Jenis, Proses dan Bahan Batik di Banyumas

B. Jenis, Proses dan Bahan Batik di Banyumas

1. Jenis

Pengertian Jenis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti yang mempunyai ciri, sifat, keturunan yang khusus. Berjenis-jenis berarti berbagai jenis, berbagai macam, bermacam-macam, berbagai ragam dsb.

Terdapat 2 jenis batik di Banyumas yaitu :

a. Batik Tulis Dalam membatik tulis alat yang dipergunakan untuk menuliskan lilin pada kain yaitu canting atau canting tulis. Canting tulis dibuat dari plat tembaga yang berbentuk seperti kepala burung. Canting tulis mempunyai ukuran yang fungsinya berbeda-beda tergantung pada pemakainya. Pekerjaan dalam membatik tulis tangan dengan alat canting meliputi membatik klowong, membatik tembokan, memberi isen dan menutup atau mbironi.

b. Batik Cap Membuat batik cap berarti membuat batik dengan cara mengecapkan lilin batik pada permukaan kain dengan alat yang disebut cap atau canting cap. Canting cap berbentuk seperti stempel yang terbuat dari plat tembaga.

Cara pengerjaan pencapan ialah pertama lilin batik dipanaskan di dalam dulang tembaga yang pada dasar dulang diletakkan beberapa lapis kasa dari anyaman kawat tembaga. Cap yang akan dipakai diletakkan di atas dulang yang berisi lilin cair, kemudian diangkat dan dicapkan pada kain yang diletakkan pada bantalan meja cap. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai pencapan kain selesai.

2. Proses Pembuatan Motif Batik Banyumasan

Proses pembuatan Batik Banyumasan dengan metode batik tulis :

a. Proses pertama yang dilakukan yaitu dengan memotong mori sesuai ukuran yang diinginkan yaitu apakah akan digunakan sebagai batik jenis jarik ataukah akan dibuat baju. Kain batik atau mori yang masih berbentuk piece (geblokan) dipotong-potong menurut panjang kain yang akan dibuat. Untuk membuat kain panjang untuk wanita (kain tapih, jarit), mori kwalita primissima dengan panjang 17,5 yard dan lebar kurang lebih 105 cm (12 inchs) dibagi menjadi 6 potong kain, demikian pula untuk mori kwalita prima, karena ukuran piece-prima sama dengan ukuran piece-primissima. Untuk mori kwalita biru atau medium mempunyai ukuran tiap piece dengan panjang 48 yard (43 m) dan lebar kurang lebih 105 cm a. Proses pertama yang dilakukan yaitu dengan memotong mori sesuai ukuran yang diinginkan yaitu apakah akan digunakan sebagai batik jenis jarik ataukah akan dibuat baju. Kain batik atau mori yang masih berbentuk piece (geblokan) dipotong-potong menurut panjang kain yang akan dibuat. Untuk membuat kain panjang untuk wanita (kain tapih, jarit), mori kwalita primissima dengan panjang 17,5 yard dan lebar kurang lebih 105 cm (12 inchs) dibagi menjadi 6 potong kain, demikian pula untuk mori kwalita prima, karena ukuran piece-prima sama dengan ukuran piece-primissima. Untuk mori kwalita biru atau medium mempunyai ukuran tiap piece dengan panjang 48 yard (43 m) dan lebar kurang lebih 105 cm

Gambar 1. Proses Penyiapan kain mori Sumber: http://www.banyumaskab.go.id/seputarbms/batik2.php

b. Setelah itu kain mori dicuci yang biasa disebut dengan istilah nggirah dengan tujuan untuk menghilangkan kanji. Biasanya mori batik diperdagangkan dengan diberi kanji berlebihan agar kain tampak tebal dan berat. Karena kanji tersebut dianggap tidak baik untuk kain yang akan dibatik maka perlu dihilangkan kemudian diganti dengan kanji ringan. Cara menghilangkan kanji tersebut yaitu dengan cara merendam kain selama semalam dalam air bersih kemudian pada pagi harinya “dikeprok” lalu dibilas dengan air sampai bersih.

