KAJIAN KUAT TARIK BELAH DAN MODULUS OF RUPTURE BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMUNIUM

KAJIAN KUAT TARIK BELAH DAN MODULUS OF RUPTURE BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMUNIUM

THE STUDY OF TENSILE STRENGTH AND MODULUS OF RUPTURE OF CONCRETE

BEAM WITH ADDETION MATERIALS METAKAOLIN AND ALUMUNIUM FIBER

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat M emperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik U niversitas Sebelas M aret Surakarta

Disusun oleh : DEWI RATNA SETYAWATI NIM. I 1105013 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

HALAMAN PERSETUJUAN KAJIAN KUAT TARIK BELAH DAN MODULUS OF RUPTURE BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMUNIUM

THE STUDY OF TENSILE STRENGTH AND MODULUS OF RUPTURE OF CONCRETE

BEAM WITH ADDETION MATERIALS METAKAOLIN AND ALUMUNIUM FIBER

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat M emperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik U niversitas Sebelas M aret Surakarta

Disusun Oleh :

DEWI RATNA SETYAWATI NIM. I 1105013

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. A. Mediyanto, MT Ir. Slamet Prayitno, MT NIP 19620118 199512 1 001

NIP 19531227 198601 1 001

HALAMAN PENGESAHAN KAJIAN KUAT TARIK BELAH DAN MODULUS OF RUPTURE BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT ALUMUNIUM

THE STUDY OF TENSILE STRENGTH AND MODULUS OF RUPTURE OF CONCRETE BEAM WITH ADDETION MATERIALS METAKAOLIN AND ALUMUNIUM FIBER

SKRIPSI

Disusun Oleh :

DEWI RATNA SETYAWATI NIM. I 1105013

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Susunan Tim Penguji:

1. Ir. A. Mediyanto, MT NIP. 19620118 199512 1 001

2. Ir. Slamet Prayitno, MT NIP. 19531227 198601 1 001

3. Ir. Sunarmasto, MT NIP. 19560717 198703 1 003

Disahkan,

Ketua Program SI Non Reguler

JurusanTeknik Sipil Fakultas Teknik UNS

Ir. Agus Sumarsono, MT NIP 19570814 198601 1 001

Mengetahui, Disahkan, a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS

Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I

Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT NIP 19561112 198403 2 007

NIP 19590823 198601 1 001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Kuat Tarik Belah dan Modulus Of Rupture Beton

Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Alumunium”.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik UNS.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS.

3. Pimpinan Program Non Reguler Jurusan Teknik Sipil UNS.

4. Ir. A. Mediyanto, MT selaku dosen pembimbing I.

5. Ir. Slamet Prayitno, MT selaku dosen pembimbing II.

6. Endah Safitri, ST, MT selaku dosen pembimbing akademis

7. Tim penguji pendadaran skripsi Jurusan Teknik Sipil UNS.

8. Segenap staf Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

9. Segenap staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

10. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Non Reguler angkatan 2005 Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebut satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penyajiannya, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca yang membutuhkan.

Surakarta, April 2010

Penulis

ABSTRAK

Dewi Ratna Setyawati, 2010, Kajian Kuat Tarik Belah dan Modulus Of Rupture Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Alumunium, skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dewasa ini perkembangan zaman dan teknologi menuntut kemajuan tak terkecuali dalam bidang material bangunan. Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan tentang material bangunan. Penelitian material tersebut tidak hanya pada penentuan komposisi campuran material yang tepat, tetapi juga mencari berbagai alternatif lain seperti penambahan zat aditif dan penggantian suatu komponen dengan komponen lainnya. Salah satu hasil dari berbagai penelitian tersebut adalah beton normal dengan penambahan metakaolin dan serat alumunium.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan metakaolin dan serat alumunium terhadap kapasitas kuat tarik belah dan modulus of rupture beton yang dhasilkan dengan variasi campuran yang telah ditentukan.

Penelitian dilakukan dengan penelitian eksperimental laboratorium. Dalam penelitian ini menggunakan dua benda uji berupa silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm untuk uji kuat tarik belah, dan balok beton dengan ukuran panjang 400 mm, lebar 100 mm, dan tinggi 100 mm, untuk uji modulus of rupture dengan masing-masing kadar penambahan metakaolin dan serat alumunium sebesar 0 %, 0,33 %, 0,66 %, dan 1 %. Proses pengujian meliputi uji bahan, uji kuat tarik belah, dan uji modulus of rupture.

Hasil pengujian beton yaitu sebagai berikut dimana nilai kuat tarik belah beton normal (kadar serat 0%) adalah 2,1231 MPa, dan nilai modulus of rupture beton normal (kadar 0%) adalah 3,2499 MPa, sehingga terjadi peningkatan nilai kuat tarik belah sebesar 26,7 % terhadap beton normal pada penambahan kadar serat sebesar 0,33% dengan nilai kuat tarik belah rata-ratanya 2,6893 MPa. Serta peningkatan nilai modulus of rupture sebesar 43,5 % terhadap beton normal pada penambahan kadar serat sebesar 0,33 % dengan nilai modulus of rupture rata- ratanya 4,6629 MPa.

