Arah Perpolitikan Organisasi Intra Kampus

C. Arah Perpolitikan Organisasi Intra Kampus

Sebelumnya awal tahun 1960-an, terjadi ledakan lulusan sekolah menengah atas berharap dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Pendidikan tinggi sebelumnya dimasuki kelompok masyarakat dari status sosial tertentu mengalami perubahan sejak terjadi perubahan orientasi didalam masyarakat dan adanya kemajuan dalam pendidikan ditingkat sekolah menengah secara nasional. Kelompok sosial sebelumnya tidak mendapat kesempatan atau kurang menaruh perhatian terhadap pendidikan tinggi, memungkinkan memasuki jenjang ke perguruan tinggi.

Universitas Gadjah Mada sejak selesainya pembangunan gedung kantor pusat tata usaha dan beberapa gedung lainnya di Bulaksumur dan Sekip pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, secara berangsur-angsur kegiatan belajar mengajar dan administratif Universitas Gadjah Mada mulai berpusat di wilayah utara kota Yogyakarta. Kegiatan administratif mulai pindah ke Bulaksumur pada tahun 1958, sebelum itu beberapa fakultas telah memindahkan pusat kegiatan di sekitar Bulaksumur dan Sekip. Secara cepat pula, Universitas Gadjah Mada identik dengan Bulaksumur, sebagian kegiatan masih berlangsung di luar Bulaksumur termasuk di sekitar tembok kraton. Sebagai perguruan tinggi negeri, Universitas Gajah Mada dikenal masyarakat dengan sebutan GAMA menjadi salah satu tujuan utama para lulusan sekolah menengah atas. Tidak hanya Universitas Gadjah Mada sejak selesainya pembangunan gedung kantor pusat tata usaha dan beberapa gedung lainnya di Bulaksumur dan Sekip pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, secara berangsur-angsur kegiatan belajar mengajar dan administratif Universitas Gadjah Mada mulai berpusat di wilayah utara kota Yogyakarta. Kegiatan administratif mulai pindah ke Bulaksumur pada tahun 1958, sebelum itu beberapa fakultas telah memindahkan pusat kegiatan di sekitar Bulaksumur dan Sekip. Secara cepat pula, Universitas Gadjah Mada identik dengan Bulaksumur, sebagian kegiatan masih berlangsung di luar Bulaksumur termasuk di sekitar tembok kraton. Sebagai perguruan tinggi negeri, Universitas Gajah Mada dikenal masyarakat dengan sebutan GAMA menjadi salah satu tujuan utama para lulusan sekolah menengah atas. Tidak hanya

Memang tidak seluruh pemuda Indonesia dapat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, terlebih kondisi ekonomi cukup sulit seperti tahun 60-an. Memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi, oleh sebab itu mahasiswa melibatkan diri dalam pergerakan menentang pemerintah. Para mahasiswa ingin menunjukkan dapat melakukan perbaikan-perbaikan dari keadaan yang ada.

Terbukanya kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara memunculkan persoalan baru yaitu pengangguran. Terjadi akibat semakin meningkatnya jumlah sekolah dan perguruan tinggi menjanjikan masa depan lebih baik. Yogyakarta sebagai kota pelajar menimbulkan keinginan untuk menuntut ilmu di daerah ini. Masyarakat menganggap seseorang berhasil belajar di Yogyakarta akan memperoleh pekerjaan yang baik. Persoalan ada tidak sesederhana yang dibayangkan. Meningkatnya jumlah lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi di Yogyakarta selain menghasilkan tenaga terampil dan ahli, juga menghasilkan pengangguran cukup besar. Selain itu kondisi para mahasiswa pun makin mirip dengan kondisi rakyat umumnya. Para mahasiswa kehilangan posisi sebagai elite masa depannya sudah terjamin.

