Kondisi Demografis Penduduk Tirtomoyo
4. Pelapisan Sosial Penduduk Tirtomoyo
Di dalam setiap masyarakat akan ditemui adanya pelapisan sosial. Gejala adanya pelapisan sosial itu karena dalam pergaulan antara individu ada perbedaan
penduduk dan derajat. 5 Adanya perbedaan kedudukan dan derajat dalam masyarakat
itu karena ada sesuatu di dalam masyarakat. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, selain itu juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam agama atau keturunan
dari keluarga yang terhormat. 6
Demikian pula dengan masyarakat desa Tirtomoyo mempunyai pelapisan sosial sendiri, bahwa penduduk pedesaan yang sebagian besar terdiri dari pada para petani pada umumnya memberikan penilaian yang tinggi terhadap pemilik tanah dan rumah. Pelapisan sosial para petani yang berdasarkan pemiliknya tanah itu dibeberapa
desa mempunyai variasi yang berbeda-beda, 7 maka berdasarkan pemilikan tanah masyarakat Tirtomoyo dapat digolongkan menjadi:
1. Kuli Kenceng, mereka yang mempunyai sawah, tegal, rumah dan pekarangan.
2. Kuli setengah kenceng atau mekarang, mereka yang hanya mempunyai
pekarangan dan tegal saja.
5 Koentjaraningrat. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hal 174.
6 Soerjono Sukanto. 1975. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Hal 106.
7 Koentjaraningrat. 1960. Masyarakat desa di Indonesia Masa Ini. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 157.
lain. Di samping pelapisan sosial berdasarkan pemilikan tanah yang telah disebutkan di atas masih terdapat pelapisan sosial yang lain untuk menyebut orang- orang yang mempunyai kemampuan dalam menjalankan aktivitas di bidang usaha ekonomi dan perdagangan. Orang-orang yang berhasil dalam menjalankan peranan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan disebut dengan wong swastanan. Adapun pengusaha batik di desa Tirtomoyo termasuk wong swastanan juga, ada dua orang yang mempunyai perusahaan statis yaitu Jelita dan Wasis. Adapula yang memiliki penggilingan padi, membuka toko, reparasi accu dan membuka cap salon. Meskipun mereka menjadi pengusaha batik dan termasuk sebagai wong dagang dan swastanan,
tetapi mereka juga bekerja pula sebagai petani. 8
Selain pelapisan sosial yang telah disebutkan di atas, ada yang membagi pelapisan sosial masyarakat berdasarkan luas pemilikan tanah pertanian berdasarkan per Ha. Berdasarkan luas pemilikan tanah pertanian per Ha, para petani dapat dibagi
menjadi tiga lapisan sosial masyarakat, yaitu 9 :
1. Petani lapisan atas yaitu petani yang memiliki luas tanah lebih dari 1 Ha.
2. Petani lapisan menengah yaitu petani yang memilki luas tanah 0,5 sampai 1 Ha.
3. Petani lapisan bawah yaitu petani yang memilki luas tanah kurang dari 0,5 Ha.
8 Wawancara dengan Teguh camat Tirtomoyo pada tanggal 10 juni 2010 jam 09:00 WIB 9 Wiranto, “ Pengusahaan Industri Kerajinan batik Bekonang dan Tirtomoyo tahun 1967-1977
“ Skripsi Fakultas Keguruan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 1979, hal 21.
tanah lebih dari 1 Ha. Pengusaha batik termasuk petani lapisan menengah, kemudian para buruh pengrajin batik adalah termasuk masyarakat lapisan tak bersawah dan
sisanya adalah termasuk masyarakat lapisan bawah. 10
10 Wawancara dengan Teguh camat Tirtomoyo pada tanggal 10 juni 2010 jam 09:00 WIB.
SEJARAH PERKEMBANGAN BATIKDI TIRTOMOYO TAHUN 1950-2000
A. Asal Mula Kerajinan Batik
Secara etimologi batik merupakan rangkaian kata mbat dan tik. Mbatdalam bahasa Jawa diartikan sebagai ‟ngembat‟ atau melempar berkali-kali, sedangkan tik berasaldarikatatitik.Jadimembatikberartimelempartitik-titikyangbanyakdan berkali- kali pada kain.Sehingga lama-lama bentuk-bentuk titik tersebut berhimpitan menjadi
bentuk garis. 1
Menurut Hamzuri, 2 batik adalah suatu cara membuat desain pada kain dengan
cara menutup bagian-bagian tertentu dari kain dengan malam (desain lebah). Batik pada mulanya merupakan lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting. Dalam perkembangan selanjutnya dipergunakan alat-alat lain yang lebih baik untuk mempercepat proses pengerjaaannya misalnya dengan cap.
Membatik sendiri adalah suatu pekerjaan yang mengutamakan ketiga tahapan proses, yaitu pemalaman, pewarnaan dan penghilangan malam. Berapa banyak pemalaman atau berapa kali penghilangan malam akan menunjukkan betapa
1 Sudarsono, 1985, Aspek Ritual dan Kreativitas Dalam Perkembangan Seni di Jawa, Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi). Hal 57.
