Form dan Content, form bentuk dan content isi diistilahkan dengan

Signifier Signified Kata “pohon” Bunga Mawar Tanaman Besar Tanda Cinta Gambar 3. Contoh Signifier dan Signified Sumber : Rakhmat Kriyantono 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi Petanda bukanlah “benda”, tetapi representasi mental dari “benda” . Saussure sendiri telah menyebut hakikat mental petanda itu dengan istilah “konsep”. Petanda dari kata “sapi”, misalnya, bukanlah binatang sapi, tetapi imaji mental tentang sapi. Bila hendak memahami petanda, tidak bisa kita harus kembali pada sistem biner Saussure, yaitu pasangan petanda dan penanda. Untuk mengerti yang satu, harus pula melihat yang lainnya Kurniawan, 2001:57.

2. Form dan Content, form bentuk dan content isi diistilahkan dengan

expression dan content, maksudnya satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud ide. Untuk menjelaskan pendiriannya tentang form bentuk dan content materi,isi, Saussure membandingkan leksem-leksem dalam dua sistem yang berbeda, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Perancis. Ia mengambil kata Inggris sheep dan mutton dan padanan Perancisnya mouton adalah makanan yang disiapkan dari hewan itu, sedangkan leksem ini merupakan bagian dari suatu sistem laksikal yang anggota-anggota lainnya adalah nama makanan. Jadi, 13 ketiga leksem itu tidak mempuyai isi yang sama, sekalipun mempunyai bentuk yang sama dalam konteks yang tepat. Jadi, bentuk dapat ditukar dengan sesuatu yang sifatnya berlalinan yang dianggap bernilai atau isinya sama misalnya, uang dengan roti; dan dapat dibatasi melalui hal-hal yang serupa misalnya, dollar Amerika dibandingkan dengan rupiah Indonesia. Demikian pula halnya dengan aksara karena, kita dapat membentuk kata yang sama dengan bentuk huruf yang berlainan menurut posisinya dalam kata itu Saussure, 1993:19-20. 3. Language dan Parole, language bahasa dan parole tuturan, atau ajaran Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara language dan parole sebagai dua pendekatan linguistik. Dalam pengertian umum, language adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial dan budaya, sedangkan parole merupakan ekspresi bahasa pada tingkat individu Hidayat, 1996:23. Language sebagai totalitas dari kumpulan fakta dan bahasa. Dalam konsep Saussure, language dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Akibatnnya, language melebihi semua individu yang berbicara bahasa itu, seperti juga simfoni tidak sama dengan cara yang dibawakan dalam sebuah konser oleh suatu grup orkes tertentu. Sedangkan parole adalah living speech, yaitu bahasa yang hidup atau bahasa yang sebagaimana terlihat penggunaannya. Parole lebih memperhatikan faktor pribadi pengguna bahasa. Kalau unit dasar language adalah kata, maka unit dasar parole adalah kalimat. Parole dianggap diakronik dalam arti sangat terikat oleh dimensi waktu pada saat terjadi pembicaraan. Berkaitan dengan ini, 13 menurut Saussure, seperti dikutip Barthes 1996:82, “tidak mungkin ada language tanpa ada parole”. 4. Synchronic dan Dyachronic, bahasa mengalami perubahan yang mungkin cepat, seperti bahasa Indonesia. Dan mungkin lambat seperti bahasa-bahasa yang telah “padat” untuk memenuhi fungsi komunikasinya. Kiranya dapat menggambarkan, bahwa dari keadaan bahasa language-state yang satu kepada keadaan yang lain, terdapatlah suatu proses, suatu evolusi. Untuk membedakan kenyataan-kenyataan bahasa ini, yaitu keadaan bahasa dan fase evolusinya, haruslah ada pemisahan, dan oleh pemisahan ini ilmu bahasa terpaksa menghadapi dua macam tingkatan objek yang sama. Dan oleh ini pula ilmu bahasa dihadapkan pada dua macam studi yang berlainan benar, sebuah dengan objek keadaan-bahasa, yang lain dengan objek fase evolusinya. Karena yang pertama itu mengenai bahsa pada waktu tertentu, maka ilmu pengetahuan itu biasa disebut linguistic synchronis, sedangkan yang kedua itu mengenai bahasa pada dua waktu yang berbeda, disiplin itu biasa disebut linguistic dyachhronis, dan karena menyangkut dua macam keadaan, sifat ilmu bahasa yang akhir ini selalu membandingkan, sedangkan linguistic synchronis bisa membandingkan, bisa juga tidak Samsuri, 1982:70. Jadi yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah bahasa adalah deskripsi tentang keadaan tertentu bahasa tersebut pada suatu “massa”. “Sinkronis” sebagai “bertepatan menurut waktu”. Sinkronis mengkaji system tanda padatitik waktu tertentu, terlepas dari sejarahnya Noth, 2006:63. Dengan demikian, linguistic sinkronis mempelajari bahasa tanpa 13 mempersoalkan waktu. Sedangkan yang dimaksud dengan diakronis adalah “menelusuri waktu”. Diakronis mengkaji evolusi suatu system tanda dalam perkembangan historisnya Noth, 2006:63. Jadi, studi diakronis atas bahasa tertentu adalah diskripsi tentang perkembangan sejarah “melalui waktu” Alex Sobur, 2004:53. 5. Syntagmatic dan Assosiative, atau dapat dikatakan sintagmatik dan paradigmatic. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Maksud dari sintagmata adalah kumpulan tanda yang berurut secara logis, sedangkan paradigmatik adalah hubungan yang saling menggantikan. Hubungan paradigmatik, menurut Cobley dan Jansz, harus selalu sesuai dengan aturan sintagmatiknya, sebagaimana garis X dan Y dalam sebuah sistem koordinat. Sejauh tetap memenuhi syarat hubungan dan sintagmatik, penggantian tersebut bersifat fleksibel. Misalnya, bisa saja kata “kucing” diganti “anjing” karena keduanya memiliki hubungan paradigmatik Cobley, Janz, 1999:16-17.

2.1.5 Makna dalam Kata