PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS

Skripsi

Oleh: Suyatmi K2306036 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS

Oleh: Suyatmi K2306036

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan P. MIPA

Universitas Sebelas Maret FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

ABSTRAK

Suyatmi, PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN DI KELAS. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (2) Ada atau tidak adanya pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2009/2010. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga diperoleh dua

kelas, yaitu kelas X.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.1 sebagai kelas kontrol yang masing-masing sampel terdiri atas 34 siswa. Teknik pengambilan

data dengan teknik dokumentasi, angket dan tes. Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data keadaan awal siswa yang diambil dari nilai ulangan harian terakhir. Teknik angket digunakan untuk mendapatkan data skor keaktifan siswa. Teknik tes untuk memperoleh data kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut anava yaitu komparasi ganda dengan metode Scheffe.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD terhadap kemampuan

kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (F A = 4,0175 > F 0.05; 1.64 =

3.99). Siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2) Ada perbedaan pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan

rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (F B

= 22,6538 > F 0.05; 1.64 = 3.99). Siswa yang mempunyai keaktifan kategori tinggi akan mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai keaktifan kategori rendah. , (3) Ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap

kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (F AB = 7,27727<

F 0.05; 1.64 = 3.99). Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pembelajaran Fisika dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh yang lebih baik daripada dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga diharapkan guru mampu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran Fisika yang salah satunya dengan model pembelajaran kooperatif. Aktivitas belajar siswa di kelas juga mempunyai pengaruh terhadap Kemampuan kognitif Fisika siswa sehingga diharapkan guru dapat menumbuhkan aktivitas belajar pada diri siswa. Dari penelitian ini diharapkan guru tidak hanya mengoptimalkan usaha-usaha dalam mengembangkan sarana pembelajaran, tetapi juga memperhatikan model pembelajaran dan keaktivan siswa sehingga guru mampu mengembangkan kemampuan kognitif Fisika siswa secara optimal.

a. Pengertian Pendekatan Pengajaran...........................

b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme....

c. Filsafat Konstruktivisme..........................................

d. Makna Belajar Konstruktivisme..............................

6. Pembelajaran Kooperatif ……….................................

7. Keaktifan Siswa.........……..........................................

a. Pengertian Keaktifan Siswa...............……………..

b. Pentingnya Keaktifan Siswa.................................

c. Bentuk-Bentuk Keaktifan Siswa............................

8. Kemampuan Kognitif Fisika Siswa…………………...

9. Konsep Kalor…………………………...................…

B. Penelitian yang Relevan ......................................................

C. Kerangka Berfikir………..………………………………..

D. Perumusan Hipotesis………………………………………

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………

A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….

1. Tempat Penelitian …………………………………….

2. Waktu Penelitian ……………………………………..

B. Metode Penelitian ………………………………………...

C. Populasi dan Sampel ….......................................................

1. Populasi.......………………………………...................

2. Sampel Penelitian...............…………………....………

3. Teknik Pengambilan Sampel………………………….

D. Variabel Penelitian………………………………………...

1. Variabel Terikat ………………………………………

2. Variabel Bebas ………………………………………..

E. Teknik Pengumpulan Data………………………………...

1. Teknik Dokumentasi…………………………………..

2. Angket ………………………………………………...

3. Teknik Tes …………………………………………….

G. Teknik Analisis Data ……………………………….........

1. Uji Kesamaan Keadaan Awal Siswa…………………

2. Uji Prasyarat Analisis………………………………...

2. Uji Hipotesis .................................................................

3. Uji Lanjut Anava......................................................

BAB IV. HASIL PENELITIAN ……………………………………….

A. Deskripsi Data ……………………………………………

1. Data Keadaan Awal Siswa.............................................

2. Data Aktivitas Belajar Siswa.............. ……………….

3. Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa …….....

