Gangguan Berbicara Psikogenik Pada Penderita Latah : Tinjauan Psikolinguistik ( Kasus Nurbaiti, Nursiah Dan Sri Wahyuni )

(1)

GANGGUAN BERBICARA PSIKOGENIK

PADA PENDERITA LATAH : TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK

( KASUS NURBAITI, NURSIAH DAN SRI WAHYUNI )

SKRIPSI

Oleh

PURNAMASARI SIREGAR NIM 040701018

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

GANGGUAN BERBICARA PSIKOGENIK

PADA PENDERITA LATAH : TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK

( KASUS NURBAITI, NURSIAH DAN SRI WAHYUNI )

Oleh

PURNAMASARI SIREGAR NIM 040701018

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II,

Dra. Salliyanti, M. Hum Drs. Pribadi Bangun Nip.131284308 Nip.19581019 198601 1002

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. Nip.19620419 198703 2001


(3)

PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang penulis buat ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang penulis peroleh.

Medan, 30 Maret 2010


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah yang ditinjau dari segi fonologi dan sintaksis. Latah adalah suatu tindak kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. Penderita latah yang menjadi subjek penelitian adalah penderita latah berat yakni latah ekolalia, ekopraksia, koprolalia, dan automatic obedience, yang berjumlah 1 orang, sedangkan 2 orang subjek penelitian yang lain menderita latah koprolalia. Kata-kata yang diucapkan para penderita latah menjadi bahan penelitian dan ditinjau secara sederhana dari aspek fonologi dan sintaksis. Kata-kata maupun kalimat-kalimat yang diucapkan oleh penderita latah murni hanyalah sebuah kegiatan membeo tanpa menyadari makna maupun kesempurnaan dari kata-kata yang diucapkan.


(5)

Skripsi ini telah diterima oleh Panitia Ujian Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Sastra

Panitia Ujian

No Nama Jabatan Tanda Tangan

1 Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum Ketua

2 Dra. Mascahaya, M. Hum Sekretaris

3 Anggota


(6)

PRAKATA

Penulis puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebahagian syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan.

Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Surya Darma Siregar dan Ibunda Siti Olele Ge’e tercinta yang telah banyak bersusah payah dan tanpa pamrih berbuat yang terbaik demi kemajuan anak-anaknya.

2. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A, P.hd, sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.hum, sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Mascahaya, M.hum sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Salliyanti, M.Hum sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Pribadi Bangun sebagai pembimbing II, yang telah sabar membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.


(7)

7. Kepada Ibu, kakak (Rina dan Asnah), adik (Arief, Winda, Dinda, Wira, Gilang, dan Rifky) dan keluarga terdekat yang sangat penulis cintai sepenuh hati.

8. Teman-teman penulis Rika, Nova, Nona, Imel, Ida, Eva, Rudi Kalces, Azwar Halim yang sangat penulis sayangi.

9. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan telah tanpa pamrih membantu penulis selama ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca umumnya, dan khususnya bagi penulis.

Medan, 30 Maret 2010


(8)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 Ekspresi Mpok Atik Ketika Latah ... 18

GAMBAR 2 Ekspresi Latah Ucapan Sri Wahyuni ... 30

GAMBAR 3 Ekspresi Latah Ekopraksia ... 31

GAMBAR 4 Ekspresi Latah Koprolalia ... 32

GAMBAR 5 Ekspresi Latah Automatik Obedience ... 33

GAMBAR 6 Sri Wahyuni Menirukan Gerakan Pok Ame-Ame

GAMBAR 7 Sri Wahyuni Tertawa Diganggu Temannya

GAMBAR 8 Sri Wahyuni Diganggu Temannya Disuruh Membuang Makanan Dari Mulutnya

GAMBAR 9 Sri Wahyuni Diganggu Teman Disuruh Memakai Baju Tidur

GAMBAR 10 Ekspresi Ibu Nurbaiti GAMBAR 11 Ekspresi Ibu Nursiah


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ABSTRAK

PRAKATA ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pembatasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

2.3 Tinjauan Pustaka ... 9

2.3.1 Gangguan Berbicara Psikogenik ... 9

2.3.2 Latah ... 10

2.3.2.1 Pengertian ... 10

2.3.2.2 Jenis-Jenis Latah ... 12

2.3.2.3 Penyebab Timbulnya Penyakit Latah ... 14


(10)

2.3.3 Analisis Psikolinguistik ... 17

2.3.4 Fonologi dan Sintaksis ... 19

2.3.4.1 Fonologi ... 19

2.3.4.2 Sintaksis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 23

3.1.2 Waktu Penelitian ... 23

3.2 Populasi dan Sampel ... 23

3.2.1 Populasi ... 23

3.2.2 Sampel ... 24

3.3 Variabel Penelitian ... 25

3.4 Instrumen Penelitian ... 26

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.6 Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV GANGGUAN BERBICARA PSIKOGENIK PENDERITA LATAH DITINJAU SECARA FONOLOGI DAN SINTAKSIS 4.1 Gangguan Berbicara Psikogenik Penderita Latah ... 30

4.1.1 Penderita Latah Pertama ... 30

4.1.2 Penderita Latah Kedua ... 34

4.1.3 Penderita Latah Ketiga ... 34

4.2 Produksi Ujaran Penderita Latah Ditinjau dari Segi Psikolinguistik, Fonologi dan Sintaksis ... 35


(11)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 44 5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah yang ditinjau dari segi fonologi dan sintaksis. Latah adalah suatu tindak kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. Penderita latah yang menjadi subjek penelitian adalah penderita latah berat yakni latah ekolalia, ekopraksia, koprolalia, dan automatic obedience, yang berjumlah 1 orang, sedangkan 2 orang subjek penelitian yang lain menderita latah koprolalia. Kata-kata yang diucapkan para penderita latah menjadi bahan penelitian dan ditinjau secara sederhana dari aspek fonologi dan sintaksis. Kata-kata maupun kalimat-kalimat yang diucapkan oleh penderita latah murni hanyalah sebuah kegiatan membeo tanpa menyadari makna maupun kesempurnaan dari kata-kata yang diucapkan.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa adalah milik mutlak manusia dan telah menyatu dengan pemiliknya. Bahasa selalu muncul dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia yang tidak disertai penggunaan bahasa. Oleh karena itu, defenisi bahasa menjadi beragam sejalan dengan bidang kegiatan tempat di mana bahasa itu digunakan. Bahasa dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Namun, secara sederhana bahasa merupakan sarana komunikasi yang berupa ungkapan dari pikiran manusia. Bahasa juga merupakan suatu sistem simbol lisan yang bersifat mana suka yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antarsesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.

Jadi, dapatlah diartikan bahwa bahasa merupakan suatu sistem, sama dengan sistem-sistem yang lain, yang sekaligus bersifat sistematis. Bahasa bukanlah suatu sistem tunggal melainkan juga dibangun oleh sejumlah subsistem yang terdiri atas fonologi, sintaksis dan leksikon. Selain itu, bahasa juga bukan sekedar alat interaksi sosial, melainkan juga memiliki fungsi dalam berbagai bidang, salah satunya adalah neurologi (otak).

Secara fonologi, penguasaan suatu bahasa dimulai dari otak lalu dilanjutkan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem saraf otak. Oleh Karena itu, dapat dikatakan bahwa berbahasa adalah proses


(14)

mengeluarkan pikiran dan perasaan dari otak secara lisan, dalam bentuk kata-kata maupun kalimat.

Seorang manusia yang normal fungsi otak dan alat bicara, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, dengan kata lain kemampuan berbahasanya terganggu.

Penyebab yang menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi yang disebut dengan gangguan berbahasa sangat banyak. Gangguan berbahasa dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada alat artikulasi, bisa juga karena terjadinya kerusakan pada otak. Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu (1)gangguan berbicara (2)gangguan berbahasa (3)gangguan berpikir. Gangguan berbicara dapat dikelompokkan atas dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai gangguan berbahasa yang tergolong gangguan berbicara psikogenik, yang salah satu contoh gangguan berbicara psikogenik yang khusus dibicarakan adalah latah.

Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396) mengatakan penyakit psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau stress emosional.

Salah satu kelainan berbahasa yang diakibatkan gangguan psikogenik adalah latah. Latah pada umumnya dialami orang dewasa maupun remaja dan cenderung lebih banyak dialami perempuan, namun hal ini tidak menutup


(15)

kemungkinan terjadi juga pada laki-laki. Gangguan berbicara latah yang terjadi pada orang dewasa berupa ucapan atau perbuatan yang terungkap secara tidak terkendali setelah terjadinya reaksi pada saat terkejut karena terganggunya mental (kejiwaan) seseorang.

Latah merupakan kajian menarik karena merupakan fenomena yang lazim dialami masyarakat sekitar atau dengan kata lain bisa dikatakan latah sudah satu tubuh dengan jiwa dan budaya masyarakat, malah latah menjadi tren perbuatan atau ucapan dalam pergaulan sehari-hari. Latah merupakan suatu bentuk anomali berbicara yang disebabkan suatu perbuatan atau ucapan yang terjadi secara spontan akibat seseorang terkejut atau dikejutkan. Gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah ini terjadi karena terganggunya mental (kejiwaan). Pembicaraan mengenai gangguan berbicara psikogenik latah ini merupakan masalah yang sangat menarik untuk diteliti karena merupakan suatu bentuk variasi berbicara normal yang disebabkan terganggunya mental (kejiwaan) seseorang, dan latah merupakan fenomena yang lazim dialami masyarakat sekitar, serta latah juga dijadikan gaya hidup masa kini dalam pergaulan sehari-hari.