2 Hamzuri. 1985. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan. Hal 1
kaya akan paduan warna. Menurut beberapa ahli sejarah, batik yang berasal dari Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, semula berasal dari India.Batik pada awal mulanya di bawa oleh para pedagang India yang kala itu sedang melakukan perdagangan dengan pedagang- pedagang pribumi di pulau Jawa. Dari proses tukar menukar barang dagangan itu, selanjutnya melahirkan informasi pemahaman tentang batik. Lambat laun orang- orang Jawa mulai mengenal batik yang kemudian memodifikasinya, dan mengembangkan dengan menggunakan bahan baku dan bahan penunjang lainnya,
sehingga berubah bentuk menjadi kain pakaian yang memiliki ciri-ciri Indonesia. 3 Pendapat lain tentang asal mula batik di Indonesia, yaitu dari RM. Sutjipto Wirjosaputro yang menyatakan bahwa asal mula kebudayaan batik di Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India, bangsa Indonesia telah lama mengenal aturan-aturan untuk menyusun syair, mengenal industri logam, teknik untuk membuat kain batik dan sebagainya, dan yang mengembangkan kesenian India di Indonesia
adalah bangsa Indonesia. 4
Ragam hias batik dapat pula dilihat di relief candi-candi yang ada di Indonesia.Ragam hias yang ada berupa pola binatang, gunung, bunga-bungaan, tumbuh-tumbuhan, sulur-suluran, gunung, mata air, yang kesemuanya merupakan khas Indonesia. Dengan demikian, asal mula batik di Indonesia masih terdapat
3 Dofa, Anesia Aryunda. 1996. Batik Indonesia. Jakarta: PT. Golden Teranyon. Hal 8.
4 Susanto SK, Sewan. 1975. Batik Modern. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Hal 307.
menyebutkan bahwa batik Indonesia merupakan kebudayaan asli Indonesia, dengan alasan bahwa dari keterangan-keterangan yang ada menyatakan bahwa bangsa Indonesia sendiri yang telah menciptakan seni batik. Hal ini terbukti pada bangunan- bangunan candi, berarti pada zaman Hindu orang sudah mengenal seni batik.Bahkan ragam hias batik yang tampak pada relief candi ada yang memiliki kesamaan dengan ragam hias batik daerah pesisir.
Ditinjau dari segi motifnya ada dua jenis batik, yaitu batik tradisional dan batik modern.Batik tradisional adalah jenis batik yang motif dan gayanya terikat pada suatu aturan dan isen-isen tertentu, seperti motif sidomukti, sidoluhur, parang rusak, dan sebagainya.Batik modern adalah semua jenis batik yang telah menyimpang dari
ikatan yang sudah menjadi tradisi tersebut. 5 Ditinjau dari segi teknik pembuatannya
atau dalam hal ini pembatikannya juga dikenal dua macam batik, yaitu batik tradisional dan batik printing. Batik tradisional meliputi: batik tulis, batik cap, atau batik kombinasi tulis dan cap yang masih dibuat dengan cara sederhana dengan menggunakan canting maupun alat cap. Batik printing adalah batik yang dibuat
dengan sistem sablon atau hand print. 6
Batik tradisional yang dimaksud dalam skripsi ini adalah batik tradisional dalam pengertian teknik pembuatannya, terlepas dari persoalan apakah batik itu bermotif tradisional ataukah bermotif modern yang sudah menyimpang. Atau dengan
5 Ibid , hal 12 6 Simandjuntak, Edward. S. 1982. „Batik Tradisional Makin Terpojok, Labelisasi untuk apa?‟
Dalam Prisma. No. 72.Hal. 73-83.
baik yang bermotif tradisional maupun yang bermotif modern. Dalam masa perkembangannya kain batik mempunyai bermacam-macam ragam hias, sesuai dengan jalan alam pikiran manusia.Oleh karena kain batik cepat rusak, sehingga tidak mungkin terdapat peninggalan-peninggalan yang otentik sebagai bukti peninggalan purbakala.Untuk meneliti dan menganalisa perkembangan seni batik dari zaman dahulu, yaitu dengan melihat relief maupun arca pada candi- candi. Sebagai contoh ragam hias batik yang ada di Indonesia, antara lain: Semen Rama, Parang Rusak, Parang Kusumo, Parang Baris, Kawung Prabu, Limar,
Buketan, Sido Asih, Sido Luhur, Sido Mukti, Sido Mulyo, dll. 7
Parang Kusumo
Kawung
7 Haryono, Bejo. 2004. Makna Batik dalam Kosmologi Orang Jawa. Yogyakarta: Direktorat Permuseuman, Hal 15.
Sido Mukti Sido Mulyo
Gambar 1.
Contoh ragam hias batik yang ada di Indonesia
Sumber: www.batikindonesia.com. (Minggu, 15 April 2012, 20:33
WIB).
Satu hal yang agak jelas adalah bahwa perkembangan batik di Jawa senantiasa dikaitkan dengan perkembangan seni kreatif di sekitar kehidupan istana kerajaan Jawa seperti Surakarta dan Yogyakarta, motif-motif tertentu dari batik itu pada mulanya dimaksudkan sebagai mekanisme untuk mempertahankan nilai
dan cara berpakaian telah menimbulkan keahlian di bidang pertekstilan yang kini dikenal sebagai batik. Pekerjaan membatik menjadi suatu aktivitas rumah tangga di pusat-pusat istana yang besar seringkali dikerjakan oleh para istri pelayan pejabat istana tingkat rendah (abdi dalem), ini menunjukkan bahwa kerajinan tekstil pada masa itu, didominasi oleh kaum wanita.Di beberapa tempat penggerak kerajinan batik ini adalah para selir (isteri raja yang bukan permaisuri), baik yang tinggal didalam atau diluar istana atau kraton.Tidak mengherankan apabila dahulu kain batik hanya dipakai kalangan bangsawan dan priyayi oleh karena memang ada hubungan historis yang erat antara pembuatan batik dan kebudayaan tinggi istana.