Kata kunci : kuat tarik belah, metakaolin, modulus of rupture, serat alumunium.

BAB 5 KESI MPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 65

5.2. Saran .................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. xv

LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan digunakan pada struktur bangunan. Beton sangat diminati karena bahan ini merupakan bahan konstruksi yang mempunyai banyak kelebihan antara lain, mudah dikerjakan dengan cara mencampur semen, agregat, air, dan bahan tambahan lain bila diperlukan dengan perbandingan tertentu.

Kelebihan beton yang lain adalah, ekonomis (dalam pembuatannya menggunakan bahan dasar lokal yang mudah diperoleh), dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki, mampu menerima kuat tekan dengan baik, tahan aus, rapat air, awet dan mudah perawatannya, maka beton sangat populer dipakai baik untuk struktur – struktur besar maupun kecil. Untuk itu bahan konstruksi ini dianggap sangat penting untuk terus dikembangkan.

Salah satu usaha pengembangannya ialah dengan cara memperbaiki sifat dari kelemahan beton yaitu tidak mampu menahan gaya tarik, dimana nilai kuat tarik beton berkisar 9%-15 % dari kuat desaknya (Dipohusodo, 1994). Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil kuat tariknya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai Salah satu usaha pengembangannya ialah dengan cara memperbaiki sifat dari kelemahan beton yaitu tidak mampu menahan gaya tarik, dimana nilai kuat tarik beton berkisar 9%-15 % dari kuat desaknya (Dipohusodo, 1994). Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil kuat tariknya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai

Untuk memperbaiki kuat tariknya, misalnya pada elemen struktur, yang betonnya mengalami tegangan tarik diperkuat dengan baja tulangan sehingga terbentuk suatu struktur komposit yang kemudian dikenal dengan sebutan beton bertulang.

Gambar 1.1. Penempatan Tulangan Pada Daerah Tarik

Anggapan lain mengatakan bahwa dalam perencanaan struktur, beton dianggap hanya mampu menahan tegangan desak, walaupun sebenarnya beton mampu menahan tegangan tarik sebesar 27 kg / cm2 (Suhendro, 1991), sehingga hal ini dianggap tidak efisien terutama pada perencanaan yang didominasi tarik dan lentur. Bagian tarik pada balok akan mengalami retak sekalipun hanya mendapatkan tegangan yang tidak begitu besar. Hal ini disebabkan karena adanya retak rambut yang merupakan sifat alami dari beton. Secara struktural kondisi semacam ini sering diabaikan karena tegangan tarik telah didukung sepenuhnya oleh tulangan dalam jumlah yang cukup dan ditempatkan secara benar.

Berkembang pesatnya teknologi pada saat ini semakin dituntut adanya alternatif yang terlahir dari beberapa penelitian yang intinya adalah dapat menciptakan suatu temuan baru atau paling tidak dapat mengembangkan penelitian terdahulu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk teknologi beton yang semakin bermutu dan efisien.

Cara lain untuk memperbaiki kuat tarik beton adalah dengan menambahkan serat kedalam adukan beton. Dengan penambahan serat kedalam beton normal maka sifat-sifat struktural beton akan diperbaiki. Serat-serat didalam beton bersifat mekanis, sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan beton lainnya. Keunggulan inilah yang dijadikan dasar dan pemilihan serat, dimana akan digunakan serat alumunium. Dengan adanya serat alumunium dalam campuran beton maka diharapkan dapat meningkatkan kemampuan beton didalam menahan tarik dan kapasitas lenturnya.

Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987, Mediyanto, 2001)(dalam wibowo 2006).

Dasar perhitungan kapasitas momen, akan didekati dengan model yang diusulkan Suhendro seperti pada Gambar 1. Sebagai berikut :

Gambar 1.2. Diagram tegangan beton serat yang diusulkan Suhendro (1991)

(dalam wibowo).

Dc = 0,67 . f’c.c.b (1.1) Tc = 0,85 (h-c). 0,85 ftf. b

(1.2) Ts = As. fy

(1.3) Persyaratan kesetimbangan gaya-gaya dalam, memberi hubungan : Dc – Tc – Ts = 0

(1.4) Sehingga momen ultimate dihitung dengan formulasi :

b = lebar balok (mm)

h = tinggi balok (mm) f’c = kuat desak beton (MPa) fy = tegangan leleh baja tulangan (MPa) As = luas tulangan (mm2 ) Mn = momen kapasitas balok (Nmm)

f tf = kuat tarik beton serat (MPa)

Kuat tarik belah ialah nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut yang diletakkan mendatar sejajar dengan permukaan meja penekanan uji desak (SK SNI-60-1990-M).

Parameter kuat tarik beton secara tepat sulit untuk diukur. Suatu pendekatan yang umum untuk mengukur nilai kuat tarik beton adalah dengan pengujian kuat tarik belah beton yang umumnya memberikan hasil yang mencerminkan besarnya kuat tarik yang sebenarnya, hasilnya digunakan untuk menentukan nilai kuat tarik beton. Suatu pendekatan lain pengukuran nilai kuat tarik beton adalah modulus of rupture (modulus runtuh), dimana hasilnya digunakan untuk mengetahui batas beban yang bekerja pada struktur tanpa mengalami keruntuhan.