Walaupun penelitian mengenai latah ini masih terbatas, hal ini tidak menyurutkan minat peneliti untuk memilih topik pembicaraan mengenai gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah dalam skripsi ini karena fenomena latah ini banyak diidap oleh masyarakat yang berdomisili di daerah Kelurahan Mabar-Hilir, Kecamatan Medan-Deli, daerah peneliti berdomisili dan mengadakan penelitian.


(16)

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tinjauan Psikolinguistik terhadap gangguan berbicara latah?

2. Bagaimana analisis fonologi dan sintaksis terhadap kata-kata atau frase yang diucapkan oleh penderita latah?

1.3 Pembatasan Masalah

Suatu penelitian harus dibatasi agar masalah penelitian lebih terarah, sehingga tujuan penelitian tercapai. Penelitian mengenai gangguan berbicara dikelompokkan atas dua kategori: pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan berbicara psikogenik. Namun, keduanya memiliki jenis yang berbeda. Jenis gangguan berbicara yang diidap oleh manusia sangat bervariasi. Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, peneliti tidak membahas gangguan berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik, tetapi peneliti khusus membahas mengenai gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah.. Namun, latah hanya dibicarakan secara garis besar saja yaitu mengutip beberapa sampel contoh kata-kata yang diucapkan oleh penderita latah yang akan ditinjau dari segi fonologi maupun sintaksis. Dalam penelitian ini, masalah penelitian dibatasi pada kasus Nurbaiti (54), Nursiah (59) dan Sri Wahyuni (17) yang berdomisili di Kelurahan Mabar-Hilir, Kecamatan Medan Deli.


(17)

1.4 Tujuan dan Manfaat 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami bagaimana tinjauan Psikolinguistik terhadap gangguan berbicara latah.

2. Mengetahui dan memahami analisis fonologi dan sintaksis terhadap contoh-contoh kata-kata yang diucapkan oleh penderita latah.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat hasil penelitian gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah adalah:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah.

2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti dan menganalisis lebih lanjut mengenai gangguan berbicara psikogenik penderita latah.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian gangguan berbicara psikogenik pada penderita latah ini secara praktis dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran kepada masyarakat untuk dapat menafsirkan atau memahami bagaimana hal-hal yang menyebabkan kelatahan pada seseorang dan bagaimana menganalisis secara sintaksis contoh –contoh kata-kata yang diucapkan pada penderita latah. Dengan


(18)

membaca skripsi ini, masyarakat dapat mengetahui bahwa latah bukan suatu penyakit, tetapi merupakan fenomena lazim yang terjadi dalam lingkungan masyarakat yang disebabkan oleh faktor kebiasaan untuk mengucapkan kata-kata latah tersebut. Dengan ini kajian tentang latah dapat dibahas dalam bidang bahasa, sehingga dapat dianalisis secara fonologi maupun sintaksis.


(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala-gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata. Fungsi konsep yakni menyederhanakan pemikiran terhadap ide-ide, hal-hal, benda-benda, maupun gejala sosial agar memungkinkan adanya keteraturan; sehingga memudahkan terjadinya komunikasi ( Tohardi, 2008: 14-15 ).

Konsep yang mendasari penelitian ini yakni latah merupakan gangguan berbicara psikogenik ( berhubungan dengan gangguan kejiwaan ) bukan termasuk gangguan penyakit organik. Fenomena latah mulai diterima dan merupakan sesuatu yang normal bagi masyarakat Indonesia. Latah dipercayai berhubungan erat antara fungsi sistem saraf pusat, psikologi, sosial, dan terkait dengan sistem budaya suatu masyarakat. Latah sebenarnya tidak ada kaitannya dengan penyakit tertentu. Cikal bakal penyakit latah adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi rasa kaget pada masa lalu, dan juga karena seseorang mengikuti kebiasaan orang lain, sehingga latah ini perlu dikaji secara psikolinguistik karena berkaitan dengan gangguan berbicara psikogenik(nonorganik). Latah bisa berupa kata lengkap atau hanya potongan kata paling akhir, dalam hal ini contoh kata-kata dari penderita latah tersebut akan dianalisis secara fonologi maupun sintaksis dalam kajian ilmu bahasa.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik, teori Sintaksis, dan teori Fonologi.


(20)

Secara etimologi psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan

linguistik. Namun, keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek

formalnya, hanya objek materialnya saja yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa ( Abdul Chaer, 2003: 5 ). Psikolinguistik menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung pada saat seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi , serta bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia.

Teori Sintaksis merupakan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pembicaraan mengenai latah ini berkaitan dengan contoh-contoh ujaran dalam bentuk kalimat, klausa, ataupun frase yang diucapkan seseorang ketika terjadinya reaksi kaget dalam dirinya karena terganggunya fungsi otak. Pembicaraan tentang kalimat, klausa, frase-frase, dan juga pembicaraan tentang hubungan antara kalimat (1) di atas dengan kalimat-kalimat sebelumnya dan sesudahnya pada tataran wacana itu termasuk dalam bidang sintaksis ( M. Ramlan , 2005: 18).

Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara ( Abdul Chaer, 2002 : 152 ). Kesilapan fonologi pada penderita latah dapat berupa penggantian fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Kesilapan fonologi atau kesilapan penyederhanaan adalah pengguguran sebuah fonem atau suatu bentuk kesilapan fonem.


(21)

2.3Tinjauan Pustaka

2.3.1 Gangguan Berbicara Psikogenik

Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Gusdi Sastra, dalam penelitiannya yang berjudul “ Ekspresi Verbal Penderita Stroke Penutur Bahasa Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik ” ( 2007: 22 ), mengemukakan bahwa, ”manusia yang tidak bisa berbahasa secara normal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kerusakan pada bagian syaraf bahasa di otak karena suatu hal, kerusakan pada alat-alat artikulasi, dan tekanan mental.”

Secari garis besar, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.

Gangguan berbicara psikogenik adalah variasi cara berbicara yang normal, yang merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.(Chaer, 2003: 152)

Selanjutnya, Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396) mengatakan, “penyakit psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau stress emosional.”

Jadi, dari dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan bicara psikogenik itu merupakan gangguan bicara yang tidak berasal dari kesalahan sistem organ tubuh, melainkan merupakan suatu gangguan yang hanya


(22)

dipicu oleh mental seperti stres, ingin lain daripada orang pada umumnya, kurang bisa mengendalikan emosi dan sebagainya.

2.3.2 Latah

2.3.2.1 Pengertian

Latah sering disamakan dengan ekolalia, yaitu perbuatan membeo atau menirukan apa yang dilakukan orang lain. Tetapi, sebenarnya latah merupakan suatu sindrom yang bersifat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, latah mempunyai arti:

1. Menderita sakit saraf dengan suka meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain.

2. Berkelakuan seperti orang gila, misalnya; karena kehilangan orang yang dicintai.

3. Meniru-niru sikap, perbuatan, atau kebiasaan orang atau bangsa lain.

4. Mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh, jorok, berkenaan dengan kelamin.

“Latah adalah suatu tindak kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya”, (Soenjono Dardjowidjojo, 2003 : 154).

Maramis (dalam Chaer, 2002: 154) mengatakan bahwa awal mula timbulnya latah menurut mereka yang terserang latah adalah setelah bermimpi melihat banyak sekali penis laki-laki sebesar dan sepanjang belut. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excause” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.


(23)

Selanjutnya, menurut Psikolog Eva Septiana Barlianto M.Si, “latah adalah kebiasaan mengulang kata-kata terakhir yang diucapkan berkali-kali terutama pada kondisi kaget atau situasi tidak sesuai dengan orang yang bersangkutan. Latah bisa berupa kata lengkap atau hanya potongan kata paling akhir”.

Khaltarina mengungkapkan bahwa, ”latah memiliki dimensi gangguan fungsi pusat syaraf, psikologis, dan sosial. Berdasarkan kajian yang dilakukan, gangguan latah biasanya tumbuh dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Latah dianggap sebagai satu sindrom budaya masyarakat setempat.”

Menurut Soenjono Dardjowidjojo ( 2003: 154 ) latah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. latah hanya terdapat di Asia Tenggara b. pelakunya hampir semua wanita

c. kata-kata yang dikeluarkan umumnya berkaitan dengan seks atau alat kelamin pria atau jantan

d. kalau terkejutnya berupa kata, maka si latah juga bisa mengulang kata itu saja. Contoh: bila si A dikejutkan dengan kata kuda , maka konon dia juga akan berkata kuda.

Jadi, berdasarkan pendapat ahli di atas diambil kesimpulan bahwa latah merupakan gangguan berbicara yang tidak jelas asal-usulnya, namun karena fungsi syaraf otak yang salah. Pada umumnya latah terjadi karena prilaku lingkungan sosial dari penderita latah tersebut.

Menurut Elizabeth B. Hurlock ( 1980: 238 ),”Bidang prilaku sosial, ketidakmatangan remaja tanda-tandanya adalah diskriminasi


(24)

terhadap mereka yang berlatar ras, agama, atau sosial ekonomi, yang berbeda; usaha memperbaiki mereka yang mempunyai standar penampilan dan standar prilaku yang berbeda, dan usaha-usaha remaja untuk menarik perhatian dengan mengenakan pakaian yang mencolok, menggunakan bahasa yang tidak lazim, sombong, membual, dan menertawakan orang lain.

Selain itu Elizabeth B. Hurlock ( 1980: 321 ) kembali mengemukakan bahwa usia madya merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostasis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka.

2.3.2.2 Jenis-jenis Latah

Secara umum ada empat jenis latah yaitu:

1. Ekolalia, latah dengan mengulangi perkataan orang lain.

Contoh : jika orang yang berada di dekat penderita mengagetkannya dengan menyebutkan kata gila, maka penderita latah secara spontan akan mengulangi kata-kata tersebut berulang-ulang.