Pemakaian batik terus berkembang ke luar kalangan bangsawan dan bukan sekedar menjadi pakaian tradisional, melainkan juga dipakai sebagai bahan sandang.Akhirnya aktivitas pembatikan berkembang menjadi industri dan berkembang pulalah metode produksi serta perluasan pasar sampai keluar istana. Menurut Geertz, dalam perkembangan dan perluasan pasar inilah yang mendorong kaum santri untuk memasuki industri kerajinan batik. Itulah sebabnya mengapa sampai sekarang banyak perusahaan batik dijalankan oleh para santri di daerah- daerah kantong santri (santri enclave) semacam Laweyan Surakarta, Kotagede, Pekalongan, dan lain-lainnya.Perkembangan dan perluasan pemakaian batik terus berlanjut, sehingga teknologi batik pun terus berkembang pula dengan pesatnya.
hias batik, yaitu ragam hias geometris dan ragam hias non-geometris. Yang termasuk golongan geometris adalah:
1. Garis miring atau parang
2. Garis silang atau ceplok
3. Anyaman dan Limar Yang termasuk golongan non-geometris adalah:
1. Semen, terdiri dari flora, fauna, meru, lar dan sejenis itu yang ditata secara serasi.
2. Lunglungan
3. Buketan, dari kata bahasa Prancis atau Belanda bonquet jelas merupakan ragam hias pengaruh dari luar dan termasuk ragam hias pesisir. Sejak zaman penjajahan Belanda, batik ditinjau dari daerah penghasilnya,
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Batik Vorstenlanden
Yaitu batik dari daerah pedalaman (Surakarta dan Yogyakarta).Di zaman penjajahan Belanda, kedua daerah ini merupakan daerah kerajaan dan dinamakan daerah Vorstenlanden, hingga saat ini kedua kerajaan itu masih memiliki kharisma.
8 Djoemena, Nian S. 1986. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan. Hal 7.
Gambar 2.
Batik Vorslanden zaman penjajahan Belanda
Sumber: www.batikindonesia.com. (Minggu, 15 April 2012, 20:33
WIB).
Batik Pedalaman (Vorstenlanden), khususnya daerah Surakarta dan Yogyakarta, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Ragam hias motif batiknya bersifat simbolisme berlatar belakang kebudayaan Hindhu-Jawa dan Warna sogan, indigo (biru), hitam dan putih.
Batik Surakarta
Batik Yogyakarta
Gambar 3.
Batik Pedalaman khususnya daerah Surakarta dan Yogyakarta
Sumber: www.batikindonesia.com. (Minggu, 15 April 2012, 20:33 WIB) Sumber: www.batikindonesia.com. (Minggu, 15 April 2012, 20:33 WIB)
1. Yang paling utama adalah dalam hal perpaduan tata ragam hias. Ragam hias batik Yogya pada umumnya condong pada perpaduan berbagai ragam hias geometris , dan umumnya berukuran besar. Sedangkan ragam hias batik Surakarta condong pada perpaduan ragam hias geometris-non geometris-geometris dengan ukuran yang lebih kecil.
2. Warna putih batik Yogya lebih terang dan bersih, sedangkan batik Surakarta warna putihnya agak kecoklatan (ecru).
3. Warna hitam pada batik Yogya agak kebiruan sedangkan batik Surakarta kecoklatan.
4. Umumnya warna babaran serta sogan antara batik dari kedua daerah tersebut agak berbeda. Babaran adalah proses pencelupan terakhir dengan sogan. 9 Pemakain batik pada mulanya sangat berkaitan dengan aktivitas seremonial dan ritual tertentu, seperti upacara-upacara adat yang sebagian besar berorientasi pada tata cara kerajaan/kraton, misalnya upcara jumenengan (penobatan raja), pisowanan (upacara menghadap raja), upacara garabeg, dan lain sebagainya. Pemakaian batik juga berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya transedental atau berlatar belakang magis, misalnya: para pengantin biasanya memakai kain batik motif sidoluhur atau sidomukti dengan harapan agar kedua mempelai selalu memperoleh kesejahteraan dan
9 Ibid . Hal 22.
memakai kain batik bermotif parang rusak karena bisa mengakibatkan rusaknya tali perkawinan, dan lain-lainnya.
