Menabung di Eropa untuk keliling dunia

98 Jika dilihat dari basis material, cara tiap orang mendapatkan uang, kita bisa membaginya kedalam dua kategori, yang pertama adalah yang mencari uang di Utara negara di wilayah Eropa untuk membiayai perjalanannya yang sebagian besar dilakukan di negara Selatan wilayah Asia. Sementara yang kedua ialah dengan bekerja dan melakukan perjalanan pada saat yang bersamaan. Jika meminjam istilah dan kategori yang dibuat oleh Natan Uriely dalam “The Tourist Experience,” maka kita akan menyebut yang pertama dengan istilah travelling workers, sementara yang kedua disebut dengan istilah working tourists. 27 Yang jelas, bagian ini ingin menunjukkan bahwa kegiatan backpacking tidak sekadar menjadi aktivitas pengisi liburan atau waktu luang, tetapi juga menjadi bagian dari rutinitas itu sendiri. Meski dilihat sebagai keseharian, aktivitas ini juga tetap memerlukan biaya. Pembagian kategori menjadi dua; travelling workers dan working tourists ini dilakukan untuk menunjukkan adanya perbedaan kesempatan ekonomi dari dua wilayah, yakni wilayah eropa atau yang sering disebut barat dan wilayah asia atau timur.