Bila mori tersebut akan dibuat mori batik yang halus (kwalita prima atau primissima ) maka mori itu tidak cukup hanya dicuci saja tetapi diketel atau diloyor. Yang dipakai untuk mengetel pada dasarnya adalah campuran minyak nabati (minyak kacang, minyak klenteng, minyak nyamplung) dan bahan-bahan pembuat alkali (kostik soda, soda abu, air abu atau londo). Kain dikerjakan dengan campuran tersebut berulang-uleng dengan setiap kali pengerjaan kain dikeringkan atau dijemur. Pekerjaan ngetel mori ini tidak hanya menghilangkan kanji, melainkan kain mempunyai daya penyerapan lebih tinggi dan menjadi supel tetapi kekuatan kain menjadi berkurang. Proses ini menyerupai proses merser (mercerize) dimana kain dikerjakan dalam larutan alkali dingin.

Gambar 2. Proses pencucian kain Mori yang biasa disebut dengan istilah nggirah

Sumber: http://www.gudangukm.com

c. Tahap berikutnya yaitu pembuatan pola di atas kain. Pola ialah suatu motif batik dalam mori ukuran tertentu sebagai contoh motif batik yang akan dibuat Pembuatan pola terutama dilakukan untuk pengerjaan batik tulis sedangkan untuk

batik cap tidak memerlukan pola . Pembuatan pola dilakukan dengan menggunakan pensil agar pola tidak membekas pada kain. Caranya yang dilakukan yaitu dengan meletakkan motif batik yang telah dibuat di atas kertas tembus pandang dan diletakkan di atas meja kaca yang di bawahnya telah diberi lampu. Selanjutnya, kain mori diletakkan di atas kertas yang telah berpola itu dan motif batik digambar sesuai dengan pola batik di bawahnya dengan pensil. Ukuran pola ada dua macam. Pola A ialah pola yang panjangnya selebar mori. Pola B ialah pola yang panjangnya sepertiga mori, atau sepertiga panjang pola A. jika pola A 1/4 kacu, pola B 1/12 kacu maka Pola A 1/2 kacu dan pola B 1/6 kacu. Yang dimaksud pola 1/4, 1/2 atau 1/3 kacu ialah lebar pola 1/4, 1/2, atau 1/3 ukuran sebuah sisi sekacu mori. “Kacu” merupakan istilah dalam ukuran tradisionil. Kacu ialah sapu tangan, yang biasanya berbentuk bujur sangkar. Maka yang disebut “sekacu” ialah ukuran perseginya mori, diambil dari ukuran lebar mori tersebut. Jadi panjang sekacu dari suatu jenis mori akan berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lain. Tetapi pada kenyataannya bahwa ukuran pola

A dan B sering tidak seperti yang dikatakan di atas, karena masing-masing tidak digunakan dalam selembar mori, atau karena ukuran lebar mori tidak selalu sama.

Gambar 3. Kain yang telah dipola Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

d. Setelah selesai dipola/ digambari kemudian dibatik dengan malam/ lilin menggunakan canting yang biasa disebut dengan istilah dikandangi/ dicantangi dengan mengikuti pola tersebut serta menyesuaikan kondisi malam dengan tebal/ tipisnya kain dan panas yang cukup. Pelekatan lilin pertama yang akan membentuk kerangka motif batik ini disebut dengan istilah Nglowong atau mencap klowong . Pelekatan lilin batik pada kain bertujuan untuk membuat motif batik yang dikehendaki. Fungsi dari lilin batik adalah untuk menolak warna yang diberikan ke atas kain pada pengerjaan berikutnya.