Dalam perkembangannya, motif-motif batik yang menjadi larangan tersebut tampaknya telah menjadi pakaian kebanyakan sehari-hari.Setiap penciptaanmotif batik klasik pada mulanya selalu diciptakan dengan makna simbolisme dalam falsafah Jawa. Maksud dari usaha penciptaan pada jaman ituagar memberi kesejahteraan, ketenteraman, kewibawaan dan kemuliaan serta memberi tanda status sosial bagi si pemakai dalammasyarakat.Motifbatiktidakdibuatsecarasembarangan,tetapimengikuti aturan-aturan yangketat. Hal ini dapat dipahami karena pembuatan batik yang sering dihubungkan dengan mitologi, harapan-harapan, penanda gender, status sosial, anggota klan, bahkan dipercaya mempunyai kekuatan gaib. Motif batikJawamempunyaihubungandenganstatussosial,kepercayaan,danharapanbagi
si pemakai. 10 Aturan yang dikeluarkan dari Kraton Surakarta yaitu pada tahun 1769 oleh Paku Buwono III (1749-1788), sebagai berikut: “Anadene arupa jajarit kang kalebu ing larangan ingsun: batik sawat lan
batik parang rusak, batik cumangkiri kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng, daragem, lan tumpal. Anadene batik cumangkiri ingkang acalacap lung-
10 DjokoDwiyanto&DSNugrahani. 2000.PerubahanKonsepGenderDalamSeni Batik Tradisional Pedalamandan Pesisiran . Yogyakarta: Pusat Studi WanitaUGM, Hal 3 10 DjokoDwiyanto&DSNugrahani. 2000.PerubahanKonsepGenderDalamSeni Batik Tradisional Pedalamandan Pesisiran . Yogyakarta: Pusat Studi WanitaUGM, Hal 3
parang rusak, batik cumangkiri yang berupa motif modang bangun tulak, lenga teleng, daragem, dan tumpal. Adapun batik cumangkiri yang berupa motiflunglungan atau kekembangan (bunga), saya ijinkan dipakai oleh patih saya, dan keluarga
bangsawan, abdi dalem wedana. 11
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa batik yang tidak boleh dikenakan sembarang orang adalah batik dengan motif sawat, parang rusak dan cumangkiri, batik ini biasa disebut dengan batik larangan.Batik ini hanya boleh dikenakan oleh para keluarga raja, bangsawan, dan orang-orang kraton. Selain aturan dari Paku Buwono III dari Kraton Surakarta, dari Kraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII, motif batik yang menjadi pedoman utama untuk menentukan status sosial derajad kebangsawanan seseorang diatur dalam Pranatan Dalem Jenenge Pananggo Keprabon Ing Keraton Nagari Ngajokjakarta tahun
b. Batik Pesisir
Batik pesisir merupakan batik yang pembuatannya dikerjakan diluar daerah pedalaman (Surakarta dan Yogyakarta), yang termasuk daerah pesisir adalah daerah yang terdapat disepanjang pantai utara Jawa, seperti Jakarta, Indramayu, Cirebon,
11 Hasanudin. 2001. Batik Pesisiran Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik . Bandung: PT. Kiblat Buku Utama, hal 23.
12 Haryono, Bejo. 2004. Makna Batik dalam Kosmologi Orang Jawa. Yogyakarta: Direktorat Permuseuman, hal 27.
berdasarkan sifat corak dan warna dasarnya, serta keunikan dari daerah masing-
masing. 13
Batik Pekalongan
Batik Cirebon
Gambar 4.
Batik Pesisir yang ada di daerah Pekalongan dan Cirebon.
Sumber: www.batikindonesia.com.(Minggu, 15 April 2012, 20:33 WIB).
Batik pesisir memiliki ciri-ciri sebagai berikut:Ragam hias motif batiknya bersifat natural dan mendapat pengaruh kebudayaan asing secara dominan dan Warna
beraneka ragam. 14
B. Sejarah Perkembangan Batik di Tirtomoyo
Asal mula batik di Tirtomoyo itu asalnya dari keraton Surakarta. Mula-mula batik didalam kerajaan atau keraton hanya merupakan kerja sambilan bagi putri keraton yang nantinya akan dipersembahkan untuk kekasihnya, juga untuk kepentingan (pakaian) raja dan para kerabat keraton. Raja hanya memilih orang-orang
13 Djoemena, Nian S, op.cit, Hal 7. 14 Ibid , Hal 8.
batik.Oleh karena raja dan seluruh kerabat keraton memerlukan kain batik, maka raja mengutus para lurah mencari daerah penghasil batik.Melalui lurah tersebut didapat daerah Laweyan yang menjadi pusat pembuatan kain batik di wilayah kekuasaan keratin Surakarta.Laweyan sendiri berasal dari kata Lawe yang artinya benang, karena pada zaman dahulu tempat ini adalah tempat pembuatan kain tenun.Mulai dari sinilah kain batik berkembang semakin besar dan dampaknya mulai menjalar ke pelosok daerah teruatama daerah Tirtomoyo yang merupakan pusat dari kegiatan batik di daerah Wonogiri.
1. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda
Masyarakat Tirtomoyo sudah memiliki perusahaan industri kerajinan batik meskipun masih sangat sederhana.Ruang gerak mereka masih sangat terbatas dan hanya menjadi pengusaha kecil, kedudukan keuangan mereka masih sangat lemah dan kesempatan untuk maju masih sangat minim.Hal ini dikarenakan politik pemerintah Hindia Belanda yang sangat menekan kemajuan bangsa Indonesia disegala bidang kehidupan masyarakat.Pemerintah Hindia Belanda dalam perdagangan dan ekonomi lebih percaya pada masyarakat pendatang yaitu masyarakat Tiong Hoa dan Arab. Mereka diharapkan mampu menekan kemajuan ekonomi dan perdagangan para bumiputera dengan cara memberikan perlindungan dan hak istimewa kepada golongan tersebut daripada kepada pedagang asli Masyarakat Tirtomoyo sudah memiliki perusahaan industri kerajinan batik meskipun masih sangat sederhana.Ruang gerak mereka masih sangat terbatas dan hanya menjadi pengusaha kecil, kedudukan keuangan mereka masih sangat lemah dan kesempatan untuk maju masih sangat minim.Hal ini dikarenakan politik pemerintah Hindia Belanda yang sangat menekan kemajuan bangsa Indonesia disegala bidang kehidupan masyarakat.Pemerintah Hindia Belanda dalam perdagangan dan ekonomi lebih percaya pada masyarakat pendatang yaitu masyarakat Tiong Hoa dan Arab. Mereka diharapkan mampu menekan kemajuan ekonomi dan perdagangan para bumiputera dengan cara memberikan perlindungan dan hak istimewa kepada golongan tersebut daripada kepada pedagang asli
Oleh karena itu, usaha-usaha kearah emansipasi ekonomi selalu ditekan dan pengalaman yang mengecewakan itu sebagai akibat sistem sosial ekonomi yang menghalangi usaha perekonomian bangsa Indonesia, memaksa terbentuknya
solidaritas 16 di kalangan kaum pedagang di Kecamatan Tirtomoyo. Hal ini di awali
dengan berdirinya suatu organisasi dagang di Solo pada tahun 1911 oleh H. Samanhudi seorang pengusaha batik di Kampung Laweyan yang merupakan pusat dari industri batik di Jawa Tengah yang organisasi tersebut bernama Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan baru ini berdasarkan koperasi perdagangan untuk bertahan melawan leverencier bangsa Tiong Hoa, dengan memakai simbol agama Islam dan dasar koperasi perkumpulan ini banyak menarik saudagar bangsa Jawa dan rakyat pada umumnya.
