46
rankingnya. Saat itu informan mendapat apresiasi ciuman bangga dari papanya, bahakan informan tahu jika papanya sakit tetapi hari
itu tertawa bahagia dan tampak sehat karena informan naik kelas dan juara.
Ketika berbicara tentang papanya informan banyak terdiam dan emosional, dia terkadang berkaca-kaca dan bercerita dengan sangat
detail seperti menceritakan sebuah kisah yang dihapalnya luar kepala.
”informan terdiam sebentar, sambil menangis kecil” wawancara 3, 109
3. Hubungan Informan Dengan Keluarga Setelah Kehilangan
Ayah.
Informan masih mengingat wakru-waktu terakhir ketika papanya meninggal, sebenarnya informan merasa menolah kepergian papanya
dan tidak rela harus kehilangan papanya. Saat itu mereka sedang berdoa di kamar dan tiba-tiba pintu diketuk
oleh tamu, mama informan keluar dan tidak kembali lagi, informan mulai megerti dari tanda-tanda yang ada ada dua suster yang datang
dari rumah sakit dan mamanya menangis bahwa papanya telah meninggal.
“habis itu kan pulang terus pas di kamar tau-tau ada yang dateng ngetok-ngetok pintu terus mamaku yang keluar tapi kok ngga
balik-balik, maksudnya kok ngga balik-balik ke kamar terus..waktu itu aku keluar terus di luar tu ada dua orang suster gitu..terus
mamaku udah nangis-nangis dan udah ada tetangga-tetangga gitu.
47
Waktu itu sih aku cuman feeling gitu to mungkin ngga diomongi tapi feeling nya seperti itu..” wawancara 4, 14-25
Informan merasa sangat tidak rela kehilangan papa yang dia kasihi. Penolakan itu bukan hanya diekpresikan informan dengan menangis
tetapi juga keengganannya untuk memberikan minyak penghormatan terakhir dan penghormatan saat penutupan peti jenazah. Informan
berharap papanya jangan dulu meninggal, informan merasa papanya masih muda dan anak-anaknya masih kecil. Informan masih
mengingat jelas setiap kejadian itu dan menyimpannya dalam memori yang kuat. Ketika bercerita mengenai waktu-waktu terkahir,
informan tampak lebih emosional. Dia menangis dan menghentikan wawancara. Setiap kali dalam wawancara tidak resmi peneliti
menanyakan cerita ini, informan selalu emosional dalam menanggapinya.
“satu hal aku sebelum tutup peti..aku sangat ngerasa ngga rela..pokoknya ngga rela bangetlah terus sampai harus ngasih
minyak yang terakhir itu.. aku juga inget waktu itu ada omku yang deket banget sama aku..dah aku cuma digendong tok sama dia
terus di suruh ngasih minyak aku ngga mau karena aku ngga pengen petinya ditutup..sampe saat ini seh foto-fotonya waktu
papaku masih di dalem peti sebelum ditutup tu aku masih bener- bener inget gitu..” wawancara 4, 26-30
Setelah papanya meninggal informan dan keluarga berpindah rumah untuk sementara waktu, mereka tinggal di rumah kontrakan untuk 3
tahun.
48
Di saat duduk di bangku SMP informan dan keluarga sudah kembali ke rumah lamanya, dia tinggal bersama mama, kakak laki-laki dan
adiknya yang juga laki-laki. Hari-hari informan di masa remaja ini mulai menunjukan sikap
kehilangan papa sekian tahun yang lalu. Saat duduk di bangku SMP informan menjadi orang yang suka menyendiri, minder, pendiam dan
tidak percaya diri. Dimasa ini informan kehilangan figure papanya, informan sering merasa iri jika melihat temannya yang masih
memiliki papa. Mereka diantar atau dijemput papanya bahkan bermain bersama orang tua mereka yang masih lengkap sedangkan
informan harus bepergian sendiri, tidak ada yang mengantarnya lagi. Informan sering merasa bingung kenapa TUHAN harus sedemikian
cepat memanggil papanya. Masa SMP adalah masa yang paling penuh gejolak bagi informan. Pada masa SMP ketika informan
kehilangan figure papa, pada masa itu jugalah informan kehilangan gambar diri atau jati dirinya. Praktis informan tidak menemukan
figur panutan baginya. Pribadi kakak yang seharusnya bisa menggantikan figure papa bagi informan ternyata tidak muncul.
Mama informan juga sering berselisih paham dan lebih berfokus pada pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Seiring dengan waktu, aktifitas rohani yang sejak kecil ditanamkan dalam kehidupan informan dan keluarganya mulai memberi dampak
positif bagi informan. Ketika informan duduk di bangku SMU,
49
informan menemukan rasa cinta yang sangat dalam kepada TUHAN. Sikap cinta kepada TUHAN yang sangat ini membuat informan
kemudian mulai menerima dan melihat kenyataan secara positif. Terkadang informan masih merasa minder dan tidak percaya diri
tetapi intensitasnya sudah berkurang jauh dan lebih baik. Sikap kecewa karena kehilangan papa juga mulai berkurang, informan
lebih bisa menerima keadaan walaupun terkadang pemikiran ”jika memiliki orang tua lengkap pasti enak” masih muncul sampai
sekarang. “Terus sampe waktu SMA itu aku bisa ngerasain gimana aku jatuh
cinta bener-bener sama TUHAN, bener-bener ada sesuatu yang bedalah..ya mungkin aku masih minder walaupun kadarnya sudah
mulai berkurang…yang paling berat seh masa-masa SMP, rasane begitu bergejolak banget. Kalo waktu masa SMA udah lebih baik,
mungkin ada tapi ngga terlalu ya karena udah lebih besar terus juga udah makin kenal sama TUHAN to..” wawancara 4, 66-75
“aku bener-bener ngerasain dilepaskan dan dipulihkan dari rasa sakit hati dan kecewa karena kehilangan papaku, karena aku
sempet ngerasa kecewa banget kehilangan papaku, tapi setelah itu aku bener-bener lebih ngerasa kalo TUHAN sendiri yang akan
menjadi papah buat aku. Mulai dari itu aku mulai bisa menerima kenyataan hidup, terus gambar diriku juga mulai dipulihkan lagi..”
wawancara 4, 82-90
Sejak pemulihan diri setelah papanya meninggal, informan menjadi orang yang mandiri dan tidak mudah bergantung dengan orang lain.
Mama informan tidak menuntut anaknya untuk berjuang hidup tetapi mamanya mengajar mereka untuk mandiri dan tidak bergantung pada
orang lain. Setelah papanya meninggal samapai sekarang, informan
50
tidak canggung dan kerepotan jika harus melakukan aktifitas seorang diri seperti bepergian seorang diri.
Dampak negatif bagi informan setelah papanya meninggal adalah dia kemudian semakin tidak percaya pada pria, dalam pemaparan hasil
penelitian diatas kita jumpai bahwa sejak kecil informan tidak percaya kepada pria. ditambah beberapa kejadian yang disebutkan di
atas termasuk kehilangan papa ini membuat informan semakin tidak menemukan dorongan untuk merasa aman terlebih dengan lawan
jenisnya. Setelah papanya meninggal informan harus hidup bersama dengan
mama, kakak, dan adiknya, mama informan memutuskan untuk tidak menikah lagi dan mengurus anak-anaknya seorang diri. Dalam
keseharian keluarga informan banyak mendapat bantuan dari saudara mamanya, tetapi hal ini tidak kemudian menjadikan mereka
tergantung dan enggan berusaha. Sebelum dipercaya untuk mengurus toko perkakas mama informan
melanjutkan pekerjaan suaminya berdagang makanan kecil. Selain itu juga mengurus keluarga dengan sesekali memasak di rumah.
Setelah papanya meninggal informan kemudian banyak berinteraksi dengan mamanya sebagai orang tua tunggal, informan mulai merasa
adanya gesekan. Informan terkadang berbeda pendapat dengan mamanya, mamanya yang tegas dan keras berbeda dengan papanya
yang sabar dan cenderung membela informan. Informan juga melihat
51
bahwa mamanya lebih sering marah, dibandingkan dengan papanya. Perbedaan dalam menyelesaikan masalah ketika terjadi perselisihan,
informan melihat bahwa mamanya lebih memilih untuk meminta anak-anaknya diam ketika mereka berselisish sedangkan papanya
selama ini menanyakan ada apa kemudian memberi soslusi. Perbedaan sikap ini membuat informan merasa jauh dengan
mamanya, informan merasa bahwa kakak dan adiknya bisa lebih dekat dengan mamanya.
“aku ngerasa kok bisa ya ada perbedaan banget, kok malah anak- anaknya yang laen yang lebih dekat sama mamaku” wawancara 4,
97-99
Bagaimanapun informan harus tetap sadar bahwa mamanya tetap mamanya, informan semakin hari semakin melihat perbedaan itu
hanyalah cara dan wujud kasih yang diekspresikan secara berbeda. Informan melihat perjuangan mamanya untuk anak-anaknya dan
pengalaman hidup yang berat yang selama ini dijalani oleh mamanya. Sejak kecil mama informan sudah harus bekerja keras dan
setelah menikah ternyata harus ditinggal oleh suaminya ketika anak mereka masih kecil, melihat kenyataan ini informan berbalik hati dan
berusaha melihat keadaan mamanya secara objektif. Wujud kasih yang diberikan dan diekspresikan mama informan
memang berbeda diabanding dengan papanya, tetapi informan percaya juga bahwa itu adalah tetap bentuk kasih mama kepada
anaknya.
52
Hari-hari ini informan banyak membantu mamanya di toko, di bidang keuangan sesuai kemampuan akademis dari informan.
Dengan informan membantu mamanya di toko, informan juga sering bepergian dengan mamanya untuk hal-hal yang terkait pekerjaannya.
Ketika peneliti menyampaikan pemulihan rohani yang dialami oleh informan seenarnya itu juga tidak terlepas dari apa yang diajarkan
mamanya. Mama informan selalu mengajarkan informan untuk percaya bahwa TUHAN yang menjadi pengganti papa bagi mereka.
Sampai saat ini terkadang informan masih mengalami beda pendapat dengan mamanya, tetapi informan tidak menjadikan itu sebagai suatu
perselisihan malahan informan juga merasa kangen ketika harus berpisah dengan mamanya.
Mama informan pernah memintanya untuk segera menikah tetapi saat itu informan memilih untuk berfoku pada kuliah S2 nya. Dari
pernyataan tersebut tampak juga bahwa informan mulai memiliki keterbukaan dengan mamanya. Informan mulai bisa bercerita tentang
apa yang dialaminya. Mama informan mengajar anak-anaknya untuk mandiri, hal itu sudah
disinggung di atas oleh peneliti. Dan ajaran ini ternyata benar-benar membuat informan lebih mandiri bahkan bisa membantu mamanya.
Pada awalnya informan merasa bahwa kakak dan adiknya lebih dekat kepada mamanya daripada informan dengan mamanya, tetapi setelah
53
berjalan waktu ternyata informan merasa bahwa dirinya juga sama dekat dengan mamanya seperti anaknya yang lain.
Selain informan yang merasa kehilangan papanya, kakak informan juga merasa kehilangan. Setelah papanya meninggal informan
melihat bahwa kakaknya bisa dekat dengan mamanya dan tampak bisa menerima kenyataan. Informan merasa bahwa dia tidak seperti
kakaknya yang bisa denkat dengan mamanya. Informan berharap dapat menemukan figure pria sebagai panutan
dalam diri kakaknya tetapi ternyata tidak demikian. Setelah papanya meninggal informan sempat kehilangan figure pria termasuk dari
kakaknya, informan menganggap kakanya tidak bisa menjadi teldan bagi dia. Seiring dengan waktu dan pemulihan rohani yang dialami
informan, informan bisa menyadari perubahan lingkungan sekitarnya. Kakaknya yang berusaha menerima keadaan dan bersikap
Nrimo membuat informan mulai meneladaninya. Informan mulai merasa nyaman dan menemukan figure pria dalam diri kakaknya.
Kakaknya banyak membantu dan mendukung mamanya. Kakak informan juga banyak mengajarkan informan untuk bersyukur dan
menerima keadaan. Sekarang hubungan infroman dan kakaknya terpisa berbeda kota, dan informan semakin jarnag berselisih paham
dengan kakaknya karena merasa bahwa sayang jika kakaknya datang ke Jogja dalam waktu singkat dan mereka harus bertengkar.
54
Di rumah informan tinggal dengan adiknya laki-laki. Berbeda dengan kakanya dan papanya informan merasa bahwa dia dan
adiknya sama-sama orang yang keras sehingga mereka sering bertengkar karena tidak ada yang mau mengalah. Ketika papanya
meninggal adik informan masih kecil +- 6 tahun dan setelah itu informan merasa adiknya bisa dekat dengan mamanya.
Informan menyadari betul bahwa dia dan adiknya sering bertengkar. Informan merasa bahwa konflik kebutuhan akan perhatian dan
harapan utnuk dimengerti membuat pertengkaran diantara mereka. Disatu sisi informan sebagai kakak dituntut untuk bisa mengalah
dengan adiknya tetapi di sisi lain sebenarnya hati informan sedang ingin untuk dimanja dan orang lain yang mengalah, karena kedua
belah pihak sama-sama keras maka konflik atau pertengkaran itu terjadi.
Selain itu interaksi informan dengan adiknya berbeda dibandingkan interaksi informan dengan kakanya. Informan merasa bahwa adiknya
sering sulit jika dimintai tolong maka informan sering merasa malas untuk minta tolong, sangat baik karena setelah papanya meninggal
mama informan mengajar setiap anaknya untuk mandiri sehingga informan juga bisa mandiri dan tidak tergantung dengan adiknya.
Dalam observasi peneliti menemukan bahwa ada kalanya informan melakukan aktifitas bersama dengan adiknya tetapi juga ada kalanya
peneliti menemukan informan sedang bertengkar dengan adiknya.
55
“Sejak datang, Db tidak bertegur sapa dengan adiknnya karena menurut An adik laki-laki Db mereka sedang sedikit bertengkar
karena perbedaan pendapat.” Observasi 3,12-15
4. Hubungan Informan