Gambar 4. Proses Nglowong/ dibatik garis luarnya menggunakan Canting Sumber: Arsip tempat usaha Batik Banyumasan di Desa Pakunden

e. Proses selanjutnya adalah proses Nerusi. Seperti yang telah disebutkan bahwa Batik Banyumasan mempunyai ciri yaitu dilakukan proses pencantingan sebanyak 2 kali atau bahkan 3 kali yang mengakibatkan proses pembuatan memakan waktu yang lama. Nerusi yaitu membatik tembusan malam dengan cara membalik kain yang telah dibatik pertama. Proses nerusi ini berfungsi agar pada saat proses pencelupan warna, kain batik yang diberi malam tidak kemasukan warna.

Gambar 5. Proses Nerusi/ dibatik persis dengan tembusannya Sumber : Arsip tempat usaha Batik Banyumasan di Desa Pakunden

f. Langkah berikutnya adalah memberi isen atau isi dengan motif tambahan berupa cecek atau titik-titik serta menambah motif dalam sketsa dengan ornamen atau ragam hias yang dapat menghidupkan pola. Dalam proses ini dapat terjadi beberapa kegiatan tergantung motif atau ragam hias yang diinginkan. Selain terdapat beberapa kegiatan dalam membatik, canting yang dipergunakan juga beraneka ragam sesuai dengan ragam hias. Beberapa kegiatan tersebut dilakukan satu persatu dan setiap bagian harus selesai terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahap yang lain.

Terdapat beberapa kegiatan dalam tahapan ini yang antara lain :

1. Pekerjaan membatik yang membuat motif titik-titik yang disebut dengan istilah nyeceki.

2. Pekerjaan membatik yang membuat motif titik-titik berjumlah tiga dengan Canting Telon yang disebut dengan istilah Neloni.

3. Pekerjaan membatik yang membuat motif titik-titik berjumlah empat dengan Canting Prapatan yang disebut dengan istilah Mrapati.

4. Pekerjaan membatik yang membuat motif titik-titik berjumlah lima dengan Canting Liman disebut Ngliman.

5. Pekerjaan membatik yang membuat motif titik-titik berjumlah genap empat atau paling banyak enam dengan menggunakan Canting Galaran atau Canting Renteng disebut dengan Nggalari.

Gambar 6. Proses memberi isen-isen Sumber: Arsip tempat usaha Batik Banyumasan di Desa Pakunden

g. Jika menginginkan warna blok putih (putihnya kain) maka kain ditutup dengan malam tembok bolak-balik yang biasa disebut dengan nemboki. Nemboki merupakan proses menutup bidang yang mempunyai ukuran besar atau bidang rata berupa blok-blok. Cara yang dilakukan yaitu dengan menutup bagian kain dengan mempergunakan canting cucuk besar atau mempergunakan kuas.

Gambar 7. Kain yang telah ditemboki Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari Gambar 7. Kain yang telah ditemboki Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

Gambar 8. Proses wedel dengan warna hitam. Proses ini merupakan proses pencelupan

pertama Sumber: http://ariesvisualart.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

i. Kemudian dijemur dan dikeringkan. Proses penjemuran kain batik ini bertujuan untuk memaksimalkan warna pada kain. Oleh karena zat warna napthol sangat dipengaruhi oleh sinar matahari, maka apabila pada saat proses penjemuran tidak terdapat sinar matahari maka warna yang dihasilkan juga tidak terlalu baik, tidak cerah dan cenderung berwarna kusam.

Gambar 9. Proses Penjemuran kain yang bertujuan untuk memaksimalkan warna Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

j. Setelah itu menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara di-lorod. Lorod atau Lorodan yaitu menghilangkan malam batik secara keseluruhan dengan cara memasukkan ke dalam air panas sehingga malam lepas dari kain. Cara penghilangan malam ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan cara lorodan dan mengerok. Mengerok yaitu menghilangkan malam sebagian dengan cara melepaskan malam pada tempat-tempat tertentu dengan cara menggaruk. Pengerjaan ini biasanya disebut dengan ngerok atau ngerik atau dalam istilah Banyumasan disebut dengan ngicik atau di-kicik. Untuk me-ngicik malam tersebut digunakan alat yang menyerupai pisau terbuat dari seng. Maksud me-ngicik kain adalah untuk membuka kain yang telah dimalam dan selanjutnya diberi warna soga atau warna coklat.

