Gambar 1. ekspresi Mpok Atik Ketika Latah
2.3.3 Analisis Psikolinguistik
Secara etimologi, kata psikolinguistik berasal dari kata psikologi dan kata linguistik. Kedua bidang ilmu ini sama-sama meneliti bahasa sebagai objek
formalnya. Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama yaitu 1
komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang
dimaksud, 2 produksi, yakni proses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, 3 landasan biologis dan neurologis yang
membuat manusia bisa berbahasa dan 4 pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa.
Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada
waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis, tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain,
psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami
kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya, psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti
pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran bahasa permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan multibahasa, penyakit bertutur seperti afasia,
Universitas Sumatera Utara
gagap,latah dan sebagainya, serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa.
2.3.4 Fonologi dan Sintaksis 2.3.4.1 Fonologi
Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga muncullah apa yang sering disebut celotehan yang merupakan
akar dari fonologi. Di dalam penelitian bahasa yang tertentu, para ahli fonologi mendaftarkan setiap fonem dalam suatu bahasa ke dalam komponen utama
fonologi. “Komponen fonologi adalah system bunyi suatu bahasa Chaer,
2003:43”. Fonologi boleh disebut ilmu bunyi yang ‘fungsional’. Untuk memahami rumus dasar fonologi kita ambil contoh kata
sederhana gelegak dalam bahasa Indonesia. Bunyi k pada akhir kata gelegak bisa saja dipresentasikan menjadi g. Sehingga lafalnya menjadi gelegag.
Namun, meskipun ucapannya berbeda secara fonologi, tetapi maknanya tidaklah berbeda dan ketika kata itu diucapkan, seluruh orang Indonesia
memahaminya. Jadi dapat disimpulkan, bahwa secara fonologi konsonan k dan g dapat saling menggantikan jika muncul atau diucapkan pada akhir kata yang
didahului oleh huruf vocal. Contoh lainnya, gagak, gerobak, tegak, dsb. Berbeda ketika sebuah fonem menjadi fungsi pembeda pada dua buah
kata seperti kata rupa dan lupa, perbedaan perubahan bunyi ada pada fonem r dan l, membedakan arti dari kata tersebut.
Jenis-jenis perubahan bunyi tersebut dibagi menjadi: 1. Asimilasi
Universitas Sumatera Utara
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua buah bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Contohnya, kata tentang
dan tendang. Dari segi pengucapan sangatlah mirip satu sama lain atau hampir sama pengucapannya.
2. Disimilasi Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip
menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contohnya, prefiks ber ditambah kata ajar, semestinya menjadi berajar. Namun karena ada dua bunyi r, maka r
yang pertama di disimilasi menjadi huruf l, sehingga kata tersebut menjadi belajar.
3. Netralisasi Netralisasi adalah perubahan bunyi fonetis sebagai akibat pengaruh
lingkungan. Untuk lebih jelasnya perhatikan kata barang dan parang. Pada kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam bahasa Indonesia
terdapat fonem [b] dan [p] yang mampu membedakan arti. Namun pada kondisi tertentu, fungsi pembeda pada fonem [b] dan [p] menjadi samar
bahkan hilang jika dilihat dari kata sebab dan atap yang pengucapan fonem [b] dan [p] menjadi sama.
4. Zeroisasi Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya
penghematan pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa- bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia, asal tidak mengganggu proses dan
tujuan komunikasi tersebut, secara tidak sengaja telah disepakati bersama oleh komunitas pemakai bahasa itu. Dalam bahasa Indonesia, sering dijumpai
Universitas Sumatera Utara
proses zeroisasi di antaranya kata tidak sering diucapkan menjadi tak atau gak. Kata untuk menjadi tuk, kata bagaimana menjadi gimana dan sebagainya.
5. Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal monoftong menjadi dua bunyi vokal secara berurutan. Contoh, kata teladan menjadi tauladan.
6. monoftongisasi
monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal menjadi vokal tunggal. Contoh, kata kalau berubah jadi kalo
7. anaptiksis Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan huruf tertentu
untuk memperlancar ucapan tanpa membedakan arti sesungguhnya. Contoh, kata kapak disebut menjadi kampak.
Jadi, berdasarkan wacana di atas dapat disimpulkan bahwa pengucapan fonem ini bergantung pada lingkungan fonem itu sendiri.
2.3.4.2 Sintaksis
Sintaksis merupakan komponen sentral dalam pembentukan kalimat. “Sintaksis adalah urutan dan organisasi kata-kata yang membentuk frase atau
kalimat dalam suatu bahasa menurut aturan atau rumus dalam bahasa itu.” Chaer,2003:39
Verhaar 2004:161 menyatakan, ”Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan.” tuturan adalah apa yang
diucapkan oleh seseorang. Salah satu satuan tuturan adalah kalimat. Jadi secara sederhana sintaksis membahas hubungan antar kata di dalam kalimat.
Universitas Sumatera Utara
Tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan makna-maknanya dengan cara mengatur urutan
kata-kata yang membentuk frase atau kalimat itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan oleh penuturnya.
Frase dibagi atas 1 frase endosentrik dan 2 frase eksosentrik. Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Sedangkan, frase eksosentrik adalah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
semua unsurnya. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja komponen sintaksis ini,
perhatikan contoh. Kuda itu menendang petani.
Jika dipenggal berdasarkan frasenya maka seharusnya setiap penutur bahasa Indonesia akan memenggalnya menjadi:
Kuda itu menendang petani. Jadi, setiap penutur bahasa Indonesia akan memenggal kalimat tersebut
menjadi frase seperti di atas. Kemampuan ini menunjukkan bahwa secara sadar orang Indonesia menunjukkan adanya kompetensi ketatabahasaan dari dirinya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Mabar-hilir Jalan Mangaan VIII Pasar III, Kecamatan Medan-Deli, Medan, Sumatera Utara.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari tanggal 14 Januari-31 Mei 2009.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Menurut Arikunto 2000:108 mengatakan bahwa “Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian”.
“Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian.” Malo, 1985: 149 .
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di daerah Kelurahan Mabar-Hilir, Kecamatan Medan-deli. Populasi target yakni seluruh
masyarakat Kelurahan Mabar-hilir yang menderita latah. Namun, karena faktor waktu, populasi target yang ditentukan peneliti tidak dapat sepenuhnya ditemui di
lapangan, sehingga peneliti menetapkan populasi surveinya hanya di daerah tempat peneliti berdomisili yakni Jalan Mangaan VIII Pasar III Mabar-Hilir.
Universitas Sumatera Utara