Berdirinya Sarekat Dagang Islam disambut baik oleh para pengusaha batik di kota Solo dan daerah sekitarnya yang mengaharapkan dapat mempertahankan persaingan dengan para pedagang Tiong Hoa. Selanjutnya propaganda-propaganda tentang Sarekat Dagang Islam mulai disebar luaskan ke daerah-daerah. Penyebaran ini dapat berjalan lancar dan sangat besar hasilnya, dimungkinkan karena anggota- anggota Sarekat Dagang Islam adalah pedagang yang biasa merantau ke luar daerah
15 Slamet Mulyana. 1960. Nasionalisme sebagai Modal Perjuangan Bangsa Indonesia. Jilid 1. Jakarta Pustaka. Hal 195.
16 Sartono Kartodirdjo. 1967. Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia Abad XIX-XX. Lembaran Sejarah I . Jogyakarta : Seksi Penelitian Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Dan Kebudayaan
UGM. Hal 34.
pedagang dalam daerah Surakarta dan daerah Tirtomoyo Wonogiri. Meskipun SDI mulai memperhatikan nasib para usahawan batik dengan membela mereka terhadap sikap merugikan pedagang kemudian mereka mendirikan koperasi-koperasi batik. Tetapi karena rintangan-rintangan yang datangnya dari para pengusaha adalah pada bahan baku maka baik para importer (perusahaan asing) dan juga pedagang perantaranya sampai pada pengecernya yang umumnya dipegang oleh orang-orang Cina, Arab dan India maka usaha SDI mengalami kegagalan dan satu persatu koperasi mengalami gulung tikar.
Kegagalan ini juga disebabkan oleh beratnya prasyarat dan penyelenggaraan koperasi yang diatur peraturan pada masa itu.Jadi koperasi batik yang didirikan oleh SDI itu lebih merupakan gerakan idiil dari para gerakan komersiil.Pembentukan koperasi merupakan suatu hal yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pergerakan kebangsaan.Untuk membatasi perkembangan tumbuhnya koperasi yang direstui oleh gerakan kebangsaan itu, maka Pemerintah Kolonial mengeluarkan peraturan koperasi. Berdasarkan peraturan koperasi beskuit 7 April no. 431 tahun 1915, rakyat tidaklah mungkin mendirikan koperasi karena:
1. Mendirikan koperasi harus mendapat izin dari Gubernur Jenderal
2. Akte dibuat dengan perantara notaries dan dalam bahasa Belanda.
3. Ongkos materai 50 gulden, hak tanah harus menurut hokum Eropa.
4. Harus diumumkan di Javache Courent, yang biasanya juga tinggi. 17 Dengan keluarnya peraturan tersebut, bagi rakyat Indonesia sangat
memberatkan baik untuk mendirikannya ataupun melakukannya. Peraturan tersebut
17 Dewan Koperasi Indonesia, Sejarah Singkat Tentang Pergerakan Koperasi di Indonesia, Surakarta. PKPN Kotamadya Surakarta, 1978. Hal 2.
Akhirnya pemerintah membentuk suatu panitia koperasi yang bertujuan untuk memperkembangkan koperasi. Akhirnya pada tahun 1929 Partai Nasionalis Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta, dengan adanya konggres inilah semangat koperasi berkobar dan didirikan koperasi dimana-mana dan dalam berbagai
bentunya. 18 Dalam industri batik, koperasi yang pertama kali dibentuk di Surakarta
adalah Inl Coperative Vereniging yaitu Persatuan Perusahaan batik Bumi Putera Surakarta (PPBS) yang didirikan pada tahun 1937, yang ruang kerjanya meliputi wilayah Sekarisidenan Surakarta tidak terkecuali wilayah Tirtomoyo.
2. Pada Masa Penjajahan Jepang
Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang.Dengan penyerahan itu berarti telah berakhir pula masa penjajahan Belanda di Indonesia dan diganti masa penjajahan Jepang.Pada masa ini merupakan bencana bagi rakyat Indoneia, lebih-lebih kehancuran dalam segi ekonomi.Kaptal-kapital pada masa itu hilang disebabkan karena dihancurkan oleh tentara sekutu, akibatnya pada masa pendudukan Jepang sistem ekonomi lumpuh
total. 19 Untuk mengatasi kesukaran ekonomi maka pemerintah Jepang ikut campur
tangan dalam soal yang berhubungan dengan bidang ekonomi. Pemerintah Jepang
18 Wahyu Sukatjo, Sejarah Perkembangan Permasalahan dan Peranan Koperasi. Dalam Prisma , No 6, tahun VII Juli 1978.Hal 32.
