diambil merupakan kasus yang menarik untuk diteliti. Menurut Moleong 1998
studi kasus merupakan metode untuk menghimpun dan menganalisis data
berkenaan dengan studi kasus. Sesuatu dijadikan studi kasus biasanya karena
ada masalah, kesulitan, hambatan, penyimpangan, tetapi bisa juga sesuatu
dijadikan kasus meskipun tidak ada masalah, melainkan karena keunggulan
atau keberhasilannya. Tujuan dari studi kasus adalah untuk
memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-
sifat serta karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu,
yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang
bersifat umum. Sedangkan menurut Moleong 2000
pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku
persepsi, motivasi, tindakan dan lain- lain. Secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah wanita yang sudah memasuki masa
menopause. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah satu orang.
C. Tahap – Tahap Penelitian
Tahap persiapan dan pelaksanaan yang akan dilakukan
dalam penelitian, meliputi beberapa tahapan, yaitu :
1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah awal yang dilakukan oleh
peneliti adalah membuat pedoman wawancara yang disusun
berdasarkan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian ini.
Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar
yang nantinya dapat berkembang dalam wawancara. Pedoman
wawancara yang telah disusun, sebelum digunakan dalam
wawancara dikonsultasikan terlebih dahulu dengan yang lebih ahli atau
significant other yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing, peneliti
melihat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan
mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Karena
peneliti telah mendapatkan subjek, selanjutnya peneliti membuat
kesepakatan dengan subjek dan mengatur waktu serta tempat
pertemuan selanjutnya untuk melakukan wawancara berdasarkan
pedoman yang telah dibuat. Peneliti juga perlu mempersiapkan
tape recorder yang akan digunakan untuk merekam jalannya wawancara
agar semua informasi akurat tidak ada yang terlupakan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti perlu
mengkonfirmasikan ulang pada para calon subjek penelitian untuk
memastikan kesediaan mereka dan membuat kesepakatan mengenai
waktu dan tempat pelaksanaan wawancara.
Dalam melaksanakan wawancara, hal penting yang harus dilakukan
sebelum memulai wawancara tersebut adalah dengan
membangun rapport yang baik. Rapport sangat penting untuk
membuat subjek merasa nyaman dan bebas dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, sehingga informasi yang
diberikan akan lengkap dan akurat. Rapport juga merupakan usaha
untuk
ice breaking atau memecahkan kebekuan atau
kekakuan yang ada selama proses wawancara berlangsung.
Dalam melakukan wawancara, peneliti berpatokan pada pedoman
wawancara yang telah dibuat, serta merekam hasil wawancara tersebut
pada tape recorder yang telah disediakan.
Peneliti juga melakukan observasi selama wawancara dengan
memperhatikan dan mencatat tingkah laku subjek selama
wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal lain yang
dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan
terhadap hasil wawancara.
D. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara dan observasi. 1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden dengan mengunakan alat. Banister
dkk dalam Sugiyono, 2005. Sedangkan menurut Poerwandari
2001 adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Patton dalam Poerwandari, 2001
membedakan wawancara pada tiga pendekatan dasar, yaitu :
a. Wawancara
mendalam indepth
interviewing Proses wawancara didasar
sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan-
pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe
wawancara demikian umumya dilakukan peneliti yang
melakukan observasi partisipatif.
b. Wawancara dengan pedoman umum
Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman
wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu
yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan.
Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingat
peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus
menjadi daftar pengecek checklist.
c. Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka
Pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set
pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat. Peneliti
diharapkan dapat melaksanakan wawancara
sesuai konsekuensi yang tercantum.
Menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong, 2000 menyatakan bahwa ada
dua jenis wawancara, yaitu : a.
Wawancara oleh tim atau panel Wawancara oleh tim berarti
wawancara dilakukan tidak hanya oleh satu orang, tetapi oleh dua
orang atau lebih terhadap seseorang yang diwawancarai.
