143
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai seorang fundamentalis, Yusuf membangun dunia eksistensial yang sarat akan mode
Umwelt
. Mode
Umwelt
yang paling berpengaruh adalah ―kembali ke nabi‖. Secara intensional, horizon dunia dipahami dalam mode
Umwelt
. Semua yang dilakukan harus memungkinkannya tetap berpegang pada prinsip
―kembali ke nabi‖. Prinsip
―kembali ke nabi‖ ini tumbuh subur sebagai implikasi dari
Mitsein
dan
Mitdasein
.
Mitsein
dalam hal ini berupa kitab suci, buku-buku jihad, majalah, maupun film-film mengenai pergolakan muslim internasional.
Sedangkan
Mitdasein
dalam hal ini adalah orang-orang di sekitar Yusuf seperti guru agama, kakak senior, Abu Bakar Ba‘asyir, dan mujahidin yang
menjadi inspirasi Yusuf. Cara ―kembali ke nabi‖ cukup variatif. Sebagai syarat mutlak, Yusuf
meletakkan pondasi dunia yang dibangunnya pada Al- Qur‘an, Rasuna, Hadis,
dan nabi sendiri. Lebih jauh lagi, Yusuf memandang bahwa hukum Indonesia berlawanan dengan hukum yang didasarkan pada Al-
Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi.
Oleh karena itu ayat yang dipilih ―
Barangsiapa yang berhukum selain hukum Islam, dia orang yang dzolim.
‖, tepat mengarah ke jantung seorang fundamentalis yang menganut intratekstualitas. Kata-kata ini
―bertuah‖ dan memiliki pengaruh terhadap aksi Yusuf dalam dunia sosialnya.
Awalnya, aksi dipahami secara konstruktif dalam wujud daya kritis, namun kemudian aksi ini berubah menjadi anti. Anti inilah yang merupakan
bentuk yang kurang konstruktif. Anti ini merupakan perpanjangan dari caranya ―kembali ke nabi‖ yang mewujud dalam anarkisme.
Cara lain untuk ―kembali ke nabi‖ adalah menempuh proses jihad
secara fisik. Yusuf harus melewati proses ini karena untuk ―kembali ke nabi‖
disyaratkan proses jihad secara fisik. Setelah berhasil berhasil secara fisik, maka dia baru bisa berjihad melawan dirinya sendiri. Dan konon, jihad
melawan dirinya sendiri ini merupakan klimaks dari perjuangan ―kembali ke
nabi‖. Selain karena ingin
―kembali ke nabi‖, Yusuf juga ingin menjadi berguna
Mitwelt
. Ketika keinginan untuk ―kembali ke nabi‖ dan keinginan
untuk menjadi berguna ini berkolaborasi, maka yang dihasilkan adalah perjuangan. Perjuangan dalam hal ini adalah menjadi mujahidin. Dia ingin
bersolidaritas. Dengan mengatakan
―ingin berguna‖, muncul implikasi rasional bahwa kini sedang dalam keadaan
―tidak berguna‖. Agaknya apa yang dituliskan Doetoyevsky 2001 memang abadi. Bahwa
―ia tak suka kalau hidupnya hampa; ia selalu ingin sesuatu yang bermakna
‖ muncul kembali dalam kasus ini. Rasa tidak berguna ini membuat Yusuf ingin menjadi seorang yang berarti
bagi orang di sekitarnya. Oleh karena itu, berguna menuntut intensionalitas terhadap kondisi eksternal.
Berjuang atau tidak berjuang adalah pilihan yang harus diambil Yusuf. Jika ingin
―kembali ke nabi‖, maka dia harus berjuang. Oleh karena itu, keputusan untuk berjuang atau tidak merupakan wujud
liberum arbitrium
kehendak bebas dari Yusuf. Yusuf kemudian memutuskan untuk turut berjuang keputusannya ini bisa jadi
purely free
atau
purely determined
. Yusuf memutuskan untuk berjuang karena ingin ―kembali ke nabi‖,
namun lebih jauh dari itu, Yusuf memiliki kehendak untuk menyempurnakan teori
ke dalam
praktek
Eigenwelt
. Kehendaknya
inilah yang
mengembalikannya sebagai
Yusuf-for-itself
atau apa yang dikatakan Sartre sebagai
être-pour-soi
. Meskipun tetap tidak bisa dikatakan bahwa kehendak ini adalah benar-benar
purely free
.
B. Saran