19 Sartono Kartodirdjo (dkk). Sejarah Nasional Indonesia VI.Jakarta; Balai Pustaka 1977.Hal 143.
rakyat yang diberi nama Kumai yang tidak lain adalah organisasi yang bertugas sebagai wadah para pengrajin batik. Di daerah Surakarta sendiri yang merupakan pusat wilayah industri batik diberi nama Batik Kogja Kumai yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi batik. Akan tetapi Batik Kogja Kumai tidak berpengaruh yang signifikan terhadap industri batik di daerah Tirtomoyo. Hal ini dikarenakan warga Desa Tirtomoyo diwajibkan untuk memasukkan padi kepada pemerintah Jepang yang lazim disebut dengan “jatah padi” dan selain itu juga dikarenakan bahan baku pembuatan batik yang sangat sulit diperoleh. Bisa dikatakan bahwa di daerah Tirtomoyo setelah pemerintah Jepang berkuasa banyak industri batik
yang gulung tikar dan mengalami kehancuran total. 20
3. Pada Masa Kemerdekaan tahun 1949 sampai tahun 1952.
Di beberapa daerah bermunculan organisasi batik dan salah satunya di daerah Surakarta adalah koperasi Batari (Batik Timur Asli Republik Indonesia), yang pada akhirnya melebur menjadi satu yang bernama Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Akan tetapi dalam perkembangannya, organisasi ini masih mengalami hambatan dalam melakukan kegiatannya karena bahan baku pembuatan batik masih dikuasai oleh Pemerintah Federal Belanda.
Setelah penyerahan kedaulatan Negara secara penuh pada tanggal 31 Desember 1949, organisasi batik mulai muncul kembali peranannya sehingga
20 Wawancara dengan Darto warga desa Tirtomoyo pada tanggal 28 juni 2010 jam 12:30 WIB.
tahun 1952 Pemerintah menyelenggarakan pola bahan batik, semua kegiatan impor dan distribusi bahan baku batik diatur oleh suatulembaga yang bertugas untuk mencari dan mengimpor bahan baku batik sedangkan GKBI sendiri bertugas sebagai distributornya. Dengan demikian kestabilan harga dan perkembangan industri batik dapat berjalan dengan stabil.
C. Pertumbuhan Industri Kerajinan Batik di Tirtomoyo
1. Industri Kerajinan Batik di Tirtomoyo
Latar belakang timbulnya industri sederhana (industri kecil) di desa, khususnya industri kerajinan batik adalah industri yang didirikan oleh penduduk desa dan yang terletak di desanya.Para pengusaha batik di desa Tirtomoyo yang dulunya merupakan berasal dari tukang-tukang yang karena mendapatkan kemajuan ekonomi dapat menghimpun faktor-faktor produksi yang diperlukan sehingga dapat mendirikan industri-industri batik sendiri yang pada akhirnya berkembang menjadi
usaha yang lebih besar. 21
Faktor pengusaha inilah merupakan ukuran dalam memberi arti istilah industri desa.Pengusahanya terdiri dari para penduduk desa.Jadi yang mempunyai inisiatif untuk mendirikan industri desa adalah para penduduk desa. Namun perlu diketahui bahwa industri desa ini merupakan suatu proses yang selalu berkembang dari yang
21 Wawancara dengan Darto warga desa Tirtomoyo pada tanggal 28 juni 2010 jam 12:30 WIB.
disengaja atau secara sukarela penduduknya mempunyai minat mempelajari kecakapan berindustri.Secara umum industri muncul karena faktor keduanya.Salah satu hal yang amat penting harus ada bagi industri adalah adanya tenaga kerja yang terlatih.Karena dalam hal ini kecakapan bagi petani yang terutama ahli dalam mengolah tanah atau sawah saja tidak cukup untuk membangun subuah industri.Bilamana kecakapan untuk bekerja ini belum ada maka industri tidak bisa dibangun. Yang penting kcakapan berindustri ini dapat lahir di desa dengan jalan disengaja atau dengan sukarela yaitu warga setempat bersedia mempelajari cara berindustri yang sederhana.
Timbulnya kecakapan kerja sebagai tenaga industri ini akan menimbulkan semangat borjuis atau semangat kapitalis. Menurut seorang ahli sosiologi yang bernama Sombart, tukang-tukang dan saudagar telah memiliki semangat kapitalis yang terutama bertujuan mengejar keuntungan. Sifat-sifat lain adalah hemat, sederhana, rasional dan setia menepati janji. Demikian halnya pada orang-orang yang mulai dapat bekerja berindustri ini sifat-sifat tersebut akan timbul. Adapun para pengusaha di desa itu merupakan suatu proses. Untuk membicarakan mengenai timbulnya para pengusaha di desa dapat ditinjau dari keadaan politik dan ekonomi sebelum perang Kemerdekaan Indonesia, masyarakat Jawa sekitar tahun 1800 kehidupan ekonominya dibedakan menjadi dua macam yaitu ikatan secara feodal dan Timbulnya kecakapan kerja sebagai tenaga industri ini akan menimbulkan semangat borjuis atau semangat kapitalis. Menurut seorang ahli sosiologi yang bernama Sombart, tukang-tukang dan saudagar telah memiliki semangat kapitalis yang terutama bertujuan mengejar keuntungan. Sifat-sifat lain adalah hemat, sederhana, rasional dan setia menepati janji. Demikian halnya pada orang-orang yang mulai dapat bekerja berindustri ini sifat-sifat tersebut akan timbul. Adapun para pengusaha di desa itu merupakan suatu proses. Untuk membicarakan mengenai timbulnya para pengusaha di desa dapat ditinjau dari keadaan politik dan ekonomi sebelum perang Kemerdekaan Indonesia, masyarakat Jawa sekitar tahun 1800 kehidupan ekonominya dibedakan menjadi dua macam yaitu ikatan secara feodal dan
Pada tanggal 8 Maret 1963, Presiden Soekarno mengumumkan Deklarasi Ekonomi (Dekon), yang isinya berisi tentang pencabutan hak-hak GKBI sebagai importer bahan baku industri batik. Dampak lain dengan adanya deklarasi tersebut adalah semakin meningkatnya penghasilan para pengusaha batik sedangkan bagi para buruh batik penghasilan mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup karena harga kebutuhan hidup yang semakin melonjak tinggi. Dampak yang lebih besar adalah inflasi ekonomi yang memperburuk perekonomian.
