Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pembangunan Daerah Melalui Belanja Modal Pada Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI

BELANJA MODAL PADA KABUPATEN BENER MERIAH

PROVINSI ACEH

OLEH

Zulkautsar

090503011

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

Terhadap Pembangunan Daerah Melalui Belanja Modal Pada Kabupaten Bener Meriah” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari Dinas Pengelola

Keuangan dan Kekayaan Daerah, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, September 2013 Yang Membuat Pernyataan,

Zulkautsar


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI BELANJA MODAL PADA

KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum uji t dan uji f pada level signifikansi 5% (α=0,05). Variabel dalam penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah sebagai variable

independen dan belanja modal sebagai variable dependen. Populasi dalam

penelitian ini adalah Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh, dan sampel yang digunakan dari tahun 2005 sampai dengan 2012.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadapa belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Secara parsial pajak daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Sedangkan retribusi daerah juga tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal. Kata Kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Belanja Modal, Kabupaten


(4)

ABSTRACT

EFFECT OF LOCAL TAXES AND LOCAL RETRIBUTIONS TO THE REGIONAL DEVELOPMENT THROUGH CAPITAL EXPENDITURE ON

BENER MERIAH DISTRICT IN PROVINCE ACEH

The purpose of this research is to find out and to alalyze whether local taxes receipt and retributions receipt influence the capital expenditure in Bener Meriah District.

The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linear regression with bring about classical assumption test before t test and f test on 5% level of significant (α=0,05).

The variable used in this research are local taxes receipt and retributions receipt as independent variable and capital expenditure as dependent variable.The Population in this research is Bener Meriah district in Aceh Province, and samples used the year 2005 up to year 2012.

The result of this research show that, simultaneously taxes receipt and retributions receipt influence not significantly toward the capital expenditure of Bener Meriah district. Partially local taxes receipt not significantly influence toward capital expenditure and retribution receipt also not significant influence toward the capital expenditure.

Keyword : Local Taxs, Local Retribution, Capital Expenditure, Bener Meriah District


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil allamin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan semua nikmat, karunia dan hidayah yang tiada terkira sehingga ahirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, tanpa adanya kendala yang berarti. Shalawat beserta salam senantiasa kita haturkan keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW yang tak pernah lelah memperjuangkan umatnya menuju jalan yang penuh ilmu pengetahuan, dan kepada beliau, sahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir.

Penulis menyadari adanya keterbatasan, kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis selalu berusaha untuk memperbaiki diri menuju kesempurnaan di masa yang akan dating.

Penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara.


(6)

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara.

4. Bapak Drs. Sucipto, MM, Ak., selaku dosen pembimbing dan dosen penasehat akademik yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dari awal hingga selesainya skripsi ini. Bapak Drs. Abikusno Dharsuky, MM, Ak. selaku dosen pembaca yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Qalbu Salim. B dan Ibunda Tercinta Nuraidah Serta Kakak dan Abang tercinta Yuli Dame dan Bade Belantara yang tak henti-hentinya memberikan dorongan, motivasi, semangat dan dukungannya baik Moril maupun Materil kepada Penulis untuk menyelesaikan Studi Penulis di Universitas Sumatra Utara. Semoga Ayahanda dan Ibunda serta Kakanda dan Abangda selalu dilindungi oleh Allah SWT.

6. Teman-teman mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara angkatan 2009, Khususnya teman-teman senasib seperjuangan Defry, Ihsan, Baidi, Prian, Syahril, Marwan dan teman-teman baik penulis yang ada di Takengon serta Adinda Nella yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna yang disebabkan keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun sehingga skripsi ini


(7)

dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2013 Penulis

Zulkautsar


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan ... 6

1.2.1 Perumusan Masalah ... 6

1.2.2 Batasan Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Otonomi Daerah ... 9

2.2 Pendapatan Asli Daerah ... 10

2.2.1 Pajak Daerah ... 12

2.2.2 Retribusi Daerah ... 20

2.3 Belanja Daerah ... 26

2.3.1 Belanja Administrasi Umum ... 27

2.3.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan ... 31

2.3.3 Belanja Modal ... 32

2.3.4 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan ... 33

2.3.5 Belanja Tidak Tersangka ... 34

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34

2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesi s ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 39

3.2 Populasi dan Sampel ... 39

3.3 Defenisi Operasional ... 40

3.4 Prosedur Pengumpulan Data ... 41

3.5 Metode Analisis Data ... 41

3.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 41

3.5.2 Pengujian Hipotesis ... 44


(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian ... 47

4.1.1 Gambaran Umum Dinas Penglolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah ... 48

4.1.2 Pajak Daerah Kabupaten Bener Meriah ... 57

4.1.3 Retribusi Daerah Kabupaten Bener Meriah ... 58

4.1.4 Belanja Modal Kabupaten Bener Meriah ... 58

4.1.5 Statistik Deskriptif ... 59

4.1.6 Pengujian Asumsi Klasik ... 60

4.1.7 Pengujian Hipotesis ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 75

                   


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 14

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ... 34

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 40

Tabel 4.1 Realisasi Pajak Daerah ... 57

Tabel 4.2 Realisasi Retribusi Daerah ... 58

Tabel 4.3 Realisasi Belanja Modal ... 59

Tabel 4.4 Descriptive Statistics ... 59

Tabel 4.5 Uji Normalitas ... 61

Tabel 4.6 Uji Autokorelasi ... 63

Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas ... 64

Tabel 4.8 Uji Parsial (T test) ... 66


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 37

Gambar 4.1 Normal P-P Plot ... 62

Gambar 4.2 Histogram ... 63

Gambar 4.3 Scatterplot ... 65

 

                                   


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1. Data Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Belanja

Modal ... 76 2. Hasil Pengujian Regresi Linear ... 78 3. Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Keuangan Dan

