Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta

tidak dapat menggiling biji kopi yang telah disangrai hingga level fine . Gambar 4.5 menunjukkan bahwa bubuk kopi memiliki bagian yang area permukaannya sedikit luas. Hal ini mempengaruhi kadar kafein yang terkandung dalam minuman kopi. Hasil gilingan kopi yang lebih halus memberikan area permukaan yang lebih luas bagi kopi untuk bercampur dengan air sehingga ekstraksi kafein lebih sempurna Kingston, 2015. Semakin sedikit kafein yang terekstraksi maka semakin sedikit kafein yang masuk ke dalam tubuh tikus. Ketika sampai di hati, kafein diubah menjadi senyawa theophylline dalam jumlah yang sangat sedikit. Senyawa theophylline berfungsi untuk merelaksasikan otot halus pada saluran pencernaan. Dengan demikian, jika jumlah kafein yang dapat masuk ke dalam tubuh sedikit maka jumlah senyawa theophylline yang dipecah juga sedikit. Hal tersebut menghasilkan frekuensi defekasi yang rendah. Gambar 4.6 Senyawa theophylline Kingston, 2015  Mula kerja kafein. Iwata 2015 menjelaskan bahwa kafein mulai memberikan efek pada 15-20 menit setelah diminum. Hal ini dibuktikan oleh data pada tabel 4.2 dimana K2 kopi dosis 0.3 g200gBB merupakan bahan uji dengan mula kerja laksatif tercepat. Tikus mulai berdefekasi pada menit ke 0:11 dan 0:13 setelah diberikan kopi Robusta Manggarai peroral. Mula kerja kopi ini mengindikasikan bahwa stimulansi kafein terhadap defekasi lebih dominan pada menit ke 15- 20 kemudian mulai menurun. Hal tersebut dibuktikan dengan jeda waktu yang lama antara defekasi pertama dengan defekasi selanjutnya yaitu sekitar 1-3 jam bahkan 5 jam kemudian Lampiran IB dimana sejalan dengan Kingston 2015, bahwa kafein tetap tinggal dalam sistem tubuh selama 4-6 jam.  Rendahnya kandungan gula alami yang juga berperan untuk mengobati kontipasi Laksatif adalah obat-obatan yang menyembuhkan konstipasi yaitu dengan memfasilitasi defekasi. Unsur-unsur kimia yang tergolong kelompok laksatif adalah gula, gula alkohol, polisakarida yang tidak diserap, asam empedu, asam lemak hidroksida, garam inorganik, molekul dengan struktur anthranoid, dan turunan dipenilmetana Capasso and Gaginella, 1997. Biji kopi mentah mengandung gula tebu atau sukrosa sebanyak 0.9-4.8 g100 g Preedy, 2015. Namun kadar sukrosa menjadi berkurang bahkan nol setelah disangrai roasted sehingga kopi disebut sebagai minuman tanpa kalori. Kemampuan kopi untuk mengaktifkan pergerakan kolon dilakukan oleh kafein saja, sedangkan Dulcolax mengandung sukrosa dan laktosa dalam setiap tabletnya. Sukrosa dan laktosa tersebut berada pada dosis harian maksimum yang dianjurkan untuk pengobatan konstipasi pada orang dewasa dan anak di atas 10 tahun. Hal inilah yang menyebabkan frekuensi defekasi pada kelompok kopi lebih rendah daripada kelompok Dulcolax. b. Kondisi tikus putih  Asupan pakan berbeda-beda Tikus putih Ratus norvegicus yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot badan yang bervariasi yaitu 100-200 gram. Tikus diberi pakan BR2 setiap sehari sekali. Menurut Syamsudin dan Darmono 2011, tikus mengonsumsi 5 g pakan100 gBB per hari. Dengan bobot badan tikus yang bervariasi maka konsumsi pakan setiap tikus pun berbeda-beda sehingga jumlah feses yang disimpan sebelum defekasi di bagian distal ujung usus besar yaitu rektum pada setiap tikus pun berbeda. Hal ini dapat mempengaruhi variasi frekuensi defekasi pada tikus.  Tikus merupakan hewan nokturnal Tikus adalah hewan nokturnal sehingga pencahayaan di dalam ruangan laboratorium diatur secara otomatis yaitu 12 jam terang dan 12 jam gelap. Metabolisme tikus lebih aktif pada kondisi gelap atau pada malam hari, sedangkan penelitan ini dilakukan pada siklus terang tikus. Hal tersebut menyebabkan metabolisme tikus terhadap kopi kurang efektif sehingga mempengaruhi frekuensi defekasi. Sukow et al. 2005 menjelaskan bahwa feses tikus paling banyak dihasilkan ketika kondisi gelap.  Puasa pada tikus Pada penelitian ini, tikus dipuasakan dari pakan selama 1 jam sebelum perlakuan. Tujuannya adalah untuk mengurangi pengaruh makanan terhadap absorpsi bahan uji. Puasa selama 1 jam ini kurang cukup untuk mengosongkan isi lambung tikus karena ada kemungkinan masih terdapat makanan di lambung, mengingat GI transit time pada tikus yang lumayan lama yaitu 12-24 jam. Adanya makanan pada saluran pencernaan dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Bioavailabilitas adalah tingkat sejauh mana suatu obat atau zat lain diserap dan beredar dalam tubuh. Zat-zat makanan yang mengandung asam amino, asam lemak, serta nutrien yang lain dapat mempengaruhi pH usus dan kelarutan dari obat Shargel et al ., 2005 dalam Sulistiawati, 2008. Dengan demikian, frekuensi defekasi yang rendah pada kelompok perlakuan kopi dapat dipengaruhi oleh waktu puasa yang kurang lama sehingga absorpsi bahan uji kurang optimum. Pada umumnya, absorpsi suatu obat berlangsung lebih cepat bila lambung dan saluran cerna bagian atas berada dalam keadaan bebas dari makanan Sulistiawati, 2008.

2. Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta

Coffea canephora Manggarai terhadap Konsistensi Feses pada Tikus Putih Betina Data penelitian menunjukkan bahwa konsistensi feses pada kelompok perlakuan kopi lebih baik daripada kelompok kontrol positif dan negatif. Konsistensi feses pada kelompok perlakuan Dulcolax termasuk kategori agak lembek dengan kadar air 57-68. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan laktosa maksimum pada obat. Sementara itu, konsistensi feses pada kelompok perlakuan air hangat memiliki kadar air yang kurang dari 45 keras karena air tidak memiliki sifat laksatif apalagi jika dikonsumsi dalam volume yang rendah. Konsistensi feses pada kelompok perlakuan kopi termasuk kategori normal yaitu kadar air 45-56 dan paling baik ditunjukkan oleh dosis 0.6g200gBB. Hal ini dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: a. Kandungan dalam Kopi  Serat Berdasarkan hasil uji dengan metode Gravimetri di LPPT UGM, diketahui bahwa dalam 100 gram bubuk kopi Robusta Manggarai terdapat 37.34 serat kasar Lampiran IV. Pada kopi, jenis serat yang berperan dalam defekasi adalah serat yang mudah larut soluble fiber yaitu hemiselulosa dan pektin Tejasari dkk, 2010. Serat tersebut dapat bercampur dengan air dan bertekstur lembut seperti jel di dalam usus halus sehingga mencegah terbentuknya feses yang keras Parker and Parker, 2002. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsistensi feses normal pada kelompok tikus yang diberikan kopi Robusta Manggarai. Ganong 1995 menjelaskan bahwa serat mencapai usus besar dalam keadaan yang pada hakekatnya tidak berubah karena tidak mudah dicerna. Serat tergolong ke dalam polisakarida yang tidak dapat diserap dimana merupakan salah satu unsur kimia yang bersifat laksatif.  Senyawa tanin Yusianto 1999 dalam Panggabean 2011 menyatakan bahwa dalam 100 gram buah kopi matang terdapat 8.56 tanin. Larutan kopi memiliki kandungan tanin di dalamnya yang merupakan ragam senyawa polifenol yang cenderung larut dalam air Annisa dan Pintadi, 2013. Tanin memiliki kekuatan untuk mengikat protein sehingga mempunyai kemampuan untuk mengabsorpsi sari makanan. Hal ini dapat mengurangi kadar air pada feses sehingga konsistensi feses normal.  Lemak Kopi yang telah disangrai roasted coffee mengandung lipid dengan kadar 11 gram dalam 100 gram berat kering Preedy, 2015. Dalam kandungan lipid tersebut terdapat 78.8 triasilgliserol atau lemak nabati Belitz and Grosch, 1999. Dari keseluruhan makanan yang dikonsumsi, lemak yang berhasil diabsorpsi oleh tubuh maksimal 95 lalu sisanya 5 tidak diserap sehingga dikeluarkan dalam bentuk feses. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ganong 1995 bahwa lemak dan turunan lemak merupakan salah satu penyusun persentasi padat pada feses. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak pada kopi mempengaruhi konsistensi feses normal pada tikus. b. Tambahan asupan cairan dari minuman tikus Menurut Parker and Parker 2002, cairan seperti air menambah efek cahar cair di kolon dan memberi massa pada feses. Selama pengambilan data dalam penelitian ini, minum tikus tidak dipuasakan dan asupan minum antar tikus berbeda-beda. Dengan demikian, air minum turut berperan dalam membentuk konsistensi feses yang normal. C. Hambatan dan Keterbatasan dalam Penelitian 1. Hambatan: Kelarutan Bahan Uji Gambir dan Dulcolax merupakan merupakan bahan uji yang sukar larut dalam air. Untuk mengatasi hambatan pada kelarutan gambir, peneliti