Modulus Of Rupture merupakan dampak dari beton yang mengalami pelenturan akibat beban-beban yang bekerja pada beton uji beton tersebut. Untuk mengetahui kekuatan lentur balok harus dilakukan percobaan yang dapat menggambarkan bagian balok yang hanya menerima beban lentur saja, yaitu meletakkan balok beton pada tumpuan sederhana dengan perletakan berupa sendi rol.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah yaitu berapa besar kuat tarik belah dan modulus of rupture beton normal setelah diberi bahan tambah metakaolin dan serat alumunium.

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Semen yang digunakan semen tipe I

2. Kadar metakaolin 7,5 % dari berat semen.

3. Penambahan serat alumunium dalam beton direncanakan dengan berbagai variasi, yaitu 0%, 0,33%, 0,66%, dan 1,00% terhadap volumeadukan beton.

4. Umur beton saat pengujian adalah umur 28 hari.

5. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan yang digunakan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat tarik belah dan modulus of rupture beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat alumunium pada variasi campuran yang telah ditentukan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis  Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.  Mengetahui pengaruh penambahan metakaolin dan serat almunium

terhadap kuat tarik belah dan modulus of rupture.

2. Manfaat praktis :  Memberikan alternatif penggunaan serat dengan peningkatan mutu

beton.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Beton merupakan bahan bangunan yang dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan kadang-kadang campuran bahan lainnya (mulai dari bahan kimia, serat, sampai bahan buangan non kimia) dengan perbandingan tertentu. Campuran tersebut apabila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan. (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996)

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain- lain) adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositasnya dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain- lain) adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositasnya dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu

Menurut Kardiyono Tjokrodimuljo (1996 : 47), bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas, mengurangi retak-retak dan sebagainya.

Pozzolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur- unsur silikat dan atau alumunium yang reaktif (Persyaratan Umum Bahan Bangunan diIndonesia, PUBI-1982). Pozzolan sendiri kecil sekali atau tidak mempunyai sifat semen, tetapi dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) akan

bereaksi dengan air dan kapur pada suhu normal (24-27 0

C) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air.

Metakaolin adalah pozzolan yang terbentuk dari pembakaran mineral kaolin pada kisaran suhu 450-900 0 C, dan metakaolin akan terbentuk secara sempurna pada kisaran suhu 700-800 0

C. (RMC Group, 1996)

Metakaolin menekan reaksi alkali-silika, seperti yang terjadi pada dam di Brasil. Metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen, metakaolin meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari. Daya tahan terhadap abrasi juga meningkat dengan penggunaan metakaolin. (Sabir, 2001)

Beton serat (fiber concrete) ialah bagan komposit yang terdiridari beton biasa dan bahan lainnya yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5mm sampai 55mm, dan panjang sekitar 25mm sampai 100mm. Bahan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, Beton serat (fiber concrete) ialah bagan komposit yang terdiridari beton biasa dan bahan lainnya yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5mm sampai 55mm, dan panjang sekitar 25mm sampai 100mm. Bahan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami,

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Beton

Beton adalah pencampuran semen portland, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) tertentu. Material pembentuk beton tersebut dicampur merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran yang homogen sehingga dapat dituang ke dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan. Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai akibat dari reaksi kimia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka waktu panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras sejalan dengan umurnya.

2.2.2. Sifat-sifat Beton

Sifat-sifat beton yang dimaksud adalah sifat-sifat yang dikehendaki dalam perencanaan konstruksi beton. Sifat-sifat yang ditinjau dalam kondisi, yaitu :

a. Sifat-sifat Beton Segar

b. Sifat-sifat Beton Padat

2.2.2.1. Sifat-sifat Beton Segar

a. Mudah Dikerjakan (Workability)

Mudah dikerjakan (workability) merupakan tingkat kemudahan suatu adukan beton dapat diaduk, diangkut, dituang dan dapat dipadatkan tanpa mengurangi homogenitas beton dan beton tidak teruai (bleeding yang berlebihan) untuk kekuatan yang direncanakan. Untuk dapat lebih memperjelas pengertian workability, maka dapat didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut :

a. Compactibility, atau kemudahan beton untuk dapat dipadatkan dan rongga- rongga udara yang terperangkap dalam beton dapat dihilangkan.

b. Mobility, atau kemudahan dimana beton dapat mengalir kedalam cetakan disekitar tulangan dan beton dapat dituangkan dengan mudah.

c. Stability, atau kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang homogen, koheren (saling mengikat) dan stabil selama dikerjakan, digetarkan tanpa terjadi segregasi (pemisahan) butiran dari bahan utama butirannya.

d. Finishability, atau kemudahan dimana tercapai penyelesaian akhir yang baik, terutama untuk permukaan vertikal.

b. Pemisahan Air (Bleeding)

Bleeding adalah salah satu istilah dalam teknik sipil yang berarti suatu kecenderungan air campuran beton untuk naik ke atas (memisahkan kerikil) pada beton segar yang baru saja dipadatkan. Bleeding disebabkan oleh ketidakmampuan bahan solid dalam campuran beton untuk menahan seluruh air campuran ketika bahan itu bergerak ke bawah.

