yang menyatakan, “Hendaknya tidak dikatakan untuk orang yang mengatur urusan kaum Muslim: khalifatullah, tetapi disebut dengan
khalifah, dan khalifat al-Rasul, dan amiiru al-Mukminin.” Pendapat ini diperkuat oleh penolakan Abu Bakar dan Umar bin Abdul Azis atas
sebutan khalifatullah bagi diri mereka. Keduanya lebih memilih disebut sebagai khalifat al-Rasul atau amiru al-Mukminin.
219
Namun, sebagian ulama menolak pandangan yang menyatakan bahwa khalifah merupakan khalifat al-Rasul, apalagi khalifatullah.
Realitanya, sekalipun Abu Bakar maupun Umar bin Abdul Azis menegaskan diri mereka sebagai pengganti Rasul. Tapi Rasul tidak
pernah menunjuk mereka sebagai wakilnya dalam urusan pemerintahan maupun agama, melainkan mereka dipilih dan dibaiat
oleh umat Islam. Jadi, pengertian yang lebih tepat, khalifah adalah pimpinan umum umat Islam seluruh dunia untuk menegakkan hukum-
hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru alam. Definisi ini dipilih oleh Taqiyyuddin An Nabhani dan Mahmud al-
Khalidiy.
220
2. Khilafah Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
Dalam memandang persoalan kepemimpinan, Sunni berbeda pendapat dengan Syi’ah. Jika Syi’ah memandang persoalan
kepemimpinan sebagai hal yang sangat prinsipil ushuluddin, Sunni tidak demikian. Kalangan Sunni meletakkannya masalah
kepemimpinan sebagai cabang furu’, dan bukan hal yang prinsipil dalam agama, namun sangat penting bagi umat Islam. Al-Mawardi
219 Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, Panduan Lurus..., h. 06. 220 Ibid., h. 22.
memberikan pendapatnya tentang kepemimpinan. Menurutnya, kepemimpinankhilafah itu pengganti Rasulullah dalam menjaga dan
memelihara agama. Selain memelihara dan menjaga agama, ia juga akan membela agama, bukan menjelaskan ataupun mengadakan
pergantian agama. Dalam pengertian ini, mengindikasikan bahwa kepemimpinan itu mutlak adanya, namun bukan hak pribadi, ataupun
keistimewaan hak yang hanya dimiliki oleh seseorang atau kelompok, melainkan suatu tugas yang diemban untuk dilaksanakan.
221
Dalam membangun argumentasi kepemimpinannya, kalangan Sunni menjadikan Qur’an sebagai landasan utamanya. Telah banyak
ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah yang berbicara mengenai kepemimpinankhilafah. Di antaranya surah al-Baqarah ayat 30, surah
Shaad ayat 26, surah al-An’am ayat 165, dan beberapa surat lainnya. Berikut firman Allah S.W.T yang dimaksud:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
222
Q.S Al-Baqarah2: 30
221 Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam A- Sulthaniyyah..., h. 85. 222 Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin, Cimahi : Gema
Risalah Press, t.t h. 30.
Ayat di atas secara harfiyah memang menyebutkan tentang khalifah, namun menurut sebagian ulama tafsir, ayat ini secara spesifik
tidak berbicara mengenai kekhilafahankepemimpinan sebagai pemimpin umum manusia yang mengemban tugas menegakkan
hukum-hukum Islam dan menyebarkan dakwah Islam. Ayat ini hanya berbicara seputar manusia yang hendak menggantikan kaum-kaum
sebelum umat manusia.
223
Demikian juga dengan surah Shaad ayat 26 yang berbunyi:
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah penguasa di muka bumi, Maka berilah keputusan perkara di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah
.”
224
Q.S Shaad: 26 Menurut Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy Seperti yang
dikutip dari Imam al-Baidlawiy, ayat ini menjelaskan kedudukan Nabi Daud sebagai khalifahpengganti para Nabi yang menegakkan
kebenaran yang dibawa oleh Nabi sebelumnya. Ayat ini tidak menyinggung kedudukan Daud sebagai pimpinan umat yang
bertanggung jawab menegakkan hukum Tuhan dan mengemban misi penyebaran dakwah Islam.
225
Sekalipun tidak ada ayat yang lebih spesifik berbicara mengenai kepemimpinankhilafah. Ulama Sunni bersepakat menjadikan surah
223 Ibid., h. 14. 224 Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin, Cimahi: Gema
Risalah Press, t.t, h. 910. 225 Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, Pandangan Lurus…, h. 15.
an-Nisa ayat 59 sebagai dasar utama penegakan kepemimpinan dalam Islam. Berikut ayat yang dimaksud:
“Taatilah Allah, Rasul-Nya dan ulil amri di antaramu.”
226
Q.S an-Nisa4: 59
Dalam tafsir Jalalain, kata ulil amri pada ayat ini berarti penguasa atau pemimpin.
227
Kata ini memiliki pengertian yang setara dengan khalifah Sunni ataupun imam Syi’ah. Ulil amri merupakan
orang-orang yang harus ditaati oleh umat, karena merekalah yang akan melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW, menjaga keutuhan agama,
menerapkan hukum-hukum Islam, Melindungi wilayah Negara, menegakkan supremasi hukum, melindungi daerah-daerah perbatasan
Negara, memerangi orang yang menentang Islam, dan melaksanakan tugas penting lainnya. Ulil amri boleh tidak ditaati hanya ketika ia
tidak memenuhi hak-hak umat tidak menjalankan tugas-tugasnya.
228
Selain Qur’an, beberapa hadits juga dijadikan landasan dalam konsep kepemimpinan Sunni. Berikut hadits yang dimaksud:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa taat kepadaku berarti dia
taat kepada Allah. Barangsiapa durhaka kepadaku berarti dia durhaka kepada Allah. Barangsiapa taat kepada
penguasa yang tidak menyuruh maksiat berarti dia taat
226 Al-Qur’an dan Terjemahannya Dengan Transliterasi Arab-Latin, Cimahi: Gema Risalah Press, t.t, h. 162.
227
Jalaluddin Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy, Tafsiru Al-Qur’an Al-Adzim, Surabaya: Nurul Huda, t.t, h. 79.
228 Imam al-Mawardi., Al-Ahkam As-Sulthaniyyah…, h. 26.
kepadaku, dan barangsiapa durhaka kepada penguasa berarti dia durhaka kepadaku.”
229
Serta hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab, yang secara khusus juga berbicara mengenai pentingnya pemimpin yang
harus dipilih dengan syura. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaiat seorang Amir yang dipilih tanpa
melalui syura kaum muslimin, maka tidak ada kewajiban baiat kepada amir tersebut, dan tidak sah baiat orang
yang membaiatnya, bersegeralah memberangus keduanya.”
230
Kedua hadits ini, menjadi salah satu hadits yang dijadikan landasan dalam membangun argumen kepemimpinan menurut
perspektif Sunni. Hadist pertama membicarakan pentingnya kepemimpinan dan ketaatan terhadapnya. Hadist kedua
membicarakan pentingnya memilih pemimpin melalui syura umat Muslim.
3. Persyaratan Seorang Khalifah