Gambar 10. Proses Pelorodan yaitu menghilangkan malam pada kain Sumber: http://heritageofjava.com/portal/article.php?story=2009032701525060

k. Dijemur dan dikeringkan kembali. Penjemuran kain pada tahap ini bertujuan untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu proses mbironi. Jika kain tidak dijemur dan dikeringkan maka kain masih dalam keadaan basah sehingga malam tidak akan menempel pada kain.

Gambar 11. Proses Penjemuran tahap kedua atau diangin-anginkan yang bertujuan untuk

mempermudah pada proses selanjutnya yaitu proses mbironi Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari mempermudah pada proses selanjutnya yaitu proses mbironi Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

Gambar 12. Proses Mbironi yaitu menutup kembali bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih dengan menggunakan malam Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

m. Proses selanjutnya nyoga yaitu kain yang telah dibironi lalu diberi warna coklat/ disoga yang pada zaman dahulu digunakan kulit kayu tetapi pada masa sekarang sebagian besar tempat usaha batik di Banyumas mempergunakan zat warna sintetis yaitu zat warna soga ergan. Kain tersebut dicelup dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian ditiris hingga kering. Proses ini diulang hingga mendapatkan warna coklat yang diinginkan dan biasanya proses ini dapat selesai dalam waktu satu hari.

Gambar 13. Proses Nyoga yaitu kain yang telah dibironi lalu diberi warna coklat (disoga)

dengan zat warna soga ergan. Sumber: http://www.banyumaskab.go.id/seputarbms/batik2.php

n. Menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara meletakkan kain tersebut dengan air panas diatas tungku. Proses ini dapat dilakukan berulangkali sesuai banyaknya warna dan kompleksitas batik.

Gambar 14. Tungku yang digunakan untuk melorod kain, Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari Gambar 14. Tungku yang digunakan untuk melorod kain, Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

Gambar 15. Proses Pencucian kain Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

Proses pembuatan Batik Banyumasan dengan metode batik cap :

1. Bahan (misal mori) dicap sesuai motif cap yang dikehendaki dengan cara mencelupkan alat cap tersebut ke lilin panas dan kemudian ditekan pada kain. Berdasarkan pada motif batik dan bentuk capnya maka terdapat beberapa cara menyusun cap pada permukaan kain yang disebut dengan jalannya pencapan/ lampah .

Beberapa jalannya pencapan yang biasa digunakan di daerah Banyumas antara lain:

a. Sistem tubrukan merupakan jalannya pencapan yang bergeser satu langkah ke kanan dan satu langkah ke muka.

b. Sistem onda-ende merupakan jalannya pencapan yang bergeser setengah langkah ke kanan dan satu langkah ke muka atau satu langkah ke kanan dan setengah langkah ke muka.

c. Sistem parang merupakan jalannya pencapan menurut arah garis miring yang bergeser satu langkah atau setengah langkah dari sampingnya.

Gambar 16. Proses pencapan pertama pada kain Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

2. Proses pewarnaan diwarnai dengan cara dicelupkan ke dalam pewarna. Celupan adalah pemberian warna kain yang telah dicap klowong dan dicap tembok dengan cara dicelupkan pada kolam yang berisi zat pewarna yang biasa disebut dengan 2. Proses pewarnaan diwarnai dengan cara dicelupkan ke dalam pewarna. Celupan adalah pemberian warna kain yang telah dicap klowong dan dicap tembok dengan cara dicelupkan pada kolam yang berisi zat pewarna yang biasa disebut dengan

Gambar 17. Bak untuk proses pencelupan pertama Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

3. Tahap berikutnya adalah proses penjemuran. Seperti dalam proses penjemuran pada batik tulis, maka pada proses penjemuran batik cap ini juga bertujuan untuk memaksimalkan warna karena pewarna napthol merupakan jenis pewarna yang dipengaruhi oleh ada atau tidaknya sinar matahari. Jadi semakin panas sinar maka warna batikpun juga akan semakin tajam/ cerah.

