Persyaratan Seorang Imam Konsep Imamah Menurut Syi’ah Isna ‘Asyariyyah 1. Definisi Imamah

9 Muhammad bin ‘Ali al-Jawad, lahir pada tahun 195 H. wafat pada tahun 220 H. 10 Ali bin Muhammad al-Hadi, lahir pada tahun 212 H, wafat pada tahun 254 H. 11 Hasan bin ‘Ali al-Asykari, lahir pada tahun 232 H, wafat pada tahun 260 H. 12 Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi, lahir pada tahun 256 H, menghilang sampai sekarang. 183 Kaum Syi’ah Isna Asyariyyah meyakini orang-orang tersebut maksum dan wajib ditaati. Mereka mengetahui semua ilmu dan menjadi pemimpin pengganti Rasulullah SAW. 184

5. Persyaratan Seorang Imam

Menurut pandangan Syi’ah, imam dipilih oleh Allah SWT dan hal itu bukan masalah pewarisan belaka. Allah SWT mengetahui siapa yang mempunyai semua kualifikasi untuk menerima kedudukan imamah. Adalah kehendak Allah SWT yang menempatkan seseorang pada posisi imam, dan itu semua ada dalam garis keturunan Rasulullah SAW. Akan tetapi, tidak serta merta semua keturunan Nabi Muhammad SAW berhak atas kedudukan imam. Allah SWT menetapkan beberapa persyaratan bagi seorang imam. Menurut ulama Syi’ah, beberapa syarat itu adalah sebagai berikut: Pertama, imam harus maksum ishmah, dan yang kedua harus lebih utama dari yang dipimpinnya. Adapun ishmah atau kemaksuman merupakan syarat pertama dan paling utama untuk kedudukan imamah. Ishmah adalah 183 Muhammad Ridha Al-Muzhaffar, Ideologi Syi’ah…, h. 106-107. 184 Ibrahim Amini, Para Pemimpin…, h. 114. kesucian batin, ketakwaan yang mendalam, dijaga oleh Tuhan dari melakukan dosa, memiliki hati yang pasti sebelum maupun sesudah terpilih untuk menduduki jabatan imam. Syarat pertama ini mutlak harus dimiliki oleh seorang imam. Bagaimana tidak? Jika sampai seorang imam tidak maksum, maka secara tidak langsung akan menegaskan bahwa imam bisa saja salah dan melakukan dosa atau kejahatan. Sehingga umat dapat mengingkari atau bahkan melakukan perlawanan terhadapnya. Dalam kasus ini, tentu saja akan bertentangan dengan firman Allah dalam surah an-Nisa’ ayat 59. Padahal, ketaatan kepada imam itu suatu keharusan bagi umat Islam, dan menurut Thabathaba’i tingkat ketaatan kepada imam itu setingkat dengan ketaatan terhadap Rasulullah SAW. Syarat selanjutnya, imam harus lebih utama dari yang dipimpinnya. Syi’ah memandang bahwa imamah merupakan kedudukan yang Ilahi, oleh sebab itu ada syarat yang mengharuskan imam itu menyandang sifat-sifat mulia dan kesempurnaan, baik secara ikhtiari maupun yang bukan ikhtiari di luar urusan dan pilihan manusia. Keturunan yang suci dan terpandang merupakan kemuliaan yang berada di luar jangkauan manusia, dan ini harus dimiliki oleh seorang imam, sebab Allah telah menentukan bahwa kedudukan tersebut dianugerahkan bagi golongan tertentu, sehingga yang termulia dari kalangan manusia. 185 Bagi kalangan Syi’ah, Ahlul Bait Nabi SAW keturunan Siti Fatimah dan Ali bin Abi Thalib merupakan keturunan 185 Mustafa Al-Yahfufy, Konsep Ulil..., h. 54. suci beliau, dan dari merekalah akan lahir para imam yang mulia. Seperti firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi:           “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. Q.S Al-Ahzab33: 33” 186 Di sini, arti penyucian adalah penyucian tertentu yang dimaksudkan oleh Allah SWT. Artinya bukan pembersihan biasa sebagaimana permbersihan dalam konteks medis. Arti sesungguhnya menurut Muthahhari adalah menghilangkan semua yang dianggap oleh Qur’an sebagai semua jenis dosa dogmatis, moral, dan praksis. Itulah sebabnya dikatakan bahwa ayat ini menunjukkan kemaksuman para anggota keluarga Nabi Muhammad SAW dan menunjukkan bahwa mereka bebas dari segala kotoran, ketidak murnian, dan najis. 187 Selanjutnya dalam syarat yang kedua ini, keuatamaan yang dimaksud juga berarti memiliki makrifah, ilmu pengetahuan yang sangat luas, hukum agama, serta memiliki kesempurnaan insani. 188 Dengan argumentasi-argumentasi ini, imam berarti seorang yang lebih baik dan utama dari yang dipimpin dalam segala sifatnya agar dapat dengan mudah merealisasikan tujuan-tujuan yang telah diproyeksikan. Dengan segala kebaikan dan kesempurnaan yang dimilikinya, imam akan menyadari semua kebutuhan umat dan kebutuhan apa saja untuk umat manusia agar pantas hidup berbahagia dan bermartabat, di dunia 186 Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin, Cimahi : Gema Risalah Press, t.t h. 835. 187 Murtadha Muthahari, Imamah dan…, h. 140-141. 188 Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus..., h.191. dan akhirat. Serta akan memainkan peran menentukan dalam menyelamatkan kesejahteraan spiritual dan material umat manusia. 189 Selain dua syarat di atas, sebagian ulama Syi’ah juga berpendapat bahwa mukjizat juga menjadi syarat penting bagi seorang imam. Mukjizat dapat dijadikan pembuktian oleh seorang imam bahwa dirinya telah diangkat menjadi khalifah Nabi yang maksum. Mukjizat itu dapat membuat orang-orang yang ragu akan keimamahannya menjadi percaya. Faisol bin Madi mengutip dari Muhammad bin Hassan Alu Kasyif al-Ghita mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan mandat dari Allah, sebagaimana mandat yang telah dianugerahkan kepada seorang Nabi, yaitu sesungguhnya Allah memilih seorang yang dikehendakinya untuk menjadi seorang utusan atau menjadi seorang Nabi, kemudian Allah memberikan kekuatan berupa mukjizat kepada orang-orang pilihannya sebagai bukti atas kenabian atau kerasulannya, seperti berupa naskah-naskah suci dari Allah. Begitu pula para imam, semua dipilih oleh Allah dari para hamba pilihan-Nya, dan pemilihan itu melalui para utusan Allah dengan nas yang telah dimilikinya. Selanjutnya untuk melanjutkan peran fungsi seorang imam yang telah meninggal, maka para imamlah yang memiliki otoritas memilih imam selanjutnya. 190

6. Pola-Pola Penegakan Imamah