62
yang mengatakan bahwa backpacker merupakan subkultur dari wisatawan.
20
Secara teoritis, backpacker mempunyai pedoman sendiri yang mereka pegang. Beberapa
pedoman tersebut diantaranya; satu, perjalanan dilakukan dengan dana seminim mungkin agar durasi bisa panjang; dua, sebisa mungkin bertemu dengan orang asing,
baik sesama pejalan ataupun warga setempat; tiga, backpacker harus berusaha semaksimal mungkin menjadi orang yang fleksibel, independen dan berpikiran terbuka;
empat, perencanaan harus dilakukan sendiri tanpa bantuan dari agen wisata.
21
D. Jogjakarta dan Wisata
1. Sejarah singkat Jogjakarta
Karena penelitian ini mengambil batasan wilayah di kota Jogjakarta, maka sejarah singkat kota ini pun menjadi salah satu bagian yang harus dituangkan di bab ini.
Sebagai kesatuan administratif, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 34 propinsi yang saat ini ada di Indonesia. Berbeda dari daerah lain, kesultanan yang
ada di Yogyakarta ini tidak dihapus oleh pemerintah republik. Berbatasan dengan Jawa tengah, DIY memiliki luas 3.185,80 km2 yang terdiri atas satu kota dan empat
kabupaten. Jumlah penduduknya pada tahun 2011 sebanyak 3.457.491 jiwa.
22
Sementara di kota Yogyakarta, di luar kabupaten, jumlah penduduknya pada tahun 2011 mencapai 390.207 jiwa.
20
Louise Power 2010, “Backpacker as Subculture,” dalam Limerick Student Journal of Sociology: Socheolas. Volume:3, isu:1.
21
Peter Welk 2004, “The Beaten Track: Anti-Tourism as an Element of Backpacker Identity Construction,” dalam Greg Richards dan Julie Wilson ed., The Global Nomad, Channel View
Publications, hlm. 80.
22
http:regionalinvestment.bkpm.go.idnewsipididdemografipendudukjkel.php?ia=34is=37
63
Berbicara tentang sejarah kota Jogja, mau tidak mau harus mengingat sejarah kerajaan Mataram. Sejak kedatangan VOC pada akhir abad ke-16, kerajaan Mataram
sudah tidak memiliki kedaulatan. Berawal dari kesepakatan dagang antara VOC dan kerajaan Mataram, lambat laun menjadi kesepakatan politik yang memberi hak bagi
VOC membentuk pengadilan sendiri yang menangani tiap kejahatan terhadap VOC. Selain itu Belanda juga diberi hak monopoli atas perdagangan di wilayah kerajaan
Mataram tanpa melibatkan masyarakat. Kondisi yang demikian ini menjadi latar belakang seorang bangsawan bernama R.M. Said menyusun suatu gerakan untuk
mengubah kebijakan raja. Menyikapi hal ini, susuhunan membuat sayembara dengan menjanjikan siapa saja yang bisa menghancurkan gerakan R.M. Said akan diangkat
menjadi kepala daerah Sukowati. Dari sinilah kita kemudian berjumpa dengan pangeran Mangkubumi, saudara
kandung susuhunan
23
yang berhasil mematahkan gerakan R.M. Said, namun tidak dapat menangkap R.M. Said dan sekutu utamanya, Martapura. Pada akhirnya susuhunan tidak
menepati janjinya untuk mengangkat penakluk gerakan R.M. Said sebagai kepala daerah Sukowati. Pangeran Mangkubumi pun kecewa. Ia dan beberapa bangsawan yang
juga kecewa dengan sikap ingkar janji tersebut menginggalkan istana pada 19 Mei 1796 dan bergabung dengan R.M. Said serta Martapura untuk melawan susuhunan.
Kali ini susuhunan meminta bantuan VOC untuk menghadapi kelompok Mangkubumi yang dianggap sebagai pembangkang tersebut. Akan tetapi sebelum
persoalan berakhir, susuhunan meninggal pada 1749. Namun sebelum meninggal ia sudah menandatangani suatu pernyataan pada 11 Desember 1749 yang berisi agar
23
Susuhunan adalah gelar bagi raja Mataram setelah Sultan Agung, dan penerusnya raja Surakarta.
http:id.wikipedia.orgwikiSusuhunan
64
susuhunan menyerahkan kerajaan Mataram kepada VOC, meski dengan syarat hanya keturunannya yang bisa menduduki tahta kerajaan. Tepat sembilan hari setelah
penandatanganan surat pernyataan itu, susuhunan meninggal, yakni pada tanggal 20 Desember 1749. Dengan dokumen itu, VOC mempunyai kekuasaan syah, siapapun
penguasanya. Sementara, gerakan pangeran Mangkubumi bisa membuat VOC menyerah
kalah, tidak ada kesepakatan antara pangeran Mangkubumi dan R.M. Said. Hingga muncullah perjanjian Gianti pada 13 Februari 1755 yang membagi Mataram menjadi
dua kerajaan; Surakarta yang tetap diperintah oleh susuhunan dan Yogyakarta yang akan diperintah oleh pangeran Mangkubumi. Kemudian pangeran Mangkubumi akan
memakai nama Hamengkubuwono. Hamengkubuwono kemudian menggunakan nama yang sama seperti yang diberikan oleh Belanda untuk kerajaan serta ibukotanya,
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Yogyakarta. Sementara gerakan R.M. Said membagi kerajaan menjadi dua, yakni Surakarta dan Mangkunegaran, Yogyakarta juga terpisah
menjadi dua karena Pakualam terlepas dari sultan.
24
2. Yogyakarta sebagai Kota Tujuan Wisata