Kekayaan Daerah Kabupaten Bener Meriah ... 83    

   

                                 


(13)

ABSTRAK

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI BELANJA MODAL PADA

KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum uji t dan uji f pada level signifikansi 5% (α=0,05). Variabel dalam penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah sebagai variable

independen dan belanja modal sebagai variable dependen. Populasi dalam

penelitian ini adalah Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh, dan sampel yang digunakan dari tahun 2005 sampai dengan 2012.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadapa belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Secara parsial pajak daerah tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal pada Kabupaten Bener Meriah. Sedangkan retribusi daerah juga tidak berpengaruh siknifikan terhadap belanja modal. Kata Kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Belanja Modal, Kabupaten


(14)

ABSTRACT

EFFECT OF LOCAL TAXES AND LOCAL RETRIBUTIONS TO THE REGIONAL DEVELOPMENT THROUGH CAPITAL EXPENDITURE ON

BENER MERIAH DISTRICT IN PROVINCE ACEH

The purpose of this research is to find out and to alalyze whether local taxes receipt and retributions receipt influence the capital expenditure in Bener Meriah District.

The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linear regression with bring about classical assumption test before t test and f test on 5% level of significant (α=0,05).

The variable used in this research are local taxes receipt and retributions receipt as independent variable and capital expenditure as dependent variable.The Population in this research is Bener Meriah district in Aceh Province, and samples used the year 2005 up to year 2012.

The result of this research show that, simultaneously taxes receipt and retributions receipt influence not significantly toward the capital expenditure of Bener Meriah district. Partially local taxes receipt not significantly influence toward capital expenditure and retribution receipt also not significant influence toward the capital expenditure.

Keyword : Local Taxs, Local Retribution, Capital Expenditure, Bener Meriah District


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus di ikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintah daerah dan pelayanannya dilakukan berdasarkan prinsi-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 didalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini Mencerminkan upaya untuk menjamin stabilitas pertumbuhan dan pemerataan.


(16)

Sejak tanggal 1 januari 2001 telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya secara efektif otonomi daerah sebagaimana yang di cantumkan dalam UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang telah di revisi dengan UU no 32 tahun 2004.

Berlakunya kebijakan otonomi daerah sejak daerah sejak 1 januari 2001, sistem pemerintahan mengalami perubahan yang mendasar. Penyelenggaraan seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negri. Pertahanan dan keamanan, keadilan, moneter, dan fiskal menjadi wewenang pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten/kota mendapat kewenangan yang lebih luas untuk menggali sumber-sumber penerimaan untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pelaksanaan Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan potensi-potensi yang dimiliki secara optimal. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan daerah tertentu memerlukan biaya yang cukup besar. Agar pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi mengingat tidak semua sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Agar pendanaan penyelenggaraan pemerintah dapat terlaksana secara efesien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih, maka di atur pendanaan


(17)

penyelenggaraan pemerintah. Penyelenggaraan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah dibiayai oleh APBD, Sedangkan Penyelenggaraan keuangan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah di biayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang dikonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan/ atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan.

Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD, yang salah satunya berupa pajak daerah, di harapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, sumber dana pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintahan pusat sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana tersebut relatif terbatas.

Semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima otomatis semakin meningkatkan PADnya. Kemandirian Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh oleh kabupaten dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat seperti


(18)

membantu dan memfasilitasi sarana dan prasarana masyarakat misalnya, dalam sector pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain.

Pajak dan Retribusi daerah merupakan suatu sistem perpajakan indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu di jaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sisitem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek, tarif pajak dan retribusi, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi.

Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada negara dikarenakan ada jasa tertentu yang di berikan oleh pemerintah kepada individu secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan menjadi sumber pendapatan bagi daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan daerah selain pajak daerah, bagian laba usaha daerah maupun nilai-nilai PAD yang sah.

Sebagaimana diketahui bahwa retribusi daerah sebagai sumber penerimaan dalam negri mempunyai potensi untuk dijadikan sumber pendapatan nasional, mengingat semakin banyak orang pribadi maupun pihak swasta yang menggunakan jasa yang disediakan pemerintah sekarang ini. Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah bagaimana cara mengoptimalkan pemungutan retribusi daerah sehingga memberikan hasil yang maksimal.

Demikian juga halnya dengan Kabupaten Bener Meriah yang terbentuk sebagai daerah otonom yang berasal dari pemekaran Kabupaten Aceh Tengah


(19)

sejak tahun 2005, dan merupakan Kabupaten termuda di provinsi Aceh maka Kabupaten Bener Meriah memiliki konsekuensi adanya tuntutan dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang di harapkan dan di upayakan dapat menjadi penyangga dalam membiayai kegiatan pembangunan daerahnya.

Peranan pajak daerah dan retribusi daerah dalam membiayai belanja daerahnya masing-masing belum optimal. Bahkan bisa dikatakan bahwa kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dalam menutupi semua belanja daerah masih sangat kecil. Sehingga bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih sangat diharapkan dalam menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah daerah. Oleh karena itu Kabupaten Bener Meriah masih harus bekerja keras dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimiliki, untuk mewujudkan tujuan dari otonomi daerah, yaitu mampu meningkatkan kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya.

Dari latar belakang tersebut penulis melihat banyak fenomena mengenai kaitan antara PAD melalui Pajak Dan Retribusi dalam Hubungannya dengan Belanja Daerah yang dalam hal ini Penulis mengkaitakannya dengan Belanja Modal atau Belanja Fisik Daerah yang dapat dilihat dari Peningkatan aset-aset Daerah. Dengan dilatari dari Fenomena ini Menimbulakan banyak penelitian-penelitian sebelumnya berkaitan dengan hal-hal yang tersebut di atas, Seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sianturi Agave (2010) Dengan Judul “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara”. Dengan Hasil Penelitian secara parsial dapat diambil kesimpulan, bahwa Pajak Daerah


(20)

mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal, sementara Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap Belanja Modal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap Belanja Modal. Kemudian secara simultan dapat diambil kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal.