Pengangguran di Yogyakarta tiap tahun meningkat dengan rata-rata kenaikan mencapai 5000 orang pertahun. Pada tahun 1969, jumlah pengangguran 4.010 orang. Sesuai data, nampak adanya ketimpangan antara kebutuhan kerja Pengangguran di Yogyakarta tiap tahun meningkat dengan rata-rata kenaikan mencapai 5000 orang pertahun. Pada tahun 1969, jumlah pengangguran 4.010 orang. Sesuai data, nampak adanya ketimpangan antara kebutuhan kerja

Pertumbuhan penduduk Yogyakarta cenderung meningkat setiap tahun, ada kecenderungan pasti pertumbuhan penduduk selain disebabkan oleh kelahiran didalam masyarakat sendiri ditambah para pelajar dan mahasiswa dari luar Yogyakarta. Gerakan mahasiswa dipelopori oleh Dewan Mahasiswa UGM membentuk sebuah format untuk memperhatikan aspek-aspek tersebut.

Mahasiswa merupakan komponen penting dalam kehidupan universitas, tidak terkecuali di Universitas Gadjah Mada. Keberadaan organisasi kemahasiswaan dan organisasi ekstrauniversitas dengan berbagai kegiatannya memberi ciri tersendiri dalam kampus. Perkembangan sosial dan psikologis para mahasiswa yang khas pada suatu periode tertentu, membangun identitas sesuai dengan lingkungannya. Para mahasiswa dengan berbagai ide diwujudkan dalam berbagai kegiatan, di dalam maupun di luar kampus seperti kesenian, olahraga, pengabdian masyarakat dan keilmuan.

Kelembagaan dan berbagai aturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di Universitas Gadjah Mada. Perubahan di dalam maupun di luar universitas, dikeluarkannya berbagai peraturan baru oleh pemerintah, dan tuntutan akibat perubahan dalam masyarakat.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1961 tentang perguruan tinggi, berbagai aturan yang berlaku di Universitas Gadjah Mada mulai mengalami perubahan. Salah satu perubahan penting itu menyangkut kelembagaan universitas. Senat universitas tidak menjadi lembaga tertinggi.

47 Propinsi DIY dalam angka tahun 1969 Bag I (Yogyakarta, Biro Pusat Stastistik DI Yogyakarta), hal 113.

Istilah presiden sebagai pimpinan universitas diganti dengan rektor, didamping oleh senat universitas. Lembaga dewan kurator diganti dewan penyantun. Dewan kurator berfungsi sebagai pengawas universitas, dewan penyantun bertugas membantu pimpinan universitas menjaga dan memilihara hubungan universitas dengan masyarakat dan instansi-instansi pemerintah serta membantu universitas mengatasi kesulitan. Sebagai penyesuaian dengan peraturan baru, Universitas Gadjah Mada membentuk dewan penyantun diketuai oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada 1 April 1962.

Dalam organisasi kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada termasuk struktur formal universitas dibedakan menjadi dua, yaitu Majelis

Permusyawaratan Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa. 48 Majelis Mahasiswa Universitas Gadjah Mada beranggotakan 45 orang, dan Dewan Mahasiswa

beranggotakan 15 orang. Disamping itu terdapat organisasi kemahasiswaan berafiliasi dengan kekuatan ideologis berada diluar struktur formal universitas. Dalam kenyataannya, sejak awal kehidupan organisasi kemahasiswaan didalam universitas diwarnai oleh organisasi ekstrauniversiter. Di kota Yogyakarta merupakan tempat kelahiran beberapa lembaga mahasiswa sebagai basis mahasiswa. Lembaga ini menjadi pemersatu mahasiswa dalam melakukan aktivitas gerakannya.

Dewan mahasiswa Universitas Gadjah Mada menjadi pelopor pembentukan Badan Kesejahteraan Mahasiswa Yogyakarta, aktif dalam pengadaan beras bagi mahasiswa mengalami kesulitan ekonomi. Para mahasiswa

48 Dewan Mahasiswa (DEMA) yang awalnya lahir di Universitas Gadjah Mada pada 11 Januari 1950, sebagai organisasi yang melingkupi keseluruhan mahasiswa yang ada di kampus.

