Kondisi Perkuliahan Mahasiswa

D. Kondisi Perkuliahan Mahasiswa

Kedudukan Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia disamping mendorong terbentuknya lembaga tinggi milik pemerintah, melainkan lembaga Kedudukan Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia disamping mendorong terbentuknya lembaga tinggi milik pemerintah, melainkan lembaga

Para mahasiswa membayar uang kuliah sebesar Rp.120 per tahun, dibayar setiap tiga bulan. Uang kuliah dibayar selama empat tahun. Para mahasiswa diharuskan mambayar uang pangkal sebesar Rp.25 dan uang ujian sebesar Rp.20. Para mahasiswa golongan miskin dibebani pembayaran setiap bulan sebesar Rp.5

per mata kuliah, atau Rp.15 untuk tiga mata kuliah. 55 Rutinitas penyelengaraan perkuliahan menghadapi kendala lain. Sebagian

besar pengajar memiliki jabatan di pemerintahan atau lembaga pendidikan lainnya. Setiap hari menempuh jarak jauh antara rumah, tempat kerja, dan menuju tempat mengajar perkuliahan. Transportasi sangat terbatas, sepeda merupakan alat transportasi paling mewah dan mudah dimiliki baik oleh mahasiswa maupun

dosen. 56 Kegiatan perkuliahan dan kehidupan dosen serta mahasiswa tidak

menentu. Kondisi perkuliahan ada sebagian melaju antara Yogyakarta, Klaten dan Surakarta. Para mahasiswa dan dosen berangkat pagi hari, menggunakan kereta api dan pulang malam hari. Kondisi memprihatinkan terjadi pada tempat kuliah. Di Fakultas Teknik, mahasiswa terpaksa membangun ruang kuliah berdinding anyaman bambu di Teras samping Gedung Sekolah di Jetis.

Kegiatan belajar mengajar di Universitas Gadjah Mada pada masa awal dilakukan ditempat terpisah-pisah, salah satunya kelompok Ngasem/ kelompok fakultas teknik menampung mahasiswa dari fakultas teknik. Di kompleks

55 Sahid Susanto dan Bambang Purwanto. op.cit ., hal 11-12.

56 Ibid, hal 67.

Mangkubumen untuk fakultas seperti MAMACANGA, merupakan akronim dari Masyarakat Mahasiswa Complex Ngasem. Memiliki simbol-simbol tersendiri, seperti pin digunakan untuk membedakan kelompoknya dan kelompok lain. Dalam pertandingan olahraga, pertunjukan kesenian, dan kegiatan lain, termasuk dalam soal pacaran menunjukkan identitas kelompok tersebut.

Sementara para mahasiswa di fakultas-fakultas lain menggunakan ruang di Pagelaran Keraton Yogyakarta proses pembelajaran hanya dipisahkan oleh dinding sederhana. Suara di ruang satu terdengar dengan jelas di ruang lain, suasana perkuliahan menjadi tidak tenang. Para mahasiswa mendengar dua perkuliahan akibat perkuliahan berlangsung secara bersama-sama di ruang bersebelahan. Kericuhan bertambah, letak beberapa ruangan kuliah dekat dengan jalur lalu lintas utama. Ada ruang kuliah terletak di sebelah kandang ayam. Sebelum kuliah, para mahasiswa membersihkan kotoran ayam yang terdapat di lantai, meja, kursi. Di tempat lain, ruang kuliah terletak bersebelahan dengan WC sering menebarkan bau kotoran mengganggu ke dalam ruangan saat kuliah berlangsung.

Pertambahan jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun menyebabkan ruang kuliah tidak memadai, mahasiswa telah datang dua jam sebelum perkuliahan dimulai untuk mendapatkan kursi duduk. Mahasiswa yang lain, terpaksa harus mendengarkan perkuliahan sambil berdiri dan duduk di lantai. Keadaan sama terjadi pada kegiatan praktikum. Para mahasiswa bergilir dalam sepuluh kelompok, kegiatan praktikum baru berakhir pada pukul sebelas malam. Kekurangan ruangan, kegiatan perkuliahan dilakukan di rumah dosen, atau di ruangan terbuka lain.

Keterbatasan sarana menyebabkan kegiatan perkuliahan, praktikum atau kegiatan administratif satu fakultas dilakukan secara terpisah dibeberapa tempat atau berpindah-pindah. Di fakultas teknik kegiatan dilakukan memanfaatkan fasilitas Sekolah Menengah Teknologi Jetis dan di Laboratorium Hidraulik milik kementrian pekerjaan umum di Pingit. Di jurusan farmasi, kuliah kimia analitik diselenggarakan di Jetis, seksi reseptur menempati sebuah ruangan di kawasan Ngasem. Seksi kimia farmasi melakukan kegiatan di Sekip menggunakan ruang fakultas pertanian, dan seksi farmakologi meminjam ruang fakultas kedokteran hewan.

Tempat kuliah dan praktikum terpisah-pisah menimbulkan kesulitan baik bagi siswa maupun dosen, dalam satu hari kuliah mengajar di dua tempat terpisah jauh. Para mahasiswa hilir mudik sepanjang Malioboro secara tergesa-gesa akibat mengikuti kuliah atau praktikum jauh di tempat lain. Sebagian besar mahasiswa berjalan kaki atau naik sepeda, dan mahasiswa kaya yang memiliki kendaraan bermotor. Becak dan andong digunakan masyarakat sehari-hari, belum ada angkutan umum lain khusus menghubungkan beberapa kampus terpisah. Oleh sebab itu, mahasiswa mengikuti kuliah dalam keadaan nafas tersengal. Hal serupa terjadi pada dosen, terutama pada dosen muda dan asisten dosen.

BAB III