Air yang naik akibat bleeding ini akan membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada akhirnya setelah beton mengeras akan tampak sebagai selaput yang disebut sebagai Laitance. Bleeding terjadi pada adukan beton yang kelebihan air atau campuran adukan beton tersebut memiliki nilai slump yang tinggi.

c. Pemisahan Kerikil (Segregation) Segregation adalah kecenderungan agregat atau butir-butir kerikil untuk memisahkan diri dari campuran adukan beton. Ada dua macam bentuk segregasi, yaitu :

a. Kecenderungan partikel yang lebih besar untuk memisahkan diri, karena partikel ini cenderung untuk bergerak lebih jauh pada suatu kemiringan atau berhenti pada partikel yang lebih halus.

b. Terjadinya terutama pada campuran basah yang disebabkan oleh pemisahan semen dengan air dari campuran.

Campuran beton yang kelebihan air dapat menyebakan segregasi, dimana terjadi pengendapan partikel yang berat kedasar beton segar dan partikel-partikel yang lebih ringan akan menuju ke permukaan beton segar. Hal-hal tersebut akan mengakibatkan beberapa keadaan pada beton yaitu terdapat lubang-lubang udara, beton menjadi tidak homogen dan keawetannya berkurang.

2.2.2.2. Sifat-sifat Beton Padat

a. Kekuatan (Strength)

Kekuatan beton meliputi kekuatan tekan, kekuatan tarik belah dan kekuatan geser. Faktor air semen (f.a.s) sangat mempengaruhi kuat tekan beton, semakin kecil f.a.s semakin tinggi kuat tekan beton. Kekuatan tekan beton akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur beton. Hal ini dikarenakan proses hidrasi semen yang ada dalam adukan beton akan terus berjalan walaupun prosesnya itu lambat.

b. Ketahanan (Durability)

Beton dikatakan mempunyai ketahanan yang baik apabila dapt bertahan lama dalm kondisi tertentu tanpa mengalami kerusakan selama bertahun-tahun. Kondisi yang dapat mengurangi daya tahan beton dapat disebabkan faktor dari luar dan dari dalam beton itu sendiri. Faktor luar antara lain cuaca, perubahan suhu yang ekstrim, erosi kembang susut akibat basah atau kering yang silih berganti, dan pengaruh bahan kimia. Faktor dari dalam yaitu akibat reaksi agregat dengan senyawa alkali.

c. Rangkak dan Susut

Rangkak (creep) adalah deformasi yang berjalan lambat akibat pembebanan dalam jangka waktu yang panjang dengan tegangan konstan. Rangkak disini dipengaruhi oleh umur beton, besar regangan, faktor air semen dan kekuatan beton. Proses susut (shringkage) adalah perubahan bentuk volume yang terjadi bila terjadi perubahan suhu. Hal yang mempengaruhi susut antara lain mutu agregat dan faktor air semen. Susut akibat timbulnya retak (cracking) pada beton akan menjadikan ikatan antara beton dan baja tulangan semakin kuat. Proses susut dan rangkak saling berkaitan karena berjalan bersamaan dan sering memberikan pengaruh yang sama yaitu deformasi yang bertambah sesuai dengan berjalannya waktu.

2.2.3.1. Definisi Beton Serat

Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah member tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987).

Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 mm sampai

55 mm, dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat palstik (polypropylene), atau potongan kawat baja. Jika serat yang dipakai mempunyai modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada beton, maka beton serat akan mempunyai kuat tekan, kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang sedikit lebih tinggi dari pada beton biasa.

2.2.3.2. Penambahan Serat Dalam Beton

Penelitian yang dilakukan oleh Suhendro (1991) membuktikan bahwa sifat-sifat kurang baik dari beton, yaitu getas, praktis tidak mampu menahan tegangan tarik dan momen lentur dapat diperbaiki dengan menambahkan fiber lokal yang terbuat dari potongan-potongan kawat pada adukan beton. Dengan penambahan serat ke dalam adukan beton maka sifat-sifat struktural beton dapat diperbaiki. Serat-serat di dalam beton bersifat mekanis, sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan-bahan beton lainnya. Serat hanya membantu mengikat dan mempersatukan campuran beton.

Serat pada beton dapat menunda retaknya beton, membatasi penambahan retak dan juga membantu ketidakmampuan semen Portland yang tidak dapat menahan regangan dan benturan menjadi ikatan komposit kuat dan lebih tahan retak. Serat juga memperbaiki daktilitas beton dan perilaku terutama retak beton sebelum beton hancur.

2.2.4. Material Penyusun Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Alumunium

Beton sangat penting dalam dunia teknik sipil yaitu sebagai bahan pembuatan struktur, maka perlu pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang sangat berkualitas. Berbagai bahan pembentuk beton adalah semen, agregat, baik agregat kasar yang berupa kerikil maupun pasir dan biasanya bahan tambahan lainnya.

2.2.4.1. Semen Portland

Fungsi semen yaitu untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi juga rongga-rongga diantara butir-butir agregat. Dalam konsep PBI, 1971 ditentukan bahwa semen yang dipergunakan untuk pembuatan beton hanya semen portland dan semen portland pozzolan. Semen yang digunakan dalam pembuatan beton termasuk dalam semen hidraulis (hydraulic cement), artinya semen akan bekerja sebagai bahan pengikat bila dicampur dengan air yang pada akhirnya bahan pengikat ini akan mengeras. Sement Portland merupakan semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips sebagai bahan tambahnya. Penambahan air pada bahan ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu.

Berdasarkan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Jenis-jenis Semen Portland

Jenis Semen Karakteristik Umum

Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah terjadi pengikatan

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan yang kuat terhadap sulfat

(Sumber : Kardiyoni Tjokrodimuljo, 1996)

Pada penelitian ini digunakan semen tipe satu yang digunakan untuk tujuan umum (Semen Gresik).

2.2.4.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60% sampai 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, namun agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14– 5mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadi. Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.2. berikut ini : Tabel 2.2 Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C 33

Ukuran Saringan

Persentase Lolos Saringan

0,00 (Sumber : Murdock & Brook, 1979)

b. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yan licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70mm.

Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.3. berikut ini : Tabel 2.3 Persyaratan gradasi untuk agregat kasar ASTM C 33

Ukuran Saringan Persentase Lolos (mm)

(Sumber : Murdock & Brook, 1979)

2.2.4.3. Air

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air dapat dipakai untuk campuran beton. Di dalam adukan beton, air mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan antara pasta semen dengan agregat Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air dapat dipakai untuk campuran beton. Di dalam adukan beton, air mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan antara pasta semen dengan agregat

Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau dan cukup jernih. Tetapi jika masih diragukan, dapat dilakukan uji laboratorium sehingga memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25 % dari berat semen. Penggunaan air yang terlalu banyak dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan beton. Disamping digunakan sebagai bahan campuran beton, air juga digunakan pula untuk merawat beton dengan cara pembasahan setelah dicor.

2.2.4.4. Metakaolin

Metakaolin adalah pozzolan yang terbentuk dari pembakaran mineral kaolin pada kisaran suhu 450-900 0

C, dan metakaolin akan terbentuk secara sempurna pada kisaran suhu 700-800 0

C. (RMC Group, 1996)

Metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen, metakaolin meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari. Daya tahan terhadap abrasi juga meningkat dengan penggunaan metakaolin. (Sabir, 2001)

Metakaolin mengandung SiO 2 sebanyak 54,64% dan Al 2 O 3 sebanyak 42,87% yang merupakan unsur utama semen, sehingga dapat digunakan sebagai bahan tambah semen. Proses kalnisasi kaolin menjadi metakaolin menurut reaksi kimia adalah sebagai berikut :

Panas Al 2 SiO 5 (OH) 4 Al 2 O 3 SiO 2 + 2H 2 O

Dalam penelitian ini digunakan metakaolin dengan suhu pembakaran 750 0 C. Metakaolin juga telah diuji untuk mengetahui unsur kimiawi dan prosentasenya

oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian, Yogyakarta.

Hasil pengujian komposisi dan bentuk fisik disajikan dalam tabel 2.4 dan 2.5 berikut ini : Tabel 2.4 Komposisi senyawa kimia metakaolin

Komposisi Kimia

Prosentase (%)

S i O 2 73,35 Al 2 O 3 15,74

Fe 2 O 3 4,28

1,60 TiO 2 0,00 HD 1,00

Sumber : Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi kegunungapian, DIY

Tabel 2.5 Komposisi Fisik Metakaolin Bentuk Fisik

Bubuk

Warna

Putih

Berat Jenis (Specifik Gravity)

Berat isi (Bulk Density) 3 400 kg/m Presentase max tertinggal ayakan 44 micron

Presentase max tertinggal ayakan 16 micron

Sumber : Power Pozz, 2002 & RMC Group, 1996

Partikel metakaolin yang lolos ayakan 44 micron hampir 100 %, sedangkan pada semen jumlah presentase yang lolos ayakan 44 micron 80 %.

Secara umumkeuntungan penggunaan metakaolin antara lain:

1. Sebagai pengisi pori-pori beton (filler effect) Ukuran partikel yang lebih kecil dari semen tetapi lebih besar dari silica fume memungkinkan metakaolin untuk mengisi pori-pori yang tidak terisi oleh semen, sehinggameningkatkan kepadatan dan kekuatan beton, memperkecil permeabilitas dan mengurangi porositas beton.

2. Sebagai Pozzolan Metakaolin sebagai pozzolan yang mengandung silica (SiO 2 ) akan bereaksi dengan kapur (Ca(OH) 2 ) hasil reaksi hidrasi semen akan menghasilkan kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang memiliki sifat perekat. Reaksi hasil hidrasi semen dan metakaolin adalah :

C 3 S/C 2 S (clinker + H 2 O) C-S-H + Ca(OH) 2 Ca(OH) 2 +MK C-S-Hpouzz+crystaline product(C 2 AHS 8 ,C 4 AH 13 ,C 3 AH6)

Ketika semen Portland bereaksi dengan air dihasilkan C-S-H yang merupakan bahan stabil yang membentuk kekerasan, kekuatan dan keawetan pada beton,

namun reaksi ini juga menghasilkan kristal kapur (Ca(OH) 2 ) yang dalam jangka waktu panjang akan melemahkan beton karena mudah larut dan bereaksi dengan sulfat. Penambahan metakaolin dapat mengurangi efek merugikan dari kapur karena metakaolin akan bereaksi dengan kapur dan menghasilkan C-S-H dan crystalline product.

Penambahan metakaolin pada campuran beton ringan berserat alumunium dengan kadar 10% mengakibatkan penurunan K IC , yang disebabkan oleh reaksi antara metakaolin dan semen yang justru akan mengacaukan matrik serat, sehingga energy yang disumbangkan untuk menahan terjadinya retakan menjadi berkurang. Dibandingkan dengan penambahan metakaolin dengan kadar 7,5% penurunan

nilai K IC lebih kecil (Ervina Hikmawati, 2007)(dalam Dwi Ernawati).

2.2.4.5. Serat Alumunium

Telah banyak peneliti yang mencoba mencari alternatif bahan yang dapat memperbaiki kelemahan sifat-sifat beton, terutama berbagai macam jenis bahan serat. Beberapa macam serat dapat dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat beton yang telah dilaporkan oleh ACI Committee 54 (1902) dan Soroushian & Bayasi (1987). Sifat-sifat dasar (basic properties) dari berbagai macam serat disajikan pada tabel 2.6 di bawah ini :

Tabel 2.6 Spesifikasi serat-serat yang sering digunakan : Spesific

Comman Comman Fiber

Tensite

Young’s

Diameters (in) Length

(in) Steel

(10 3 ksi)

30 0,0005-0,04 0,5-1,5 Glass

100-300

11 0,004-0,003 0,5-1,5 Poly propilen

Up to 180

Up to 0,1 0,5-1,5 Carbon

0,0004-0,0008 0,5-1,5 Soroushian dan Bayasi, 1987

Dalam penelitian ini menggunakan bahan tambah berupa alumunium. Berdasarkan pada penelitian beton ringan berserat alumunium oleh Mediyanto (2003) beberapa sifat dan perilaku beton yang dapat diperbaiki setelah penambahan serat adalah :

a. Kekuatan terhadap lentur dan tarik

b. Ketahanan terhadap beban kejut (impact) b. Ketahanan terhadap beban kejut (impact)

d. Ketahanan terjadap keausan (abrasion)

e. Kekutan geser beton

Keunggulan inilah yang dijadikan dasar dalam pemilihan serat alumunium dalam pembuatan beton normal berserat, delain dikarenakan serat alumunium memiliki unit densitas yang lebih rendah dari serat baja.

Karakteristik serat alumunium yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran panjang 50 mm dan lebar 2 mm, berat jenis sekitar 2,212 t/m 3 , dengan variasi prosentase campuran maksimal 1 % dari volume adukan beton.

2.2.4.6. Superplasticizer (Sikament NN)

ASTM C-494, plasticizer adalah bahan tambah aditif pengurang air yang sangat efektif. Plasticizer mempunyai tingkat dosis yang dapat meningkatkan kuat tekan dan daya kedap terhadap air. Plasticizer terbagi dalam berbagai tipe yaitu :

a Tipe A : Water Reducing Admixture (mengurangi jumlah air).

b Tipe B : Retarding Admixture (memperlambat waktu pengikatan beton).

c Tipe C : Accelerating Admixture (mempercepat waktu pengikatan beton).

d Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture (mengurangi jumlah air dan memperlambat waktu pengikatan beton).

e Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture (mengurangi jumlah air dan mempercepat waktu pengikatan beton serta menambah kekuatan awal beton).

f Tipe F : Water Reducing and High Range Admixture (mengurangi jumlah air dan meningkatkan mutu beton).

g Tipe G : Water Reducing, High Range and Retarding Admixture (mengurangi jumlah air, meningkatkan mutu dan memperlambat waktu pengikatan beton).

Dalam penelitian ini digunakan Superplasticizer jenis Sikament NN (Plasticizer Tipe A) yaitu Water Reducing Admixture karena beberapa faktor yaitu antara lain:

a Dapat mengurangi penggunaan air pada saat pengadukan beton.

b Mempercepat proses pengerasan.

c Meningkatkan plastisitas adukan beton.

d Mengurangi segresi dan bleeding.

e Beton mudah dikerjakan.

f Meningkatkan mutu dan kekuatan beton.

g Sudah banyak tersedia dipasaran bebas.

Kadar pemakaian Sikament NN pada penelitian ini adalah sebesar 1 % dari berat semen.

2.2.5. Kuat Tarik Belah

Kuat tarik belah merupakan nilai kuat tarik bahan beton yang lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya dan hasilnya umumnya lebih baik. Kuat tarik yang dihasilkan diyakini lebih mendekati kuat tarik langsung dari beton, kira-kira 5-12 persen lebih tinggi. Kuat tarik bahan beton ini ditentukan melalui pengujian split cylinder yang posisinya direbahkan secara tepat kemudian didesak.

Pengujian split cylinder menurut BS 1881 : Part 117:1983 dengan menggunakan mesin desak digambarkan pada Gambar 2.1 dibawah ini. Untuk mencegah timbulnya desakan lokal yang besar pada garis pembebanan pada sampel, biasanya digunakan plat strip dari bahan hardboard atau plywood yang dipasang diantara plat beban dan sampel sehingga distribusi beban dapat lebih seragam sepanjang sampel. Gaya yang bekerja pada sepanjang kedua sisi sampel akan disebarkan seluas selimut silindernya. Secara berangsung-angsur pembebanan dinaikkan sehingga tercapai nilai maksimum dan silinder pecah terbelah oleh gaya tarik horisontal sepanjang silinder. Pada kondisi ini gaya tarik horisontal timbul akibat terbangunnya perilaku biaxial stress oleh gaya desak vertikalnya.

Silinder Beton d

Gambar 2.1. Pengujian Kuat Tarik Belah F

Dari pembebanan maksimum yang diberikan, nilai kuat tarik belah dihitung menurut rumus berikut :

fst = (2.1)

A= (2.2)

fst = (2.3)

.. Keterangan :

fst 2 = kuat tarik belah beton (N/mm ) P

= beban maksimum yang diberikan (N)

D = diameter silinder (mm) L

= panjang silinder (mm)

2.2.6. Modulus Of Rupture

Modulus of rupture diukur dengan menguji balok polos berpenampang bujur sangkar 10 x 10 x 40cm dan di bebani di titik-titik sepertiga bentang hingga gagal (ASTM C-78) modulus of rupture mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding

kuat belah. ACI menetapkan nilai 7,5 f , untuk modulus of rupture beton c normal.

Modulus of rupture merupakan kuat tarik maksimum yang secara teoritis dicapai pada serat bagian bawah dari sebuah balok uji (Nevill, 1997). Nilai modulus of rupture bergantung pada dimensi dari balok uji dan susunan beban. Untuk memperoleh nilai modulus of rupture digunakan metode third point loading. Metode ini menghasilkan momen yang konstan antara titik beban sehingga sepertiga dari bentang balok ditentukan sebagai tegangan maksimum dimana pada bagian tersebut retakan terjadi.

Balok dibebani pada salah satu sisinya dimana beban diletakkan simetris diatas balok uji. Balok uji dalam keadaan lembab dengan pertambahan kecepatan dalam pemberian tegangan pada serat bagian bawah yaitu antara 0,002 dan 0,1 Mpa/s (2,9 dan 14,5 psi/s). Kecepatan pemberian tegangan yang lebih rendah diterapkan Balok dibebani pada salah satu sisinya dimana beban diletakkan simetris diatas balok uji. Balok uji dalam keadaan lembab dengan pertambahan kecepatan dalam pemberian tegangan pada serat bagian bawah yaitu antara 0,002 dan 0,1 Mpa/s (2,9 dan 14,5 psi/s). Kecepatan pemberian tegangan yang lebih rendah diterapkan

Besarnya momen yang dapat mematahkan benda uji adalah momen akibat beban maksimum dari mesin pembebanan dengan mengabaikan berat sendiri dari benda uji. Besar momen yang mematahkan balok uji dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Momen yang terjadi akibat beban P

Perumusan dari momen maksimum yang terjadi : Mmaks =

× (2.4) Keterangan :

P = Beban maksimum L = Panjang bentang balok

Jika terjadi retakan pada daerah tengah bentang yang besarnya sepertiga dari bentang balok maka modulus of rupture dihitung mendekati 0,1 Mpa (15 psi) berdasarkan teori elastic biasa (Nevill, 1987). Untuk lebih jelasnya lihat gambar

2.3 berikut :

Gambar 2.3 Retakan terjadi pada daerah tengah bentang balok Sumber : Neville, 1987

Perhitungan modulus of rupture apabila retakan terjadi didaerah tengah bentang : ×

MOR =

MOR = (2.6)

× Keterangan : MOR =

Modulus of rupture (Mpa) P

= Beban total maksimum pada balok benda uji (N) L

= Panjang bentang balok (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm)

d = Tinggi balok benda uji (mm)

Menurut BS 1881 : bagian 118 : 1987 (Neville,1987), jika retakan tejadi diluar bagian tengah dari sepertiga bentang maka hasil uji seharusnya tidak dipakai. Disisi lain, ASTM C 78-84 mengijinkan untuk kegagalan yang terjadi diluar titik beban dengan menggunakan rata-rata jarak a dari tumpuan terdekat (lihat gambar

2.4) yang dirumuskan dengan persamaan berikut :

a a 5 cm

1 0 cm

1 0 cm

1 0 cm

5 cm

Gambar 2.4 Retakan terjadi diluar bagian tengah dari sepertiga bentang Sumber : Neville, 1987

Perhitungan modulus of rupture apabila retakan terjadi diluar daerah tengah bentang :