Pembentukan pada awal Dewan Mahasiswa ini pula kemudian di ikuti oleh Perguruan Tinggi lain di tanah air. Skripsi: Julianto, Peran Organisasi Mahasiswa UGM Dalam Aktivitas Kampus. Yogyakarta: Jurusan Sosiologi Fakultas Sosial Dan Ilmu Politik UGM, 1996, hal 32-34.

membantu masyarakat dalam berbagai kegiatan, seperti pembuatan Bendungan dan sarana pengairan di Kalijoro Pakis dan Beji, pembuatan jembatan di Turgo, operasi kesehatan di daerah Transmigrasi Sumatera Selatan, pengadaan dana untuk korban bencana alam Gunung Kidul, Gunung Agung, dan kebakaran di Tukangan. Selain itu, para mahasiswa mengadakan operasi penertiban terhadap

gelandangan dan pelacur di Jawa Tengah dan Yogyakarta. 49 Dewan

mahasiswa Universitas Gadjah Mada aktif kampanye pengembalian Irian Barat. Para mahasiswa mengadakan latihan militer untuk para sukarelawan, sebagai persiapan tenaga tempur di garis depan Operasi Trikora. Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan pertemuan dengan mahasiswa dari Irian Barat kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan aktivitas latihan kemiliteran, dewan mahasiswa UGM ikut berperan pembentukan Resimen Mahasiswa Mahakarta beranggotakan mahasiswa dari Perguruan Tinggi di Yogyakarta pada tanggal 20 Januari 1963. Sementara itu, kebijakan konfrontasi dengan Malaysia mulai dicanangkan, Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada ikut serta dalam pertemuan dengan organisasi mahasiswa internasional untuk mendapat dukungan bagi Indonesia.

Berbag ai organisasi kemahasiswaan didasarkan ideologi politik secara resmi tidak termasuk didalam struktur organisasi universitas. Dalam kenyataannya, muncul organisasi mahasiswa berafiliasi pada partai politik tertentu melakukan

49 Wawancara dengan Sumarto bag. Arsip UGM pada Senin Pukul 10.00 WIB Tgl 13 Oktober 2009.

kegiatannya di dalam kampus. Dua organisasi yaitu CGMI berafiliasi kepada PKI dan GMNI berkiblat kepada PNI, merupakan organisasi mahasiswa ekstra universitas berpengaruh di Universitas Gadjah Mada awal tahun 1960-an. Disamping dua organisasi itu, hanya dua organisasi Islam, yaitu HMI dan PMII

memiliki pendukung cukup berarti di UGM. 50 Pada tahun 1966, drg. Nazir alwi diangkat sebagai rektor baru, pejabat

sementara atau Ct. Dewan Mahasiswa/ Komisaris Dewan Mahasiswa (Ct. DEMA/ Kodema) UGM, dibentuk dilantik di Sitihinggil Pagelaran. Ct. DEMA/ Kodema membentuk presidium, anggota tetap diwarnai oleh wakil organisasi ekstra universitas. Beberapa organisasi tidak bergabung didalam KAMI, termasuk GMNI memiliki massa pendukung di Universitas Gadjah Mada, tidak diikutsertakan dalam kepengurusan baru. Pengurus Dewan Mahasiswa Universitas

Gadjah Mada yang dilantik terdiri dari 2 orang mewakili PMII dan IMM. 51 Dalam upaya membersihkan Universitas Gadjah Mada dari unsur

komunis, Dewan Mahasiswa UGM ikut serta dalam tim penjaringan yang dibentuk oleh universitas dan berpartisipasi aktif dalam kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru. Tim universitas memutuskan untuk menskor dan mencatat 3569 orang mahasiswa.

