madu kelengkeng dan hari ke-8 dilakukan injeksi antigen II sebanyak 0,5 mL pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan, namun sebelum diinjeksi
antigen dan diberi larutan madu kelengkeng, telapak kaki kiri hewan uji diukur dahulu secara plethysmometrically atau menggunakan jangka sorong
digital sebagai data pre-DTH. Setelah 24 jam sejak antigen II dinjeksikan, telapak kaki kiri hewan uji diukur menggunakan jangka sorong digital
sebagai data post-DTH. Hasil percobaan dari tahap orientasi dosis ini akan digunakan pada tahap percobaan berikutnya.
6. Tahap percobaan
Tikus dibagi secara random menjadi empat kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan, dengan masing-masing
kelompok berjumlah lima ekor, sehingga total jumlah tikus yang digunakan sebanyak 20 ekor. Kelompok-kelompok tersebut antara lain:
Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan apapun, hanya diberi makan AD II dan minum aquadest.
Kelompok perlakuan 1 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis 0,60 mL200 g BB
tikus
. Kelompok perlakuan 2 : kelompok tikus yang diberi larutan madu
kelengkeng dengan dosis 1,20 mL200 g BB tikus. Kelompok perlakuan 3 : kelompok tikus yang diberi larutan madu
kelengkeng dengan dosis 2,30 mL200 g BB tikus. Semua hewan uji, kecuali kelompok kontrol negatif, diperlakukan
dengan diberi larutan madu kelengkeng secara per oral selama delapan hari.
Hari ke-0, semua hewan uji terlebih dahulu diinjeksi dengan antigen I berupa suspensi SDMD 1 2 mL secara peritoneal sebelum diberi larutan
madu kelengkeng dan hari ke-8 dilakukan pula injeksi antigen II sebanyak 0,5 mL pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan, namun sebelum
diinjeksi antigen dan diberi larutan madu kelengkeng, telapak kaki kiri hewan uji diukur dahulu secara plethysmometrically atau menggunakan
jangka sorong digital sebagai data pre-DTH. Setelah 24 jam sejak antigen II dinjeksikan, telapak kaki kiri hewan uji diukur menggunakan jangka sorong
digital sebagai data post-DTH.
7. Pengukuran respon hipersensitivitas tipe lambat
Delayed-Type Hypersensitivity DTH
Pada hari ke-8 telapak kaki kiri tikus secara plethysmometrically atau menggunakan jangka sorong digital sebagai data pre-DTH. Pada hari
ke-9, tepat 24 jam sejak antigen II diinjeksikan, telapak kaki kiri tikus diukur lagi secara plethysmometrically atau menggunakan jangka sorong
digital sebagai data post-DTH dengan melihat seberapa peningkatan volume bengkak telapak kaki kiri tikus. Selisih dari peningkatan volume bengkak
telapak kaki kiri tikus berdasarkan data pre dan post ini lah yang digunakan dalam mengukur seberapa besar respon DTH yang terjadi.