2. Ekopraksia, latah dalam bentuk meniru gerakan orang lain. Artinya, ketika melihat orang lain bertingkah unik, secara spontan orang yang mengidap latah ekopraksia akan meniru persis gerakan orang tersebut secara berulang-ulang. Contoh : jika orang yang berada di dekat penderita latah mengagetkannya sambil menari,maka secara spontan penderita latah akan ikut menari.

3. Koprolalia, latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Artinya, ketika ada seseorang yang mengagetkannya secara spontanitas penderita latah akan mengeluarkan kata-kata tabu atau kotor secara berulang-ulang.


(25)

4. Automatic obedience: melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”sujud” atau ”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.

Pada situs Republik Latah, Yoga Putra, mengelompokkan jenis latah menurut sifatnya sebagai berikut.

1. Latah Konsisten.

Latah ini dicirikan dengan ucapan kata atau kalimat, atau bahkan perbuatan, yang selalu sama, apa pun jenis rangsangannya. Contohnya "Eh copot, eh copot, copot..."

2. Latah Variasi

Kalau yang ini kebalikannya latah konsisten. Respon latah amat tergantung dari bunyi suara, perilaku, isi pikiran, perintah seseorang, atau wujud dari rangsangan yang mengagetkan itu sendiri. Mendengar klakson ditekan, langsung ngomong, "Eh tin-tin, eh tin-tin, eh tin-tin... eehh...". Disuruh buka baju langsung buka baju. Disuruh cium langsung cium. Disuruh meluk langsung meluk.

3. Latah Tertunda

Biasanya orang yang seperti ini tidak kaget saat menerima rangsangan, tapi ia terus memikirkannya, dan tanpa sadar menjadi sugesti, lalu tiba-tiba terkejut karena pikirannya sendiri di lain waktu. Orang yang menderita latah tertunda seperti ini, tidak banyak jumlahnya. Ciri utamanya adalah kalimat latah terucap tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Contohnya seseorang yang awalnya mengaku habis menabrak kucing di jalan, saat bercerita dan membayangkan, tiba-tiba dia latah "Eh mati deh, eh mati deh, eh mati deh, tuh kan... kucingnya


(26)

mati...". Padahal, sewaktu nabrak kucing dia cuma bilang "Astagfirullah aladzim."

4. Latah Tidak Tulus

Ini adalah latah yang dilakukan karena mengikuti tren saja. Cirinya adalah ekspresi yang keluar aneh, nada bicara datar, dan diikuti dengan tingkah sok menyalahkan orang lain karena menyebabkan dia latah. Contoh, "Eh kampret, eh copet, eh jambret, eh... apa sih? Eike kan gak latah,". Mereka yang berlatih dengan baik bisa lepas dari ketidak tulusan ini dan mampu menjadi pelatah sejati.

Di dalam penelitian ini, peneliti meneliti sampel berdasarkan jenis latah secara umum yaitu: ekolalia, ekopraksia, koprolalia dan automatic obedience.

2.3.2.3 Penyebab Timbulnya Penyakit Latah

Tingkat risiko tertular penyakit latah antar orang yang satu dengan yang lain tentu tidak sama. Faktor pemicunya pun tidak sama, antara lain:

1. Faktor Pemberontakan

Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang, tanpa merasa salah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih ke arah obsesif karena ada dorongan tidak terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu.


(27)

2. Faktor Kecemasan

Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata?rata, dalam kehidupan pengidap latah, selalu terdapat tokoh otoriter, bisa ayah atau ibu atau di luar lingkungan keluarga. Latah dianggap jalan pemberontakannya terhadap dominasi orangtua yang sangat menekan.

3. Faktor pengondisian.

Inilah yang sering disebut latah karena ketularan. Seseorang mengidap latah karena dikondisikan lingkungan, misalnya di saat latah, seseorang merasa diperhatikan lingkungannya. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian.

2.3.2.4 Contoh Kasus Latah

Dalam istilah bahasa Indonesia, pengertian latah lebih banyak mengandung unsur konotatifnya dibanding unsur denotatifnya. Sedikit sekali menemukan kata latah yang punya makna positif. Yang menarik, timbul pertanyaan mengapa latah lebih banyak ditemukan di dunia hiburan? Begitu banyak pekerja di dunia hiburan, baik itu pelawak, presenter, komedian, pesinetron dan semacamnya yang awalnya normal-normal saja, tiba-tiba ketularan latah? Bahkan menejer, make up artis, hair stylist, orang produksi, bahkan supir artis sekalipun mudah tertular latah.

Anehnya, orang yang bergaya latah itu akhirnya jadi cepat sekali terkenal karena bisa jadi bahan ejekan dan lelucon, serta bentuk fisik yang unik, seorang penderita latah malah sering ditawari berbagai rumah produksi untuk


(28)

memerankan lelakon komedi di sinetron atau film. Padahal latah kerap disebut sebagai budaya keterbelakangan? Sebuah teori bahkan menyebutkan kalau budaya latah biasanya diderita oleh kalangan berpendidikan rendah, dan ekonomi rendah.

Olga Syahputra, komedian sekaligus presenter Dasyhat ini mendapat teguran dari KPI, karena Ia sering melatahkan kata-kata jorok saat siaran langsung. Lantas bagaimanakah tanggapan Olga atas hal tersebut? Menurut penuturan sang produser acara musik Dasyhat, Oke Yahya menuturkan bahwa sebenarnya kejadian Olga latah jorok bukan pada saat saat Ia membawakan acara Dasyhat tapi karena tengah menghadiri salah satu aksi sulap dari finalis ‘D’Master’. Dan pada saat berada di dekat penonton itulah Olga latah jorok. Untungnya, suara pelantun ‘Hancur Hatiku’ itu tak terlalu terdengar, kamera juga tidak tengah mengarah kepadanya. Namun, tetap saja masyarakat tahu kalau Olga baru saja latah jorok. “Mungkin latahnya itu di luar kontrol. Dia tidak bermaksud begitu, malah saat itu Olga langsung minta maaf serta sikapnya mendadak agak berubah, jadi pendiam.

Komedian Parto ‘Patrio’ tentunya sudah tidak asing lagi. Pemilik nama asli, Eddy Supono ini juga dikenal dengan penyakit yang suka berbicara latah. Tidak heran jika setiap kali tampil, Parto menjadi bulan-bulanan bahan ledekan terkait gaya latahnya itu. Pria berkacamata itu mengaku tidak ingat persis bagaimana awal mula penyakit latah ini menderanya. Yang Ia ingat, kebiasaan latah itu berawal dari rasa kaget ketika dia bersama grup Patrio jalan-jalan. “Sejak saat itu saya mulai kagetan, gara-gara dikageti Akri dan Eko, ada truk di belakang saya,” ujarnya. Otomatis apa yang terjadi pada pemain OKB dan Opera Van Java ini menjadi ciri khas dalam penampilannya. Tidak jarang, teman-temannya iseng


(29)

mengagetkan pria 47 tahun ini. Meskipun sering menjadi obyek penderita, Parto mengaku tidak bisa marah karena baginya itu juga menjadi salah satu ibadah menyenangkan orang. “Membuat orang senang itu kan ibadah, jadi senang aja bila ada orang yang ngagetin, biarpun sering jantungan juga, ” tambah Parto. Bagi orang lain, gaya bicara latah Parto itu barangkali sedikit menjengkelkan karena sebagian orang menganggap semua itu dibuat-buat demi memancing tawa. Dengan kata lain, gaya ngomong latah itu dituding bukan sifat natural melainkan trik kesengajaan seorang pelawak untuk menyegarkan suasana. Namun, Parto meyakinkan bahwa semua itu terjadi begitu saja tiap kali ada orang lain menepuk pundaknya dari belakang secara tak terduga.

Satu lagi fenomena artis latah yang sangat sering kita lihat adalah Mpok Atik. Artis multi talenta ini sudah sejak lama menderita latah. Bahkan, Ia mengaku dalam komunikasinya sehari-hari, Ia selalu latah di dalam ucapannya. Tetapi, Iactidak latah berbahasa tabu(koprolalia). Melainkan, Ia hanya mengulang kata-kata orang yang menjadi lawan bicaranya.


(30)

Gambar 1. ekspresi Mpok Atik Ketika Latah

2.3.3 Analisis Psikolinguistik

Secara etimologi, kata psikolinguistik berasal dari kata psikologi dan kata linguistik. Kedua bidang ilmu ini sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya.

Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama yaitu (1) komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang dimaksud, (2) produksi, yakni proses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (3) landasan biologis dan neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa dan (4) pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa.

Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis, tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya, psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran bahasa permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan multibahasa, penyakit bertutur seperti afasia,


(31)

gagap,latah dan sebagainya, serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa.

2.3.4 Fonologi dan Sintaksis 2.3.4.1 Fonologi

Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga muncullah apa yang sering disebut celotehan yang merupakan akar dari fonologi. Di dalam penelitian bahasa yang tertentu, para ahli fonologi mendaftarkan setiap fonem dalam suatu bahasa ke dalam komponen utama fonologi.

“Komponen fonologi adalah system bunyi suatu bahasa (Chaer, 2003:43)”. Fonologi boleh disebut ilmu bunyi yang ‘fungsional’.

Untuk memahami rumus dasar fonologi kita ambil contoh kata sederhana gelegak dalam bahasa Indonesia. Bunyi k pada akhir kata gelegak bisa saja dipresentasikan menjadi g. Sehingga lafalnya menjadi gelegag.

