° C. Contoh lain adalah tembaga. Tembaga dapat berwujud padat bila berada pada tekanan normal dan suhu di bawah 1.083° C. Tembaga akan berwujud cair bila berada pada tekanan normal dan suhunya antara 1.083° C – 2.300° C. Tembaga akan berwujud gas bila berada pada tekanan normal dan suhunya di atas 2.300° C.

1) Kalor Lebur dan Kalor Didih

Kalor yang diserap benda digunakan untuk dua kemungkinan, yaitu untuk menaikkan suhu atau untuk mengubah wujud benda. Misalnya, saat es mencair, ketika itu benda berubah wujud, tetapi suhu benda tidak berubah meski ada penambahan kalor. Kalor yang diberikan ke es tidak digunakan untuk mengubah suhu es, tetapi untuk mengubah wujud benda. Kalor ini disebut kalor laten. Kalor laten merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk berubah wujud. Kalor laten ada dua macam, yaitu kalor lebur dan kalor didih. Kalor lebur merupakan kalor Kalor yang diserap benda digunakan untuk dua kemungkinan, yaitu untuk menaikkan suhu atau untuk mengubah wujud benda. Misalnya, saat es mencair, ketika itu benda berubah wujud, tetapi suhu benda tidak berubah meski ada penambahan kalor. Kalor yang diberikan ke es tidak digunakan untuk mengubah suhu es, tetapi untuk mengubah wujud benda. Kalor ini disebut kalor laten. Kalor laten merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk berubah wujud. Kalor laten ada dua macam, yaitu kalor lebur dan kalor didih. Kalor lebur merupakan kalor

K L m Q m atau

(2.14) keterangan:

Q : kalor yang diperlukan (J) m : massa zat (kg)

K : kalor lebur zat (J/kg) L Tabel 2.5 Kalor Lebur Beberapa Zat

(Resnick Halliday, 2009. Hal : 610) Sama halnya kalor lebur, kalor didih merupakan kalor yang dibutuhkan 1

kg zat untuk mendidih/menjadi uap. Kalor ini sama dengan kalor yang diperlukan pada zat untuk mengembun. Jadi, kalor yang dibutuhkan 1 kg air untuk menguap seluruhnya sama dengan kalor yang dibutuhkan untuk mengembun seluruhnya. Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan sejumlah zat yang massanya m dan kalor didih atau uapnya K u , dapat dinyatakan sebagai berikut.

K u m Q m (2.15) K u m Q m (2.15)

K : kalor didih/uap zat (J/kg) U

2) Asas Black

Kalor berpindah dari satu benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Perpindahan ini mengakibatkan terbentuknya suhu akhir yang sama antara kedua benda tersebut. Pernahkah Anda membuat susu atau kopi? Sewaktu susu diberi air panas, kalor akan menyebar ke seluruh cairan susu yang dingin, sehingga susu terasa hangat. Suhu akhir setelah percampuran antara susu dengan air panas disebut suhu termal (keseimbangan). Kalor yang dilepaskan air panas akan sama besarnya dengan kalor yang diterima susu yang dingin. Kalor merupakan energi yang dapat berpindah, prinsip ini merupakan prinsip hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan energi dirumuskan pertama kali oleh Joseph Black (1728 – 1899). Oleh karena itu, pernyataan tersebut juga di kenal sebagai asas Black. Joseph Black merumuskan perpindahan kalor antara dua benda yang membentuk suhu termal sebagai berikut.

lepas terima Q Q  (2.16) Keterangan:

Q lepas : besar kalor yang diberikan (J) Q terima : besar kalor yang diterima (J)

d. Perpindahan Kalor

Kalor merupakan energi yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Pada waktu memasak air, kalor berpindah dari api ke panci lalu ke air. Pada waktu menyetrika, kalor berpindah dari setrika ke pakaian. Demikian juga pada waktu berjemur, badan Anda terasa hangat karena kalor berpindah dari matahari ke badan Anda. Ada tiga cara kalor berpindah dari satu benda ke benda yang lain, yaitu konduksi, kenveksi, dan radiasi.

1) Konduksi

Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi. Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikel- partikel penyusun ujung zat yang bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar. Energi kinetik yang besar menyebabkan partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya, demikian seterusnya sampai akhirnya Anda merasakan panas. Besarnya aliran kalor secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.

Q merupakan kelajuan hantaran kalor (banyaknya kalor yang mengalir per

satuan waktu) dan

2 1 T T T    , maka persamaan di atas menjadi seperti berikut.

H kA

(2.18) keterangan:

Q : banyak kalor yang mengalir (J)

A : luas permukaan (m2)  T : perbedaan suhu dua permukaan (K)

d : tebal lapisan (m) k

: konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K) t

: lamanya kalor mengalir (s)

H : kelajuan hantaran kalor (J/s) Setiap zat memiliki konduktivitas termal yang berbeda-beda. Konduktivitas termal beberapa zat ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Konduktivitas Termal Berbagai Zat.

