Uji Validitas Uji Reliabilitas Gambaran Umum

sehingga beresiko untuk terjadinya kanker serviks Hidayati, 2001. Pil kontrasepsi oral akan menyebabkan defisiasi asam folat yang mengurangi metabolisme nitrogen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV.

2.5.9 Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok atau yang dikunyah. Wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 persen lebih tinggi dibandingkan didalam serum. Efek langsung bahan tersebut pada leher rahim akan menurunkan status immin lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen. Hasil penelitian bila merokok 40 batang setiap hari, resiko untuk terkena kanker serviks adalah 14 kali dibanding yang tidak perokok. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak dan lama wanita mrokok maka semakin tinggi resiko untuk terkena kanker serviks Hidayati, 2001. Evemett, 2003

2.6 Uji Validitas

Suharsimi Arikunto 1996 memberikan pengertian validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Untuk menguji tingkat validitas data, dalam penelitian ini menggunakan uji validitas konstruk construct validity dengan teknik korelasi “ product moment ” yang rumusnya adalah : r =    2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N           N = jumlah responden X = skor total tiap-tiap item Y = skor total Singarimbun dan Effendi, 1989 Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0.05 5 maka dinyatakan valid dan jika sebaliknya dinyatakan tidak valid .

2.7 Uji Reliabilitas

Universitas Sumatera Utara Singarimbun dan Effendi 1989 memberikan pengertian reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini uji reliabilitas data menggunakan pendekatan alpha cronbach dengan rumus : r 11 =                2 t 2 b 1 1 k k r 11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal  b 2 = jumlah varians butir  t 2 = varians total Arikunto 1996

2.8 Analisis Faktor

Analisis faktor adalah alat statistik yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu varibel menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Analisis faktor digunakan untuk penelitian awal dimana faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel belum diidentifikasi secara baik. Analisis faktor sedikit berbeda dengan analisis regresi, yaitu lebih memfokuskan analisisnya kepada teknik interdependensi Supranto, 2004. Menurut Jhonson dan Wicher 1992, analisis faktor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor atau komponen utama yang memiliki sifat: - Mampu menerangkan semaksimal mungkin keragaman data - Terdapat kebebasan antar faktor - Setiap faktor dapat diinterpretasikan sejelas-jelasnya Analisis faktor digunakan dalam hal-hal berikut: a. Untuk mengidentifikasi dimensi atau faktor yang dapat menjelaskan korelasi diantara sekelompok variabel. b. Untuk mengidentifikasi sebuah variabel yang lebih sedikit dan tidak saling berkolerasi untuk menggantikan sekelompok variabel asli atau awal yang berkolerasi; untik kemudian dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat lainnya. Universitas Sumatera Utara c. Untuk mengidentifikasi sekelompok variabel relevan dari sekelompok variabel yang lebih besar yang akan digunakan untuk analisis multivariat lanjutannya.

2.8.1 Model Analisis Faktor

Secara matematis analisis faktor agak mirip dengan analisis regresi, yaitu dalam bentuk fungsi linier artinya setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier dari faktor yang mendasari. Jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya lebih dikelompokkan sebagai komunalitas communality . Kovarians diantara variabel dijelaskan terbatas dalam sejumlah kecil faktor umum common factor ditambah sebuah faktor unik unique fa ctor untuk setiap variabel. Faktor-faktor tersebut tidak secara eksplisit diamati. Jika variabel distandarisasi, model analisis faktor dapat di tulis sebagai berikut: X 1 - µ 1 = L 11 F 1 + L 12 F 2 + ... + L 1m + ε 1 X 2 - µ 2 = L 21 F 2 + L 22 F 2 + ... + L 2m +ε 2 : : : : X p - µ p = L p1 F 1 + L p2 F 2 + ... + L pm + ε p Dimana µ i = rata-rata dari peubah ke-i F j = faktor umum ke-j ε j = faktor unik ke-j L ij = loading dari peubah ke-i pada faktor ke-j Atau dalam notasi matriks: X px1 -µ px1 = L pxm F mx1 + ε px1 Dengan asumsi: EF = 0 Eε = 0 CovF = EF ’ F = 1 covε = Eεε ’ = Y F dan ε saling bebas, sehingga covε, F = EεF ’ = 0 Model X- µ = LF + ε adalah linier dalam faktor bersama. Bagian dari var X i yang dapat diterangkan oleh m faktor bersama disebut communality ke-i. Bagian dari var X i karena faktor spesifik disebut variasi ke-i. Universitas Sumatera Utara 2 2 2 2 1 1 2 1 ... i i i im i i l l l h           2 1 1 2 1 ... m m i h          Dimungkinkan untuk memilih bobot atau skor koefisien faktor sehingga faktor pertama menjelaskan porsi terbesar dari total varians. Kemudian, kelompok kedua dari bobot dapat dipilih, sehingga faktor kedua tersebut merupakan varians sisa yang terbesar dengan tetap mempertimbangkan bahwa faktor kedua ini tidak berkolerasi dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat diaplikasikan untuk penambahan bobot skor faktornya yang tidak berkolerasi tidak seperti nilai dari variabel aslinya. Lebih jauh lagi, faktor pertama diperhitungkan sebagai varians tertinggi dari data, faktor kedua sebagai varians tertinggi berikutnya, dan seterusnya.