Namun, meskipun ucapannya berbeda secara fonologi, tetapi maknanya tidaklah berbeda dan ketika kata itu diucapkan, seluruh orang Indonesia memahaminya. Jadi dapat disimpulkan, bahwa secara fonologi konsonan k dan g dapat saling menggantikan jika muncul atau diucapkan pada akhir kata yang didahului oleh huruf vocal. Contoh lainnya, gagak, gerobak, tegak, dsb.

Berbeda ketika sebuah fonem menjadi fungsi pembeda pada dua buah kata seperti kata rupa dan lupa, perbedaan perubahan bunyi ada pada fonem r dan

l, membedakan arti dari kata tersebut.

Jenis-jenis perubahan bunyi tersebut dibagi menjadi: 1. Asimilasi


(32)

Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua buah bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Contohnya, kata tentang dan tendang. Dari segi pengucapan sangatlah mirip satu sama lain atau hampir sama pengucapannya.

2. Disimilasi

Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contohnya, prefiks ber ditambah kata ajar, semestinya menjadi berajar. Namun karena ada dua bunyi r, maka r yang pertama di disimilasi menjadi huruf l, sehingga kata tersebut menjadi

belajar.

3. Netralisasi

Netralisasi adalah perubahan bunyi fonetis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Untuk lebih jelasnya perhatikan kata barang dan parang. Pada kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam bahasa Indonesia terdapat fonem [b] dan [p] yang mampu membedakan arti. Namun pada kondisi tertentu, fungsi pembeda pada fonem [b] dan [p] menjadi samar bahkan hilang jika dilihat dari kata sebab dan atap yang pengucapan fonem [b] dan [p] menjadi sama.

4. Zeroisasi

Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia termasuk bahasa-bahasa Indonesia, asal tidak mengganggu proses dan tujuan komunikasi tersebut, secara tidak sengaja telah disepakati bersama oleh komunitas pemakai bahasa itu. Dalam bahasa Indonesia, sering dijumpai


(33)

proses zeroisasi di antaranya kata tidak sering diucapkan menjadi tak atau gak. Kata untuk menjadi tuk, kata bagaimana menjadi gimana dan sebagainya. 5. Diftongisasi

Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal secara berurutan. Contoh, kata teladan menjadi tauladan.

6. monoftongisasi

monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal menjadi vokal tunggal. Contoh, kata kalau berubah jadi kalo

7. anaptiksis

Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan huruf tertentu untuk memperlancar ucapan tanpa membedakan arti sesungguhnya. Contoh, kata kapak disebut menjadi kampak.

Jadi, berdasarkan wacana di atas dapat disimpulkan bahwa pengucapan fonem ini bergantung pada lingkungan fonem itu sendiri.

2.3.4.2 Sintaksis

Sintaksis merupakan komponen sentral dalam pembentukan kalimat. “Sintaksis adalah urutan dan organisasi kata-kata yang membentuk frase atau kalimat dalam suatu bahasa menurut aturan atau rumus dalam bahasa itu.” (Chaer,2003:39)

Verhaar (2004:161) menyatakan, ”Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan.” tuturan adalah apa yang diucapkan oleh seseorang. Salah satu satuan tuturan adalah kalimat. Jadi secara sederhana sintaksis membahas hubungan antar kata di dalam kalimat.


(34)

Tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan makna-maknanya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan oleh penuturnya.

Frase dibagi atas ( 1 ) frase endosentrik dan ( 2 ) frase eksosentrik. Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Sedangkan, frase eksosentrik adalah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya.

Untuk mengetahui bagaimana cara kerja komponen sintaksis ini, perhatikan contoh.

Kuda itu menendang petani.

Jika dipenggal berdasarkan frasenya maka seharusnya setiap penutur bahasa Indonesia akan memenggalnya menjadi:

Kuda itu // menendang // petani.

Jadi, setiap penutur bahasa Indonesia akan memenggal kalimat tersebut menjadi frase seperti di atas. Kemampuan ini menunjukkan bahwa secara sadar orang Indonesia menunjukkan adanya kompetensi ketatabahasaan dari dirinya.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Mabar-hilir Jalan Mangaan VIII Pasar III, Kecamatan Medan-Deli, Medan, Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari tanggal 14 Januari-31 Mei 2009.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Menurut Arikunto (2000:108) mengatakan bahwa “Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian”.

“Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian.” ( Malo, 1985: 149 ).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di daerah Kelurahan Mabar-Hilir, Kecamatan Medan-deli. Populasi target yakni seluruh masyarakat Kelurahan Mabar-hilir yang menderita latah. Namun, karena faktor waktu, populasi target yang ditentukan peneliti tidak dapat sepenuhnya ditemui di lapangan, sehingga peneliti menetapkan populasi surveinya hanya di daerah tempat peneliti berdomisili yakni Jalan Mangaan VIII Pasar III Mabar-Hilir.


(36)

A

B

B A

Populasi Target dan Populasi Survei

Ket : Populasi Target (Seluruh penderita latah Kelurahan Mabar Hilir) Populasi Survei (khusus penderita latah yang berdomisili di Jalan Mangaan VIII Mabar-Hilir)

3.2.2 Sampel

Arikunto (2000:131) mengatakan bahwa “ Sampel adalah sebahagian atau wakil populasi yang diteliti”.

Selain itu, Arikunto (2000:134) juga mengatakan, “ Untuk sekedar ancer- ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10- 15% atau 20- 25% atau lebih...”.

Memperhatikan jumlah populasi relatif besar, maka tidak semua anggota populasi diteliti, sehingga dalam penelitian ini ditetapkan yang menjadi sampel adalah masyarakat yang berdomisili di daerah Jalan Mangaan VIII Pasar III Mabar-Hilir, Kecamatan Medan-Deli yang berjumlah 3 orang. Pengambilan sampel dilakukan yakni dengan sampel non-probabilita. Penarikan sampel dilakukan secara sengaja ( purposive sampling ), peneliti meneliti secara sengaja subjek penelitian dengan terlebih dahulu melakukan survei untuk mengetahui identitas subjek penelitian.


(37)

Penderita latah yang menjadi subjek penelitian adalah penderita latah berat yakni latah ekolalia, ekopraksia, koprolalia, dan automatic obedience, yang berjumlah 1 orang, sedangkan 2 orang subjek penelitian yang lain menderita latah koprolalia. Jadi ada 3 subjek yang diteliti.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep yang masih abstrak, yang diubah sehinggalebih kongkrit, agar dapat diamati atau diukur. Dengan kata lain, variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai ( Tohardi, 2008: 15 ).

Adapun variabel dalam penelitian ini antara lain: 1. Jenis Kelamin ( laki-laki atau perempuan )

Menurut psikolog Rahayu ( Aplaus, 2007: 24 ) penderita latah umumnya jumlahnya lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.

2. Usia

Psikolog Rahayu ( Aplaus, 2007: 24 ) mengemukakan pandangan teori kuno yang menyatakan penderita latah biasanya orangtua, perempuan, berpendidikan rendah, dan berasal dari ekonomi rendah.

3. Status ekonomi / pekerjaan

Psikolog Rahayu ( Aplaus, Oktober 2007: 24 ) mengemukakan pandangan dr. R. Khaltarina, Psi., Msi., yang menyatakan bahwa gangguan latah biasanya tumbuh dalam masyarakat terbelakang ( ekonomi rendah ) yang menerapkan budaya otoriter.

4. Lingkungan Sosial dan diri sendiri

Menurut psikolog Eva Septiana Barlianto, M.Si. ( Muslimah, Mei 2007: 43 ) mengatakan latah disebabkan modelingatau meniru, faktor lingkungan yang


(38)

sering latah hingga menjadi kebiasaan, faktor cemas yang berlebihan, serta diri sendiri.

3.4 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan tiga alat pengumpulan data ( instrumen penelitian ) penelitian. Ketiga alat yang dimaksudkan antara lain:

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian.

2. Interview ( wawancara ), yaitu mengadakan Tanya jawab secara langsung kepada informan yang diharapkan dapat memberi keterangan-keterangan yang diperlukan seperti wawancara dengan penderita latahdan masyarakat sekitar. 3. Studi Kepustakaan, yaitu menelaah beberapa literatur yang berisikan pendapat

atau teori-teori para ahli yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti.

4. Sumber lain yakni melalui internet dalam www. google. Com.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Dalam hal ini, Bogdan dan Taylor ( dalam Maleong, 1998: 3 ) mengatakan bahwa prosedur kualitatif menghasilkan penelitian yang mengungkapkan data kualitatif dengan pendekatan yang diarahkan pada latar dan idividu secara holistic ‘utuh’ atau memandangnya sebagai suatu kesatuan. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Dengan demikian, sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder. . Data primer atau objek fokus dalam penelitian ini, yakni Penulis mengambil responden sebagai sumber data dalam penelitian 3 orang perempuan yang terdapat di kelurahan Mabar-Hilir, kecamatan Medan Deli.


(39)

Data primer diperoleh dari lokasi penelitian melalui cara-cara sebagai berikut. ( 1 ) Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian. Teknik ini digunakan untuk mengenali dan menemukan beberapa data berkenaan dengan kondisi objektif di lokasi penelitian. Bersamaan dengan observasi dilakukan pencatatan dan pemotretan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pancing, teknik rekam, dan teknik catat ( Sudaryanto, 1993 : 35-137 ). Teknik rekam dilakukan dengan menggunakan kamera perekam. Sebelum teknik rekam dilakukan, terlebih dahulu penulis melakukan teknik pancing, yaitu memancing responden, yakni dengan menemui responden di kediamannya dan mengajaknya untuk berbincang-bincang demi kesahian data.

( 2 ) Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam terhadap objek penelitian. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dan sebagai instrumen adalah peneliti sendiri. Kemudian dikembangkan dan diperdalam sesuai dengan data yang dibutuhkan. Informasi yang diperoleh selanjutnya dicatat dan direkam secara bersamaan.