Berdasarkan dari latar belakang dan penelitian terdahulu di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan variable indevenden Pajak dan Retribusi daerah sementara variable devendennya ialah Belanja Modal. Dengan Variabel-variabel yang sama dengan penelitian sebelumnya oleh Sianturi Agave (2010) namun dengan kabupaten dan tahun sample yang berbeda yang nantinya akan menghasilkan Hasil penelitian yang berbeda pula.

1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan 1.2.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah pajak daerah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.

b. Apakah retribusi daerah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.


(21)

c. Apakah pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah

.

1.2.2 Batasan Permasalahan

a. Batasan aspek penelitian ini adalah hanya terhadap akutansi keuangan daerah saja, berkaitan dengan nilai realisasi pajak daerah dan retribusi daerah dibandingkan dengan belanja modal pembangunan daerah. b. Batasan waktu penelitian adalah hanya meliputi tahun 2005-2012. c. Objek penelitian ini adalah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

a. Untuk mengetahui apakah pajak daerah berpengaruh signifikan positif terhadap pembangunan daerah Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah.

b. Untuk mengetahui apakah retribusi daerah berpengaruh signifikan positif terhadap pembangunan daerah Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.

c. Untuk mengetahui apakah pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan positif terhadap pembangunan daerah Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.


(22)

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Bagi Penulis, penelitian ini menjadi bahan masukan jika dikemudian hari penulis diminta pendapat yang berkaitan dengan pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pembangunan daerah Pemerintah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.

b. Bagi Pemerintah Pusat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan inforamsi dalam melakukan penilaian keberhasilan implementasi otonomi daerah pada Pemerintah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.

c. Bagi Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi berupa bukti empiris tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pembangunan daerah pada Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh, dan juga sebagai bahan masukan dalam penyusunan APBD Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh di tahun-tahun yang akan datang.

d. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk melakukan penelitian lainnya yang sejenis.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Otonomi Daerah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberian otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama. Disamping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.


(24)

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2 Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”

Menurut Bastian Indra (2006 : 148) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Kelompok Pendapatan asli daerah menurut jenis pendapatan terdiri atas: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di pisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.


(25)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang bersumber dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah Bab V, Sumber Penerimaan Daerah, PAD bersumber dari :

1. pajak daerah, 2. retribusi daerah,

3. bagian laba usaha daerah, 4. lain-lain PAD yang sah.

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari :

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.


(26)

2.2.1 Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Kesit Bambang Prakoso (2003 : 1): Pengertian Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah sebagai berikut: “Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:


(27)

a. pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b. penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang

c. pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan hukum lainnya.

d. hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak daerah merupakan pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.

2. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Dan berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten /kota.


(28)

Tabel 2.1

Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4. Pajak Pengambilan Dari Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7. Pajak Parkir

3. Jenis-Jenis Pajak Kabupaten / Kota.

a. Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

b. Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran, yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.


(29)

c. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. d. Pajak Reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu

benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Pajak Parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan


(30)

tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

4. Pajak Kabupaten / Kota Lainnya

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat, selain ketujuh jenis pajak kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar spesifik dan potensial di daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisispasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Menurut Kurniawan Panca (2004 : 80),

Pemungutan pajak kabupaten/kota lainnya tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah sepanjang memenuhi kriteria di bawah ini

a. Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian yang ditentukan dalam defenisi pajak daerah.

b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan


(31)

memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.

d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak pajak provinsi dan atau objek pajak pusat.

e. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidakmengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor impor.

g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan, antara lain objek pajak dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan memerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya, kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak.

h. Menjaga kelestarian lingkungan, maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat”.

5. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota

a. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel.

b. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran


(32)

c. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

d. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame e. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan

yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik f. Subjek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah

orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajakknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian gol C.

g. Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir

6. Objek Pajak Kabupaten / Kota

Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 55). ”Untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata)”.


(33)

Yang menjadi objek pajak dari pajak kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

a. objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk:

1) fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.

2) pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

3) fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum, dan

4) jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel.

b. objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

c. objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.

d. objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.

e. objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di ilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

f. objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C.


(34)

g. objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

7. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar : a. Pajak Hotel 10%;

b. Pajak Restoran 10%; c. Pajak Hiburan 35%; d. Pajak Reklame 25%;

e. Pajak Penerangan Jalan 10%;

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%; g. Pajak Parkir 20%;

Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.

2.2.2 Retribusi Daerah

1. Pengertian Retribusi Daerah

Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 5), ”Retribusi Daerah adalah Pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya


(35)

secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara”.

Keunggulan retribusi daerah dibandingkan dengan pajak daerah adalah pungutan retribusi daerah yang didasari oleh kontraprestasi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, dimana tidak ditentukan secara limitative seperti pada pajak daerah. Hal utama yang membatasai pengenaan retribusi daerah oleh Pemerintah Daerah terletak pada tersedia atau tidaknya suatu jasa layanan oleh Pemerintah Daerah.