Gambar 18. Proses penjemuran yang bertujuan untuk memaksimalkan warna Sumber: http://www.banyumaskab.go.id/seputarbms/batik2.php

4. Setelah itu dilakukan cap tahap kedua. Proses pencapan tahap kedua ini bertujuan sama seperti mencanting tahap kedua pada proses batik tulis. Jadi proses pencapan ini sama halnya seperti nerusi pada proses batik tulis. Karena ciri dari batik Banyumasan memang selalu dilakukan proses pemalamam sebanyak dua kali bahkan tiga kali maka selain dilakukan pada batik tulis juga dilakukan pada batik cap.

Gambar 19. Proses cap tahap kedua Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

5. Pewarnaan tahap kedua. Proses pewarnaan tahap kedua bertujuan untuk memperkuat warna. Supaya warna yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan yang diharapkan maka dilakukan kembali proses pewarnaan tersebut.

Gambar 20. Proses Pewarnaan tahap kedua Sumber: http://www.banyumaskab.go.id/seputarbms/batik2.php

6. Tahap selanjutnya yaitu diaci. Aci merupakan sejenis bahan semacam tepung pati yang prosesnya dicampur dengan menggunakan air mendidih yang ditambahkan air dingin dan diaduk, setelah itu kain baru dimasukkan ke dalam cairan tersebut. Aci ini digunakan dengan tujuan agar lilin tidak melekat kembali ke kain dengan perbandingan 5 kodi kain digunakan 1 kg aci.

Gambar 21. Bahan aci yang digunakan pada proses sebelum nglorod dengan tujuan agar

lilin tidak melekat kembali ke kain. Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

7. Tahap berikutnya nglorod yaitu membersihkan seluruh lilin yang masih ada pada kain dengan cara dimasak dalam air mendidih.

Gambar 22. Proses Nglorod

Sumber: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl

8. Terakhir adalah dicuci/dibersihkan dan dijemur.

Gambar 23. Proses menjemur kain Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari

3. Bahan Pembuatan Batik Banyumasan

a. Mori Batik Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa pada umumnya industri-industri batik yang ada di Daerah Banyumas menggunakan kain prima dan kain biru sedangkan kain primissima hanya digunakan pada beberapa industri saja. Mori primissima adalah golongan mori yang paling halus, mori prima adalah golongan mori halus yang kedua sesudah golongan primissima sedangkan mori biru adalah golongan kualitas ketiga setelah primissima dan prima. Primissima harganya relativ mahal dan proses pengerjaannya juga lama serta untuk memasarkannya juga sulit dan tidak semua orang dapat menjangkau harga batik a. Mori Batik Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa pada umumnya industri-industri batik yang ada di Daerah Banyumas menggunakan kain prima dan kain biru sedangkan kain primissima hanya digunakan pada beberapa industri saja. Mori primissima adalah golongan mori yang paling halus, mori prima adalah golongan mori halus yang kedua sesudah golongan primissima sedangkan mori biru adalah golongan kualitas ketiga setelah primissima dan prima. Primissima harganya relativ mahal dan proses pengerjaannya juga lama serta untuk memasarkannya juga sulit dan tidak semua orang dapat menjangkau harga batik

Adanya perbedaan jenis kain yang digunakan tersebut maka kain batik di pusat industri kerajinan Batik Banyumasan dibedakan menjadi kain batik alusan dan kain batik kasaran. Menurut informasi bahwa batik alusan yaitu batik yang terbuat dari kain primissima yang cenderung halus, lembut dan lemas serta dalam pembatikannya juga halus dan rapi sedangkan batik kasaran yaitu batik yang terbuat dari kain prima dan kain biru.