Selanjutnya,data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber-sumber subjek material tertulis seperti: buku cetak, internet dalam artikel, karya tulis lainnya untuk mengambil informasi tambahan yang terkait dengan topik penelitian ini. Selannjutnya, pengumpulan data dengan memeriksa,


(40)

membaca, kemudian mencatat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan dilakukan sejak pengumpulan data. Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap, simak, padan dan metode agih( Sudaryanto, 1993 : 13-143 ).

Metode simak digunakan untuk menyimak hasil tutur informan. Metode cakap merupakan metode yang dilakukan dengan percakapan dan kontak langsung antara peneliti dengan penutur. Dalam hal ini, kata-kata atau frase yang diucapkan oleh penderita latah dianalisis secara keseluruhan dengan analisis fonologi dan sintaksis. Metode agih digunakan peneliti untuk memahami dan menganalisis data. Metode agih menggunakan bahasa sebagai alat penentu untuk menganalisis data bersangkutan. Dalam metode agih ini analisis data dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan yakni: teknik lesap, teknik ganti, teknik sisip, dan teknik ubah ujud. Teknik lesap digunakan dalam analisis fonologi untuk melesapkan ( melepaskan, menghilangkan, menghapuskan, mengurangi) unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan. Teknik ganti digunakan untuk menggantikan unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan


(41)

dengan ‘unsur’ tertentu. Teknik lesap adalah teknik penambahan unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan. Teknik ubah ujud adalah mengubah wujud salah satu atau beberapa satuan lingual yang bersangkutan.


(42)

BAB IV

GANGGUAN BERBICARA PSIKOGENIK PENDERITA LATAH DITINJAU SECARA FONOLOGI DAN SINTAKSIS

4.1 Gangguan Berbicara Psikogenik Penderita Latah 4.1.1 Penderita Latah Pertama

SRI WAHYUNI (17 tahun)

Secara umum ada empat jenis latah yang diidap oleh Sri Wahyuni antara lain:

1. Ekolalia

yaitu latah dengan mengulangi perkataan orang lain. Contoh: Cudut Gila ( seperti dalam gambar (1)

Gambar 2 Ekspresi Latah Ucapan Sri Wahyuni Sri Wahyuni (17)


(43)

Teman Sri Wahyuni yang bernama Uci mengagetkan dirinya dengan kata ‘cudut gila!’, maka dalam kondisi latah yang dialaminya secara spontan Sri Wahyuni mengucapkan kata tersebut secara berulang-ulang, yakni “ cudut gila,

cudut gila,…!” 2. Ekopraksia

Latah dalam bentuk meniru gerakan orang lain. Artinya, ketika melihat orang lain bertingkah unik, secara spontan orang yang mengidap latah ekopraksia akan meniru persis gerakan orang tersebut secara berulang-ulang.

Contoh: Pok ame-ame ( melakukan gerakan sambil memperagakan pok ame-ame ( seperti dalam gambar 2 ) ).

Gambar 3 Ekspresi Latah Ekopraksia Sri Wahyuni (17)


(44)

Uci teman Sri Wahyuni bertingkah unik melakukan gerakan pok ame-ame sambil bernyanyi, Sri Wahyuni yang mendengarkan dan melihat gerakan tersebut secara spontan dalam kondisi latahnya Sri Wahyuni mengikuti gerakan yang dilakukan oleh Uci sambil menyanyikan lagu pok ame-ame.

3. Koprolalia

Yaitu latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Contoh: jembut merah mamamu lepas

Gambar 4 Ekspresi Latah Koprolalia Sri Wahyuni (17)

Ketika Sri Wahyuni berbincang-bincang dengan teman-temannya di rumah salah seorang temannya yang bernama Umi, karena asyiknya mengobrol, Ibu si Umi yang mengetahui bahwa Sri Wahyuni mengidap latah berat berusaha menggodanya dengan melemparkan baju merah ke arah Sri Wahyuni, secara


(45)

spontan karena rasa terkejut yang dirasakan Sri Wahyuni, Ia mengucapkan ‘

jembut merah mamamu lepas’. 4. Automatic Obedience

Yaitu melaksanakan perintah secara spontan saat terkejut. Contoh: perintah memakai baju tidur ( seperti dalam gambar 4 )

Gambar 5 Ekspresi Latah Automatic Obedience Sri Wahyuni (17)

Umi teman Sri Wahyuni memerintahkan Sri Wahyuni untuk memakai baju tidur yang bewarna merah jambu, dalam kondisi latahnya Sri Wahyuni melaksanakan perintah tersebut secara spontan, setelah baju tersebut telah dipakainya selama 2 menit Ia pun tersadar dan langsung berusaha membuka baju tidur tersebut. Hal ini tentu saja membut teman-temannya tertawa riang melihat tingkah latahnya.


(46)

4.1.2 Penderita Latah Kedua NURBAITI (54 tahun)

Setelah diteliti, penderita kedua ini hanya menderita latah jenis

koprolalia, yaitu latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor.

Penderita di atas secara spontan akan mengucapkan kata tabu dan kotor, kontol secara berulang-ulang jika ia dikagetkan.

4.1.3 Penderita Latah Ketiga NURSIAH (59 TAHUN)


(47)

Setelah diteliti, penderita ketiga ini hanya menderita latah jenis

koprolalia, yaitu latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Berbeda

dengan pelatah yang kedua yang hanya mengucapkan satu kata saja, pelatah ini mengucapkan kata-kata kotor yang lebih bervariasi

Penderita di atas secara spontan akan mengucapkan kata tabu dan kotor, kontol, kontol bedul, pantat, pukimak secara berulang-ulang, jika Ia dikagetkan.

4.2 Produksi Ujaran Penderita Latah Ditinjau dari Segi Psikolinguistik, Fonologi dan Sintaksis

1. Psikolinguistik

Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistic bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.

Pada penderita latah pertama Sri Wahyuni yang menderita latah

ekolalia, maka produksi kata yang keluar dari mulutnya tidaklah dapat ditinjau

dari segi psikis karena penderita murni hanya membeo tanpa ia mampu menguraikan teori maupun hakikat bahasa dan pemerolehannya. Jadi, dapat diambil kesimpulan, jika seseorang yang mengagetkannya mengeluarkan


(48)

kata-kata baik yang struktur bahasanya jelas, maka penderita latah ini juga akan mengeluarkan kata-kata yang persis sama dengan yang diucapkan orang yang mengagetkannya.

Sri Wahyuni juga menderita latah ekopraksia, latah jenis ini adalah latah yang secara spontan mengikuti gerakan orang yang mengganggunya. Ketika teman Sri Wahyuni mengganggunya dengan bertepuk tangan pok ame ame, maka secara spontan ia mengikuti gerakan dari temannya. Contoh lain, ketika temannya menari-nari, Sri Wahyuni dengan spontan juga ikut menari-nari.

Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa ditinjau dari sudut psikolinguistik, Sri Wahyuni tidaklah mengerti atas apa yang dibuatnya. Gerakan yang dilakukan hanyalah meniru secara spontan gerakan orang yang mengganggunya, tanpa ia mengerti maksud gerakan tadi.

Selain menderita latah ekolalia, penderita pertama Sri Wahyuni juga menderita latah koprolalia yang juga diderita oleh penderita kedua Nurbaiti dan penderita ketiga Nursiah, yaitu latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Kata-kata yang diucapkan adalah kontol dan jembut mamakmu merah.

Jika dilihat secara psikolinguistik, kata-kata tabu tersebut diperoleh secara spontan. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excause” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.

Jadi dapat disimpulkan, kalau kata-kata tabu tersebut dikeluarkan secara spontan karena invitasi seksual.

Yang terakhir penderita Sri Wahyuni, juga menderita latah jenis


(49)

dapat dilihat dari ketika Sri Wahyuni dengan spontan memakai baju tidur yang diberi padanya untuk dipakai. Bahkan selain itu, ketika berada di sekolah, temannya berteriak dengan kata-kata hormat grakk! Maka Sri Wahyuni dengan spontan langsung berdiri tegak dan menghormat.

Melihat kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa secara psikolinguistik, pemerolehan bahasa Sri Wahyuni cukup baik. Dalam keadaan latah, Sri Wahyuni masih dapat merekam dengan jelas makna kata-kata yang diperintahkan kepadanya. Berarti bahasa ibu yang ditanamkan dari kecil pada Sri Wahyuni masih baik dan tidak terkontaminasi walaupun ia menderita latah. Ini dapat dibuktikan dari kemampuan Sri Wahyuni mendengar, memahami, dan akhirnya melakukan perintah yang diucapkan dengan benar. Jika ia disuruh hormat maka ia akan hormat, jika disuruh duduk ia akan duduk.

Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa secara psikolinguistik, kemampuan orang-orang latah untuk mencerna, mengerti, kata-kata yang terlontar dari mulutnya adalah tidak ada. Seorang yang latah murni hanya membeo ucapan yang didengarnya yang kemudian secara spontan akan diulanginya. Bahkan jika seseorang mengucapkan bahasa asing yang tidak ia mengerti sama sekali, penderita latah akan tetap mengikuti kata-kata yang tidak dimengertinya itu secara tidak sadar dan tidak terkontrol sama sekali.

Berbeda dengan kasus latah jenis automatic obedience. Kasus latah ini merupakan kasus latah yang menjadikan penderitanya mengikuti secara spontan perintah orang di dekatnya. Jadi, dapat disimpulkan, penderita hanya akan mengikuti ucapan yang dimengertinya dari orang yang ada di dekatnya. Ini sekaligus dapat membuktikan kemampuan berbahasa dari penderita latah tersebut.