memperpanjang waktu seduh hingga 8 menit sehingga semakin banyak tanin yang terlarut. Untuk mengatasi hambatan pada kelarutan Dulcolax, peneliti meningkatkan jumlah Dulcolax yang dilarutkan dalam air. Satu butir tablet Dulcolax mengandung 5 mg Bisacodyl. Dalam DrugBank 2014, dijelaskan bahwa nilai water solubility Bisacodyl sangat kecil yaitu 0.00127 mgmL. Peneliti menggunakan 8 butir Dulcolax 40 mg Bisacodyl sehingga diperoleh nilai kelarutan 0.0508 mgmL yang setara dengan 0.254 mg5 mL. Hal ini dilakukan agar memenuhi dosis Dulcolax untuk tikus putih. 2. Keterbatasan a. Pengolahan Kopi Pengolahan kopi masih dilakukan secara tradisional menurut cara orang Manggarai dan peneliti tidak terlibat langsung. Hal ini menyebabkan keterbatasan analisis data dimana hanya dapat dikaitkan dengan data hasil uji kandungan senyawa kimia bubuk kopi di LPPT UGM dan prosedur penyeduhan kopi yang telah dilakukan oleh peneliti. Peneliti belum dapat menelisik hingga ke pengaruh proses pengolahan kopi secara keseluruhan. b. Pengeringan Feses Pengeringan feses dilakukan secara alami yaitu dengan menempatkan feses basah dalam ruangan laboratorium selama 19 jam. Peneliti menggunakan Laboratorium Hayati Imono sebagai laboratorium utama dan Laboratorium Biologi untuk situasi khusus. Suhu ruangan di kedua laboratorium tersebut berbeda, yaitu 24-28 C pada Laboratorium Hayati Imono dan 27-28 C pada Laboratorium Biologi. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak air pada feses yang menguap dalam rentang waktu yang sama. Selain itu, pengeringan feses selama 19 jam berlaku untuk semua feses tanpa memperhitungkan waktu defekasi atau waktu penimbangan berat basah. Dengan demikian dapat mempengaruhi data berat kering dan konsistensi feses. c. Pengamatan dilakukan pada siklus terang tikus Peneliti memberikan perlakuan dan pengamatan berdasarkan waktu yang tepat untuk mengonsumsi kopi yaitu pukul 09:30-11:30. Rentang waktu tersebut termasuk ke dalam siklus terang atau 12 jam terang tikus yang telah diatur otomatis di Laboratorium Hayati Imono. Hal ini mempengaruhi metabolisme bahan uji karena metabolisme tikus lebih aktif di malam hari atau pada kondisi gelap.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI PROSTAT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 10 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI PANKREAS PADA TIKUS PUTIH (Ratus Novergicus) STRAIN WISTAR JANTAN

3 21 23

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI OTAK PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus)

0 18 19

PENGARUH SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var robusta) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR

5 35 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta ) SUBKRONIK TERHADAP TEKANAN DARAH DAN PRODUKSI URINE PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR JANTAN (Rattus novergicus Strain wistar)

0 27 25

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephoravar. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 16 26

Uji aktivitas antioksidan pada ekstrak biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH

2 14 44

Uji aktivitas antioksidan ekstrak biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH

16 56 44

Perbandingan Efek Seduhan Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Seduhan Kopi Arabica (coffea arabica) Terhadap Tekanan Darah Wanita Dewasa.

0 0 21

Pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina.

2 31 157