Gambar 24. Kain mori untuk pembuatan Batik Banyumasan Sumber: http://solobatikdunia.blogspot.com

b. Lilin Batik Lilin batik adalah bahan yang dipakai untuk menutup permukaan kain menurut gambar motif batik sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak terhadap warna yang diberikan pada kain. Lilin batik ini bukan terdiri dari satu macam bahan tetapi campuran dari beberapa bahan pokok lilin. Sebagai bahan b. Lilin Batik Lilin batik adalah bahan yang dipakai untuk menutup permukaan kain menurut gambar motif batik sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak terhadap warna yang diberikan pada kain. Lilin batik ini bukan terdiri dari satu macam bahan tetapi campuran dari beberapa bahan pokok lilin. Sebagai bahan

Khusus pada batik Banyumasan, malam yang digunakan merupakan malam yang dibuat sendiri dengan perbandingan 0,4 bagian mata kucing, 1 bagian gondorukem , 2,4 bagian malam lorodan hitam, 0,2 bagian microwax, 0,2 bagian kote , 0,3 bagian Kendal serta 48 cc minyak kelapa.

Sifat-sifat bahan pokok lilin batik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mata kucing dipakai sebagai campuran lilin agar lilin batik dapat membentuk bekas atau garis-garis lilin yang baik dan melekat pada kain dengan baik. Sifat-sifat dari mata kucing antara lain susah meleleh, cepat membeku, dan tahan terhadap larutan alkali.

2. Sifat-sifat umum dari gondorukem antara lain jika dipanaskan lama menjadi encer atau lama melelehnya, gondorukem yang sudah menjadi encer lebih mudah menembus kain, lilin yang melekat dan setelah dingin membeku pada kain mudah patah, tidak tahan terhadap larutan alkali, serta titik leleh gondorukem antara 70 derajat sampai 80 derajat C. Gondo digunakan dalam campuran lilin batik bertujuan agar lilin batik menjadi lebih keras, tidak cepat membeku sehingga bentuk lilin batik menjadi baik.

3. Microwax atau lilin micro adalah jenis parafin yang lebih halus, warnanya kuning muda, keadaannya fleksibel menyerupai malam kote maka pemakaiannya sebagai pengganti atau mengurangi pemakaian lilin kote/ malam tawon sehingga lilin batik mudah lepas.

Sifat-sifat microwax antara lain titik lelehnya dibawah titik didih air yaitu 70 derajat C, lama encernya, mudah lepas dalam rendaman air, sulit menembus kain dan tahan terhadap larutan alkali.

4. Malam tawon disebut juga “kote” atau lilin tawon. Sifat-sifat dari malam tawon antara lain warnanya kuning suram, mudah meleleh dan titik lelehnya rendah yaitu 59 derajat C, mudah meleleh pada kain, tahan lama dan tidak berubah olah perubahan iklim, mudah lepas pada lorodan dengan air panas.

5. Kendal atau gajih binatang disebut pula lemak atau vet. Warnanya putih seperti mentega, biasanya diambil dari daging lembu, atau kerbau. Sifatnya mudah menjadi encer dan titik lelehnya rendah yaitu 45 derajat sampai 49 derajat C. Dipakai sebagai campuran lilin batik dalam jumlah kecil untuk merendahkan titik leleh sehingga lilin batik menjadi lemas dan mudah lepas pada saat dilorod.

6. Parafin atau lilin berupa putih bersih atau kuning muda, dipakai dalam campuran lilin batik agar lilin batik mempunyai daya tahan tembus basah yang baik dan mudah lepas waktu dilorod serta sebagai bahan pengisi karena harga parafin lebih murah dari pada bahan-bahan lilin yang lain. Sifat-sifat parafin antara lain mempunyai daya tolak tembus basah yang baik, mudah encer dan cepat membeku, daya lekat kecil dan mudah lepas serta titik leleh rendah yaitu parafin kuning maupun putih pada 60 derajat C sampai 56 derajat C.

Gambar 25. Lilin batik yang dibuat sendiri Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari