Studi Literatur TEH_DOKUMEN ORIENTASI CLUSTER PENELITIAN

6017 dengan klon UPASI-9 yang tahan akan kekeringan Balasubramanian., et al. 2010 dan di Indonesia hal tersebut belum dilakukan. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, diharapkan dalam waktu dekat ini dapat diketahui cara yang efektif untuk mengurangi dampak kekeringan di perkebunan teh melalui pemanfaatan bioorganisme tanah dan penggunaan klon yang tahan kekeringan melalui proses grafting. Tujuan jangka panjang adalah menghasilkan klon unggul baru yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan tanpa melalui grafting sebagai bagian dari paket teknologi untuk menanggulangi masalah kekeringan di perkebunan teh di Indonesia.

III. Studi Literatur

Ditinjau dari lintasan fotosintesisnya, teh merupakan tipe tanaman C3 dengan hasil antara fotosintesis asam glikolat Roberts dan Keys, 1981. Tipe tanaman ini menyukai udara sejuk antara 20 o hingga 30 o C untuk mencapai pertumbuhan dan produksi bahan kering yang optimal Stoskopf, 1981. Hal itulah yang menyebabkan teh di Indonesia cocok untyuk dikembangkan di daerah pegunungan. Selain persyaratan suhu udara, hal lain yang penting bagi tanaman teh adalah curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun. Curah hujan minimum yang dikehendaki adalah 1,150 mm hingga 2,000 mm per tahun, dan tidak menghendaki adanya bulan kering lebih dari 2 bulan Sukasman, 1990. Sebagai dampak dari global warming musim kemarau yang terjadi semakin keras dan seringkali dengan interval waktu yang lebih lama. Penelitian teh di Indonesia untuk mengurangi dampak dari kekeringan ini baru sebatas perbaikan sistem budidaya, mulai dari penelitian jenis pohon pelidung yang cocok di perkebunan teh hingga jarak tanamnya, penelitian mengenai waktu pangkasan, mulching, waktu pemupukan, dan sistem irigasi yang efektif dan efisien. Penelitian mengenai aspek lain yang mungkin bisa digunakan untuk menanggulangi masalah kekeringan belum tersentuh dengan baik. Vasikular Arbuskular Mikoriza VAM, dikatehui dapat mengurangi efek kekeringan pada tanaman dengan membantu tanaman mengikat unsur P. Seperti diketahui bahwa unsur P ini terkait langsung dengan kandungan air dalam tanah, kurangnya ketersediaan air dalam tanah dapat menurunkan koefisien difusi P dan suplai P ke dalam akar Sarief, 1985. VAM sendiri sudah umum diteliti pada tanaman pangan, dan diketahui bahwa dengan adanya VAM dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi kekeurangan air. Hal ini menurut Sentosa 1991 diakibatkan oleh adanya penurunan resistensi akar terhadap gerakan air, sehingga transpor air ke akar meningkat, meningkatnya serapan P oleh VAM pada tanaman akanmeningkatkan ketahan tanaman terhadap kekeringan, dan juga dengan adanya hypa-hypa eksternal yang halus dan panjang sehingga mampu mengambil air dari tempat yang lebih jauh dan dalam. Namun hingga saat ini belum diketahui kemampuan VAM pada tanaman teh dan ini menjadi peluang untuk dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai hal tersebut. Dari sisi penggunaan bahan tanam, klon teh yang tahan pada kondisi kemarau saat ini belumlah ada. Klon-klon unggulan yang tahan pada kondisi kemarau pada masa lalu menunjukan gejala tidak tahan pada kondisi kemarau yang terjadi saat ini. Penelitian untuk perakitan klon unggul yang tahan akan kekeringan di Indonesia masih belum banyak dilakukan, hal ini menjadikan peluang sekaligus tantangan bagi para pemulia teh untuk menghasilkan klon yang tahan terhadap kekeringan. Koleksi plasma nutfah teh di Indonesia yang dikelola oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina sangat potensial untuk dimanfaatkan dan dikembangkan dalam usaha perakitan klon yang tahan terhadap kekeringan. Dengan jumlah aksesi mencapai sekitar 600 aksesi klon, eksplorasi dan identifikasi klon-klon yang memiliki ketahanan cekaman air harus dilakukan. Klon-klon yang memiliki karakter tahan terhadap kekeringan dapat dijadikan sebagai tetua dalam persilangan buatan untuk menghasilkan klon unggul baru yang tahan terhadap kekeringan. Siklus pemuliaan teh membutuhkan waktu yang lama, hampir 12-15 tahun untuk menghasilkan klon unggul baru, selain itu membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan sudah tentu biaya yang tidak sedikit. Dengan perkembangan bioteknologi diharapkan kombinasi dengan sistem konvensional akan lebih mempersingkat siklus pemuliaan teh. Dengan memanfaatkan bioteknologi, deteksi akan gen-gen pengendali karakter yang diinginkan sangat mungkin untuk diketahui. Hal ini sangat bermanfaat dalam hal seleksi tanaman yang dapat dilakukan sedini mungkin. Namun begitu ada salah satu solusi praktis untuk menghasilkan klon dengan karakter tahan terhadap kekeringan yaitu dengan melakukan grafting antara klon yang tahan dengan klon yang memiliki keunggulan lainnya. Di India hal ini sudah dilakukan, namun di Indonesia hal ini belum dilakukan. Para pekebun mempertimbangkan harga pokok pembibitan akan menjadi tinggi bila proses grafting dilakukan, hal ini dikarenakan kekhawatiran tingkat kematian yang tinggi pada proses grafting. Dugaan ini perlu untuk dicarikan jawaban dengan melakukan penelitian mencari klon-klon yang cocok kompatibel untuk dijadikan sebagai batang bawah. Penelitian dimulai dengan identifikasi klon-klon yang tahan akan cekaman kekeringan lalu diuji kompatibilitasnya dengan klon-klon unggul yang sudah ada.

IV. Road Map Cluster