Pembe ntukan Dewan Mahasiswa tidak mendapat dukungan dari para mahasiswa GMNI. Ketegangan memuncak ditengah-tengah mahasiswa Universitas Gadjah Mada,

50 Wawancara dengan Prasojo bag. Arsip UGM pada Senin Pukul 11.00 WIB Tgl 13 Oktober 2009.

51 Sahid Susanto dan Bambang Purwanto, op.cit., hal 76.

beberapa orang mahasiswa berusaha mendirikan organisasi kemahasiswaan lain sebagai tandingan Dewan Mahasiswa baru dilantik. Di tahun-tahun itu pula kampus sastra UGM, aliran politik tumbuh. Nama-nama seperti Sunardi (tokoh Lekra), Soesono Wiwoho (Ketua Himpunan Sarjana Indonesia), Beni Oetoyo, Narantoko (Jurusan Sastra Indonesia), Soeri Soeroto (Jurusan Sejarah) adalah dikategorikan sebagai “kelompok kiri”. Dalam kehidupan kampus melalui kegiatan-kegiatan kesenian dan kebudayaan mampu umumnya mempengaruhi

perpolitikan mahasiswa. 52 Pertentangan antar mahasiswa menjadikan pihak luar ikut campur tangan

pada urusan internal kampus Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan intruksi Korem 027 Pamungkas bulan September 1966, para mahasiswa dilarang membentuk Badan Kegiatan Kemahasiswaan Intrauniversitas sebagai tandingan dari Dema/ Kodema/ Senat Mahasiswa. Instruksi diikuti dengan intruksi sejenis oleh Rektor Universitas Gadjah Mada menyebutkan, pembentukan organisasi kemahasiswaan didalam universitas dianjurkan untuk mengikutsertakan seluruh organisasi mahasiswa ekstrauniversitas dengan prinsip gotong royong.

Keadaan di kampus mulai tenang, Ct. DEMA Universitas Gadjah Mada mulai mengarahkan kegiatan ke luar kampus. Perwujudan dari kegiatan mahasiswa antar kampus, Ct. DEMA Universitas Gadjah Mada menerima kunjungan para mahasiswa Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjajaran pada Oktober 1967. Program antar kampus berusaha meningkatkan kerja sama antar mahasiswa, terutama berhubungan aktivitas sesuai dengan perkembangan politik. Pada awal tahun 1968, Ct. DEMA Universitas Gadjah

52 Ahmad Nashih Luthfi, Manusia Ulang-Alik; Biografi Umar Kayam. (Yogyakarta: Penerbit Eja, 2007), hal 4.

Mada berpartisipasi dalam pertemuan Dewan Mahasiswa seluruh Indonesia dilaksanakan di Jakarta. Pertemuan merupakan persiapan untuk mengadakan diskusi antar seluruh Dewan Mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

Gambar 1.1 Photo bersama Dewan Mahasiswa UGM tahun 1969, Tepat Berdiri di tengah Sutomo Parastho dengan kawan-kawan.

Sumber ; Koleksi arsip UGM

Didalam diskusi besar Dewan Mahasiswa di Jakarta tahun 1968, para mahasiswa berpendapat yang dimaksud dengan organisasi mahasiswa intra universitas adalah:

„Badan pelengkap universitas atau institute yang mewakili mahasiswa dalam hubungannya dengan badan-badan pelengkap civitas akademica lainnya bersifat horizontal. Badan ini berdaulat penuh dan secara

organisatoris tidak berada di bawah pimpinan universitas/ institut“. 53

53 Azrul Azwar, “Organisasi Intra Universitas Dan Peranannya Dalam Kehidupan Kemahasiswaan”, dalam Mahasiswa, No.1.th.Sumber 1976, hal 8.

Dilain pihak, pimpinan Universitas (Pemerintah) berdasarkan konferensi di rektorat perguruan tinggi di Darmaga tahun 1968, dimaksudkan dengan organisasi mahasiswa intra universitas ialah:

„Kelengkapan organisasi universitas yang turut membantu pimpinan universitas/ institute melaksanakan program perguruan tinggi dalam bidang kemahasiswaan dan badan ini merupakan keluarga mahasiswa

dalam universitas/institut“ 54

Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada berhasil pula mempersatukan berbagai organisasi kemahasiswanan yang berbeda, keberhasilan tidak berlangsung lama. Ketenangan organisasi tertinggi mahasiswa mengalami pasang surut pada pertengahan tahun 1968. Perbedaan para pengurus tentang beberapa isu penting, seperti keanggotaan Ct. DEMA Universitas Gadjah Mada dalam Badan Kerjasama Antar Senat Mahasiswa (BAKERMASA). Pertentangan terfokus pada adanya pendapat dikalangan para pengurus yang tidak menyetujui keanggotaan Ct. DEMA Universitas Gadjah Mada dalam BEKERMASA karena kepengurusan BAKERMAS tidak didasarkan pada Perguruan Tinggi, melainkan berdasarkan keormasan. Pertentangan ini merupakan kelanjutan dari konflik antar kelompok yang berlangsung sebelumnya, termasuk kericuhan terjadi didalam KAMI dibawa ke kampus.

Gejolak politik di lingkungan senat universitas, staf pengajar dan mahasiswa Univesitas Gadjah Mada mempengaruhi aktivitas kerektorannya. Sikap saling curiga dan pertentangan selalu munculnya ketidakpercayaan berbagai kelompok terhadap setiap kebijakan yang ditetapkan oleh rektor baru. Situasi menyulitkan drg. Nazir alwi menempatkan dirinya, baik sebagai pribadi maupun

54 Ibid, hal 16.

sebagai rektor. Setiap kebijakan di lakukannya, selalu dicurigai menguntungkan salah satu kelompok.

Rektor Universitas Gadjah Mada ketiga menghadapi tantangan secara terus menerus, baik dari para mahasiswa, dosen, termasuk beberapa orang guru besar, dan beberapa pejabat sipil dan militer di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Berbagai surat, ancaman, selebaran gelap, pamflet muncul di dalam dan di luar universitas berisi kecaman terhadap kepemimpinannya.

Drg. Nazir alwi diharapkan dapat berbuat banyak menggantikan rector sebelumnya. Kenyataannya, masa kerektorannya lebih banyak dihabiskan untuk menetralisasi berbagai pertentangan terjadi di dalam Universitas Gadjah Mada. Berakhrinya masa kerektoran dan waktu singkat, menimbulkan krisis kepemimpinan di Universitas Gadjah Mada sebagai alternatif dari kesulitan untuk mengangkat seorang rektor, Universitas Gadjah Mada membentuk sebuah kepemimpinan kolektif terdiri dari lima orang untuk menjalankan kegiatan harian universitas.

Pada tanggal 30 September 1968 dalam suatu rapat terbuka senat Universitas Gadjah Mada Soepojo Padmodipoetro mewakili presidium menyerahkan jabatan pimpinan Universitas Gadjah Mada kepada Drs. Soeroso, M.A. Pergantian rektor baru, tetap menimbulkan pertentangan diantara para pengurus Ct. DEMA. Beberapa pengurus Ct. DEMA kecewa dengan penggantian drg. Nazir Alwi oleh presidium. Pembentukan presidium dianggap para pengurus mahasiswa tidak sesuai peraturan tentang perguruan tinggi yang berlaku. Konflik antar pengurus mengakibatkan pemecatan terhadap pengurus Ct. DEMA Universitas Gadjah Mada.

Berbagai pamflet, poster, dan slogan menentang pengangkatan Dekan Fakultas Sosial dan Politik tahun 1966, ditempelkan dan disebarkan di berbagai tempat, baik didalam maupun diluar lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada. Para mahasiswa mengadakan demonstrasi saat upacara pelantikan dilakukan di Bulaksumur. Para mahasiswa mengadakan aksi demonstrasi di Gedung Agung, tempat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menginap. Aksi-aksi itu menimbulkan pertentangan langsung berbagai organisasi mahasiswa. Para mahasiswa mengeluarkan pernyataan antara mendukung dan menolak pengangkatan Soeroso sebagai rektor UGM.

Gambar 1.2

Upacara penerimaan mahasiswa baru tahun 1969, tepat Pak Soeroso memimpin upacara pembukaan.

Sumber: Koleksi arsip UGM