B. Uji Prasyarat..................................................................

1. Uji Normalitas................................................................

2. Uji Homogenitas ……………………………………..

3. Uji t-2 Ekor....................................................................

C. Analisis Data ……………………………………………...

1. Uji Prasyarat Analisis………………………………….

a. Uji Normalitas……………………………………..

b. Uji Homogenitas…………………………………..

2. Pengujian Hipotesis…………………………………...

a. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Frekuensi Sel Tak Sama …………………………………………

b. Uji Lanjut Anava…………………………………..

D. Pembahasan Hasil Analisis Data …………………………

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ………………

A. Kesimpulan ……………………………………………….

B. Implikasi Hasil Penelitaian……………………………......

C. Saran ………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayat. Pernyataan tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses belajar sampai kapanpun dan dimanapun, manusia itu berada dan belajar juga menjadi kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan. Kepesatan perkembangan Ilmu Pengetahuan mengantarkan masyarakat memasuki era global. Setiap individu di era global dituntut memiliki daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simpel, melainkan kompleks. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki oleh individu adalah keterampilan intelektual, sosial dan personal.

Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya keterampilan intelektual, sosial, dan personal. Pendidikan harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan intelektual, sosial, dan personal dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral,intuisi dan spiritual. Sekolah sebagai institusi yang pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kebutuhan pada era global.

Namun ada persepsi umum di masyarakat yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidakmya dipandang oleh siswa sebagai maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan, karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi (Anita Lie, 2008: 11).

Dalam hal ini perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah Dalam hal ini perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah

Fisika merupakan salah satu cabang dari pelajaran IPA yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta secara sistematis, sehingga Fisika bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses menemukan. Pendidikan Fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam disekitarnya, yang di dalamnya ada berbagai pokok bahasan yang memiliki kekhususan karakter masing-masing serta konsep-konsep yang harus dipahami.

Model pembelajaran seperti Cooperative Learning turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Menurut Slavin (2008: 4) “pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya dalam mempelajari materi pelajaran”. Pendapat Johnson & Johnson yang dikutip oleh Anita Lie (2008 :18) : “Dalam Cooperative Learning bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturannya yang meliputi lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual,

interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok”. Di dalam

pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa

Kegiatan-kegiatan di dalam pembelajaran Fisika merupakan upaya untuk bagaimana siswa dapat memahami konsep-konsep. Pemahaman yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang diukur dengan memberikan tes kepada siswa sehingga perlu diadakan penelitian untuk memilih metode yang efektif digunakan dalam proses belajar di kelas, sehingga dapat memberikan alternatif pendekatan atau metode yang memungkinkan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran Fisika, khususnya pokok bahasan Kalor.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD adalah dua metode dari model pembelajaran kooperatif di mana dibutuhkan kerjasama siswa untuk menguasai materi, dengan metode ini diharapkan siswa mampu bekerjasama untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memahami pelajaran. Jigsaw dan STAD cocok digunakan untuk materi Kalor karena pada materi ini banyak terdapat permasalahan yang bisa diselesaikan bersama sehingga setiap siswa mampu memahami materi ini dengan bantuan siswa lain. Selain itu, Jigsaw dan STAD adalah salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif dimana dalam pelaksanaannya lebih sederhana dibandingkan dengan metode yang lain.

Selain yang telah dikemukakan di atas pembelajaran model kooperatif dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS”.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang dikemukakan, ada beberapa masalah yang muncul. Masalah-masalah tersebut diidentifikasi, dipilih, dan ditetapkan sebagai masalah yang akan diteliti. Adapun masalah dalam latar belakang di atas adalah :

a. Adanya suatu kebiasaan guru yang menyampaikan konsep dan fakta dalam proses belajar-mengajar tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mengembangkan diri sehingga menyebabkan pencapaian kemampuan kognitif siswa tidak optimal.

b. Belum semua guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran secara variatif sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan belum dapat tercapai secara optimal.

c. Ketidaksesuaian antara model dalam proses belajar-mengajar dengan materi pelajaran, menyebabkan materi pelajaran sulit diterima siswa.