(Resnick Halliday, 2009. Hal : 625)

2) Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat. Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas.

a. Konveksi pada Zat Cair

Perpindahan kalor secara konveksi terjadi karena adanya perbedaan massa jenis zat. Konveksi air banyak dimanfaatkan dalam pembuatan sistem aliran air panas di hotel, apartemen, atau perusahaan-perusahaan besar. Contoh konveksi udara dalam kehidupan sehari-hari, antara lain, sebagai berikut.

1) Sistem ventilasi rumah. Udara panas di dalam rumah akan bergerak naik dan keluar melalui ventilasi. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin melalui ventilasi yang lain sehingga udara di dalam rumah lebih segar.

2) Cerobong asap pabrik. Pada pabrik-pabrik, udara di sekitar tungku pemanas suhunya lebih tinggi daripada udara luar, sehingga asap pabrik yang massa jenisnya lebih kecil dari udara luar akan bergerak naik melalui cerobong asap.

3) Angin laut dan angin darat. Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Udara di daratan memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin 3) Angin laut dan angin darat. Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Udara di daratan memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin

Adapun secara empiris laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan sebagi berikut.

A h H h   (2.19) keterangan

H : laju perpindahan kalor (W)

A : luas permukaan benda (m² )

2 1 T T T    = perbedaan suhu (K atau ° C)

h : koefisien konveksi (

2 4 Wm K   atau

2 0 Wm C   )

3. Radiasi

Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi. Setiap benda mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Laju radiasi dari permukaan suatu benda berbanding lurus dengan luas penampang, berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlaknya, dan tergantung sifat permukaan benda tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

T 4 e A H A   (2.20) keterangan:

H : laju radiasi (W)

A : luas penampang benda (m2) T : suhu mutlak (K)

e : emisivitas bahan

 : tetapan Stefan-Boltzmann (5,6705119 × 10-8 W/mK 4 )

7. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif adalah seperti penelitian yang dilakukan oleh Francis A. ADESOJI dan Tunde L. IBRAHEEM dalam Uluslararası Sosyal Ara_tırmalar Dergisi The Journal Of International Social Research Volume 2/6 Winter 2009 yang berjudul EFFECTS OF STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS STRATEGY AND MATHEMATICS KNOWLEGDE ON LEARNING OUTCOMES IN CHEMICAL KINETICS, dalam penelitiannya disimpulkan bahwa The findings of this study provides support for the efficacy of the STAD cooperative learning strategy in the teaching of science as claimed by researchers .The superiority of STAD cooperative learning strategy over the conventional technique could be attributed to the fact that it makes students develop more positive attitudes toward self, peer, adults and learning in general The significant main effect of mathematical ability on students’ achievement and attitude to chemical kinetics implies that only students with sound mathematical background will perform well in quantitative aspect of chemistry.

Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memperoleh hasil yang lebih baik daripada dengan metode konvensional. Tipe STAD memberikan efek yang signifikan yaitu mampu mengembangkan sikap individu, kelompok, dan kedewasaan. Selain itu tipe STAD jika ditambah kemampuan matematik yang baik akan berpengaruh dalam pembelajaran kimia.

Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Yasemin KOÇ, Kemal DOYMUŞ, Ataman KARAÇÖP, Ümit ŞİMŞEK (Research Assist. Atatürk University, Kazım Karabekir Faculty of Education, Primary Teacher Training, Erzurum-TURKEY, Assoc.Prof.Dr. Atatürk University, Kazım Karabekir Faculty of Education, Primary Teacher Training,

Erzurum TURKEY) dalam Journal of TURKISH SCIENCE EDUCATION

Volume 7, Issue 2, June 2010 . Penelitiannya yang dilakukan berjudul “The

the Topics of Chemical Kinetics”. dalam penelitian tesebut diambil kesimpulan bahwa When the results obtained from the GST are analyzed, it is seen that JG students are more successful in reading and interpreting graphs than IG and CG students. It is seen that JG, which is successful in GST, has the same academic achievement in chemical kinetics as well. Based on these results, it was concluded that, compared to the traditional teaching method, group investigation and Jigsaw technique were more effective in increasing academic achievement . In the study, the reason that the group investigation and Jigsaw techniques were more effective than the traditional teaching method can be attributed to differences in the application processes of these techniques and to the fact that students are directed and encouraged to express their ideas in a warm atmosphere, to convey their ideas, and to cooperate with their friend.

Dari penelitian disimpulkan bahwa Group investigation dan Jigsaw lebih efektif daripada dengan model tradisional dalam pembelajaran teknik kimia dilihat dari peningkatan nilai akademik, dua model ini membantu siswa untuk mengemukakan pendapat dalam lingkungan yang mendukung dan mampu bekerjasama dengan teman.

Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Evi mahasiswi UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar Melalui Cooperatif learning tipe Jigsaw dengan STAD. dalam penelitian tesebut diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik Jigsaw dan STAD merupakan teknik pembelajaran yang baru bagi para siswa, namun dari hasil angket yang diberikan, siswa merasa kedua tipe pembelajaran tersebut cukup dapat membantu mereka dalam memahami pelajaran dan mereka cukup menyukai penerapan kedua tipe pembelajaran tersebut dalam pembelajaran biologi. Hasil observasi kedua teknik pembelajaran menunjukkan sikap siswa cukup baik pada ketiga aspek sikap yang diukur yaitu rasa ingin tahu, keberanian dan sifat menghargai.