Jika cara ini digunakan, hendaknya pada awalnya sudah
diminta kesepakatan dan persetujuan dari terwawancara,
apakah ia tidak keberatan diwawancarai oleh dua orang. Di
lain pihak, seseorang pewawancara dapat saja
menghadapkan dua orang atau lebih yang di wawancarai
sekaligus, yang dalam hal ini dinamakan panel.
b. Wawancara tertutup dan
wawancara terbuka Pada wawancara tertutup
biasanya yang diwawancarai tidak menyadari bahwa mereka sedang
diwawancarai. Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara.
Sedangkan wawancara terbuka biasanya subjek yang
diwawancarai tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan
mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara.
c. Wawancara riwayat secara lisan
Jenis ini adalah wawancara terhadap orang-orang yang
pernah membuat sejarah atau yang membuat karya ilmiah besar,
sosial ,pembangunan, perdamaian dan sebagainya. Maksud
wawancara ini adalah mengungkapkan riwayat hidup
dan pekerjaannya,
kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya dan lain-lain.
d. Wawancara
berstruktur Dalam wawancara berstruktur,
pertanyaan dan alternatif jawaban yang diberikan kepada subjek
telah ditetapkan terlebih dahulu oleh interviewer.
e. Wawancara tidak berstruktur
Wawancara tidak berstuktur lebih bersifat informal. Pertanyaan
tentang pandangan, sikap, keyakinan subjek atau tentang
keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subjek.
Wawancara jenis ini memang tampak luas dan biasanya
direncanakan agar sesuai dengan subjek dan suasana pada waktu
wawancara dilakukan. Serta
subjek diberikan kebebasan menguraikan jawabannya dan
mengungkapkan pandangannya sesuka hati.
Dalam penelitian ini bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara
tidak berstruktur, karena pertanyaan yang diberikan berisi tentang
pandangan, sikap, keyakinan subjek atau tentang keterangan lainnya dapat
diajukan secara bebas kepada subjek dan subjek diberikan kebebasan
menguraikan jawabannya serta mengungkapkan pandangannya sesuka
hati. 2. Observasi
Menurut Patton dalam Poerwandari, 2001 salah satu hal yang
penting tetapi sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang
tidak terjadi. Hasil observasi menjadi data yang penting karena :
a. Peneliti akan mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang konteks yang akan
diteliti.
b. Observasi memungkinkan
peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan
daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk
mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam
situasi lapangan yang nyata, kecenderungan untuk
dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik
yang diamati akan berkurang.
c. Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam
konteks hidupnya sering mengalami kesulitan
merefleksikan pemikiran mereka tentang pengalamannya,
observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang
oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari.
d. Observasi memungkinkan
peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena
berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek
penelitian secara terbuka dalam wawancara.
e. Jawaban terhadap pertanyaan
akan diwarnai oleh perspektif selektif individu yang
diwawancara. Berbeda dengan wawancara, observasi
memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari
persepsi selektif yang ditampilkan subjek penelitian
atai pihak-pihak lain.
f. Observasi memungkinkan
peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap
penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat
akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkannya untuk memahami fenomena yang
diteliti.
Menurut Moleong 2000, berdasarkan keterlibatan pengamat dalam kegiatan
orang-orang yang diamati, observasi dapat dibedakan menjadi:
a. Observasi partisipan
Pengamatan berperan serta melakukan dua peran sekaligus
yaitu sebagai dan sekaligus menjadi anggota resmi dari
kelompok yang diamatinya.
b. Observasi non partisipan Pengamat tidak berperan serta
hanya melakukan fungsi yaitu mengadakan pengamatan.
Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan bentuk observasi non
partisipan dimana peneliti tidak mengamati tingkah laku subjek dan
tidak ikut aktif dalam kegiatan subjek, karena peneliti hanya sebagai
pengamat.
E. Alat Bantu Pengumpul Data