Kemaksuman Seorang Khalifah Konsep Khilafah Menurut Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah 1. Definisi Khilafah

Adapun orang yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, maka ia tidak layak dijadikan khalifah. Sementara itu, selain tujuh syarat di atas syarat in’iqadlegal, ada pula syarat keutamaan afdhaliyyah jika memang didukung oleh nash-nash yang shahih. Seperti ketentuan khalifah harus dari kalangan Quraisy, atau khalifah harus seorang mujtahid atau ahli dalam perang, serta syarat tegas lainnya yang memiliki dalil. 235 Jika kalangan Syi’ah berkeyakinan bahwa pemimpin umat imamah adalah pelanjut misi Nabi, maka dari itu ia harus maksum. Namun tidak demikian dengan Sunni, kalangan Sunni berkeyakinan bahwa al-nubuwwah kenabian itu sama sekali berbeda dengan kekhilafahan. Jika kenabian jabatan yang diberikan Tuhan kepada hamba-Nya. Sedangkan khalifah itu tugas kemanusiaan yang diserahkan kaum Muslim kepada saja yang mereka pilih dan kehendaki melalui proses bai’at. Maka, kemaksuman itu tidak masuk dalam syarat kepemimpinan Sunni, bukan karena kepemimpinan itu hanya jabatan kemanusiaan, tapi juga karena kepemimpinan itu sebatas mengganti tugas Rasulullah dalam pemerintahan. Dengan demikian, kemaksuman hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasul dalam menjalankan misi kenabiannya, dan tidak berlaku untuk para imamkhalifah. 236

4. Kemaksuman Seorang Khalifah

Berbeda dengan Syi’ah, kalangan Sunni percaya bahwa seorang khalifah itu tidaklah maksum. Dalam pandangan mereka, maksum 235 Ibid., h. 41. 236 Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, Panduan Lurus..., h. 298. ialah terlindunginya seorang dari perbuatan-perbuatan dosa, dan sifat maksum ini hanyalah diberikan Allah kepada para Nabi-Nya, dan hal itu tidak berlaku untuk para khalifah setelah Nabi Muhammad SAW. 237 Seorang mukmin sejati tidak akan meragukan keutamaan dan kemuliaan Nabi. Para Nabi itu terlindungi dari dosa perbuatan- perbuatan jahat. Namun, karena para Nabi juga seorang manusia, para Nabi juga terkadang melakukan kesalahan-kesalahan kecil tetapi mereka segera diluruskan oleh Allah SWT, dan kemudian mereka bertaubat kepada-Nya. Berikut beberapa bukti dalam al-Qur’an mengenai kesalahan para Nabi yang pernah dilakukan:             “Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, Maka ia lupa akan perintah itu, dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Q.S Thaha20: 115. 238 Firman-Nya lagi:               “Semoga Allah memaafkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka untuk tidak pergi berperang, sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar dalam keuzurannya dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? Q.S al- Taubah9: 43. 239 Firman-Nya lagi:                  237 Ibid., h. 298. 238 Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin, Cimahi Kota: Gema Risalah Press,, h. 618. 239 Ibid., h. 370. “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri- isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Q.S al-Tahrim66: 1. 240 Dari beberapa ayat yang telah diulas di atas, jelas bahwa meskipun seorang Nabi yang sudah maksum, terkadang mereka melakukan kesalahan kecil. Namun mereka sangat berbeda dengan manusia biasa, mereka memiliki keistimewaan dan selalu dijaga oleh Allah SWT. Apabila mereka berbuat kekeliruan, maka akan secara langsung mendapat teguran Allah SWT. Apalagi seorang khalifahimam yang bukan seorang Nabi, maka berbuat salah dan lupa pasti mereka alami. 241

5. Kewajiban Menaati Khalifah