d. Adanya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, TAI, CIRC dan Jigsaw yang akan membantu pemahaman siswa terhadap materi pelajaran melalui interaksi antar siswa dalam kelompok, sehingga keberhasilan kelompok dipengaruhi kerjasama antar anggota kelompok.

e. Adanya sikap individualisme siswa dalam belajar, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi lebih mendominasi kelas dalam belajar, menyebabkan pencapaian keberhasilan belajar tidak merata bagi seluruh siswa.

f. Kemampuan siswa dalam memahami materi untuk masing-masing individu berbeda.

g. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui pendekatan dan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif.

h. Keberhasilan belajar siswa dapat dicapai apabila ada kerjasama antar anggota kelompok dan proses interaksi antara individu dalam berfikir bersama untuk memecahkan masalah.

i. Banyak materi pembelajaran Fisika di SMA yang dalam proses belajar- mengajar perlu melibatkan keaktifan siswa.

C. Pembatasan Masalah

Masalah yang telah diidentifikasi memerlukan pengkajian lebih mendalam. Agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu meluas, lebih efektif dan efisien, serta untuk menghindari ketidaksesuain, permasalahan perlu dibatasi pada;

a. Belum semua guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran secara variatif sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan belum dapat tercapai secara optimal.

b. Adanya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, TAI, CIRC dan Jigsaw yang akan membantu pemahaman siswa terhadap materi pelajaran melalui interaksi antar siswa dalam kelompok, sehingga keberhasilan kelompok dipengaruhi kerjasama antar anggota kelompok.

c. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui pendekatan dan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif.

d. Banyak materi pembelajaran Fisika di SMA yang dalam proses belajar- mengajar perlu melibatkan keaktifan siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut :

a. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran koooperatif tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor?

b. Adakah perbedaan pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor? b. Adakah perbedaan pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ;

a. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

b. Ada atau tidak adanya pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

c. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

F. Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. Bagi peneliti, menyampaikan informasi tentang pengaruh dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika.

b. Bagi guru bidang studi khususnya Fisika dapat menjadikan kedua teknik dari model pembelajaran kooperatif tersebut sebagai salah satu alternatif dalam proses belajar-mengajar.

c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan bertanggung jawab pada setiap tugasnya, mengembangkan kemampuan berfikir dan berpendapat positif, dan memberikan bekal untuk dapat bekerjasama dengan orang lain baik dalam belajar maupun dalam masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah istilah yang tidak asing lagi dan sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini secara efektif sudah dikenal sejak masa kanak- kanak. Kegiatan ini dilakukan semua manusia jika manusia ingin mempertahankan hidup maka manusia harus menempuh kegiatan tersebut, dan mencapai kesuksesan serta meningkatkan kualitas hidup mereka.

Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengalaman itu berupa situasi belajar yang disengaja dan diciptakan oleh orang lain atau situasi yang tercipta secara tidak sengaja. Menurut Rini Budiharti (1998:1) "Belajar adalah suatu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa". Perubahan-perubahan itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatife lama. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Belajar merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual. Perubahan-perubahan itu, berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta perubahan itu terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar.

“Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Proses yang diarahkan kepada suatu tujuan. Proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari” (Gino, dkk, 1997: 31).

Berikut ini beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2009: 2) :

1) Gagne Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang ssecara langsung.

2) Travers Belajar adalah proses menghasilkan penyesuian tingkah laku.

3) Cronbach Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. (belajar adalah perubahan perilkau sebagai hasil dari pengalaman)

4) Harorld Spears Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, tolisten, to follow direction. (dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).

5) Geoch Learning is change in performance as a result of practice. ( Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan)

6) Morgan Learning is any relative permanent chage in behavior that is a result of past experience. ( Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanent sebagai hasil dari pengalaman).

