Kembali ke Nabi Pembahasan

contentedness ; bukan releasedness . Untuk memperoleh kepuasan, Yusuf melibatkan diri secara langsung dalam proses konflik dan perang. Kepuasan dalam horizon contented dipahami sebagai sebuah ketercapaian peneguhan diri dan nilai dari Yusuf. Peneguhan diri dan nilai Yusuf terwujud dalam keyakinannya bahwa teori tanpa praktek adalah hambar. Yusuf mengekspresikannya dalam kata- kata yang begitu bernas; ―praktek seolah- olah meresap ke seluruh jiwa‖. Dalam pemaknaan seperti ini maka mode dunia berada dalam Eigenwelt . Untuk kejelasan pemahaman struktur dunia, lebih jauh lagi akan diudari simpul-simpul yang mengikat dunia sehingga akan ditemukan saripati dunia eksistensial Yusuf. Ada empat dunia tempat dasein ber-Ada. Empat dunia dalam pengalaman fundamentalisme itu adalah dunia ―kembali ke nabi‖ Umwelt , dunia ―orang yang ibaratnya ingin berguna‖ Mitwelt , dunia anarkisme Umwelt , dan dunia yang menganut prinsip ―teori tanpa praktek: hambar ‖ Eigenwelt . Berikut ini adalah uraian mengenai dunia tersebut.

