Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMKAB/PEMKOT

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

DEWINA PUTRI BR GINTING 080522058

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMKAB/PEMKOT

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2009-2012. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.


(3)

ABSTRACT

IMPACT OF REGIONAL TAX AND REGIONAL RETRIBUTION TO THE CAPITAL EXPENDETURE

The purpose of this research is to examine the significant impact of Regional Tax and Regional Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2009-2012 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.

The result of this research show that partially Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture. Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture simultaneously.


(4)

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara”.

Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Pertama sekali, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yakni ayahanda Drs. Haris Binar Ginting dan ibunda Dra. Elisabet Br. Sembiring yang telah banyak memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan nasihat kepada penulis. Penulis juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak, CA sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, MSi, Ak selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi yang telah mengajar dan memberikan ilmunya kepada penulis dengan baik dan penuh kesadaran.

6. Suami tercinta Denni Rovi Sembiring, S.sos, MAP, adik tersayang Debora Risel Ginting, dan sahabat-sahabat penulis Andriany Ikawahyuni Lestary, SE, Emmy Liana Anastasia Karo-Karo, Heldawaty Sembiring, Sri Darinka, Elita Surbakti, dan Tety Lailani yang telah memberikan motivasi hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan srkripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 07 Februari 2014 Penulis,

Dewina Putri Br. Ginting NIM: 080522058


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... . iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 5

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 5

2.1.2 Pajak Daerah ... 7

2.1.2.1Pengertian Pajak Daerah ... 7

2.1.2.2 Jenis – Jenis Pajak Daerah ... 8

2.1.2.3 Subjek Pajak Daerah ... 11

2.1.2.4 Wajib Pajak Daerah ... 12

2.1.2.5 Objek Pajak Daerah ... 13

2.1.2.6 Tarif Pajak Daerah ... 14

2.1.3 Retribusi Daerah ... 15

2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah ... 15

2.1.3.2 Jenis – Jenis Retribusi Daerah ... 16

2.1.3.3 Objek Retribusi Daerah ... 17

2.1.3.4 Besarnya Retribusi yang Terutang dan Tarif ... 23

2.1.4 Belanja Modal... ... 26

2.1.4.1 Pengertian Belanja Modal... 26

2.1.4.2 Jenis – Jenis Belanja Modal... 26

2.2 Penelitian Terdahulu ... 28

2.3 Kerangka Konseptual ... 30

2.4 Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 35

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 36


(7)

3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 35

3.6.1.1 Uji Normalitas ... 38

3.6.1.2 Uji Heteroskedastisitas ... 39

3.6.1.3 Uji Autokorelasi ... 40

3.6.1.4 Uji Multikolinearitas ... 41

3.7 Pengujian Hipotesis ... 41

3.7.1 Uji Statistik t ... 41

3.7.2 Uji Statistik F ... 41

3.7.3 Koefisien Determinasi ... 41

3.8 Jadwal Penelitian ... 41

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Data Penelitian ... 44

4.1.2 Analisis Hasil Penelitian ... 47

4.1.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 48

4.1.3.1 Uji Normalitas ... 48

4.1.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 50

4.1.3.3 Uji Autokorelasi ... 51

4.1.3.4 Uji Multikolinearitas ... 51

4.2 Model dan Teknik Analisis Data ... 52

4.3 Pengujian Hipotesis ... 54

4.3.1 Uji Statistik t ... 54

4.3.2 Uji Statistik F ... 55

4.3.3 Koefisien Determinasi ... 56

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 28

Tabel 3.1 Daftar Populasi Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara .. 33

Tabel 3.2 Daftar Sampel Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara .... 35

Tabel 4.1 Daftar Pemkab/Pemkot Sampel ... 46

Tabel 4.2 Descriptive Statistics ... 47

Tabel 4.3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable: BM ... 49

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 51

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 51

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi ... 52

Tabel 4.7 Uji Statistik t ... 54

Tabel 4.8 Uji Statistik F ... 55


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual... ... 31 Gambar 4.1 Grafik Histogram... ... 48 Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standarized

Residual-Dependent Variable: BM... ... 48 Gambar 4.3 Grafik Scatterplot-Dependent Variable: BM... ... 50


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal

Lampiran i Data Penelitian Tahun 2009-2012 ... 63

Lampiran ii Statistik Deskriptif ... 67

Lampiran iii Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot ... 67

Lampiran iv Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric Test Kolmogorov-Smirnov ... 68

Lampiran v Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot ... 68

Lampiran vi Hasil Uji Autokorelasi ... 69

Lampiran vii Hasil Uji Multikolinearitas ... 69

Lampiran viii Hasil Regresi ... 69

Lampiran ix Hasil Uji Statistik t ... 70


(11)

ABSTRAK

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMKAB/PEMKOT

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2009-2012. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.


(12)

ABSTRACT

IMPACT OF REGIONAL TAX AND REGIONAL RETRIBUTION TO THE CAPITAL EXPENDETURE

The purpose of this research is to examine the significant impact of Regional Tax and Regional Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2009-2012 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.

The result of this research show that partially Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture. Regional Tax and Regional Retribution have a positive significant impact to the Capital Expendeture simultaneously.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada Undang-Undang.

Selama ini pungutan daerah yang berupa pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak kabupaten/kota. Selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam


(14)

Undang-Undang. Undang-Undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk kesebelas jenis pajak tersebut. Terkait dengan retribusi, Undang-Undang tersebut hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis retribusi yang dapat dipungut daerah. Baik provinsi maupun kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Selanjutnya, peraturan pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 11 jenis pajak tersebut dan menetapkan 27 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah serta menetapkan tarif pajak yang seragam terhadap seluruh jenis pajak provinsi.

Hasil penerimaan pajak dan retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut.

Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada jenis pungutan pajak dan retribusi baru yang dapat dipungut oleh daerah. Oleh karena itu, hampir semua pungutan baru yng ditetapkan oleh daerah memberikan dampak yang kurang baikterhadap iklim investasi. Banyak pungutan daerah yng mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena tumpang tindih dengan pungutan pusat dan merintangi arus barang dan jasa antar daerah.


(15)

Untuk daerah provinsi, jenis pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut telah memberikan sumbangan yang besar terhadap APBD. Namun, karena tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan tarif pajak, provinsi tidak dapat menyesuaikan penerimaan pajaknya. Dengan demikian, ketergantungan provinsi terhadap dana alokasi dari pusat masih tetap tinggi. Keadaan tersebut juga mendorong provinsi untuk mengenakan pungutan retribusi baru yang bertentangan dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Pada dasarnya kecenderungan daerah untuk menciptakan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan kepentingan umum dapat diatasi oleh pemerintah dengan melakukan pengawasan terhadap setiap peraturan daerah yang mengatur pajak dan retribusi tersebut. Undang-Undang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membatalkan setiap peraturan daerah yang bertentangan dengan Undang-Undang dan kepentingan umum. Peraturan daerah yang mengatur pajak dan retribusi dalam jangka waktu 15 hari kerja sejak ditetapkan harus disampaikan kepada pemerintah. Dalam jangka waktu 30 hari kerja pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah yang mengatur pajak dan retribusi.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil sampel pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang di Provinsi Sumatera Utara, dengan judul penelitian ” Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara”.


(16)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap belanja modal pada pemkab/pemkot di provinsi Sumatera Utara?”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji dan mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi terhadap belanja modal pada pemkab/pemkot di provinsi Sumatera Utara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, untuk menambah dan mengembangkan wawasan mengenai pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal pada pemkab/pemko di provinsi Sumatera Utara.

2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk memberikan sumbangan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat mengoptimalkan potensi daerah.

3. Bagi Calon Peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut, khususnya mahasiswa yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pada pemkab/pemkot di provinsi Sumatera Utara sehingga hasilnya dapat lebih baik lagi.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah terhadap bantuan Pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1) pajak daerah, 2) retribusi daerah, 3) hasil


(18)

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.

Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”.

Menurut Halim (2007 : 96), kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

1) Pajak daerah

Sesuai Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: a) pajak hotel, b) pajak restoran, c) pajak hiburan, d) pajak reklame, e) pajak penerangan jalan, f) pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan g) pajak parkir,

2) Retribusi daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi, 3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat,

4) Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut: a) hasil penjualan aset daerah


(19)

yang tidak dapat dipisahkan, b) jasa giro, c) pendapatan bunga, d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, e) penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah, f) penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) pendapatan denda pajak, i) pendapatan denda retribusi, j) pendapatan eksekusi atas jaminan, k) pendapatan dari pengembalian, l) fasilitas sosial dan umum, m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

2.1.2 Pajak Daerah

2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Menurut Siahaan (2005:7) Pajak daerah adalah:

pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerinthan dan pembangunan.

Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah :

pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.


(20)

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Sementara itu ada beberapa hal yang dianggap sebagai kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat dianggap sebagai pajak yaitu ;

1) bersifat pajak dan bukan retribusi,

2) objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kab / Kota yang bersangkutan dam mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kab/ Kota yang bersangkutan, 3) obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan

kepentingan umum,

4) obyek pajak bukan merupakan obyek pajak Propinsi dan atau obyek pajak Pusat,

5) potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif,

6) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.2.2 Jenis – Jenis Pajak Daerah

1) Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola


(21)

dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

2) Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di Restoran, yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.

3) Pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

5) Pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan


(22)

6) Pajak mineral bukan logam dan batuan, adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Pajak parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

8) Pajak air tanah, adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.

9) Pajak sarang burung walet, pajak yang dikenakan atas pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet.

10) Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, adalah bumi dan atau bangunan yang dimiliki,dikuasai, dan atau dimanfaatkanoleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

11) Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.


(23)

2.1.2.3Subjek Pajak

1) Subjek pajak hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan .

2) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran.

3) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan.

4) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame.

5) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. 6) Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi

atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.

7) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir.

8) Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.

9) Subjek sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau mengusahakan sarang burung walet. 10) Subjek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah

orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.


(24)

11) Subjek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

2.1.2.4Wajib Pajak Daerah

1) Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.

2) Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran.

3) Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

4) Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.

5) Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang meenggunakan tenaga listrik.

6) Wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.

7) Wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

8) Wajib pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

9) Wajib sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. 10) Wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas


(25)

bumi dan/atau memperoleh manfat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh mafaat atas bangunan.

11) Wajib pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

2.1.2.5Objek Pajak Daerah

1) Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk :

a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.

b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum, dan

d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel.

2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

3) Objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.

4) Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.

5) Objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan dibayar oleh pemerintah daerah.


(26)

6) Objek pajak mineral bukan logam dan batuan yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C.

7) Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

8) Objek pajak air tanah yakni pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.

9) Objek pajak sarang burung walet yakni pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet.

10) Objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yakni bumi dan atau bangunan yang dimiliki,dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

11) Objek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yakni perolehan atas hak tanah dan atau bangunan.

2.1.2.6 Tarif Pajak Daerah

Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :

1) Pajak Hotel 10% 2) Pajak Restoran 10% 3) Pajak Hiburan 35%


(27)

4) Pajak Reklame 25%

5) Pajak Penerangan Jalan 10%

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25% 7) Pajak Parkir 30%

8) Pajak air tanah 20%

9) Pajak sarang burung walet 10%

10) Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan 0,3% 11) Pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 5%

Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.

2.1.3 Retribusi Daerah

2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah

Definisi retribusi daerah menurut Kurniawan (2005:5) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

Daerah propinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Ahmad Yani:2002:55).


(28)

2.1.3.2Jenis-jenis Retribusi Daerah

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

1) Retribusi Jasa Umum, meliputi : a. Retribusi pelayanan kesehatan

b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil

d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

f. Retribusi pelayanan pasar

g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i. Retribusi penggantian biaya cetak peta

j. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus k. Retribusi pengelolaan limbah cair

l. Retribusi pelayanan tera/tera ulang m. Retribusi pelayanan pendidikan

n. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi 2) Retribusi Jasa Usaha, meliputi :

a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan c. Retribusi tempat pelelangan


(29)

d. Retribusi terminal

e. Retribusi tempat khusus parkir

f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa g. Retribusi rumah pototng hewan

h. Retribusi pelayanan kepelabuhan i. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga j. Retribusi penyeberangan air

k. Retribusi penjualan produk usaha daerah 3) Retribusi Perizinan Tertentu, meliputi:

a. Retribusi izin mendirikan bangunan

b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan

d. Retribusi izin trayek

e. Retribusi izin usaha perikanan

2.1.3.3Objek Retribusi Daerah

1) Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

a. Objek retribusi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di puskesms pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum daerah.


(30)

b. Objek retribusi pelayanan persampahan/kebersihan adalah pelayanan persampahan/kebersihan yang diselenggarakan pemerintah.

c. Objek retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil adalah pelayanan kartu tanda penduduk, katu keterangan bertempat tinggal, kartu identitas kerja, kartu tanda penduduk sementara, kartu identitas penduduk musiman, kartu keluarga, dan akta catatan sipil.

d. Objek retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat adalah pelayanan penguburan/pemakaman termasuk pengglian dan pengerukan, pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah.

e. Objek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

f. Objek retribusi pelayanan pasar adalah penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los, kios yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang. g. Objek retribusi pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan

pengujian kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor di air, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang diselenggarakan pemerintah daerah.


(31)

h. Objek retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebkaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran , dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat.

i. Objek retribusi penggantian biaya cetak peta adalah penyediaan peta yang dibuat oleh pemerintah daerah.

j. Objek retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus adalah pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

k. Objek retribusi pengelolaan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola secara khusus oleh pemerintah daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah cair. l. Objek retribusi pelayanan tera/tera ulang adalah pelayanan

pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya, dan pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

m. Objek retribusi pelayanan pendidikan adalah pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh pemerintah daerah.

n. Objek retribusi pengendalian menara telekomunikasi adalah pemanfatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan


(32)

memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum.

Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jenis retribusi lainnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah.

2) Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

a. Objek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah pemakaian kekayaan daerah.

b. Objek retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan adalah penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas

pasar/pertokoan yang dikontrakan, yang disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

c. Objek retribusi tempat pelelangan adalah penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan.

d. Objek retribusi terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.


(33)

e. Objek retribusi tempat khusus parkir adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah

f. Objek retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa adalah pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

g. Objek retribusi rumah pemotong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

h. Objek retribusi pelayanan kepelabuhan adalah pelayanan jasa kepelabuhan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

i. Objek retribusi tempat rekreasi dan olahraga adalah pelayanan tempat pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. j. Objek retribusi penyeberangan air adalah pelayanan

penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

k. Objek retribusi penjualan produk usaha daerah adalah penjualan hasil produk usha pemerintah daerah.


(34)

3) Objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga lingkungan.

a. Objek retribusi izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan bangunan.

b. Objek retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

c. Objek retribusi izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencagah terjadinya gangguan ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.

d. Objek retribusi izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.

e. Objek retribusi izin usaha perikananadalah pemberin izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan atau pembuddayaan ikan.


(35)

2.1.3.4 Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Sebagai contoh :

1) Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah, sedangkan untuk golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan tarif lebih rendah. 2) Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit

umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah.

3) Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan


(36)

kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retriusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

b) Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat


(37)

penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tariff retribusi dan peningkatan SDM.

c) Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

d) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

e) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah.


(38)

2.1.4 Belanja Modal

2.1.4.1 Pengertian Belanja Modal

Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan, “Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanj modal untuk perolehan tanah dan aset tak berwujud dan pembangunan, serta perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.

Sedangkan menurut Permendagri (2006), belanja modal adalah

“Pengeluaran yang dianggarkan untuk pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang memiliki kriteria masa manfaatnya lebih dari dua belas bulan, merupakan objek pemeliharaan dan jumlah nilai rupiah materialnya sesuai dengan kebijakan akuntansi”.

2.1.4.2 Jenis-jenis Belanja Modal

Berdasarkan Permendagri (2006), jenis belanj modal terdiri dari :

1. Belanja Modal Tanah, adalah pengeluaran yag digunakan untuk pengadaan /pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurunga, pematangn tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak asasi tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan Mesin, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/pergantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta investasi kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.


(39)

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/pergantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, pengelolaan, pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas gedung sampai gedung dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/pergantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan dantermasuk pengeluran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jala, irigasi, dan jaringan dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/pergantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan, mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Yang termasuk dalam belanja modal ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala, dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.


(40)

2.2 Penelititan Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun

Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Novianinta Mindasari (2008) Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap APBD pada Pemerintahaan Kabupaten/ Pemerintahan Kota di Sumatera Utara

Variabel Dependen : APBD

Variabel Independen : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Secara Parsial Pajak Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap APBD sedangkan Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap APBD Anton Dwi Handoko (2009) Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah terhadap Peningkatan Belanja Modal pada Pemerintahaan Kabupaten/ Pemerintahan Kota di Sumatera Utara

Variabel Dependen : Belanja Modal Variabel Independen : APBD

Secara simultan pertumbuhan PAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan belanja modal. Nur Indah Rahmawati (2010) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Pe merintahan Kota di Jawa Tengah.

Variabel Dependen : Belanja Daerah Variabel Independen : PAD, DAU

Secara simultan PAD dan

DAU mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah


(41)

1. Novianinta Mindasari ( 2008 )

Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap APBD Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama periode 2004-2006. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikan simultan (uji-F) dan uji parsial (uji-t). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Secara parsial, variabel Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara sedangka variabel Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap APBD.

a. Anton Dwi Handoko (2009)

Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pertumbuhan PAD terhadap Peningkatan Belanja Modal pada Pemerintahaan Kabupaten/ Pemerintahan Kota di Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel PAD berpengaruh signifikan positif terhadap peningkatan belanja modal. b. Nur Indah Rahmawati (2010)

Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada Pemerintahaan Kabupaten/ Pemerintahan Kota di Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel PAD dan DAU berpengaruh signifikan positif terhadap alokasi belanja daerah.


(42)

2.3 Kerangka Konseptual

Dengan diberlakukannya otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan serta pembiayaan. Sumber – sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah antara lain berasal dari PAD, Dana Perimbangan dari pemerintah pusat dan Pinjaman Daerah. PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan lain PAD yang sah. Meski terdiri dari 4 sumber hingga saat ini hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang menyumbang secara signifikan terhadap total penerimaan PAD suatu daerah sementara sumber yang berasal dari BUMD dan lain PAD yang sah masih belum berperan. Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggmbarkan perkembangan suatu perekonimian daerah dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya pajak daerah dan retribusi daerah, maka akan semakin meningkat pula belanja modal daerah.


(43)

Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :

Variabel Independent

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2007:41), “Hipotesis adalah hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris”. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal

H2 : Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal

H3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

Pajak Daerah Pemkab/Pemkot Di Sumatera Utara

(X1) Belanja Modal

Pemkab/Pemkot Di Sumatera Utara

(Y) Retribusi Daerah

Pemkab/Pemkot Di Sumatera Utara

(X2)

H1

H2 H3


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah desain kausal. Menurut Umar (2003:30) “Desain kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antara varibel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”.

b. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Erlina (2008:75), “Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara dengan jumlah populasi sebanyak 33 kabupaten/kota yang terbagi atas 25 kabupaten dan 8 kota.


(45)

Tabel 3.1

Daftar Populasi Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota

1 Asahan 1 Medan

2 Dairi 2 Binjai

3 Tanah Karo 3 Pematang Siantar

4 Labuhan Batu 4 Sibolga

5 Langkat 5 Tanjung Balai

6 Mandailing Natal 6 Tebing Tinggi

7 Simalungun 7 Padang Sidempuan

8 Tapanuli Selatan 8 Gunung Sitoli

9 Tapanuli Tengah 10 Tapanuli Utara 11 Toba Samosir 12 Pakpak Bharat

13 Humbang Hasundutan 14 Serdang Bedagai 15 Samosir

16 Batu Bara 17 Padang Lawas 18 Padang Lawas Utara 19 Labuhan Batu

20 Labuhan Batu Selatan 21 Labuhan Batu Utara 22 Nias

23 Nias Selatan 24 Nias Utara 25 Nias Barat


(46)

Menurut Erlina (2008:75), “Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi”. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara

purposive sampling yaitu “Teknik penentuan sampel karena memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti” (Uma Sekaran, 2006:136).

Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

2. Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya selama periode 2009-2012.

Berdasarkan kriteria di atas maka kabupaten/kota yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 kabupaten dan 7 kota.


(47)

Tabel 3.2

Daftar Sampel Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara

No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota

1 Asahan 1 Medan

2 Dairi 2 Binjai

3 Langkat 3 Pematang Siantar

4 Mandailing Natal 4 Sibolga

5 Simalungun 5 Tanjung Balai

6 Tapanuli Selatan 6 Tebing Tinggi

7 Tapanuli Utara 7 Padang Sidempuan

8 Toba Samosir

9 Humbang Hasundutan 10 Samosir

Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara

3.3 Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Umar (2003:60) “Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain”.

Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan APBD pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di provinsi Sumatera Utara yang diambil dari situs

berhubungan dengan variabel peneliti yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Belanja Modal.


(48)

3.4 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Jenis-jenis variabel menurut Sarwono (2006:37), terdiri dari :

1. Variabel Bebas (Independent Variable), adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel ini merupakan variabel yang diukur oleh peneliti untuk menentukan hubungan dengan suatu gejala yang akan diobservasi. Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua yaitu pajak daerah dan retribusi daerah.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable), adalah variabel yang memberikan respon/reaksi jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel ini merupakan variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah belanja modal.

3.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi, yakni dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh secr tidak langsung melalui media perantara yaitu internet. Data yang diambil berupa realisasi pajak daerah, retribusi daerah, dan belanja modal dari masing-masing kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara periode waktu tahun 2009-2012 dengan cara men-download melalui situs Direktorat Jenderal


(49)

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS for windows 21.0. adapun tahapan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Apabila analisis data telah lolos uji asumsi klasik maka selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis.

3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS. Peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi.

Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiasedestimator) yakni tidak terdapat heteroskedastisitas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi.

Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja


(50)

menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Uji asumsi klasik yang dilakukan peneliti meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.

3.6.1.1 Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005 : 110), ”uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :

1) Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plotyang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut didasarkan sebagaimana diungkapkan Ghozali (2006:151) “apabila nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05 maka distribusi data normal. Apabila nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05 maka distribusi data tidak normal


(51)

3.6.1.2Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Data yang tidak terkena heteroskedisitas jika nilai signifikannya > 0,05 Ghozali (2006:129)

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scattter plot

antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisisnya:

1) jika ada pola-pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas,

2) jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.

Cara lain untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah dengan uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan kembali nilai absolut residual terhadap variabel independen.


(52)

3.6.1.3Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel error-term pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel error-term

pada periode lain yang bermakna variabel error-term tidak random.

Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat interval keyakinan terhadap hasil estimasi menjadi melebar sehingga uji signifikansi tidak kuat. Uji ini dilakukan pada penelitian yang menggunakan data time series. Oleh karena data dalam penelitian ini merupakan gabungan antara data cross section dan time series, maka harus dilakukan uji autokorelasi terlebih dahulu.

Uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW). Langkah pendeteksian adanya autokorelasi adalah dengan membandingkan nilai Durbin-Watson statistic table dengan Ho, tidak ada autokorelasi bila DW berada di :

0 (a) dl (b) du (c) (4-du) (d) (4-dl) (e) 4 Ho : tidak ada autokorelasi

(a) : daerah menolak Ho : ada autokorelasi positif (b) : daerah ragu-ragu

(c) : daerah tidak menolah Ho : tidak ada autokorelasi positif atau negatif (d) : daerah ragu-ragu


(53)

3.6.1.4Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168), “uji multikolinearitas berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi.”

Menurut Ghozali (2005:91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dijelaskan berikut ini.

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar

variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai toleransi < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

3.7 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana (singel regression) dan analisis regresi berganda (multiple regression). Hipotesis pertama (H1) dan hipotesis kedua (H2) dianalisis dengan model regresi


(54)

sederhana untuk melihat pengaruh masing-masing variabel secara terpisah, sedangkan hipotesis ketiga (H3) dianalisis dengan model regresi berganda untuk melihat pengaruh selurh variabel secara serentak. Hipotesis ini dapat juga dianalisis dengan melakukan uji statistik t dan uji statistik F.

3.7.1 Uji statistik t

Uji statistik t atau uji signifikan parameter individual untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian hipotesis pertama H1 dianalisis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel pajak daerah terhadap belanja modal secara parsial yang dpat digambarkan dengan persamaan :

Y = a + b1X1 + e

Pengujian hipotesis kedua H2 dianalisis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel retribusi daerah terhadap belanja modal secara parsial yang dapat digambarkan dengan persamaan :

Y = a + b2X2 + e

3.7.2 Uji statistik F

Uji statistik F atau uji signifikan simultan untuk melihat apakahsemua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis ketiga (H3) dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat pengaruh variabel pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan terhadap belanja modal, yang dapat digambarkan dengan persamaan :


(55)

Y = a + b1X1 + b2X2 + e Keterangan :

Y = Variabel Dependen (Belanja Modal) a = Konstanta

X1 = Variabel Independen (Pajak Daerah) X2 = Variabel Independen (Retribusi Daerah) b1, b2 = Koefisien Regresi Berganda

e = Error

3.7.3 Koefisien Determinan (R2)

Pengujian koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R 2 ≤ 1). Hal ini berarti bila R2=0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R2 semakin besar mendekati 1 menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila R2 semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(56)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1Hasil Penelitian 4.1.1 Data Penelitian

Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut:

Utara : berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Selatan : berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau.

Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia. Timur : berbatasan dengan Selat Malaka.

Sumatera Utara pada dasarnya dibagi atas 6 kelompok wilayah yaitu : a. Pesisir Timur

b. Pegunungan Bukit Barisan c. Pesisir Barat

d. Kepulauan Nias e. Kepulauan Batu

f. Pulau Samosir di Danau Toba

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950, Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi


(57)

sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota. 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa.

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000, penduduk Propinsi Sumatera Utara berjumlah 11,5 juta jiwa (seperlima dari 203,5 juta jiwa penduduk Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20 % per tahun sejak tahun 1990. Jumlah tersebut bertambah menjadi sekitar 11,9 juta jiwa pada tahun 2003 berdasarkan Hasil Sementara Pendaftaran Pemilih dan Pendaftaran Penduduk. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk pada Juni 2005 diperkirakan sebesar 12,3 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² da tahun 2005 meningkat menjadi 172 jiwa per km².

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun kabupaten/ kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis adalah sebanyak 17 sampel untuk setiap tahunnya. Kota/Kabupaten yang dimaksud adalah sebagai berikut :


(58)

Tabel 4.1

Daftar Kota/Kabupaten Sampel

No Nama Kabupaten/Kota Kriteria Sampel

1 2

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1

2 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2

3 Kabupaten Tanah Karo √ x -

4 Kabupaten Labuhan Batu √ x -

5 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 3

6 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 4

7 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 5

8 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 6

9 Kabupaten Tapanuli Tengah √ x -

10 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 7

11 Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 8

12 Kabupaten Pakpak Bharat √ x -

13 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 9

14 Kabupaten Serdang Bedagai √ x

15 Kabupaten Samosir √ √ Sampel 10

16 Kabupaten Batu Bara √ x -

17 Kabupaten Padang Lawas √ x -

18 Kabupaten Padang Lawas Utara √ x -

19 Kabupaten Labuhan Batu √ x -

20 Kabupaten Labuhan Batu Selatan √ x -

21 Kabupaten Labuhan Batu Utara √ x -

22 Kabupaten Nias √ x -

23 Kabupaten Nias Selatan √ x -

24 Kabupaten Nias Utara √ x -

25 Kabupaten Nias Barat √ x -

26 Kota Medan √ √ Sampel 11

27 Kota Binjai √ √ Sampel 12

28 Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 13

29 Kota Sibolga √ √ Sampel 14

30 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 15

31 Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 16

32 Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 17

33 Kota Gunung Sitoli √ x -

Sumber :


(59)

4.1.2Analisis Hasil Penelitian Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai nilai minimun, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi.

Tabel 4.2 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PD 68 2.018 891.897 38.16957 135.310881

RD 68 2.557 236.695 15.93928 40.588178

BM 68 10.158 681.884 136.43366 112.718895

Valid N (listwise) 68

Sumber : Diolah dari SPSS 21.0

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan di bawah ini : Jumlah sampel (N) sebanyak 6.

a. variabel belanja modal / BM (Y) memiliki nilai minimum 10.158, nilai maksimum 681.884, rata-rata 136.433, dan standar deviasi sebesar 112.718. b. variabel Pajak Daerah / PD (X1) memiliki nilai minimum 2.018, nilai

maksimum 891.897, rata-rata 38.169 dan standar deviasi sebesar 135.310. c. variabel Retribusi Daerah / RD (X2) memiliki nilai minimum 2.557, nilai


(60)

4.1.3 Pengujian Asumsi Klasik 4.1.3.1 Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan grafik histogram yang diolah dengan SPSS, normal probability plot serta Kolmogorov-Smirnov Test ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 4.1

Sumber : Diolah dari SPSS

Hasil uji normalitas di atas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram di atas distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng (skewness) ke kiri maupun ke kanan. Maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data tersebut normal.


(61)

Hasil uji normalitas dengan menggunakan normal probability plot, di mana terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan uji Kolmogorov-Smirnov berikut ini :

Tabel 4.3

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 68

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 53.04017901 Most Extreme Differences

Absolute .134

Positive .134

Negative -.069

Kolmogorov-Smirnov Z 1.101

Asymp. Sig. (2-tailed) .177

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Diolah dari SPSS

Nilai Kolmogorov–Smirnov sebesar 1,101 dan signifikansi 0,177 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal, dimana nilai sig. Lebih besar dari 0,05 (p=0,177>0,05)

Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas menunjukkan hasil yang sama yaitu normal, dengan demikian telah terpenuhi asumsi normalitas dan bisa dilakukan pengujian asumsi klasik berikutnya pada data.


(62)

4.1.3.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas ini dapat dilihat dengan grafik

scatterplot. Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.3 Grafik Scatterplot

Sumber : Diolah dari SPSS

Dari gambar scatterplot tersebut, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai.


(63)

4.1.3.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi. Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4

Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .882a .779 .772 53.850000 1.500

a. Predictors: (Constant), RD, PD b. Dependent Variable: BM

Sumber : Diolah dari SPSS

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson (DW) sebesar 1,500 (-2<1,500<+2) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif.

4.1.3.4 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen. Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(64)

Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

PD .311 3.218

RD .311 3.218

a. Dependent Variable: BM

Sumber : Diolah dari SPSS

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/

Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa semua angka tolerance PD (X1), RD (X2) > 0,1 dan VIF-nya < 10. Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10. Ini mengindikasikan bahwa terjadi multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian.

4.2Model dan Teknik Analisis Data

Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui pengaruh pajak daerah (X1) dan retribusi daerah (X2) terhadap kemandirian keuangan daerah (Y). Hasil regresi dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(65)

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1

(Constant) 101.331 7.042 14.390 .000

PD .383 .087 .459 4.387 .000

RD 1.286 .291 .463 4.422 .000

a. Dependent Variable: BM

Sumber : Diolah dari SPSS

Berdasarkan hasil pengolahan data yang terlihat pada tabel 4.10 pada kolom unstandardized coeffisients bagian B, diperoleh modal persamaan regresi berganda sebagai berikut :

Y=101,331+0,383X1+1,286X2+e

Keterangan :

Y = Belanja Modal

X1 = Pajak Daerah X2 = Retribusi Daerah

e = Error

Adapun interpretasi dari persamaan di atas adalah :

a. konstanta (a) sebesar 101,331 menunjukkan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka belanja modal adalah sebesar 9,825.

b. koefisien X1 (b1) = 0,383, menunjukkan bahwa rasio pajak daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal (Y). Artinya apabila terjadi perubahan variabel pajak daerah sebesar 1% maka akan meningkatkan belanja modal sebesar 0,383 dengan asumsi variabel lainnya konstan.


(66)

c. koefisien X2 (b2) = 1,286, menunjukkan bahwa rasio retribusi daerah berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah (Y). Artinya apabila terjadi perubahan variabel pajak daerah sebesar 1% maka akan meningkatkan belanja modal sebesar 1,286 dengan asumsi variabel lainnya konstan.

d. standar error (e) menunjukkan tingkat kesalahan pengganggu

4.3 Pengujian Hipotesis 4.3.1 Uji Statistik t

Untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen, yaitu Pajak daerah dan Retribusi Daerah secara parsial (individual) berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah, dilakukan uji statistik t.

Tabel 4.7 Uji Statistik t

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 101.331 7.042 14.390 .000

PD .383 .087 .459 4.387 .000 .311 3.218

RD 1.286 .291 .463 4.422 .000 .311 3.218

a. Dependent Variable: BM

Sumber : Diolah dari SPSS

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pajak Daerah (X1) mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000, lebih kecil dari 0.05. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho


(1)

Data Penelitian Tahun 2011 (dalam jutaan rupiah)

NO PEMKAB/PEMKOT PAJAK

DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

BELANJA MODAL

1 Kabupaten Asahan 11.968 6.003 179.238

2 Kabupaten Dairi 3.388 4.149 74.602

3 Kabupaten Langkat 17.819 5.546 119.040

4 Kabupaten Mandailing Natal 14.740 4.590 88.218

5 Kabupaten Simalungun 19.057 5.314 132.102

6 Kabupaten Tapanuli Selatan 13.721 4.902 137.836

7 Kabupaten Tapanuli Utara 4.693 16.870 188.144

8 Kabupaten Toba Samosir 4.145 4.241 104.553

9 Kabupaten Humbang Hasundutan 2.549 2.856 78.729

10 Kabupaten Samosir 5.017 3.822 119.696

11 Kota Medan 609.379 236.695 681.884

12 Kota Binjai 14.997 6.666 131.940

13 Kota Pematang Siantar 16.024 18.467 73.017

14 Kota Sibolga 4.748 8.155 89.964

15 Kota Tanjung Balai 6.913 9.766 92.006

16 Kota Tebing Tinggi 9.939 5.388 93.703


(2)

NO PEMKAB/PEMKOT PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

BELANJA MODAL

1 Kabupaten Asahan 14.875 7.123 259.227

2 Kabupaten Dairi 4.798 7.555 97.984

3 Kabupaten Langkat 34.630 7.100 255.053

4 Kabupaten Mandailing Natal 4.156 6.203 133.047

5 Kabupaten Simalungun 22.686 14.351 314.892

6 Kabupaten Tapanuli Selatan 11.209 6.558 194.194

7 Kabupaten Tapanuli Utara 5.098 16.449 171.508

8 Kabupaten Toba Samosir 3.540 7.006 153.981

9 Kabupaten Humbang Hasundutan 2.252 6.096 124.493

10 Kabupaten Samosir 3.664 7.576 85.424

11 Kota Medan 891.897 127.840 558.429

12 Kota Binjai 32.801 6.854 158.209

13 Kota Pematang Siantar 19.170 20.596 90.832

14 Kota Sibolga 3.956 13.644 90.900

15 Kota Tanjung Balai 7.372 10.927 114.085

16 Kota Tebing Tinggi 11.716 4.754 97.955


(3)

Lampiran ii

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PD 68 2.018 891.897 38.16957 135.310881

RD 68 2.557 236.695 15.93928 40.588178

BM 68 10.158 681.884 136.43366 112.718895

Valid N (listwise) 68

Lampiran iii


(4)

Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric test Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 68

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 53.04017901

Most Extreme Differences

Absolute .134

Positive .134

Negative -.069

Kolmogorov-Smirnov Z 1.101

Asymp. Sig. (2-tailed) .177

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Lampiran v


(5)

Lampiran vi

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .882a .779 .772 53.850000 1.500

a. Predictors: (Constant), RD, PD b. Dependent Variable: BM

Lampiran vii

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

PD .311 3.218

RD .311 3.218

a. Dependent Variable: BM

Lampiran viii

Hasil Regresi

Koefisien Determinasi (R²)

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .882a .779 .772 53.850000 1.500

a. Predictors: (Constant), RD, PD b. Dependent Variable: BM


(6)

Hasil Uji t (t test)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 101.331 7.042 14.390 .000

PD .383 .087 .459 4.387 .000 .311 3.218

RD 1.286 .291 .463 4.422 .000 .311 3.218

a. Dependent Variable: BM

Lampiran x

Hasil Uji F (F test)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 662783.342 2 331391.671 114.280 .000b Residual 188488.459 65 2899.822

Total 851271.801 67

a. Dependent Variable: BM b. Predictors: (Constant), RD, PD