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah keseluruhan aktivitas seseorang dalam berinteraksi secara aktif dengan sumber belajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual yang bersifat kontinue dan bersifat positif, serta bertujuan terjadinya perubahan kearah yang lebih baik pada peserta didik. Perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar.

b. Prinsip belajar

Prinsip Belajar yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2009: 4) adalah mencakup tiga hal, yang pertama prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri :

1) Sebagai hasil tindakan rasionalinstrumental yaitu perubahan yang disadari.

2) Kontinue atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.

3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

4) Positif dan berakumulasi.

5) Aktif dan sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.

6) Permanen atau tetap, sebagai mana dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai any relatively permanent chage in an organism’s behavioral repervire that occurs as a result of experience.

Kedua , belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan

Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William Burton mengemukakan bahwa A good learning situation consist of rich and veried series of learning experience unified araound a vigorous pupose and carried on in interaction with a rich varied and propacative environtment.

c. Tujuan Belajar

Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, karena semua komponen yang dalam sistem pembelajaran dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan belajar. Keberhasilan belajar siswa berarti tercapainya tujuan belajar siswa, dimana siswa melakukan emansipasi diri dalam rangka mewujudkan kemandirian.

Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan atau kondisi belajar yang baik. Sistem lingkungan yang baik itu terdiri dari komponen-komponen pendukung antara lain tujuan belajar yang akan dicapai, bahan pengajaran yang digunakan mencapai tujuan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta memiliki hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan dan sarana atau prasarana yang tersedia. Tiap-tiap tujuan belajar tertentu membutuhkan system lingkungan tertentu yang relevan.

Menurut Sardiman : Tujuan belajar bermacam dan bervariasi, tetapi dapat diklasifikasikan menjadi dua : pertama yang eksplisit diusahakan untuk dicapai tindakan instruksional, lazim dinamakan instruksional efeks (instructional effects) yang biasanya berbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan hasil sampingan yang diperoleh; misalnya : kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. Hasil sampingan ini disebut nurturant effect. (Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, Sutijan, 1997: 18-19)

2. Hakikat Mengajar

a. Pengertian mengajar

Dalam pendidikan tidak pernah lepas dari kegiatan mengajar, selain belajar kegiatan ini juga berperan sangat penting. Berdasarkan arti kamus, mengajar adalah proses perbuatan, cara mengajarkan. Mengajar adalah proses penyampaian. Arti demikian melahirkan konstruksi belajar-mengajar berpusat pada guru. Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru Dalam pendidikan tidak pernah lepas dari kegiatan mengajar, selain belajar kegiatan ini juga berperan sangat penting. Berdasarkan arti kamus, mengajar adalah proses perbuatan, cara mengajarkan. Mengajar adalah proses penyampaian. Arti demikian melahirkan konstruksi belajar-mengajar berpusat pada guru. Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru

Menurut Sardiman (2011:54) mengajar dalam kegiatan belajar-mengajar diterjemahkan secara konseptual, disinkronisasikan dengan pengertian “mendidik”. Oleh karena itu, batasan mengajar adalah menyediakan kondisi yang optimal yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi.

Sardiman (2011:48) mengungkapkan bahwa : “mengajar merupakan suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa, kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangana anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun metal”.

b. Pembelajaran

Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan agar terjadi pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran (Agus Suprijono, 2009: 13).

”Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembalajaran” (Oemar Hamalik, 2001: 57). Adapun tujuan pembelajaran merupakan sesuatu yang hendak dicapai dari proses belajar-mengajar. Untuk menjadi pribadi yang matang, setiap manusia memerlukan sejumlah kecakapan dan ketrampilan tertentu yang harus dikembangkan melalui proses belajar-mengajar. Proses belajar ini merupakan proses yang terjadi antara guru dengan peserta didik dalam pembelajaran yang ”Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembalajaran” (Oemar Hamalik, 2001: 57). Adapun tujuan pembelajaran merupakan sesuatu yang hendak dicapai dari proses belajar-mengajar. Untuk menjadi pribadi yang matang, setiap manusia memerlukan sejumlah kecakapan dan ketrampilan tertentu yang harus dikembangkan melalui proses belajar-mengajar. Proses belajar ini merupakan proses yang terjadi antara guru dengan peserta didik dalam pembelajaran yang