Adanya pencabutan hak importer bahan baku dari GKBI ini maka muncul system penjatahan kepada para pengusaha batik dengan harga resmi yang akibatnya terjadi dua pasar dan dua harga. Adanya inflasi yang terus naik menimbulkan harga batik menjadi pendorong bagi perluasan penawaran. Pengusaha batik yang kekurangan bahan batik dari jatah koperasi dan pengusaha batik yang tak terjatah saling menimbulkan perbedaanakanharga bahan baku batik di pasar bebas. Meskipun pada tahun 1960 - 1980 di desa Tirtomoyo ada penambahan dalam hal jumlah penggusaha batik, dalam hal ini mereka pada umumnya adalah seorang petani dan pegawai.
22 Burger. 1962. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jilid 1, cetakan ketiga. Jakarta. Pradnyaparamita. Hal 93.
yang ikut-ikutan saja tanpa persiapan dan pengalaman yang cukup dalam usaha batik,
mereka hanyalah menginginkan keuntungan dari adanya system lisensi. 23 Hal ini
dapat dibuktikan setelah pemerintah mencabut subsidi dan hak istimewa bagi import bahan batik, para pengusaha batik yang baru ini sebagian besar lenyap dan tidak pernah muncul lagi. Pada jaman lisensi para pengusaha batik yang lama dan yang baru untuk memperoleh jatah bahan baku batik yang diperlukan banyak yang mengelabuhi petugas pemberi jatah, karena banyak sedikitnya jatah tergantung dari jumlah peralatan pembatikan. Faktor itu antara lain gawangan, anglo, wajan dan buruh pabrik, sedangkan para petugas yang akan memeriksa membeirtahukan akan kedatangannya, sehingga para pengusaha batik dapat membeli bahan baku sebanyak- banyaknya dengan cara mendatangkan para buruh batik pada waktu pemeriksaan saja. Karena mudahnya pemberian lisensi ini maka hampir sebagian masyarakat desa Tirtomoyo menjadi pengusaha batik.
Pada tahun 1961, Jawatan Koperasi menertibkan organsasi koperasi yang ada di beberapa daerah, antara lain memecah koperasi primer yang ada di Surakarta yaitu BATARI. Koperasi BATARI yang semula meliputi daerah kerja seluruh Karesidenan Surakarta diharuskan melepaskan daerahnya di Kabupaten untuk membentuk sebuah koperasi sendiri. Untuk kabupaten Wonogiri, para pengusah batik dialihkan ke koperasi yang berkedudukan di Tirtomoyo, karena dalam peraturan tersebut
23 Wawancara dengan Kaharudin Ahmad Pengusaha Batik Tirtomoyo pada tanggal 25 Juni 2010 jam 10:00 WIB.
Kabupaten, sehingga para pengusaha batik di daerah Kabupaten Wonogiri pada tanggal 8 Juli 1962 mendirikan sebuah koperasi yang diberi nama batik Buwono. Koperasi ini sendiri baru mendapatkan hak badan hukum pada tanggal 16 Maret 1965 dan diterima menjadi anggota GKBI pada tahun itu juga.
Untuk mengetahui perkembangan industri batik di daerah Desa Tirtomoyo sejak tahun 1950-2000 dapat dilihat dari pertambahan pengusaha batik setiap tahunnya dalam tabel 4.
TABEL 4 JUMLAH PENGUSAHA KERAJINAN BATIK DI TIRTOMOYO YANG MENJADI ANGGOTA KOPERASI
TAHUN
JUMLAH PENGUSAHA
Sumber :Koperasi batik Tirtomoyo.
Dari tabel 4 tersebut dapat dilihat perkembangan kehidupan industri kerajinan batik mengalami kemajuan yang cukup baik. Bertambahnya pengusaha batik menunjukkan bahwa pasar batik semakin ramai, hal ini tidak terlepas dari kebijakan Dari tabel 4 tersebut dapat dilihat perkembangan kehidupan industri kerajinan batik mengalami kemajuan yang cukup baik. Bertambahnya pengusaha batik menunjukkan bahwa pasar batik semakin ramai, hal ini tidak terlepas dari kebijakan
2. Proses Produksi Batik
Proses produksi merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk mengubah bahan baku sampai menjadi barang jadi, sehingga dapa menambah kegunaan suatu benda.
