41
Pada dasarnya proses pembentukan identitas ialah proses produksi ruang, memproduksi budaya, serta menjalankan hidup itu sendiri. Dengan membedah cara
kerja produksi ruang, penelitian ini berupaya menemukan titik potensi emansipasi sekaligus transformasi yang menjadi bagian inheren dalam produksi ruang tersebut. Jika
penguasaan atau dominasi mengambil bentuknya, maka jalan perlawanan terhadapnya pun pasti ada, hanya saja perlu di cari celahnya, kemudian diperlebar agar menjadi jalan
bersama.
G. Metode Penelitian
Dalam ilmu sosial humaniora terdapat suatu metode penggalian data yang sudah cukup lama dikenal, yakni etnografi. Selain sebagai metode penggalian data, etnografi
juga membahas cara data dipaparkan atau ditulis dan disajikan. Sejak kemunculannya, etnografi berkembang terus menerus hingga memunculkan bermacam varian. Salah satu
varian dalam etnografi yang digunakan dalam penelitian ini ialah etnografi kritis, etnografi yang perkembangannya dipengaruhi oleh teori kritis. Dalam penelitian ini,
saya memilih menggunakan apa yang disebut sebagai imajinasi etnografis atau sensible ethnography oleh Paul Willis.
Pada dasarnya, sebagai metode penggalian data, imajinasi etnografis ini tidak jauh beda dengan etnografi sebelumnya. Tidak ada teknik penggalian data baru yang
ditawarkan oleh metode ini. Meski demikian, metode ini lebih berbicara banyak dalam hal pembacaan dan pemaparan data.
Pemilihan metode ini didasarkan pada beberapa hal, diantaranya ialah karena penelitian ini menempatkan budaya keseharian dari para backpacker sebagai objek
42
material. Yang kedua, sebagai pendekatan atau cara membaca data, imajinasi etnografis ini dirasa paling pas, karena menyediakan ketajaman cara pandang sekaligus
mengakomodasi adanya muatan teoritis dalam pemaparan data. Selain itu, karena tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini sejalan dengan ambisi dari metode Paul Willis
tersebut, “But the ambition, at least, is to tell ‘my story’ about ‘their story’ through the conceptual bringing out of ‘their story’.”
41
Secara teknis, data diperoleh melalui wawancara mendalam serta observasi partisipatif dengan beberapa backpacker yang memenuhi kriteria. Jika dijabarkan, maka
penelitian dilakukan berdasarkan: 1.
Lokasi penelitian Penelitian ini rencananya akan diadakan di beberapa wilayah di kota Jogja
dimana terdapat backpacker atau traveler, sekitar kawasan Prawirotaman dan Nitiprayan.
2. Kelompok Sasaran Backpacker, traveler, turis atau apapun istilahnya yang sudah menempuh
perjalanan lebih dari enam bulan, mempersoalkan wisata dan mengusahakan bentuk alternatifnya. Orang-orang yang bukan berkewarganegaraan Indonesia, yang untuk
sementara waktu singgah atau tinggal, baik memiliki pekerjaan atau tidak selama di Jogja bisa dicurigai bagian dari kelompok sosial tersebut.
3. Sumber Data Data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Data primer didapat dengan pengamatan langsung di lapangan dan
41
Paul Willis 2000, The Ethnographic Imagination, UK: Blackwell, hlm. Xii.
43
wawancara. Sementara data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari buku, jurnal, tesis, disertasi, hasil
penelitian, catatan komunitas, majalah, buletin, dokumen-dokumen lainnya.
44
BAB II
PARIWISATA: SEJARAH DAN PERSOALANNYA
Dari bab sebelumnya sudah disebutkan bahwa penelitian ini menempatkan persoalan identitas dan identifikasi
backpacker sebagai
pusat persoalan dan
pembahasan. Salah satu sudut pandang sementara yang bisa dipakai untuk melihat backpacker ialah dengan memposisikannya sebagai salah satu jenis turis atau
wisatawan, dan otomatis, kegiatannya juga diposisikan sebagai salah satu gaya bepergian dan berwisata. Berbicara tentang wisatawan dan aktivitas wisata tidak bisa
dilepaskan dari interaksi yang pasti terbangun, baik antar sesama wisatawan, maupun antara wisatawan dan orang setempat. Di Indonesia, interaksi antara warga setempat dan
pendatang, sudah terjadi sejak lama. Penelusuran yang dilakukan pada bab ini ialah untuk menunjukkan hal itu, adanya interaksi antara warga setempat dan pendatang yang
bertujuan untuk wisata. Sementara membicarakan interaksi tersebut juga tidak dapat dilepaskan
dari konteks
kolonialisme dan imperialisme.
Namun sebelumnya,
penelusuran istilah wisata dan wisatawan di dunia dilakukan sebagai pembuka bab ini. Untuk itu, pertama-tama bab ini menelusuri awal mula munculnya interaksi antara
warga setempat dan pendatang dari jauh yang kebanyakan warga Eropa. Penelusuran tersebut dilakukan melalui penulisan sejarah wisata di Nusantara, hingga di kota Jogja,
sebagai tempat penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan jenis wisatawan beserta persoalan dalam kategorisasinya. Kemudian, bab ini juga menelusuri awal mula
keberadaan turis dan backpacker di Jogja.
45
A. Wisata Dunia dari Masa ke Masa