kecakapan tertentu yang dapat membentuk pribadi yang cukup terintergrasi. Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam situasi pendidikan. Dalam pengertian interaksi sudah barang tentu ada unsur memberi dan menerima, baik bagi guru maupun peserta didik. Belajar dan mengajar adalah dua proses yang mempunyai hubungan yang sangat erat dalam dunia pengajaran. Belajar biasanya dititikberatkan kepada peserta didik, sedangkan mengajar lebih kepada guru sekalipun sebenarnya keduanya, baik peserta didik maupun guru, bisa melakukan kedua hal tersebut yaitu belajar maupun mengajar.

3. Kegiatan Belajar

Kegiatan belajar memecahkan masalah merupakan tipe kegiatan belajar dalam usaha mengembangkan kemampuan berfikir. Berfikir adalah aktifitas kognitif tingkat tinggi. Berfikir melibatkan asimilasi dan akomodasi berbagai pengetahuan dan struktur kognitif atau skema kognitif yang dimiliki peserta didik untuk memecahkan persoalan. Dalam legiatan belajar pemecahan masalah peserta didik terlibat dalam berbagai tugas, penentuan tujuan yang ingin dicapai dan kegiatan untuk melaksanakan tugas.

Gagne mengimplifikasikan kegiatan belajar menjadi delapan yang dirangkum sebagai berikut :

a) Signal learning atau kegiatan belajar mengenal tanda. Tipe kegiatan belajar ini menekankan belajar sebagai usaha merespons tanda-tanda yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

b) Stimulus-response learning atau kegiatan belajar tindak balas. Tipe ini berhubungan dengan perilaku peserta didik yang secara sadar melakukan respons tepat terhadap stimulus yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

c) Chaining learning atau kegiatan belajar melalui rangkaian. Tipe ini berkaitan dengan kegiatan peserta didik menyusun hubungan antara dua stimulus atau c) Chaining learning atau kegiatan belajar melalui rangkaian. Tipe ini berkaitan dengan kegiatan peserta didik menyusun hubungan antara dua stimulus atau

e) Multiple discrimiination learning atau kegiatan belajar dengan perbedaan berganda. Tipe ini berhubungan dengan kegiatan peserta didik membuat berbagai perbedaan respons yang digunakan terhadap stimlus yang beragam, namun berbagai respons dan stimulus itu saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

f) Concept learning atau kegiatan belajar konsep. Tipe ini berkaitan dengan berbagai respons dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah stimulus berupa konsep-konsep yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

g) Principle learning atau kegiatan belajar prinsip-prinsip. Tipe ini digunakan peserta didik menghubungkan beberapa prinsip yang digunakan dalam merespons stimulus.

h) Problem solving laerning atau kegiatan belajar pemecahan masalah. Tipe ini berhubungan dengan kegiatan peserta didik menghadapi persoalan dan memecahkannya sehingga pada akhirnya peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan baru dala pemecahan masalah (Agus Suprijono, 2009: 10- 11).

4. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan metode berdasar observasi dan tersusun secara sistematis mengenai gejala-gejala alam. IPA membatasi diri dengan membahas gejala-gejala alam yang bisa diamati melalui percobaan dan teoritik. IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam.

Menurut Margono dkk (1998: 21) bahwa Pengertian IPA meliputi tiga hal yaitu produk, proses dan sikap ilmiah, yang ketiganya saling berhubungan.

1) Produk IPA, adalah semua pengetahuan tentang gejala alam yang telah dikumpulkan melalui pengamatan / observasi. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

2) Proses IPA, sering disebut juga proses ilmiah / metode ilmiah. Metode ilmiah adalah gabungan antara penataran dan pengujian secara empiris. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah identifikasi masalah, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, melakukan eksperimen, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.