2.8.2 Statistik yang Berkaitan dengan Analisis Faktor

Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah:

a. Barlett’s test of spericity

, adalah uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkolerasi dalam populasinya. Denaga kata lain, matrik korelasi populasi adalah sebuah matrik identitas identity matrik , setiap variabel berkolerasi sempurna dengan variabel itu sendiri r = 1, tetapi tidak berkolerasi dengan variabel lainnya r = 0. b. Correlation Matrix , adalah matrik segitiga triangel matrix yang lebih rendah yang menunjukkan korelasi sederhana r , antara seluruh kemungkinan pasangan variabel yang dilibatkan dalam analisis. Jumlah kuadrat dari loading untuk variabel ke-j disebut communality ke-i dan varians dari specific factor disebut specific variance Ψ. Jika communality ditandai dengan h i 2 , maka dari ฀ = L L’ + Ψ didapat: Var Xi = li 1 2 + ...+ l im 2 +Ψ i 2 atau h i 2 = l i1 2 + ...+ l im 2 σ i i = h i 2 + Ψ i 2 Seluruh elemen diagonal = 1, biasanya diabaikan. Dalam hal ini bentuk matriks korelasi misalnya untuk jumlah variabel n = 3. Tabel 2.1 Matrik Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 3 Universitas Sumatera Utara X 1 X 2 X 3 X 1 X 2 r 21 X 3 r 31 r 32 Tabel 2.2 Matrik Korelasi Untuk Jumlah variabel n = 4 X 1 X 2 X 3 X 4 X 1 X 2 r 21 X 3 r 31 r 32 X 4 r 41 r 42 r 43 c. Communality , adalah jumlah varians yang dikotribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya yang dipertimbangkan. Ini juga merupakan proporsi dari varians yang diterangkan oleh common factor. Nilai communality h 2 diperoleh dengan menghitung jumlah kuadrat loading faktor setiap variabel asal. 2 2 1 m j ij i h W    dimana 2 j h = komunalitas variabel ke-j 2 ij W = loading faktor di faktor ke-i untuk variabel ke-j d. Eigen Value , merepresentasikan total varians yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen sebagaimana kita ketahui adalah : A x = λ x A = matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya Universitas Sumatera Utara x = vektor eigen dalam bentuk matriks λ = nilai eigen dalam bentuk skalar Untuk mencari nilai eigen nilai λ dari sebuah matriks A yang berukuran n x n maka kita lakukan langkah berikut :A x = λ x Agar kedua sisi berbentuk vektor, maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga A x = λ I x λ I x - A x = 0 x . λ I - A = 0 sehingga det λ I - A = 0 e. F actor Loadings , adalah korelsi sederhana antara variabel dengan faktor. 1 1 ... p p L e e    dimana λ = eigenvalue e = eigenvector f. F actor Loading Plot, adalah sebuah plot dari variabel asli menggunakan faktor loading sebagai koordinat. g. F actor Matrix , mengandung factor loadings dari seluruh variabel dalam seluruh variabel yang dikembangkan. h. F actor Scores , adalah skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor yang diderivasi. Factor score merupakan taksiran dari nilai vector F 1 , F 2 , ..., F m. ˆ j f adalah taksiran f j yang dicapai oleh F j , untuk j = 1, 2, 3, ..., m. Selanjutnya untuk mencari factor score adalah     1 j j f LL L X X        i. Keiser Meyer-Oikin KMO Measure of Sampling Adequacy MSA , adalah indeks yang digunakan untuk menguji kesesuaian analisis faktor. Nilai yang tinggi antara 0.50 sampai 1.00 mengindikasikan analisis faktor yang sesuai. Nilai dibawah 0,50 menunjukkan bahwa analisis faktor tidak sesuai untuk diapliksikan. j. Percentage of Variance , adalah persentase total varians yang menjadi tribut kepada setiap faktor. k. Residuals , adalah selisih antara korelasi observasi, seperti yang diberikan dalam matrik korelasi input, dengan korelasi yang direproduksi, seperti yang diestimasi dari matrik faktor. Universitas Sumatera Utara l. Scree Plot , adalah sebuah plot dari eigenvalue dan banyaknya faktor yang dapat dikembangkan.