2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah

Sesuai dengan Undang Undang No 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 2, retribusi daerah digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:

a). Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan.Pelayanan yang digolongkan sebagai jasa usaha tersebut tergolong quasy goods dan pelayanan yang memerlukan pengendalian dalam konsumsinya dan biaya penyediaan layanan tersebut cukup besar sehingga layak dibebankan pada masyarakat. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah sebagai berikut:Retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan


(36)

penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi parkir di tepi jalan umum, retribusi pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta dan retribusi pengujian kapal perikanan.

b). Retribusi Jasa Usaha merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyebrangan diatas air, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi penjualan produksi usaha daerah.

c). Retribusi Perijinan Tertentu yang merupakan pungutan yang dikenakan sebagai pembayaran atas pemberian ijin untuk melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah seperti: retribusi pembentukan penggunaan tanah, retribusi ijin mendirikan bangunan, retribusi ijin pengambilan hasil hutan ikutan, retribusi pengelolaan hutan, retribusi izin gangguan,


(37)

retribusi izin trayek dan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol.

3. Retribusi Lain-Lain

Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4 menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa yang akan datang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memerhatikan aspirasi dari masyarakat dan kesederhanaan jenis retribusi daerah serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

4. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah

a. Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang


(38)

bersangkutan. Subjek Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum.

b. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha.

c. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.

5. Objek Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial- ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Adapun objek retribusi daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:

a. objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan


(39)

b. objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

c. objek retribusi perizinan tertentu yakni kegiatan tertentu yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

6. Tarif Retribusi Daerah

Menurut Panca Kurniawan (2005 : 177):

Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya:

i. Pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, ii. Retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil,

iii. Retribusi pasar antara kios dan los, dan

iv. Retribusi sampah antara rumah tangga dan industri.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan ketentuan ini, daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum sebagai cara untuk


(40)

bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jasa pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh, tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutupi biaya pengumpulan, transportasi, dan pembuangan sampah. Sedangkan, untuk golongan masyarakat yang kurang mampu tarif ditetapkan lebih rendah. Penetapan tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, seperti keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izan yang bersangkutan. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh perkiraan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dapat tertutupi.

2.3 Belanja Daerah

1. Pengertian Belanja Daerah

Bastian Indra (2006 : 152) belanja daerah adalah pengeluaran yang digunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksankan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.


(41)

Sedangkan menurut Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 “Belanja Daerah adalah “kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.”

2. Klasifikasi Belanja Daerah

Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri 13/ 2006 terdiri atas :

Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bentuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Menurut Halim (2004 : 18), belanja daerah digolongkan menjadi 4, yakni : Belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal.

Klasifikasi belanja daerah yang dikemukakan oleh Halim (2004 : 18) sesuai dengan klasifikasi belanja daerah menurut Kepmendagri 29/ 2002.

2.3.1 Belanja Administrasi Umum

Menurut Halim (2004 : 70): “Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara


(42)

kelompok belanja administrasi umum terdiri atas 4 jenis belanja, yaitu 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan.”

1. Belanja Pegawai / Personalia

Menurut Halim (2004 : 70), “jenis belanja pegawai/ personalia merupakan belanja pemerintah daerah untuk orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.”

Jenis belanja pegawai/ personalia untuk belanja aparatur daerah meliputi objek belanja :

1) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah 2) gaji dan tunjangan pegawai

3) biaya perawatan dan pengobatan

4) biaya pengembangan sumber daya manusia (Halim, 2004 : 70)

Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja :

1) belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota dprd 2) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah 3) gaji dan tunjangan pegawai daerah

4) biaya perawatan dan pengobatan

5) biaya pengembangan sumber daya manusia (Halim, 2004 : 71)


(43)

2. Belanja Barang dan Jasa

Menurut Halim (2004 : 71), “jenis belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa.”

Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas objek belanja berikut :

1) biaya bahan pakai habis kantor 2) biaya jasa kantor

3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor 4) biaya sewa kantor

5) biaya makanan dan minuman kantor 6) biaya pakaian dinas

7) biaya bunga utang

8) biaya depresiasi gedung (operasional) 9) biaya depresiasi alat angkutan (operasional) 10) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga

11) biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) (Halim, 2004 : 71)

Jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini :

1) biaya bahan pakai habis kantor 2) biaya jasa kantor

3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor 4) biaya sewa kantor

5) biaya makanan dan minuman kantor 6) biaya pakaian dinas

7) biaya bunga utang


(44)

10) biaya depresiasi alat angkutan (operasional)

11) biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional) 12) biaya depresiasi alat pertanian (operasional)

13) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga

14) biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) 15) biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional)

16) biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional) (Halim, 2004 : 71)

3. Belanja Perjalanan Dinas Menurut Halim (2004 : 71),

belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan, objek belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja aparatur daerah meliputi biaya perjalanan dinas, sedangkan untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan.

4. Belanja Pemeliharaan

Menurut Halim (2004, 71), “belanja pemeliharaan merupakan belanja pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah.”

Objek belanja dari jenis belanja pemeliharaan untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas :

1) biaya pemeliharaan bangunan gedung 2) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan

3) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga 4) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi 5) biaya pemeliharaan buku perpustakaan


(45)

(Halim, 2004 : 71-72)

Objek Belanja untuk Jenis Belanja Pemeliharaan untuk Bagian Belanja Pelayanan Publik terdiri atas :

1) biaya pemeliharaan jalan dan jembatan 2) biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) 3) biaya pemeliharaan instalasi

4) biaya pemeliharaan jaringan

5) biaya pemeliharaan bangunan gedung 6) biaya pemeliharaan monumen

7) biaya pemeliharaan alat-alat besar 8) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan 9) biaya pemeliharaan alat-alat bengkel 10) biaya pemeliharaan alat-alat pertanian

11) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga 12) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi 13) biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran

14) biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium 15) biaya pemeliharaan buku perpustakaan

16) biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian, kebudayaan 17) biaya pemeliharaan hewan, ternak, serta tanaman

18) biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan (Halim, 2004 : 72).