a. Menabung di Eropa untuk keliling dunia

Koen Dekeyser, dalam wawancaranya mengaku senang dengan ongkos hidup yang murah di Jogja. Secara tiba-tiba ia merasa bisa menjadi raja ketika di Indonesia, terutama Jogja. Ia pun mengaku bahwa ia merasa seperti gelandangan ketika di negaranya, Belgia. Selama menjalani masa kuliahnya di Gent, Belgia, ia juga mencari uang dengan mengerjakan hampir semua pekerjaan yang tidak membutuhkan kemampuan khusus. Ia pernah bekerja sebagai pegawai kebersihan di klinik kejiwaan, sebagai pembantu koki, buruh pabrik bir hingga membersihkan toilet. Baginya, statusnya sebagai mahasiswa ini cukup menguntungkan, karena ia tidak dikenai pajak 27 Natan Uriely 2005, “The Tourist Experience”, dalam Annals of Tourism Research, Vol. 32, No. 1, United Kingdom, hlm. 204. 99 penghasilan. Selain itu ia juga mendapatkan tunjangan belajar dari pemerintah Belgia, meski tidak banyak tetapi lumayan jika dipakai untuk hidup di Indonesia. Dengan hidup sederhana ala mahasiswa di Belgia, ia bisa menabung dan menggunakan uang tabungannya itu untuk biaya perjalanannya di beberapa negara di Asia dan Afrika. Ia mengaku bahwa selama di Belgia, ia selalu memasak di rumah dan hampir tidak pernah makan di restauran atau di bar, untuk menghemat pengeluaran. Tak hanya itu, ia juga membangun suatu komunitas gaya hidup alternatif. Ia dan teman- temannya membuat semacam kesepakatan untuk hidup bersama dalam suatu komunitas, di dalamnya mereka saling berbagi, terutama berbagi makanan dan mengelola jadwal untuk menyediakan makanan. Dengan begitu, biaya makan sehari-hari bisa ia tekan, bisa lebih irit. Namun ketika di Indonesia, ia merasa tidak perlu terlalu irit, ia juga tidak perlu ragu untuk memesan makanan di bar ataupun kafe. Namun dalam beberapa hal, kondisi ini juga memantik kegelisahannya. Selama beberapa bulan di Indonesia, ia tak dapat bekerja. Meski ia akui bahwa biaya hidup di Jogja sangatlah murah, tabungannya yang kian menipis tetap saja membuatnya gelisah. Selain Koen, Olga Kusmina juga melakukan hal serupa. Semasa kuliahnya, ia menjalani pekerjaan serabutan di Berlin. Dengan begitu, ia bisa menabung dan melakukan perjalanan panjang dengan tabungannya itu. Ia pun rela bekerja sebagai relawan LSM tanpa upah. Sebelum memulai perjalanannya ke Asia, Olga sudah berkomunikasi dengan salah seorang dari LSM di Jogja yang akan menempatkannya di Sulawesi. Ia sudah dijanjikan rumah tinggal di Sulawesi, selama bekerja sebagai relawan tanpa gaji. Ia sudah menyanggupi, bahkan ketika pekerjaan itu tanpa gaji, karena tabungannya masih cukup untuk menghidupi. Namun ketika sampai di Jogja dan menagih janji tersebut, ia tidak mendapat jawaban pasti. Olga pun tak patah semangat. 100 100 Ia pun menagih janji tersebut dengan menghampiri salah satu pihak terkait yang ada di Jakarta. Meski tidak mendapatkan upah, dengan menjadi relawan, Olga berpikir bahwa ia akan mendapat kemudahan untuk mengurus ijin tinggal di Indonesia. Baginya, itu sudah cukup. Emilia juga demikian. Perempuan asal Polandia ini mengaku bahwa bekerja di Eropa, terutama Eropa bagian barat dan negara skandinavia cukup menguntungkan. Ia mengaku bahwa dengan bekerja empat hari saja, ia bisa hidup selama sebulan. Itu juga yang menjadi alasan mengapa ia banyak berpindah dan berjalan dan satu tempat ke tempat lain selama di Eropa. “Aku pindah ke Jerman untuk kuliah selama satu tahun dan sejak saat itulah aku merasa bahwa hidup di luar Polandia lebih baik dan lebih mudah, bahkan jika aku hanya bekerja selama empat hari dalam satu bulan, aku bisa membayar semua tagihan. Lalu setelah selesai kuliah, aku pergi ke Norwegia selama beberapa bulan untuk mencari uang yang akan kupergunakan untuk perjalanan panjangku yang pertama. Setahun kemudian aku juga melakukannya lagi di Denmark. Aku tidak pernah merasa aku bisa tinggal di satu dari beberapa tempat ini selama lebih dari satu bulan, dan alasannya kebanyakan adalah untuk mencari uang.” Emilia, wawancara, 22 Agustus 2013 Tidak jauh beda dengan ketiga partisipan di atas, James Morgan, pria berpaspor Inggris ini juga bekerja dan mengumpulkan uang di Inggris untuk membiayai perjalanan dan hidupnya selama di banyak negara, terutama di Asia. Untuk mengumpulkan uang, ia tidak terlalu memilih perkerjaan. Meski tidak sejalan dengan apa yang ia pelajari selama kuliah, itu tidak menjadi masalah. Di Inggris, ia bekerja di Call Center. Ia pun tak ragu untuk bekerja tambahan selain mengerjakan pekerjaan utamanya itu, seperti memetik anggur saat musim panen. Tak hanya itu, ia juga cukup jeli mengakali sistem sosial yang ada di Inggris. Dengan begitu, ia bisa mendapatkan uang selain dengan bekerja. 101 101 “Aku kerja di call center, jawab telpon di perusahaan seperti PLN. Tidak sampai setahun. Karena aku nanti juga dapat bohongi negara untuk dapat uang dari negara, juga sedikit untuk orang wiraswasta yang punya usaha sendiri tapi tidak dapat uang banyak untuk mendukung wiraswasta untuk bangun usaha tapi belum berhasil. Uang sosial dari sistem.” James Morgan, wawancara, 31 Agustus 2013 Mirip seperti Koen, James Morgan juga hidup dengan biaya seminim mungkin selama di Inggris, supaya ia bisa menabung. Untuk keperluan makan sehari-hari, ia hampir tidak perlu mengeluarkan uang, karena ia bisa mendapat makanan secara gratis dari sampah swalayan. Dan untuk keperluan tempat tinggal, ia tinggal bersama kelompoknya di rumah kosong, di Squat. Ia juga sudah tidak merokok lagi, dengan begitu tak banyak uang yang harus dikeluarkan. Minum alkohol pun juga sudah sangat jarang. Selama berjalan-jalan di Eropa, ia juga hampir tidak mengeluarkan uang, karena memang dengan sengaja ia tidak membeli tiket kereta atau bus yang ditumpanginya. Tak jarang ia menumpang mobil pribadi yang melintas di jalan, dengan mengacungkan ibu jarinya sambil berdiri di pinggir jalan atau hitchhike.

b. Kerja dan jalan-jalan pada saat bersamaan