Teknik membuat batik tradisional meliputi seluruh proses pekerjaan yang cukup panjang terhadap kain mori sejak dari permulaan hingga menjadi kain batik. Pekerjaan ini meliputi tahap persiapan dan tahap pokok. Pada tahap persiapan maka yang dikerjakan adalah mempersiapkan kain mori sehingga siap untuk dibatik, yaitu (1) memotong mori sesuai dengan ukuran yang dikehendaki; (2) mencuci (nggirah atau ngetel); (3) menganji (nganji) dan (4) menyetrika (ngemplong). Pada tahap pokok proses pembatikan yang sebenarnya dimulai, yaitu meliputi tiga macam pekerjaan: (1) pembuatan motif batik dengan melekatkan lilin batik (malam) pada kain. Ada beberapa cara pelekatan lilin ini, yaitu dengan dilekatkan atau ditulis dengan alat yang disebut canting, canting cap, atau dilukis dengan kuwas (jegul). Lilin atau malam adalah campuran dari beberapa bahan, seperti gondorukem, matakucing, parafin atau microwox, lemak atau minyak nabati, dan kadang-kadang dicampur dengan lilin lebah atau lanceng; (2) pewarnaan batik yang dilakukan Teknik membuat batik tradisional meliputi seluruh proses pekerjaan yang cukup panjang terhadap kain mori sejak dari permulaan hingga menjadi kain batik. Pekerjaan ini meliputi tahap persiapan dan tahap pokok. Pada tahap persiapan maka yang dikerjakan adalah mempersiapkan kain mori sehingga siap untuk dibatik, yaitu (1) memotong mori sesuai dengan ukuran yang dikehendaki; (2) mencuci (nggirah atau ngetel); (3) menganji (nganji) dan (4) menyetrika (ngemplong). Pada tahap pokok proses pembatikan yang sebenarnya dimulai, yaitu meliputi tiga macam pekerjaan: (1) pembuatan motif batik dengan melekatkan lilin batik (malam) pada kain. Ada beberapa cara pelekatan lilin ini, yaitu dengan dilekatkan atau ditulis dengan alat yang disebut canting, canting cap, atau dilukis dengan kuwas (jegul). Lilin atau malam adalah campuran dari beberapa bahan, seperti gondorukem, matakucing, parafin atau microwox, lemak atau minyak nabati, dan kadang-kadang dicampur dengan lilin lebah atau lanceng; (2) pewarnaan batik yang dilakukan
3. Sistem kerja dalam usaha industri kerajinan batik
Sistem kerja yang diselenggarakan para pengusaha batik di daerah Tirtomoyoadalah sebagai berikut:
a. Garap langsung Adalah suatu sistem kerja dimana para seluruh pengrajin batik harus menyelesaikan pekerjaannya di tempat pengusaha batik.Baik yang masih menggunakan rumahnya sebagai bengkel kerjanya maupun yang sudah mempunyai bengkel sendiri.
Garap langsung ini lebih mudah dilakukan untuk buruh pengrajin batik pria dari pada buruh pengrajin wanita.Sebab lebih mudah dijalankan buruh pengrajin pria karena tahapan yang harus dijalankan pada umumnya tidak memungkinkan untuk dibawa pulang.Memerlukan peralatan dan ramuan khusus untuk tahapan pekerjaannya, yang perlu mendapat pengawasan mandiri dari pihak pengusaha batik.
Sedangkan tahapan pekerjaan yang dijalankan untuk buruh pengrajin batik wanita, dimungkinkan untuk dibawa pulang, karena hanya menggunakan peralatan yang sederhana dalam menyelesaikan tahapan pekerjaannya.Pada sistem garap
24 Soetopo, S. 1956. Batik. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 3-5.
sedangkan untuk buruh pengrajin wanita dengan upah borongan.
b. Garap luar atau Sanggan. Adalah suatu sistem kerja dimana pengusaha batik membagi-bagikan bahan pada buruuh pengrajin batik untuk dikerjakan di rumah mereka masing – masing dengan diberi upah borongan.
Kerja langsung atau sanggan ini bagi buruh pengrajin batik sangat menguntungkan, sebab selain dikerjakan dirumah, waktu mengerjakannya bisa sewaktu – waktu. Untuk tahap pengerjaannya dapat mengerahkan anggota keluarganya.
4. Pemasaran Batik
Masalah pemasaran sangat penting karena berhasil tidaknya pemasaran menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Bila pemasaran berhenti akan berakibat pula timbulnya suatu penumpukan hasil produksi dari perusahaan. Pentingnya pemasaran ini berlaku pula dalam perusahaan industry kerajinan batik di Tirtomoyo.
Para pengusaha batik di Tirtomoyo menjual hasil produksinya dengan cara menjual langsung ke konsumen maupun kepada pedagang perantara. Para pedagang perantara tingkat desa umumnya adalah pedagang kecil eceran yaitu para pedagang yang menjual eceran langsung kepada konsumen.Para pedagang tingkat desa ini datang sendiri ke tempat pengusaha batik untuk mengadakan transaksi pembelian Para pengusaha batik di Tirtomoyo menjual hasil produksinya dengan cara menjual langsung ke konsumen maupun kepada pedagang perantara. Para pedagang perantara tingkat desa umumnya adalah pedagang kecil eceran yaitu para pedagang yang menjual eceran langsung kepada konsumen.Para pedagang tingkat desa ini datang sendiri ke tempat pengusaha batik untuk mengadakan transaksi pembelian
pengusaha dan membawa dagangannya sendiri menuju kota, kemudian menjualnya ke sejumlah pasar yang ada di kabupaten Wonogiri maupun yang ada di Surakarta yaitu pasar Klewer.
D. Perkembangan Ragam Hias Batik di Tirtomoyo Tahun 1950-2000
Pada mulanya penduduk Tirtomoyo membuat batik masih dengan cara tulis (menggunakan tangan saja, dan motif-motifnya pun masih meniru motif dari kraton, berupa motif Ceplok, Limar, Semen, Parang, Lunglungan), juga cara mewarnainya masih memakai soga Jawa (pewarna dari bahan tumbuh-tumbuhan) yang otomatis memerlukan waktu yang lama. Batik Wonogiren berasal dari Wonogiri, yang kemunculannya berawal dari kegiatan membatik, tepatnya di Kecamatan Tirtomoyo.Batik Wonogiren memiliki ciri khas motif retakan-retakan disebut dengan remakan atau remukan.Motif remukan tidak sekedar menjadi ciri khas, tetapi bagian dari batik Wonogiren. Hal tersebut menambah nilai estetika, yang membedakan dengan karya batik dari daerah lain. Nilai estetika tersebut bersifat objektif dan murni
terlihat pada garis, bentuk, serta warna. 25