1. Kembali ke Nabi

Umwelt Jika pada bagian Eigenwelt dalam analisa data dikatakan ketertarikan untuk ―kembali ke nabi‖ maka pada bagian ini adalah proses ―kembali ke nabi‖. Ada perbedaan di antara keduanya. Jika yang pertama berkaitan dengan pilihan dan kebebasan eksistensial, maka yang kedua merupakan sebuah cara untuk ber-Ada. Bagi Yusuf, menjadi seorang fundamentalis adalah cara dia untuk ―kembali ke nabi‖. ―Kembali ke nabi‖ memiliki makna aplikatif untuk beragama dengan mengembalikan segala aturan dengan patokan Al- Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi. Hal ini memiliki kesamaan dengan klaim Sardar Davies dalam Hood et. al, 2005 bahwa, bagi muslim, Qur‗an adalah kata-kata Tuhan. Kata-kata Tuhan ini berisi tulisan esensial dari keyakinan bagi muslim untuk menyetujui Qur‗an sebagai perintah, narasi literal dari kata-kata Tuhan. Oleh karena sifatnya yang direktif, maka kata- kata Tuhan ini memuat otoritas, begitu juga dengan Rasuna dan Hadis. Dengan mengembalikan segala aturan berpatok pada Al- Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi, Yusuf bertujuan untuk kembali sebagaimana Islam. Menurutnya Islam adalah apa yang diajarkan adalah Islam dengan sumbernya adalah kitab suci seperti disebut di atas. Dengan demikian bagi Yusuf menjadi seorang fundamentalis adalah ―kembali ke nabi‖. Untuk memahami dunia ―kembali ke nabi‖ Yusuf, maka yang pertama harus kita lihat adalah konteks referensi Yusuf. Konteks referensi ―kembali ke nabi‖ adalah agama. Suatu keniscayaan bahwa dengan agama, Yusuf membangun keterlibatan concerned with , keterikatan preoccupation , komitmen commitment , serta keakraban familiarity . Dengan demikian, untuk memahami dunia ―kembali ke nabi‖ Yusuf, penguraian mengenai hubungan antara Yusuf dengan agama perlu dilakukan. Pemahaman mengenai agama sendiri diperoleh dari keluarga, orang-orang di sekitar Yusuf, serta dunia material secara keseluruhan. Keluarga dan orang-orang di sekitar Yusuf, dalam hal ini adalah Mitdasein , memegang peranan tertentu dalam kehidupan Yusuf. Bahkan dapat dikatakan juga keluarga dan orang-orang di sekitar Yusuf memiliki keberartian yang besar untuk Yusuf. Signifikansi keluarga dan orang lain terwujudnyatakan dalam rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap Mitdasein ini. Relasi Yusuf dengan Mitdasein ini dapat kita pahami saat dan setelah Yusuf di penjara. Namun karena tujuan dari pembahasan adalah pemahaman akan dunia eksistensial, maka uraian mengenai rasa tanggung jawab pada masa saat dan setelah Yusuf di penjara tidak mendapat perhatian intensif. Intensifikasi uraian akan lebih diarahkan dalam dunia Yusuf dalam prosesnya membangun dunia sebelum Yusuf ditangkap karena keterlibatannya. Lewat hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, Yusuf memperoleh peneguhan diri. Peneguhan diri ini termanifestasikan dalam identitas dan keberartiannya lewat menerjunkan diri ke dalam hubungan dengan orang di sekitarnya. Hal ini sudah ditunjukkan dalam pengalamannya semasa SMA. Yusuf memperoleh identitas dan keberartian lewat komunitas remaja masjid. Selain mendapatkan pengalaman dalam komunitas, Yusuf merasa bangga terhadap komunitas remaja masjid. Kebanggaan ini mendorong Yusuf untuk siap berkarya bagi remaja masjid. Dalam hal ini, berkarya dipahami lewat komitmen terhadap remaja masjid yang begitu besar. Yusuf merelakan waktunya untuk kemajuan remaja masjid. Yusuf rela meninggalkan kelas untuk mengantarkan undangan untuk acara yang diadakan remaja masjid. Kerelaan meninggalkan kelas ini, yang sifatnya repetitif, menumbuhkan heroisme dalam diri Yusuf. Heroisme ini muncul dalam batasan kepekaan islami. Kepekaan islami ini merujuk pada segala sesuatu yang berkaitan dengan keadilan dalam islam. Kepekaan yang mewujud dalam pengalaman heroik ditunjukkan dengan perlawanan Yusuf terhadap peraturan pihak sekolah. Pihak sekolah melarang penggunaaan jilbab dalam foto ijazah dan Yusuf menilai bahwa hal tersebut tidak adil. Yusuf memandang bahwa pelarangan penggunaan jilbab tidak sesuai dengan tuntunan muslimah. Tak pelak Yusuf kemudian menghimpun kekuatan protes lewat tanda tangan dan memberanikan diri berkonflik dengan pihak sekolah. Lewat komunitas remaja masjid, Yusuf bertemu dengan orang- orang yang baginya berpengaruh. Orang-orang ini adalah senior dari Yusuf. Senior sendiri bagi Yusuf adalah seorang yang menjadi panutan. Para panutan ini kemudian membuka cakrawala baru bagi Yusuf. Pemaparan mengenai pergerakan muslim internasional mulai diterima Yusuf lewat senior. Pemaparan ini mengantarkan Yusuf kepada ketertarikan terhadap pergerakan muslim pada umumnya dan Perang Bosnia pada khususnya. Ketertarikan Yusuf ini menciptakan sebuah atmosfer kosmopolitanisme dalam diri Yusuf. Bagi Yusuf, Dia tidak ―melihat dari sisi siapa musuhnya,‖ tapi dia ―melihat muslimnya‖ Mitwelt . Lewat dalil ―melihat muslimnya‖, terjadi atensi yang sifatnya selektif dalam kehidupan Yusuf selanjutnya. Lewat atensi tersebut, Yusuf menceburkan dirinya untuk semakin mempelajari Islam lewat orang-orang di sekitarnya. Yusuf juga mempelajari Islam lewat kunjungan dan diskusi berkaitan dengan keberadaan muslim. Dia melakukan pengkajian kritis terhadap Islam dan kemudian dihubungkan dengan kehidupan bernegara. Pengkajian ini dilakukannya bersama kelompoknya. Yusuf melakukan kunjungan ke Solo dan Lamongan. Selama kunjungan itu, asupan informasi terhadap jihad dan pergolakan Islam mencapai titik kulminasinya. Yusuf menemukan bahwa perjuangan Indonesia adalah untuk berjihad maka seharusnya diberi kemudahan untuk mengisinya dengan ajaran Islam. Tidak heran bila kondisi ini semakin meningkatkan daya kritis Yusuf terhadap dunia luar. Daya kritis yang terbentuk dalam diri Yusuf ternyata terbatasi oleh dogma-dogma seperti amar ma‟ruf nahi munkar, harakah , maupun jihad. Kepatuhan terhadap dogma merupakan sebuah jalan untuk memeluk Islam secara kafah. Kehidupan pun lalu seakan-akan dibatasi dan diarahkan terhadap Yusuf. Selain dari significant being , Yusuf memperoleh dogma- dogma ini lewat membaca buku dan menonton film Mitsein . Yusuf membacai beragam buku mengenai jihad dan Islam. Baginya, buku putih Abu Bakar Ba‘asyir mempengaruhi cara pandang Yusuf terhadap negara. Misalnya ketika Yusuf memperoleh informasi mengenai kasus Tanjung Priok. Baginya, pembantaian yang dilakukan dalam insiden tersebut menimbulkan emosi yang mendalam dalam diri Yusuf. Emosi ini adalah berupa simpati. Simpati yang dimaksud adalah rasa ikut serta merasakan kesusahan para korban. Selain itu, Yusuf membaca majalah dan menonton film yang berkaitan dengan pergolakan Islam internasional. Kedua media tersebut ―memotivasi‖ karena ―ternyata perlawanan itu tidak di Irak aja, di Bosnia juga ada.‖ Seperti diungkapkannya bahwa Yusuf mendapat pengaruh dari membaca majalah-majalah yang dalam standar normal termasuk beraliran garis keras. Perlu digarisbawahi kembali bahwa ―kembali ke nabi‖ adalah sebuah cara kembali yang bersifat paradoks. Dalam kondisi ini, ―kembali ke nabi‖ membentuk sebuah otoritas irasional. Otoritas irasional di sini dipahami sebagai kekuasaan yang sifatnya justru membatasi manusia sebagai homo sapiens ; makhluk bijak. Atau seperti dikatakan di awal bahwa kekuatan superior ini menghadirkan kondisi yang minim dengan aspek-aspek eksistensi yang dapat dikontrol Yusuf lewat kapasitas untuk memilih Umwelt . Di antara Mitsein dan Mitdasein yang telah diuraikan di atas, orang-orang di sekitar Yusuf memegang peranan yang jauh lebih penting dalam pemeliharaan eksistensi Yusuf. Pemeliharaan eksistensi Yusuf ditunjukkan lewat hubungannya yang begitu intensif dengan orang di sekitarnya. Hubungan dengan orang lain ini bertujuan untuk menciptakan rasa keberartian sense of significance yang akan diuraikan di bawah ini.

2. Orang yang Ibaratnya Ingin Berguna