3) Nilai dan sikap ilmiah Selama melakukan metode ilmiah melalui proses observasi, eksperimen dan berfikir logis harus digunakan sikap jujur, obyektif dan komunikatif agar dapat mencapai hasil IPA yang benar. Fisika menjadi bagian dari ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam IPA.

Pengajaran Fisika akan lebih cepat dimengerti dan dipahami jika diajarkan sesuai hakikat Fisika. Oleh karena itu, perlu metode pengajaran Fisika yang menyangkut produk, proses dan sikap ilmiah dari Fisika. Adapun metode pengajaran yang menyangkut dan mencakup hakikat pengajaran Fisika antara lain metode demonstrasi, eksperimen, penemuan, discovery-inquiry dan metode lain yang tergabung dengan satu di antara metode tersebut, serta pendekatan- pendekatan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Fisika adalah ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang mempelajari tentang kejadian alam yang berkembang didasarkan atas penelitian, percobaan, pengamatan dan pengukuran serta penyajian konsep, teori secara matematis dengan memperlihatkan konsep-konsep ilmu yang mempengaruhinya dan dirumuskan dari gejala-gejala alam yang berhubungan dengan kebendaan yang diperoleh melalui observasi.

5. Pendekatan Pembelajaran

a. Pengertian Pendekatan Pengajaran

Pengajaran merupakan suatu usaha untuk pembelajaran siswa. Belajar adalah usaha untuk terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa. Dengan adanya interaksi antar siswa dengan lingkungannya diharapkan terjadi perubahan tingkah laku, sedangkan menurut pendapat Rini Budiharti yaitu :

Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak ibarat seseorang mengenakan kaca mata dengan Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak ibarat seseorang mengenakan kaca mata dengan

Menurut Syaiful Sagala (2009: 68) menyatakan bahwa ”Pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu instruksional tertentu”. Hal ini berarti bahwa pendekatan pembelajaran ialah suatu jalan yang akan ditempuh dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional.

Dari pendapat Rini Budiharti dan Syaiful Sagala dapat disimpulkan bahwa pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian sehingga dapat mengembangkan keaktifan belajar sehingga tujuan pengajaran tercapai.

b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga guru tidak mungkin lagi mampu menyampaikan sejumlah informasi, konsep dan fakta dari berbagai materi pelajaran sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif mencari dan menyusun, serta mengumpulkan fakta dan konsep.

Tujuan dari pendidikan Fisika dapat dicapai melalui berbagai faktor, salah satunya adalah melalui pendekatan yang digunakan. Pendekatan konstruktivisme menekankan pada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing orang.

Setiap orang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga pengetahuan yang mereka dapat bukan merupakan sesuatu yang sudah jadi melainkan melalui proses yang berkembang secara terus menerus. Dalam proses ini keaktifan dan rasa keingintahuan seseorang memegang peranan yang sangat penting.

Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk

Menurut Siroj (http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/43/rusdy-a-siroj.htm) ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis adalah :

1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.

2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.

3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.

4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.

5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.

Dari pendapat Siroj dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis, antara lain menyediakan pengalaman belajar, mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, memanfaatkan berbagai media pembelajaran, dan melibatkan siswa secara emosional dan sosial.

c. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat pengetahuan adalah bagian dari filsafat yang mempertanyakan soal pengetahuan dan juga bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu. Salah satu filsafat pengetahuan yang banyak mempengaruhi pengajaran perkembangan pendidikan sains dan matematika akhir-akhir ini yaitu filsafat konstruktivisme.

Menurut Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989; Matthews, 1994; Piaget, 1971 yang dikutip Paul Suparno ( 2007 : 8), "Filsafat konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989; Matthews, 1994; Piaget, 1971 yang dikutip Paul Suparno ( 2007 : 8), "Filsafat konstruktivisme

Secara singkat gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan adalah :

1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka tetapi selalu merupakan konstruksi kegiatan subyek.