2.3.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan

Menurut Halim (2004 : 72), “belanja operasi dan pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja : 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3)


(46)

Menurut Halim (2004 : 72), jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja berikut “1) honorarium/ upah, 2) uang lembur, 3) insentif.”

Jenis belanja barang dan jasa baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja :

1) biaya bahan/ material 2) biaya jasa pihak ketiga 3) biaya cetak dan penggandaan 4) biaya sewa

5) biaya makanan dan minuman 6) biaya bunga utang

7) biaya pakaian kerja. (Halim, 2004 : 72-73)

“Jenis belanja perjalanan dinas dan jenis belanja pemeliharaan memiliki klasifikasi yang sama dengan klasifikasi jenis belanja ini pada kelompok belanja administrasi umum, baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik.” (Halim, 2004 : 73)

2.3.3 Belanja Modal

Menurut Halim (2004 : 73), “belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.”

Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja berikut, baik untuk bagian aparatur daerah maupun pelayanan publik :


(47)

1) belanja modal tanah

2) belanja modal jalan dan jembatan 3) belanja modal bangunan air (irigasi) 4) belanja modal instalasi

5) belanja modal jaringan

6) belanja modal bangunan gedung 7) belanja modal monumen

8) belanja modal alat-alat besar 9) belanja modal alat-alat angkutan 10) belanja modal alat-alat bengkel 11) belanja modal alat-alat pertanian

12) belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga 13) belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi 14) belanja modal alat-alat kedokteran

15) belanja modal alat-alat laboratorium 16) belanja modal buku/ perpustakaan

17) belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan 18) belanja modal hewan, ternak, serta tanaman

19) belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan. (Halim, 2004 : 73)

2.3.4 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Menurut Halim (2004 : 73):

Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang dan atau barang dari Pemerintah Daerah. Kelompok belanja bagi hasil dan bantuan keuangan terkhusus bagi kabupaten/kota terdiri atas jenis belanja berikut (hanya untuk bagian belanja pelayanan publik) : 1) belanja bagi hasil retribusi kepada Pemerintah Desa, 2) belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa/ Kelurahan, 3) belanja bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan, 4) belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi.”


(48)

2.3.5 Belanja Tidak Tersangka

Menurut Halim (2004 : 73), “kelompok belanja tidak tersangka adalah belanja Pemerintah Daerah untuk pelayanan publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial. Kelompok belanja ini terdiri atas jenis belanja tidak tersangka.”

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil

1 Abdullah Syukriy (2006) Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dari Sumber pendapatan Independen 1.Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen : 1.Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal

2 Irma Syahfitri (2008) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada Indepen : 1.Pertumbuhan ekonomi 2.Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3.Dana Alokasi Umum (DAU) Dependen : 1.Belanja Modal

1. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi memiliki


(49)

Pemerintah Kabupaten /Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara pengaruh signifikan negative terhadap Belanja Modal. 2. Secara simultan pertumbuhan ekonomi,, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal. 3 Agave Sianturi (2010) Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian

Belanja Modal Pada Pemerintahan

Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

Independen: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi

Daerah Dependen: 1. Belanja Modal

1. secara parsial dapat diambil kesimpulan, bahwa Pajak Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal, sementara Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap Belanja Modal. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pajak


(50)

lebih signifikan terhadap Belanja Modal.

2. secara simultan dapat diambil

kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi

daerah memiliki pengaruh yang signifikan

positif terhadap Belanja Modal.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:

1. Pada penelitian ini memiliki dua variabel baru yaitu Pajak daerah dan Retribusi Daerah yang juga merupakan komponen dari Pendapatan Asli Daerah. Disini peneliti ingin menguji apakah variabel ini juga berpengaruh

terhadap Belanja Modal.

2. Sampel Penelitian pada Penelitian ini yakni hanya pada satu Kabupaten saja. Sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan banyak sample.

3. Tahun Penelitian pada penelitian ini hanya menggunakan 8 tahun. Yaitu mulai dari tahun 2005-2012.


(51)

BELANJA MODAL

(Y) 2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

1. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan dua variable bebas yaitu pajak daerah dan retribusi daerah, serta satu variable terikat yaitu Belanja Daerah. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari penelitian ini adalah:

Gambar 2.1 H1

H3

H2

Gambar 2.1: Kerangka Konseptual PAJAK DAERAH

(X1)

RETRIBUSI DAERAH


(52)

2. Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 41) “Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.”

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pembangunan daerah Melalui Belanja Modal Pemerintahan kabupaten Bener Meriah Aceh

H2 : Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat Pembangunan Daerah Melalui Belanja Modal Pemerintahan kabupaten Bener Meriah Aceh

H3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal Pemerintahan kabupaten Bener Meriah Aceh


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain asosiatif kausal. Menurut Erlina (2008:34), “penelitian asosiatif adalah menghubungkan dua variabel atau lebih”. Menurut Umar (2003:30) “desain kausal berguna untuk mengukur hubungan – hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”. Jadi penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang menjelaskan hubungan sebab dan akibat dua variabel atau lebih untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.

3.2 Populasi dan Sampel

Menurut Erlina (2008:75) “populasi adalah sekelompok orang, kejadian, suatu yang mempunyai karakteristik tertentu”. Populasi pada penelitian ini adalah Laporan realisasi APBD Kabupaten Bener Meriah selama tahun 2005-2012.

“Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi” (Erlina, 2008:75). Sampel yang digunakan adalah Laporan Realisasi Belanja Modal dan Laporan Realisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


(54)

3.3 Defenisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan defenisinya akan di jelaskan melalui tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Jenis Variabel Nama Variabel Defenisi

Independen Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan

oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang digunakan untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintahan

Daerah dan pembangunan Daerah. Independen Retribusi Daerah Retribusi  Daerah  adalah  pungutan

Daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan.

Dependen Belanja Modal Belanja Modal merupakan belanja

pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum


(55)

3.4 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data peneliti melakukan teknik dokumentasi dan menggunakan data sekunder yakni memperoleh data penelitian dari tempat penelitian berupa Laporan keuangan pemerintahan yang telah di audit dan dari website Direktorat jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) Departemen Keuangan berupa Data series keuangan tahun 2005-2012.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis.

3.5.1 Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam variabel dependen dengan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Proses uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Distribusi data dapat dilihat dengan membandingkan Zhitung dan Ztabel dengan kriteria sebagai berikut :

1) Jika Zhitung (Kolmogorov Smirnov) < Ztabel (1,96), atau angka signifikan > taraf signifikan (α) 0,05 maka distribusi data dikatakan normal.


(56)

2) Jika Zhitung (Kolmogorov Smirnov) > Ztabel (1,96), atau angka signifikan < taraf signifikan (α) 0,05 maka distribusi data dikatakan tidak normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebasnya. Untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas, dapat dilakukan dengan cara:

1) Nilai R2 pada estimasi model regresi,

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen,

3) Menggunakan variance inflation factor dan nilai tolerance.

Multikolinieritas terjadi jika VIF lebih dari 10 dan nilai

tolerance lebih kecil dari 0,10.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan penggangu pada periode sebelumnya. Autokorelasi sering terjadi pada sampel dengan data time series.

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi yaitu :


(57)

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, 2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi,

3) Angka D-W di atas +2 berarti autokorelasi negatif.

d. Uji Heterokedasititas

Uji heterokedasititas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual atau homokedastisitas. Untuk melihat ada tidaknya heterokedasititas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot. Cara memprediksi pola gambar Scatterplot adalah dengan :

1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0,

2) Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja,

3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar,


(58)

3.5.2 Pengujian Hipotesis

Model penelitian ini menggunakan mdel regresi linier berganda. Model regresi linier berganda adalah model regresi yang memiliki lebih dari satu variabel independen. Model regresi linier berganda dikatakan model yang baik jika model tersebut memiliki asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik baik multikolinieritas, autokorelasi dan heterokedastisitas.

Persamaan regresi linier berganda yaitu :

Y = α + β1X1 + β2X2 + ε

Keterangan :

Y = Indeks Pengungkapan,

X1 = Pajak Daerah,

X2 = Retribusi Daerah,

α = Konstanta,

ε = error,

β1, β2 = koefisien regresi yang menunjukkan perubahan variabel dependen berdasarkan pada variabel independen.


(59)

a. Uji Parsial (t-test)

Uji parsial digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelasan/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis statistik yang diajukan adalah :

H1 : bi ≠ 0 : ada pengaruh

Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah :

1) H1 diterima apabila thitung > ttabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas

< level of significant sebesar 0,05,

2) H1 ditolak apabila thitung < ttabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas > level of significant sebesar 0,05.

b. Uji Simultan (F-test)

Uji F dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model regresi berganda mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :

H1 : b0 = b1 = b2 ≠ 0 : semua variabel independen berpengaruh secara bersama-sama.

Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah :


(60)

1) H1 diterima apabila Fhitung > Ftabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas

< level of significant sebesar 0,05,

2) H1 diterima apabila Fhitung < Ftabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas

> level of significant sebesar 0,05

3.6 Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh, dengan perencanaan jadwal penelitian dimulai pada bulan April sampai selesai.

                           


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian

Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukotanya Simpang Tiga Redelong terletak antara 40 33’50” - 40 54’50” Lintang Utara dan 960 40’75” – 970 17’50” Bujur Timur dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter. Kabupaten yang memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan, dan 233 Kampung dengan kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Syiah Utama yang luasnya hampir setengah dari luas Kabupaten Bener Meriah.

Letak Geografis

Nama Daerah : Kabupaten Bener Meriah Letak : 4O 33’50” – 4 O 54’50” LU

96O 40’75” – 97O 17’50” BT Luas Daerah : 1 919,69 KM2

Tinggi Rata-rata : 100-2500 M diatas Permukaan Laut Batas-batas Daerah

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara Dan Bireuen Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Tengah

Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tengah Banyaknya Kecamatan : 10


(62)

Visi dan Misi Kabupaten Bener Meriah Visi : Kabupaten Bener Meriah

“Mewujudkan Bener Meriah Menjadi Kabupaten Madani ”. Misi : Kabupaten Bener Meriah

1. Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan Kepada Allah SWT 2. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan

3. Mengembangkan Tata Kelola Pertanian 4. Mengembangkan Pelayanan Industri

5. Mengembangkan Perdagangan Skala Global 6. Mengembangkan Pemamfaatan energy 7. Meningkatkan Pemeliharaan Hutan

4.1.1 Gambaran umum Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bener Meriah

Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah berada di bawah pimpinan Kepala Dinas dengan pangkat Pembina utama muda yang dipimpin langsung oleh Sekda, alamat kantor berada di Jl. Takengon – Pondok Baru (Desa Serule Kayu) Redelong Kabupaten Bener Meriah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintah harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.


(63)

Pemerintahan kabupaten Bener meriah sebagai suatu organisasi memiliki fungsi memberikan pelayanan kepada public. Demi terlaksananya tugas tersebut diperlukan adanya peranan kepemimpinan yang akan bertanggungjawab atas beban tugas yang telah dilimpahkan oleh organisasi dimana pimpinan tersebut bekerja.

Dinas pendapatan, pengelolaan, keuangan dan kekayaam daerah dipimpin oleh seorang kepala dinas. Kepala dinas pendapatan, pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris daerah.

Qanun Kabupaten Meriah Nomor 5 Tahun 2008 Tanggal 19 Mei 2008 tentang Susunan Organisasi dan dijabarkan dengan peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2009 tentang rincian tugas pokok dan fungsi pemangku jabatan structural dilingkungan dinas-dinas pemerintahan Kabupaten Bener Meriah. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bener Meriah dibantu oleh jajaran structural.

Organisasi dinas pendapatan, pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah terdiri dari:

a. Kepala Dinas b. Sekretariat

c. Bidang Pendapatan

d. Bidang Anggaran e. Bidang Kekayaan


(64)

f. Bidang Perbendaharaan

g. Kuasa Bendahara Umum Daerah h. UPTD, dan

i. Kelompok jabatan fungsional

Tugas Pokok Kepala Dinas

1. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui SEKDA

2. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah memiliki tugas dalam melakukan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pendapatan, anggaran, kekayaan dan perbendaharaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tugas Pokok Sekretariat

1. Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah.

2. Sekretariat mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan administrasi, umum, perlengkapan, peralatan, kerumahtanggaan, perpustakaan, keuangan, kepegawaian, ketatalaksanaan, hokum, perundang-undangan, pelayanan administrasi, penyusunan program, data dan informasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan dilingkungan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah.


(65)

Sekretariat terdiri dari: a. Sub bagian umum

b. Sub bagian perencanaan, dan; c. Sub bagian keuangan

Tugas pokok Sub bagian umum

Sub bagian umum mempunyai tugas melaksanakan urusan ketatausahaan, kepegawaian, organisasi, ketatalaksanaan, hokum dan perundang-undangan, pelaksanaan hubungan masyarakat dan protokuler, dan rumah tangga, barang inventanis, asset, perlengkapan peralatan, pemeliharaan dan perpustakaan.

Tugas pokok Sub bagian perencanaan

Sub bagian perencanaan mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan dan pengelolaan data, penyusunan program, pelaksanaan dan pemantauan program kerja Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah.

Tugas pokok dan fungsi Sub bagian keuangan

Sub bagian keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan, verifikasi, perbendaharaan, pembukuan, pelaporan realisasi fisik dan keuangan.


(66)

Tugas pokok Bidang pendapatan

1. Bidang pendapatan adalah unsure pelaksana teknis di bidang pendapatan dan pengembangan pendapatan; dan

2. Bidang pendapatan di pimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Melalui Sekretaris Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah.

3. Bidang pendapatan mempunyai tugas melakukan pengelolaan penerimaan dan sektor pendapatan asli daearah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Bidang Pendapatan terdiri dari: a. Seksi Pendapatan asli daerah

b. Seksi pendapatan non asli daerah; dan c. Seksi Pengembangan Pendapatan asli daerah

Tugas pokok Pendapatan Asli Daerah

Tugas Pokok Seksi Pendapatan Asli Daerah mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengelolaan dan pencatatan penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan milik daerah, zakat dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tugas Pokok Seksi Pendapatan Non Asli Daerah

Seksi Pendapatan Non Asli Daerah mempunyai tugas melakukan pencatatan penerimaan non pendapatan asli daerah seperti dana perimbangan, dana otonomi khusus dan lain-lain pendapatan yang sah,


(67)

menyiapkan bahan kordinasi dan konsultasi dengan provinsi dan pemerintah pusat dalam rangka penerimaan daerah.

Tugas pokok seksi Pengembangan Pendapatan Asli Daerah

Seksi Pengembangan Pendapatan Asli Daerah mempunyai tugas melakukan pengkajian pengembangan potensi pajak daerah unggulan, retribusi daerah unggulan, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan milik daerah, zakat dan lain-lain pendapatan asli daerah.

Tugas pokok Bidang Anggaran

1. Bidang anggaran adalah unsur pelaksana teknis di bidang penyusunan anggaran, anggaran pembiayaan dan pengendalian anggaran, dan

2. Bidang Anggaran dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas melalui sekretaris dinas pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah.

3. Bidang Anggaran mempunyai tugas mengumpulkan data dan melakukan penyusunan RAPBK, APBK, dan APBK-P yang akan disampaikan kepada DPRK, pengendaliannl anggaran, pembiayaan anggaran belanja daerah. Bidang anggaran terdiri dari:

a. Seksi Penyusunan Anggaran b. Seksi Anggaran Pembiayaa; dan c. Seksi Pengendalian Anggaran.


(68)

Tugas pokok seksi penyusunan anggaran mempunyai tugas melakukan penyusunan dan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Tugas pokok seksi anggaran pembiayaan

Tugas seksi anggaran pembiayaan mempunyai tugas melakukan penyusunan dan perubahan anggaran pembiayaan.

Tugas pokok seksi pengendalian anggaran

Seksi pengendalian anggaran mempunyai tugas melakukan pengendalian, pengawasan dan evaluasi anggaran.

Tugas Pokok Bidang Kekayaan

Bidang kekayaan adalah unsur pelaksana teknis di bidang perencanaan investasi dan asset, pemantauan dan evaluasi, pelaporan hasil investasi dan asset daerah dan bidang kekayaan dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas melalui sekretaris dinas pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah.

Tugas pokok bidang kekayaan adalah sebagai berikut bidang kekayaan mempunyai tugas melakukan perencanaan investasi dan asset daerah, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pengamanan, dan pengelolaan asset daerah serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan hasil investasi dan asset daerah.

Bidang kekayaan terdiri dari:


(69)

b. Seksi Penilaian dan Pemanfaatan; dan

c. Seksi Inventarisasi, Distribusi dan Penghapusan.

Tugas Pokok Seksi Penyusunan Rencana Kebutuhan

Seksi Penyusunan Rencana Kebutuhan mempunyai tugas melakukan pendataan dan penyusunan rencana kebutuhan asset daerah serta kebutuhan asset satuan kerja perangkat daerah.

Tugas Pokok Seksi Penilaian dan Pemanfaatan

Seksi Penilaian dan Pemanfaatan mempunyai tugas melakukan penilaian terhadap kondisi dan pemanfaatan aset daerah yang dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah.

Tugas Pokok Seksi Inventaris, Distribusi dan Penghapusan

Seksi Inventaris, Distribusi dan Penghapusan mempunyai tugas melakukan evaluasi, inventarisasi dan distribusi atas usul penambahan aset satuan kerja perangkat daerah, membuat laporan perkembangan asset daerah serta proses usul penghapusan asset daerah.

Tugas Pokok Bidang Perbendaharaan

Bidang Perbendaharaan adalah unsur pelaksana teknis di bidang akuntansi, pendapatan dan belanja daerah, perhitungan keuangan dan pembukuan serta pelaporan dan bidang perbendaharaan di pimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas melalui sekretaris dinas pengelola keuangan dan kekayaan daerah.


(70)

Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas melakukan penataan administrasi keuangan, menguji dan meneliti kebenaran penagihan, realisasi anggaran, registrasi penerimaan, pembinaan satuan pemegang kas, menerbitkan SP2D, melakukan penataan sistem akuntansi pemerintahan dalam rangka penyusunan laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), perhitungan anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan serta sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA), neraca daerah, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan sebagai dokumen pertanggung jawaban pelaksanaan APBK.

Bidang Perbendaharaan terdiri dari:

1. Seksi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung 2. Seksi Verifikasi dan Pembukuan

3. Seksi Akuntansi

Tugas Pokok Seksi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Seksi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung mempunyai tugas melakukan penataan administrasi keuangan, realisasi anggaran, registrasi penerimaan dan pengeluaran kas, pembinaan bendaharawan SKPD dan penerbitan SP2D pada belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Tugas Pokok Seksi Verifikasi dan Pembukuan

Seksi Verifikasi dan Pembukuan mempunyai tugas melakukan penelitian kebenaran penagihan Surat Perintah Membayar Uang Persedian (SPM-UP), Surat Perintah Membayar Ganti Uang (SPM-GU), Surat Perintah


(1)

OUTPUT SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Belanja Modal 8 20353550000 1.E11 7.27E10 2.833E10

Pajak Daerah 8 284770000 1402000000 7.93E8 3.911E8

Retribusi Daerah 8 1071750000 4934000000 2.74E9 1.307E9 Valid N (listwise) 8

Correlations

Belanja Modal Pajak Daerah Retribusi Daerah Pearson Correlation Belanja Modal 1.000 .320 .424

Pajak Daerah .320 1.000 .773

Retribusi Daerah .424 .773 1.000

Sig. (1-tailed) Belanja Modal . .220 .148

Pajak Daerah .220 . .012

Retribusi Daerah .148 .012 .

N Belanja Modal 8 8 8

Pajak Daerah 8 8 8

Retribusi Daerah 8 8 8

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Retribusi Daerah,

Pajak Daeraha

. Enter

a. All requested variables entered.


(2)

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F

Change df1 df2 Sig. F Change

1 .424a .180 -1.486E-01 3.036E+10 .180 .547 2 5 .610 1.880

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Belanja Modal

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.009E21 2 5.045E20 .547 .610a

Residual 4.609E21 5 9.219E20

Total 5.618E21 7

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Belanja Modal

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.776E+10 2.737E+10

1.745 .141

Pajak Daerah

-1.297E+00

46.214 -1.791E-02 -2.807E-02

.979 Retribusi

Daerah

9.481 13.827 .437 .686 .523

a. Dependent Variable: Belanja Modal

Coefficient Correlationsa

Model Retribusi Daerah Pajak Daerah

1 Correlations Retribusi Daerah 1.000 -.773


(3)

Pajak Daerah -.773 1.000 Covariances Retribusi Daerah 191.188 -493.662 Pajak Daerah -493.662 2135.715 a. Dependent Variable: Belanja Modal

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi

on Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant) Pajak Daerah Retribusi Daerah

1 1 2.855 1.000 .02 .01 .01

2 .106 5.189 .98 .13 .09

3 .039 8.586 .01 .86 .91

a. Dependent Variable: Belanja Modal

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 8

Normal Parametersa,,b Mean .0000019

Std. Deviation 2.56607306E10 Most Extreme Differences Absolute .236

Positive .171

Negative -.236

Kolmogorov-Smirnov Z .668

Asymp. Sig. (2-tailed) .764

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2013


(4)

(5)

(6)

Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan

Daerah Kabupaten Bener Meriah

KEPALA DINAS

SEKRETARIS

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

SUB BAGIAN

UMUM

SUB BAGIAN

PERENCANA

SUB BAGIAN

KEUANGAN

BIDANG

PENDAPATAN

BIDANG

ANGGARAN

BIDANG

KEKAYAAN

BIDANG

PERBENDAHARAAN

SEKSI

PENDAPATAN

ASLI DAERAH

 

(PAD)

 

SEKSI

PENYUSUNAN

ANGGARAN

SEKSI

PENDAPATAN

NON ASLI

DAERAH

SEKSI

ANGGARAN

PEMBIAYAAN

SEKSI

PENYUSUNAN

RENCANA

SEKSI BELANJA

LANGSUNG DAN

BELANJA

TIDAK

 

SEKSI PENILAIAN

DAN

PEMANFAATAN

SEKSI VERIFIKASI

DAN PEMBUKUAN

SEKSI

PENGEMBAN

GAN

PENDAPATAN

ASLI DAERAH

SEKSI

PENGENDALI

ANGGARAN

SEKSI

INVENTARISASI

DISTRIBUSI DAN

 

PENGHAPUSAN

SEKSI AKUNTANSI

UNIT

PELAKSANA

TEKNIS

DINAS