Latar Belakang Penciptaan Batik di Banyumas

A. Latar Belakang Penciptaan Batik di Banyumas

Latar belakang penciptaan batik di Daerah Banyumas memang belum dapat dilacak permulaannya, namun dari informasi para sesepuh dan penggiat batik Banyumas, disebutkan bahwa batik Banyumas berasal dari adanya Kademangan-Kademangan atau Kadipaten di Daerah Banyumas dan juga adanya para pengikut Pangeran Diponegoro yang mengungsi di Daerah Banyumas. Guna mencukupi kebutuhan pakaian maka para Demang dan para pengikut Pangeran diponegoro juga membuat batik.

Keahlian membatik di lingkungan keraton disebarkan dan dihidupkan di daerah Banyumas. Akibat hal ini tampak adanya motif-motif yang menyerupai motif Solo atau Yogyakarta.

Seperti halnya sebuah kerajaan, kekuasaan kademangan atau kadipaten diibaratkan sebagai raja kecil di daerah. Oleh karena itu, para bangsawan atau kaum ningrat pun ada yang berkeinginan menciptakan batik tulis untuk memenuhi kebutuhan pakaian keperluan di lingkungannya

Perkembangan batik Banyumasan semakin maju dan dikenal dunia luar ketika seorang misionaris Belanda yang bernama Van Osterom masuk ke daerah Banyumas memperkenalkan batik Banyumasan di kalangan bangsa Belanda atau orang manca. Untuk memenuhi minat batik bagi bangsa Belanda atau orang manca, motif-motif batik dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan keinginan mereka. Biasanya batik tersebut Perkembangan batik Banyumasan semakin maju dan dikenal dunia luar ketika seorang misionaris Belanda yang bernama Van Osterom masuk ke daerah Banyumas memperkenalkan batik Banyumasan di kalangan bangsa Belanda atau orang manca. Untuk memenuhi minat batik bagi bangsa Belanda atau orang manca, motif-motif batik dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan keinginan mereka. Biasanya batik tersebut

Batik Banyumasan mencapai masa puncak popularitasnya pada tahun 1970. Pada masa itu di Kabupaten Banyumas terdapat kurang lebih 105 pengusaha batik. Jumlah pengrajin yang mengepul para pengobeng atau tenaga pembatik tidak terdata. Produksi mereka tergantung dari keuletan dan kerja keras pengobeng yang berjumlah sekitar 5.000-6.000 orang. Tiga puluh tahun kemudian banyak pengusaha, pengrajin, dan pengobeng yang beralih untuk mengolah lahan pertanian dan berdagang sehingga hanya tersisa kurang lebih sepuluh persennya.

Pada tahun 2003 jumlah pengusaha batik pada tahun itu hanya terdapat 12 orang dengan mempekerjakan 446 pengobeng. Mereka tetap bertahan dengan membuat batik tulis, batik cap dan beberapa diantaranya menggunakan sablon. Akibatnya harga batik lebih tinggi daripada batik printing asal daerah lain.

Pada tahun 2004 pengusaha batik di Kabupaten Banyumas hanya terdapat 50 orang yang mengikuti Paguyuban Pengusaha Batik dan pada masa sekarang sekitar tahun 2009 terdapat kurang lebih 54 pengrajin batik yang terletak di 4 Kabupaten atau 1 Karesidenan Banyumas.

Lokasi sentra batik Banyumasan berada di kecamatan Sokaraja, Kota lama Banyumas dan Kranji. Perkembangan batik di Banyumas dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah selesainya peperangan tahun 1830 yang menetap didaerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal yaitu Najendra dan beliau yang mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai merupakan hasil tenunan sendiri dan Lokasi sentra batik Banyumasan berada di kecamatan Sokaraja, Kota lama Banyumas dan Kranji. Perkembangan batik di Banyumas dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah selesainya peperangan tahun 1830 yang menetap didaerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal yaitu Najendra dan beliau yang mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai merupakan hasil tenunan sendiri dan

Pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja dan pada akhir abad ke-XIX berhubungan langsung dengan pembatik di daerah Solo dan Ponorogo. Daerah pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan warna khususnya yang sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu pembatikan mulai pula dikerjakan oleh orang-orang Cina disamping mereka juga berdagang bahan batik.