(50)

Jadi ada kemungkinan, jika penderita latah yang biasa menggunakan bahasa pertama adalah bahasa Jawa, maka ada kemungkinan ia tak akan mengikuti perintah dari seseorang jika menggunakan bahasa yang tidak dimengertinya.

2. Fonologi

Menurut teori Blumstein(1994) yang dikutip Gusdi Sastra (2007: 23), ”mengemukakan kesilapan fonologi pada penderita cacat bahasa dapat berupa penggantian fonem, penambahan fonem, penghilangan fonem, dan asimilasi.”

Kesilapan fonologi atau kesilapan penyederhanaan adalah pengguguran sebuah fonem atau suatu bentuk kesilapan fonem. Pengguguran fonem tidak hanya berlaku pada sebuah fonem saja, tetapi juga pada beberapa fonem pada kata yang sama, bahkan juga pengguguran unsur yang berstruktur suku kata.

Berikut kata-kata yang diucapkan oleh para penderita latah yang dicatat oleh peneliti

1. anjing

diucapkan penderita latah Sri Wahyuni menjadi anjeng [ anjiŋ ] menjadi [ anj ŋ ] Analisis kata ‘anjing’ berubah menjadi ‘anjeng’ terjadi asimilasi, yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Asimilasi ini tergolong asimilasi fonetis karena perubahannya dari [i] yaitu ke [e ] dalam lingkup antar fonem. Namun secara fonologi proses assimilasi ini tidaklah berpengaruh karena perubahan bunyi yang terjadi akibat vokal yang berubah tersebut tidaklah mempengaruhi makna dari kata tersebut.

Namun di kesempatan berbeda, Sri Wahyuni mengucapkan “anjing,


(51)

aferesis, yaitu penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan pengucapan pada awal kata. Jika kata njing tersebut tidak disebut dulu awalnya maka secara fonologi kata tersebut tetap mampu ditangkap pendengar dengan makna yang sama yaitu anjing. Karena di berbagai kesempatan, kata anjing sering diungkapkan njing pada kesempatan jika seseorang ingin mengumpat orang lain secara kasar.

2. kontol

Kata kontol diucapkan tol oleh penderita latah Ibu Nurbaiti. [ kontol] menjadi [tol]. Analisis kata kontol berubah bunyi menjadi tol terjadi zeroisasi yang tergolong aferesis, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Dan apabila kata tol tersebut awalnya tidak diucapkan secara lengkap seperti kontol tol tol tol, maka secara fonologi, kata tersebut dapat ditangkap dengan makna yang berbeda oleh pendengarnya.

Penderita latah ketiga juga sering mengucapkan kata kontol jika ia dikejutkan dari belakang.

3. monyong

Diucapkan oleh Sri Wahyuni dengan jelas monyong yang disertai dengan ekspresi dengan bibir dimajukan. Ini semakin menjelaskan maksud dari kata tersebut.

4. copot

Kata copot diucapkan oleh Sri Wahyuni secara serampangan menjadi

eh copot..cepot..copot. Ini berarti secara tidak sengaja telah terjadi proses


(52)

kata tersebut diulang berkali-kali maka proses asimilasi itu tidak membuat berubah makna.

5. kolor ijo

Kata kolor ijo diucapkan oleh Sri Wahyuni sempurna yaitu kolor ijo, namun sebenarnya kata ijo merupakan kata hijau. Maka secara fonologi kata ijo tersebut mengalami zeroisasi sekaligus monoftongisasi. Kata hijau berubah jadi

ijo, hilangnya konsonan [h] menggambarkan proses zeroisasi. Selanjutnya kata hijau berubah ijo, berubahnya vokal ganda [au] menjadi [o] merupakan proses

monoftongisasi. 6. jatuh

Kata jatuh diucapkan Sri Wahyuni menjadi, ”eh jatoh..jatoh,jatoh,” ditinjau dari segi fonologi, maka kata tersebut mengalami proses asimilasi. Yaitu berubahnya konsonan [u] menjadi [o]. Namun, hal tersebut tidaklah menjadi masalah karena proses asimilasi tersebut tidak merubah arti dari kata yang dimaksud.

7. bodoh kau

Kata bodoh kau diucapkan Sri Wahyuni menjadi, ”bodoh ko, bodoh,

eh bodoh,” ditinjau dari segi fonologi, hanya kata kau yang mengalami

monoftongisasi pada vokal [au] menjadi [o] jadi, kau menjadi ko. Namun kata ini tetap dapat dimengerti dengan makna yang sama bagi pendengar.

8. gila

Kata gila diucapkan Sri Wahyuni menjadi gilak, secara fonologi kata tersebut mengalami proses anaptiksis, yaitu bertambahnya konsonan [k] pada kata


(53)

9. Kampret

Kata kampret diucapkan Sri Wahyuni menjadi kampret, eh

kempret,kepret..eh,” Secara fonologi ucapan tersebut mengalami proses asimilasi

yaitu berubahnya vokal [a] menjadi [e], selain itu juga terjadi proses zeroisasi yaitu penghilangan huruf pada kata kampret menjadi kempret. Proses ini merupakan suatu proses yang terjadi secara tidak sengaja dan terjadi secara spontan karena kata-kata yang keluar dari bibir pelatah tersebut keluar dengan cepat dan tidak terkendali. Kata kampret yang dimaksud sendiri adalah kata yang di dalam KBBI yang artinya kalong, kelelawar. Namun, ada kemungkinan pelatah tersebut tidak menyadari apa arti dari kata yang diucapkan, melainkan diucapkan hanya karena faktor kebiasaan saja.

10. Bedul

Pelatah ketiga Nursiyah, akan mengucapkan secara spontan kata bedul jika ia kaget dengan bunyi-bunyi di sekitarnya seperti panci jatuh, pintu dibanting, suara klakson dan sebagainya. Biasanya secara spontan dia akan mengucapkan kata-kata, ”eh bedul kau, bedol, eh bedol kau besar,” sambil iapun mencari asal suara yang membuatnya kaget.

Secara fonologi, proses di atas mengalami asimilasi. Perubahan vokal [u] menjadi [o] merupakan proses yang terjadi tanpa maksud merubah arti dari kata yang sebenarnya. Kata bedul sendiri tidaklah merupakan kata yang tercantum dalam KBBI. Kata bedul ini merupakan kata bahasa sunda yang merupakan daerah dari penderita itu berasal.


(54)

11. Pukimak

Pelatah ketiga Nursiyah, juga sering mengucapkan kata pukimak. Jika kaget melihat seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya, maka secara spontan ia akan memaki orang tersebut dengan ucapan, ”eh pukimak kau.” Secara fonologi, kata-kata di atas tidaklah mengalami apapun, karena kata tersebut disebutkan sesuai dengan aslinya.

12. Pantat

Nursiyah, pelatah ketiga juga sering mengucapkan kata pantat jika terkejut. Kata tersebut diucapkan secara bervariasi, ”eh pantat, pantatlah kau,

pantat kau,” Secara fonologi, kata ini tidaklah mengalami perubahan yang berarti

karena kata tersebut tidak mengalami perubahan. 13. T aik Mencret

Nursiah, pelatah ketiga sering mengucapkan kata jorok taik mencret jika ia sedang latah. Kata-kata tersebut disebutkannya jika ia terkejut dan langsung mengeluarkan kata, ”eh, taik mencret kau,,eh, bauk,” secara fonologi kata-kata tersebut diungkapkannya secara tidak sadar.

Dari keseluruhan kata-kata yang diucapkan para penderita latah dapat kita simpulkan bahwa kata-kata yang ditimbulkan oleh penderita latah tersebut merupakan kata-kata yang tidak disadari terucapkan oleh para penderita latah tersebut. Kata-kata yang diucapkan oleh para penderita latah tersebut ada yang langsung diucapkan tanpa ada perubahan secara fonologi dari apa yang mereka tangkap dari telinga mereka. Atau dapat disimpulkan kata yang diucapkan murni dari hasil membeo seperti kata monyong tetap diucapkan monyong oleh sri wahyuni tanpa ada perubahan sedikitpun. Namun ada juga kata-kata yang


(55)

mengalami perubahan secara fonologi, dari kata yang asli mereka dengar namun tidak merubah makna kata aslinya seperti pada kata jatuh yang berubah menjadi

jatoh. Selain itu ada juga kata-kata yang diucapkan berbeda dengan kata aslinya

dan merubah arti setelah didengar seperti kata kontol berubah menjadi tol.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesalahan-kesalahan yang ditimbulkan oleh penderita latah itu tak lain karena semua kata yang diucapkan para penderita latah tersebut adalah kata-kata spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu.

3. Sintaksis

Tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan makna-maknanya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan oleh penuturnya. Berikut kalimat-kalimat yang diucapkan penderita latah Sri Wahyuni.

1. Bapak guru baru oon di kelas Analisis frase eksosentik ( FEk)

Jika dipenggal menurut frasenya dapat menjadi 1. Bapak,// guru baru //oon di kelas

2. Bapak guru// baru oon //di kelas 3. Bapak guru baru// oon di kelas

Dari pemenggalan frase di atas dapat dilihat bahwa pemenggalan yang berbeda dapat membedakan arti kalimat itu pula. Jadi kemampuan penderita latah dalam menyesuaikan makna yang sesuai bergantung penuh terhadap kalimat awal yang didengar dan lantas diucapkannya sama.


(56)

Selain itu jika ditinjau dari struktur kalimat, maka kalimat di atas merupakan kalimat sempurna, yaitu kalimat yang sekurang-kurangnya memiliki dua pola utama yaitu subjek dan predikat.

Bapak guru baru oon di kelas S P K 2. Hormat grak!

Jika ditinjau dari frasenya maka tergolong frase eksosentris. Jika ditinjau dari struktur kalimatnya, maka kalimat di atas merupakan kalimat tidak sempurna atau kalimat minor yaitu kalimat yang hanya memiliki satu pola utama. Hormat grak!