2) Subyek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.( Paul Suparno, 2001 : 21 )

Dari ringkasan tersebut konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan diri sendiri. Dari sudut pandang konstruktivisme, belajar nampak sebagai modifikasi dari ide-ide siswa yang telah ada atau sebagai pengembangan konsepsi siswa.

d. Makna Belajar Konstruktivisme

Menurut kaum konstruktivis, Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa semakin berkembang. Menurut Paul Suparno (2001: 6) proses tersebut mempunyai ciri- ciri, antara lain :

1) Belajar berarti membentuk makna-makna ciptaan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, konstruksi arti ini dipengaruhi oleh pengertian yang ia punyai.

2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, kemudian diadakan konstruksi baik secara kuat atau lemah.

3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosrot, 1996).

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguannya yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya (Bettencourt, 1989).

6) Hasil belajar seseorang tergantung dari apa yang telah diketahui si pelajar, konsep-konsep, tujuan-tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka.

a) Makna Mengajar Konstruktivisme

Kaum konstruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Mengajar merupakan kegiatan yang membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Menurut Von Glassersfeld dalam Paul Suparno (2001: 15) menyatakan bahwa : “mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri”. Jadi guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

Secara garis besar menurut Paul Suparno (2007: 15) fungsi mediator dan fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut :

1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, melakukan proses belajar, dan membuat penelitian.

2) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah. (Watt & pope, 1989)

3) Menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik. (Tobin, Tippins, & Gallard. 1994)

4) Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru juga membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.

Dari pendapat Paul Suparno dapat disimpulkan bahwa fungsi mediator dan fasilitator dari guru yaitu memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara

6. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Model Pembelajaran Kooperatif

1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pengembangan teknis belajar bersama, saling membantu dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok ). Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu dalam pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

Slavin (2008:4) mendefinisikan bahwa, Model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Para siswa saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Di dalam model pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setiap kelompok yang heterogen maksudnya terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada kerjasama dalam proses belajar bagi siswa untuk mengkonstruk pengetahuan. Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok biasa.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, seperti yang dirangkum sebagai berikut : a).Tujuan Kelompok, kebanyakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan kelompok; b).Pertanggungjawaban individu, pertanggungjawaban individu dicapai dengan 2 cara, pertama untuk memperoleh skor kelompok dengan menjumlah skor setiap anggota kelompok. Cara kedua dengan memberikan tugas khusus di-mana setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian tugas kelompok; c).Kesempatan untuk sukses, keunikan dalam model pembelajaran kooperatif ini yaitu menggunakan metode skoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam tim, d) kompetisi tim, sebagai sarana untuk memotivasi Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, seperti yang dirangkum sebagai berikut : a).Tujuan Kelompok, kebanyakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan kelompok; b).Pertanggungjawaban individu, pertanggungjawaban individu dicapai dengan 2 cara, pertama untuk memperoleh skor kelompok dengan menjumlah skor setiap anggota kelompok. Cara kedua dengan memberikan tugas khusus di-mana setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian tugas kelompok; c).Kesempatan untuk sukses, keunikan dalam model pembelajaran kooperatif ini yaitu menggunakan metode skoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam tim, d) kompetisi tim, sebagai sarana untuk memotivasi

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan kesadaran untuk berpikir, menyelesaiakan masalah, mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan, dan mengambangkan hubungan antara siswa. Sedangkan kelemahan pembelajaran kooperatif adalah: memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya, bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk, dan bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya (Slavin, 2008:4-5).

Untuk keberhasilan dalam proses pembelajarn kooperatif, guru disarankan mengikuti langkah-langkah yang benar mulai dari perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan belajar. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa saling bekerja sama satu dengan yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan pengetahuan dan saling mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman dalam satu kelompoknya yang mempunyai kemampuan lebih. Bagi siswa yang mampu, diharapkan bisa lebih berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu.

Menurut Anita Lie dalam bukunya Cooperative Learning bahwa : “model Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa : “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning”, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yang dirangkum sebagai berikut :

a) Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatife, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatife membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dalam kelompok.

c) Tatap muka.

Dalam model pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

d) Komunikasi antar anggota.