×× MOR =

Keterangan : MOR :

modulus of rupture P

: beban total maksimum

a : jarak retakan

d : tinggi balok

b : lebar balok

Namun jika kegagalan terjadi pada bagian (1/3 – a) > 0,005 l, maka hasil uji seharusnya dibuang.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Uraian Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian ini akan dilakukan di dalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan suatu pengujian terhadap beberapa sampel dan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian ini akan dilakukan di dalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan suatu pengujian terhadap beberapa sampel dan

Untuk uji kuat tarik belah menggunakan sampel silinder beton berdiameter 15 cm, tinggi 30 cm sebanyak 12 buah dan untuk uji modulus of rupture menggunakan sampel balok beton berdimensi 10 x 10 x 40 cm sebanyak 12 buah, dimana sampel tanpa tulangan dan diuji pada umur 28 hari. Untuk uji kuat tarik belah menggunakan mesin desak (Compression Testing Machine) merk Controls berkapasitas 2000 kN, untuk uji modulus of rupture menggunakan set alat uji lentur manual.

Dari hasil pengujian kuat tarik belah dan pengujian modulus of rupture didapat data dari tiap-tiap sampel pengujian, data-data itu dirata-rata dan kemudian diplotkan dalam grafik hubungan antara penambahan kadar serat alumunium dengan nilai kuat tarik belah beton dan nilai modulus of rupture.

3.2. Benda Uji Penelitian

Untuk pengujian kuat tarik belah digunakan benda uji berupa silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 12 buah dengan berbagai prosentase variasi penambahan serat seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.1. Benda uji kuat tarik belah dengan berbagai prosentase variasi serat % fiber Pengujian

TB-0,66-1 TB-1,00-1 Kuat tarik belah

TB-0,00-1

TB-0,33-1

TB-0,00-2

TB-0,33-2

TB-0,66-2 TB-1,00-2

TB-0,00-3

TB-0,33-3

TB-0,66-3 TB-1,00-3

Untuk uji modulus of rupture, benda uji berupa balok berukuran 10 x 10 x 40 cm sebanyak 12 buah dengan berbagai prosentase variasi penambahan serat seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.2. Benda uji modulus of rupture dengan berbagai prosentase variasi serat % fiber Pengujian

MR-0,66-1 MR-1,00-1 Modulus of rupture

MR-0,00-1

MR-0,33-1

MR-0,00-2

MR-0,33-2

MR-0,66-2 MR-1,00-2

MR-0,00-3

MR-0,33-3

MR-0,66-3 MR-1,00-3

3.3. Alat – Alat yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan alat-alat yang ada pada Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Adapun alat-alat yang dipakai pada penelitian ini antara lain:

1. Timbangan Ada dua jenis timbangan yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Timbangan Ada dua jenis timbangan yang digunakan dalam penelitian ini :

b) Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,10 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang sangat tepat.

2. Ayakan Ayakan yang digunakan adalah merk Control Italy, bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran 38 mm, 25 mm, 19,0 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm dan pan.

3. Mesin penggetar ayakan. Mesin penggetar ayakan yang digunakan adalah mesin penggetar dengan merk ”Controls italy, mesin digunakan sebagai dudukan sekaligus penggetar ayakan. Penggunaannya untuk uji gradasi agregat halus maupun kasar.

4. Oven Oven yang digunakan merk Binder, dengan temperatur maksimum 300 o C,

daya listrik 1500 W, digunakan untuk mengeringkan material (pasir dan kerikil).

5. Corong konik / Conical mould Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus.

6. Corong / Kerucut Abrams Kerucut Abrams terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm dan diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm dilengkapi dengan tongkat baja yang ujungnya ditumpulkan, panjang 60 cm diameter 16 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

7. Mesin Los Angeles Mesin Los Angeles dengan merk ”Controls”, italy, yang dilengkapi dengan

12 buah bola baja. Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.

8. Cetakan benda uji Digunakan untuk mencetak benda uji beton yang berbentuk silinder. Cetakan benda uji yang digunakan adalah cetakan silinder baja dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan cetakan benda uji untuk balok 10 x 10 x

40 cm, dilengkapi tongkat pemadatan yang sama dengan tongkat penumbuk untuk slump test atau dapat digunakan mesin penggetar atau tongkat vibrator guna mendapatkan pemadatan yang sempurna.

9. Alat bantu Untuk kelancaran dan kemudahan penelitian, pada saat pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu yaitu:

a) Vibrator yang digunakan untuk pemadatan saat pembuatan benda uji.

b) Cetok semen, digunakan untuk memindahkan bahan batuan dan memasukkan campuran beton kedalam cetakan beton.

c) Gelas ukur kapasitas 250 ml digunakan untuk meneliti kandungan zat organik dan kandungan lumpur agregat halus.

d) Ember untuk tempat air dan sisa adukan.

e) Cangkul untuk mengaduk campuran beton.

f) Gelas ukur dengan kapasitas 1000 ml, untuk mengkur kebutuhan air.

10. Satu Set Alat Uji Kuat Belah Set alat CTM (Compression Testing Mesin) merk Controls Italy kapasitas 2000 kN.

11. Satu Set Alat Uji Modulus Of Rupture

3.4. Tahap dan Prosedur Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, penelitian dilaksanakan dalam sistematika dengan urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap I (Tahap Persiapan) Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II (UJi Bahan)