P

3. Jembut merah mamakmu lepas.

Jika dipenggal menurut frasenya maka akan menjadi: Jembut // merah mamakmu // lepas

Jembut merah mamakmu // lepas Jembut merah // mamakmu // lepas

Berdasarkan pemenggalan frase, kalimat di atas tidaklah mengalami perubahan makna yang berarti jika dipenggal dengan cara yang berbeda-beda. Sedangkan jika ditinjau dari struktur kalimatnya, maka kalimat di atas termasuk kalimat yang memiliki kalimat yang lengkap atau sekurang-kurangnya memiliki

subjek dan predikat.

Jembut merah mamakmu lepas S P 4. Pantat mamakmu bauk

Jika dipenggal menurut frasenya bisa menjadi Pantat mamakmu // bauk


(57)

Pantat! // mamakmu bauk

Berdasarkan pemenggalan frase, kalimat di atas bisa membentuk makna yang berbeda. Pada pemenggalan frase yang pertama dapat ditimbulkan arti bahwa yang bauk adalah pantat mamakmu. Sedangkan pada pemenggalan frase yang kedua ditimbulkan arti mamak bauk tapi bukan pantatnya, melainkan kata pantat merupakan kata makian.

Namun penderita latah Nursiah, hanya mengucapkan kalimat di atas dengan pemenggalan frase yang pertama yaitu ”Pantat mamakmu // bauk.

Jika ditinjau dari struktur kalimatnya, maka akan ditemukan kalimat yang lengkap karena memiliki subjek dan predikat.

Pantat mamakmu bauk S P

Di dalam tatanan sintaksis, kata-kata maupun kalimat-kalimat yang di ucapkan para penderita latah murni dihasilkan dari apa yang didengarnya. Jika dilihat dari penderita latah, pada umumnya penderita latah akan mengikuti ucapan orang yang mengagetkannya secara spontan dan persis. Jadi, dapat disimpulkan jika orang yang mengagetkan penderita latah tersebut mengucapkan kata dengan pemenggalan frase seperti contoh pertama maka penderita latah akan mengikutinya juga, begitu seterusnya. Begitu juga dalam pembentukan pola kalimat yang sempurna, jika pengaget orang latah menyebutkan kalimat yang sempurna polanya, maka penderita latah akan mengucapkan kalimat yang sama.


(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Ketiga penderita latah yang telah diteliti, memiliki latah yang berbeda-beda. Pelatah yang pertama menderita semua jenis latah yaitu ekolalia, ekopraksia, koprolalia dan automatic obedience. Pelatah yang kedua dan ketiga memiliki latah yang sama yaitu koprolalia, hanya saja pelatah ketiga memiliki perbendaharaan kata-kata yang bersifat tabu dan kotor lebih banyak dibandingkan pelatah yang kedua.

2. Sri Wahyuni penderita latah yang pertama memiliki kebiasaan latah yang sudah cukup parah. Ia menderita ekolalia yaitu mengulangi ucapan orang lain bila terkejut, koprolalia yaitu mengucapkan kata-kata tabu dan kotor, ekopraksia yaitu menirukan gerakan orang lain dan automatic obedience yaitu menuruti apa yang diperintah orang lain.

3. Nurbaiti penderita latah kedua, hanya menderita koprolalia yaitu kebiasaan mengucapkan kata-kata kotor bila terkejut. Kata-kata yang diucapkannya hanya satu yaitu kontol.

4. Nursiah penderita latah ketiga, hanya menderita koprolalia yaitu kebiasaan mengucapkan kata-kata tabu dan kotor. Namun, kata-kata yang diucapkannya sangat banyak seperti kontol, pukimak, pantat dan sebagainya.

5. Pada penderita latah ekolalia, maka produksi kata yang keluar dari mulutnya tidaklah dapat ditinjau dari segi psikis. Ini karena penderita murni hanya


(59)

pemerolehannya. Jadi dapat diambil kesimpulan, jika seseorang yang mengagetkannya mengeluarkan kata-kata baik yang struktur bahasanya jelas, maka penderita latah ini juga akan mengeluarkan kata-kata yang persis sama dengan yang diucapkan orang yang mengagetkannya.

6. Jika dilihat secara psikolinguistik, kata-kata tabu yang dikeluarkan oleh penderita diperoleh secara spontan. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excause” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual. Jadi dapat disimpulkan, kalau kata-kata tabu tersebut dikeluarkan secara spontan karena invitasi seksual.

7. Pada penderita latah jika ditinjau secara fonologi proses asimilasi pada fonologi tidaklah berpengaruh karena perubahan bunyi yang terjadi akibat vokal yang berubah tersebut tidaklah mempengaruhi makna dari kata tersebut. 8. Jika dilihat dari penderita latah, pada umumnya penderita latah akan

mengikuti ucapan orang yang mengagetkannya secara spontan dan persis. Jadi, dapat disimpulkan jika orang yang mengagetkan penderita latah tersebut mengucapkan kata dengan pemenggalan frase yang benar maka penderita latah akan mengikutinya juga, begitu seterusnya.

5.2 Saran

Syarat munculnya latah adalah adanya keterkejutan. Sebaiknya penderita latah hendaknya lebih dihargai. Seharusnya ada usaha dari pihak-pihak keluarga, jiran, orang-orang terdekat untuk membantu kesembuhan dari penderita latah. Karena pada dasarnya penderita latah tersebut akibat dari lingkungan di sekitarnya. Untuk mengurangi dan menyembuhkan latah, ia harus bisa


(60)

menemukan ketenangan hidup. Misalnya, keluar dari rumah, jika orang tuanya kerap melakukan tekanan atau berganti bidang pekerjaan jika pekerjaannya itu membuatnya stres.Untuk menyembuhkan si latah, lingkungan memang harus berempati. Ada penderita latah yang sembuh sendiri setelah berkeluarga dan hidup tenang. Selebihnya, penderita dianjurkan melakukan latihan relaksasi, meditasi, dan konsentrasi secara rutin. Kegiatan ini akan membantu penderita menuju kesembuhan, serta sering-seringlah melakukan aktivitas menyenangkan.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hurlock, Elizabeth.B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Mahsun, M. S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Maleong, L. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Malo, Manasse. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika Jakarta.

Masnur, Muslich. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University press.

Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

Tohardi, A. 2008. Petunjuk Praktis Menulis Skripsi. Bandung: Mandar Maju. Verhaar, J.W.M. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada


(62)

KAMUS:

Chaplin. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

MAJALAH:

“ Muslimah !” edisi Mei 2007. No. 58, Hlm 42-43.

“ Aplaus !” edisi 27 Oktober-19 November 2007. No. 58, Hlm 24.

SKRIPSI:

Dahniar, Rika. 2009. “ Bahasa Tubuh Wanita Dalam Iklan Sabun Lux Pada Majalah Femina dan Kartini ”. Dalam Skripsi Jurusan Sastra Indonesia

Universitas Sumatera Utara.

Olele, Siti. 2004. “ Pengaruh Pengajaran Bidang Studi PPKN Dengan Prilaku Sosial Siswa di SMU Budi Agung Medan”. Dalam Skripsi Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Sumatera Utara.

JURNAL:

Sastra, Gusdi. 2007. “ Ekspresi Verbal Penderita Stroke Penutur Bahasa

Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik.” Jurnal Ilmiah Masyarakat


(63)

INTERNET:

Apurie. 2009. Budaya Latah. Blogspot.com. dalam Google:html Timpakul. 2008. Latah-2.web.id dalam Google: html

Suara Merdeka. 2008. Latah Oh Latah. Edisi 11. Dalam Google:html Google. Com. 2007. Latah Bistro :www. Com


(64)

LAMPIRAN

Data Penderita Pertama

Nama : Sri Wahyuni

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 19 Oktober 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mangaan VIII Mabar-Hilir Gg. Rahayu

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Jawa

Sosial Ekonomi : Cukup

Analisis kasus Sri Wahyuni

Seorang remaja bernama Sri Wahyuni (17) menderita gangguan berbicara latah yakni ekolalia, ekopraksia, koprolalia, dan automatic obedience, sehingga penderitanya selalu menirukan ucapan dan gerakan dari orang yang membuatnya terkejut atau kaget. Bahkan suara yang terkesan keras dan tiba-tiba mengakibatkan dirinya terkejut, sehingga secara otomatis Sri Wahyuni menirukan suara yang didengarnya tersebut atau secara spontan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor.

Latah yang diidap oleh Sri Wahyuni bermula pada saat Ia duduk di kelas II SMP. Pada saat bermain-main dengan teman-temannya, Ia sering dibuat terkejut atau kaget. Selain itu, Sri Wahyuni sering mengikuti kebiasaan seorang temannya yang latah baik dalam berbicara maupun berprilaku latah., sehingga kebiasaan tersebut lama kelamaan menyebabkan Sri Wahyuni menderita latah berat sampai saat ini.


(65)

Pada saat latah menyerang dirinya, Sri Wahyuni selalu mengalami perasaan kurang nyaman dan lelah, namun Ia tidak mau memeriksakan diri ke RS ataupun klinik karena beberapa alasan yakni Ia berasal dari keluarga ekonomi rendah dan merasa rendah diri dengan teman-temannya, selain itu Sri Wahyuni tidak mau keluarganya tahu kalau Ia mengidap latah karena takut membuat keluarganya dikucilkan oleh masyarakat.

Beberapa photo ekspresi Sri Wahyuni ketika sedang latah.


(66)

Gambar 7, Sri Wahyuni tertawa diganggu temannya

Gambar 8, Sri Wahyuni diganggu temannya disuruh membuang makanan di mulutnya.