2.8.3 Pelaksanaan Analisis Faktor

a. Merumuskan masalah dan identifikasi variabel. Merumuskan masalah akan melibatkan banyak kegiatan. Pertama, tujuan dari analisis faktor harus diidentifikasi. Variabel yang dilibatkan harus dispesifikasi berdasarkan kepada penelitian terdahulu, teori dan keinginan peneliti. Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio. Menentukan banyaknya sampel, sedikitnya empat kali atau lima kali dari banyaknya variabel. Proses analisis berbasis pada matrik korelasi antar variabel. Agar analisis faktor sesuai, variabel-variabel harus berkolerasi. Dalam praktek, persoalan yang sering timbul adalah jika korelasi antar variabel itu kecil, maka analisis faktor tidak sesuai untuk diaplikasi. Harapannya, selain antar variabel itu berkolerasi, juga berkolerasi tinggi dengan sebuah faktor yang sama atau faktor-faktor lain. b. Statistik untuk menguji kesesuaian model adalah Barlett’s test of spericity Yaitu menguji Ho yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkolerasi, atau dengan kata lain bahwa matrik korelasinya adalah matrik identitas. Test of spericity berbasis transformasi χ 2 , nilai determinan dari matrik korelasi. Nilai statistik tinggi diharapkan untuk menolak Ho, jika tidak maka kesesuaian penggunaaan analisis faktor patut dipertanyakan. Untuk hasil uji Barlett’s test of spericity nilai signifikan harus 0,05 untuk menunjukkan bahwa antar variabel terjadi korelasi. Sedangkan untuk Tes of spericity berbasis transforma si χ 2 , nilai determinan harus mendekati nol 0 untuk menunjukkan antar variabel mempunyai korelasi. c. Statistik lain yang sangat berguna pemanfaatannya adalah KMO untuk mengukur tingkat kecukupan sampel. Indeks tersebut membandingkan ukuran antara korelasi sederhana dengan korelasi parsial. Nilai KMO yang rendah mengindikasikan bahwa korelasi antar pasangan variabel tidak dapat Universitas Sumatera Utara dijelaskan oleh variabellain dan analisis faktor bisa menjadi tidak tepat. Nilai KMO harus 0,5 untuk menunjukkan bahwa analisis faktor sesuai untuk diaplikaskan. 2 2 2 ij ij ij KMO r a r      dengan i≠j r ij = koefisien korelasi sederhana antara peubah i dan j a ij = koefisien korelasi parsial antara peubah i dan j d. Menentukan jumlah faktor adalah hal yang tidak mungkin menghitung faktor sebanyak jumlah variabel. Dalam rangka meringkas informasi yang dikandung dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi. Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus diekstraksi antara lain;penentuan apriori, dan pendekatan berdasarkan eigenvalue, scree plot, percentage of variance accounted for, split-and-half dan significance test. 1. Penentuan Apriori. Kadang-kadang karena adnya dasar teori, maka peneliti dapat menentukan banyaknya faktor yang akan diekstraksi. Hampir sebagian besar program memberikan peluang untuk pendekatan ini. 2. Penentuan Berbasis Eigenvalue. Pada pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar daripada 1,00 yang akan dipertahankan. Eigenvalue merepresentasikan total varians yang berkaitan dengan faktor. Faktor dengan eigenvalue lebih kecil daripada 1,00 tidak lebih baik daripada sebuah variabel tunggal, karena untuk keperluan standarisasi setiap variabel memiliki varians = 1,00. 3. Penentuan Berdasarkan Scree Plot . Scree plot adalah plot nilai eigenvalue terhadap banyaknya faktor dalam ekstraksinya. Bentuk plot yang dihasilkan, digunakan untuk Universitas Sumatera Utara menentukan banyaknya faktor. Biasanya, plot akan berbeda antara slop tegak faktor, dengan eigenvalue yang besar dan makin kecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstrasi. Pengecilan slop ini yang disebut scree. 4. Penentuan Berbasis Percentage of Variace . Dalam pendekatan ini banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sampai persentase kumulatif varians mencapai tingkat yang memuaskan peneliti. Tingkat persen kumulatif yang memuaskan tersebut tergantung kepada persoalannya. Bagaimanapun sangat direkomendasikan bahwa faktor-faktor yang diekstraksi sampai mencapai persen kumulatif paling sedikit = 60,00 persen. 5. Penentuan Berdasarkan Split and Half. Sampel dibagi menjadi data, dan analisis faktor diaplikasikan kepada masing-masing bagian. Hanya faktor yang memilih factor loadings tinggi antar data bagian itu yang akan dipertahankan. 