(67)

Gambar 9, Sri Wahyuni diganggu temannya disuruh memakai baju tidur.

Data Penderita Kedua

Nama : Nurbaiti

Tempat / Tanggal Lahir : Kel. Besar, 31 Desember 1955 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mangaan VIII Link.I Mabar-Hilir

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa


(68)

Analisis kasus Nurbaiti

Seorang ibu yang bernama Nurbaiti (54) menderita gangguan berbicara yakni latah koprolalia ( mengucapkan kata-kata tabu atau kotor ). Gangguan berbicara ini menyebabkan Ibu Nurbaiti selalu mengucapkan kata-kata tabu atau kotor seperti ‘kontol’, ‘tol’, dan ‘monyong’ ketika Ia terkejut atau sengaja dibuat terkejut oleh orang lain.

Latah yang diidap oleh Ibu Nurbaiti bermula pada saat berjualan di pangkalan SBU trayek angkutan 99 sekitar 8 tahun lalu. Selama berjualan di tempat tersebut supir-supir angkutan 99 suka menggoda Ibu Nurbaiti dengan membuatnya terkejut. Pada awalnya tidak terjadi apa-apa, namun lama kelamaan rasa kaget yang sering terjadi berulang-ulang yang dialami Ibu Nurbaiti menyebabkan Ia latah mengucapkan kata-kata tabu sampai sekarang ini.

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengidap latah, tapi kebanyakan latah berawal dari rasa kaget yang berulang-ulang seperti kasus yang dialami oleh Ibu Nurbaiti. Selain itu, faktor lingkungan juga menyebabkan seseorang mengidap latah karena hidup ditengah-tengah komunitas masyarakat yang berpotensi besar mengidap latah akan menyebabkan seseorang tersebut memiliki kebiasaan berbicara dan berprilaku latah.

Sampai saat ini, Ibu Nurbaiti masih mengidap latah koprolalia meskipun tidak separah ketika Ia berjualan di pangkalan SBU, karena sekarang Ia tidak berjualan lagi di tempat tersebut. Sejak mengidap latah Ibu Nurbaiti mendapat julukan dari masyarakat sekitar sebagai ‘ Ibu kontol ’. Namun, Ia tidak merasa rendah diri dan hanya menganggap julukan tersebut gurauan semata.


(69)

Gambar 10, Ibu Nurbaiti menghabiskan waktunya di rumah karena sudah tua. Ini menyebabkan kebiasaan latahnya sedikit berkurang karena jarang bertemu orang yang senang mengganggunya.

Meskipun selama mengidap latah, Ibu Nurbaiti merasa kurang nyaman dan terkadang sampai mengganggu aktivitasnya sehari-hari karena pada saat latah tersebut menyerang dirinya membuat Ia menjadi objek gurauan masyarakat sekitar dan menimbulkan kelelahan fisik, namun Ia tidak mau memeriksakan dirinya ke- psikiater dengan alasan bahwa latah diidapnya hanya karena faktor kebiasaan berucap dan berprilaku, bukan penyakit berbahaya yang harus disembuhkan.

Data Penderita Ketiga

Nama : Nursiah

Tempat / Tanggal Lahir : Saentis, 31 Desember 1951 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mangaan VIII Link.I Mabar-Hilir

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa


(70)

Gambar 11, ekspresi ibu Nursiah jika diganggu. Jika latah maka ia biasanya langsung tertawa.

Analisis kasus Nursiah

Seorang ibu yang bernama Nursiah (59) menderita gangguan berbicara yakni latah koprolalia ( mengucapkan kata-kata tabu atau kotor ). Gangguan berbicara ini menyebabkan Ibu Nursiah selalu mengucapkan kata-kata tabu atau kotor seperti ‘kontol bedul (alat kelamin babi jantan) dalam bahasa Banten ’, ketika Ia terkejut atau sengaja dibuat terkejut oleh orang lain. Selain itu dia juga sering mengucapkan kata-kata kotor lainnya seperti pukimak, pantat dan sebagainya.

Penyakit latah yang diidap oleh Ibu Nursiah ini sudah dimilikinya sejak lama. Bahkan ia juga sudah tidak ingat kapan penyakit latah ini mulai ia derita. Tetapi menurut ingatannya, pada awal mulanya ia hanya latah kalau ia mendengar suara tiba-tiba seperti suara kaleng jatuh, pintu dibanting, klakson dan sebagainya. Namun sejalan waktu, ketika semakin banyak orang yang mengetahui ia mudah terkejut kemudian latah banyak orang yang sering mengganggunya dan mengajarinya kata-kata latah yang baru sehingga diapun menjadi terikut dan penyakit latahnyapun semakin parah.


(1)

Pada saat latah menyerang dirinya, Sri Wahyuni selalu mengalami perasaan kurang nyaman dan lelah, namun Ia tidak mau memeriksakan diri ke RS ataupun klinik karena beberapa alasan yakni Ia berasal dari keluarga ekonomi rendah dan merasa rendah diri dengan teman-temannya, selain itu Sri Wahyuni tidak mau keluarganya tahu kalau Ia mengidap latah karena takut membuat keluarganya dikucilkan oleh masyarakat.

Beberapa photo ekspresi Sri Wahyuni ketika sedang latah.


(2)

Gambar 7, Sri Wahyuni tertawa diganggu temannya

Gambar 8, Sri Wahyuni diganggu temannya disuruh membuang makanan di mulutnya.


(3)

Gambar 9, Sri Wahyuni diganggu temannya disuruh memakai baju tidur.

Data Penderita Kedua

Nama : Nurbaiti

Tempat / Tanggal Lahir : Kel. Besar, 31 Desember 1955 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mangaan VIII Link.I Mabar-Hilir

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa


(4)

Analisis kasus Nurbaiti

Seorang ibu yang bernama Nurbaiti (54) menderita gangguan berbicara yakni latah koprolalia ( mengucapkan kata-kata tabu atau kotor ). Gangguan berbicara ini menyebabkan Ibu Nurbaiti selalu mengucapkan kata-kata tabu atau kotor seperti ‘kontol’, ‘tol’, dan ‘monyong’ ketika Ia terkejut atau sengaja dibuat terkejut oleh orang lain.

Latah yang diidap oleh Ibu Nurbaiti bermula pada saat berjualan di pangkalan SBU trayek angkutan 99 sekitar 8 tahun lalu. Selama berjualan di tempat tersebut supir-supir angkutan 99 suka menggoda Ibu Nurbaiti dengan membuatnya terkejut. Pada awalnya tidak terjadi apa-apa, namun lama kelamaan rasa kaget yang sering terjadi berulang-ulang yang dialami Ibu Nurbaiti menyebabkan Ia latah mengucapkan kata-kata tabu sampai sekarang ini.

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengidap latah, tapi kebanyakan latah berawal dari rasa kaget yang berulang-ulang seperti kasus yang dialami oleh Ibu Nurbaiti. Selain itu, faktor lingkungan juga menyebabkan seseorang mengidap latah karena hidup ditengah-tengah komunitas masyarakat yang berpotensi besar mengidap latah akan menyebabkan seseorang tersebut memiliki kebiasaan berbicara dan berprilaku latah.

Sampai saat ini, Ibu Nurbaiti masih mengidap latah koprolalia meskipun tidak separah ketika Ia berjualan di pangkalan SBU, karena sekarang Ia tidak berjualan lagi di tempat tersebut. Sejak mengidap latah Ibu Nurbaiti mendapat julukan dari masyarakat sekitar sebagai ‘ Ibu kontol ’. Namun, Ia tidak


(5)

Gambar 10, Ibu Nurbaiti menghabiskan waktunya di rumah karena sudah tua. Ini menyebabkan kebiasaan latahnya sedikit berkurang karena jarang bertemu orang yang senang mengganggunya.

Meskipun selama mengidap latah, Ibu Nurbaiti merasa kurang nyaman dan terkadang sampai mengganggu aktivitasnya sehari-hari karena pada saat latah tersebut menyerang dirinya membuat Ia menjadi objek gurauan masyarakat sekitar dan menimbulkan kelelahan fisik, namun Ia tidak mau memeriksakan dirinya ke- psikiater dengan alasan bahwa latah diidapnya hanya karena faktor kebiasaan berucap dan berprilaku, bukan penyakit berbahaya yang harus disembuhkan.

Data Penderita Ketiga

Nama : Nursiah

Tempat / Tanggal Lahir : Saentis, 31 Desember 1951 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mangaan VIII Link.I Mabar-Hilir

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa


(6)

Gambar 11, ekspresi ibu Nursiah jika diganggu. Jika latah maka ia biasanya langsung tertawa.

Analisis kasus Nursiah

Seorang ibu yang bernama Nursiah (59) menderita gangguan berbicara yakni latah koprolalia ( mengucapkan kata-kata tabu atau kotor ). Gangguan berbicara ini menyebabkan Ibu Nursiah selalu mengucapkan kata-kata tabu atau kotor seperti ‘kontol bedul (alat kelamin babi jantan) dalam bahasa Banten ’, ketika Ia terkejut atau sengaja dibuat terkejut oleh orang lain. Selain itu dia juga sering mengucapkan kata-kata kotor lainnya seperti pukimak, pantat dan sebagainya.

Penyakit latah yang diidap oleh Ibu Nursiah ini sudah dimilikinya sejak lama. Bahkan ia juga sudah tidak ingat kapan penyakit latah ini mulai ia derita. Tetapi menurut ingatannya, pada awal mulanya ia hanya latah kalau ia mendengar suara tiba-tiba seperti suara kaleng jatuh, pintu dibanting, klakson dan sebagainya. Namun sejalan waktu, ketika semakin banyak orang yang mengetahui ia mudah terkejut kemudian latah banyak orang yang sering mengganggunya dan