6. Penentuan Berbasis Significance Test. Pendekatan ini adlah untuk memperthankan faktor yang memiliki saparate eigenvalue signifikan. Dengan sampel besar 200, banyak faktor yang cenderung signifikan, walaupun dari pandangan praktis, banyak dari faktor tersebut yang memiliki proporsi varians yang kecil terhadap total varians. e. Rotasi Faktor adalah sebuah output penting dari analisis faktor berupa factor matrix atau disebut juga sebagai factor putaran matrix. Faktor matrik mengandung koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel terstandar dalam hubungannya dengan faktor. Koefisien-koefisien terseut, atau factor loadings, merupakan korelasi antar faktor dengan variabelnya. Sebuah koefisien dengan nilai absolut yang besar mengindikasikan bahwa faktor dan Universitas Sumatera Utara variabel berkorelasi kuat. Koefisien tersebut dapat digunakan untuk menginterpretasikan faktor. Untuk ba tasan factor loadings nilainya sebesar ≥ 0,3, ≥ 0,4 atau ≥ 0,5. Walaupun initial atau unrotated factor matrix mengindikasikan hubungan antara faktor dengan dengan variabel individual tertentu, kadang- kadang dapat diperoleh di dalam faktor yang bisa diinterpretasikan, karena faktor tersebut berkolerasi dengan banyak variabel. Pada banyak persoalan yang kompleks, maka sulit melakukan interpretasi. Untuk itu diperlukan suatu langkah merotasi factor matrik agar lebih mudah menginterpretasikan faktor. Dalam merotasi faktor, dilanjutkan setiap faktor memiliki loadings factor atau koefisien non zero, atau signifikan hanya untuk beberapa variabel. Atau diharapkan setiap varibel memiliki factor loadings signifikan hanya dengan sedikit faktor. Rotasi tidak berpengaruh terhadap komunalitas dan persentase total varians yang dijelaskan. Namun demikian, rotasi berpengaruh terhadap persentase varians dari setiap faktor. Beberapa metode rotasi yang bisa digunakan adalah : orthogonal rotation, varimax rotation, dan oblique rotation. Orthogonal Rotation adlah jika sumbu-sumbu tetap dijaga pada sudut yang benar. Varimax Rotation adalah rotasi ortogonal dengan meminimumkan banyaknya variabel yang memiliki loadings faktor, sehingga lebih bisa menginterpretasi faktor. Rotasi ortogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkolerasi. Oblique rotation adalah jika sumbu-sumbu tidak dijaga pada sudut yang benar dan faktor-faktor berkolerasi. Kadang-kamg, mentoleransi korelasi antar faktor-faktor bisa menyederhanakan matrik pola faktor. Oblique rotation akan digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkolerasi kuat. Rotasi faktor dilakukan dengan cara merotasikan loading factor L, dengan menggunakan metode rotasi sehingga menghasilkan loading faktor baru L  . pxm pxm pxm L L T   Dengan T adalah matriks transformasi yang dipilih. Universitas Sumatera Utara f. Interpretasi Faktor adalah interpretasi difasilitasi melalui identifikasi variabel yang memiliki loadings besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian dapat diinterpretasi dalam batas variabel yang memiliki loadings tinggi dalam faktor tersebut. Cara lain yang bisa digunakan adalah melalui plot variabel dengan factor loadings sebagai koordinat. Variabel yang berada pada akhir sebuah sumbu adalah adalah variabel yang memiliki loadings tinggi hanya pad faktor yang bersangkutan, didekat titik origin memiliki loadings yang rendah terhadap kedua faktor. Variabel tersebut berkolerasi dengan kedua faktor. Jika sebuah faktor tidak bisa secara jelas didefinisikan dalam batas variabel awalnya, maka disebut sebgai faktor umum saja tidak perlu diberi lebel khusus. g. Mengukur Ketepatan Model Model Fit adalah asumsi dasar yang digunakan dalam analisis faktor adalah korelasi dari data awal dapat menjadi atribut dari faktor. Untuk itu, korelasi data awal dapat direproduksi melalui estimasi korelasi reproduksi dapat digunakan untuk mengukur kesesuaian model. Selisih tersebut disebut sebagai residuals. Untuk menentukan sebuah model sesuai atau tidak, maka nilai absolut residuals harus kurang dari 50 persen sehingga model tersebut dapat diterima. Universitas Sumatera Utara BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum

Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini akan timbul karena pola hidup yang tidak sehat dan mengakibatkan kondisi fisik yang tidak normal. Kanker dapat menyerang berbagai jaringan di dalam organ tubuh, termasuk organ reproduksi pada wanita dari payudara, rahim, induk telur dan vagina Mangan, 2003. Adapun deskripsi dari variabel-variabel yang mempengaruhi kanker serviks tersebut antara lain: a. X 1 = Pendidikan. Jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh penderita kanker serviks. b. X 2 = Pekerjaan. Pekerjaan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh penderita kanker serviks yang menghasilkan penghasilan atau tidak. c. X 3 = Usia pertama kali kawinhubungan seks. Hal ini merupakan usia penderita kanker serviks pertama kali melakukan hubungan seksual baik sebelum atau sesudah pernikahan. d. X 4 = Papsmear Pemeriksaan lendir serviks yang pernah dilakukan oleh penderita kanker serviks. e. X 5 = Paritas Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh penderita kanker serviks baik dengan bayi hidup atau meninggal. f. X 6 = Ganti pasangan. Universitas Sumatera Utara Hal ini merupakan aktivitas seksual penderita kanker serviks dengan mitra seksual yang berganti-ganti. g. X 7 = Infeksi kelamin. Apakah penderita mempunyai riwayat menderita infeksi kelamin selama masa hidup. h. X 8 = Pemakaian kontrasepsi Jangka waktu dalam penggunaan alat kontrasepsi yang pernah digunakan oleh penderita kanker serviks. i. X 9 = Merokok Konsumsi rokok sehari-hari yang dilakukan penderita kanker serviks. Dari hasil pembagian dan pengisian kuisioner tentang faktor yang mempengaruhi kanker serviks kepada 45 orang penderita diperoleh deskripsi sebagai berikut: Tabel 3.1 Tabel Diskripsi Faktor Kanker Serviks Variabel Skor Frekuensi Persentase X 1 = pendidikan 1 untuk ≤ SMA 2 untuk SMA 30 15 66,67 33,33 X 2 = pekerjaan 1 = ibu rumah tangga irt 2 = bekerja 38 7 84,44 15,56 X 3 = paritas 1 untuk ≤ 3 kali 2 untuk 3 kali 11 34 24,44 75,56 X 4 = usia melakukan hub. Seksual 1 untuk ≤ 20 tahun 2 untuk 20 tahun 21 24 46,67 53,33 X 5 = papsmear 1 = tidak 2 = ya 40 5 88,89 11,12 X 6 = ganti pasangan 1 untuk ≤ 2 kali 2 untuk 2 kali 8 37 17,78 82,22 X 7 = infeksi kelamin 1 = ya 2 = tidak 30 15 66,67 33,33 X 8 = pemakaian kontrasepsi 1 = ya 2 = tidak 21 24 46,67 53,33 X 9 = merokok 1 = pasif 2 = aktif 7 38 15,56 84,44 Universitas Sumatera Utara

3.2 Uji Validitas.