Produksi Ujaran Penderita Latah Ditinjau dari Segi Psikolinguistik, Fonologi dan Sintaksis

Setelah diteliti, penderita ketiga ini hanya menderita latah jenis koprolalia, yaitu latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Berbeda dengan pelatah yang kedua yang hanya mengucapkan satu kata saja, pelatah ini mengucapkan kata-kata kotor yang lebih bervariasi Penderita di atas secara spontan akan mengucapkan kata tabu dan kotor, kontol, kontol bedul, pantat, pukimak secara berulang-ulang, jika Ia dikagetkan.

4.2 Produksi Ujaran Penderita Latah Ditinjau dari Segi Psikolinguistik, Fonologi dan Sintaksis

1. Psikolinguistik

Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistic bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada penderita latah pertama Sri Wahyuni yang menderita latah ekolalia, maka produksi kata yang keluar dari mulutnya tidaklah dapat ditinjau dari segi psikis karena penderita murni hanya membeo tanpa ia mampu menguraikan teori maupun hakikat bahasa dan pemerolehannya. Jadi, dapat diambil kesimpulan, jika seseorang yang mengagetkannya mengeluarkan kata- Universitas Sumatera Utara kata baik yang struktur bahasanya jelas, maka penderita latah ini juga akan mengeluarkan kata-kata yang persis sama dengan yang diucapkan orang yang mengagetkannya. Sri Wahyuni juga menderita latah ekopraksia, latah jenis ini adalah latah yang secara spontan mengikuti gerakan orang yang mengganggunya. Ketika teman Sri Wahyuni mengganggunya dengan bertepuk tangan pok ame ame, maka secara spontan ia mengikuti gerakan dari temannya. Contoh lain, ketika temannya menari-nari, Sri Wahyuni dengan spontan juga ikut menari-nari. Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa ditinjau dari sudut psikolinguistik, Sri Wahyuni tidaklah mengerti atas apa yang dibuatnya. Gerakan yang dilakukan hanyalah meniru secara spontan gerakan orang yang mengganggunya, tanpa ia mengerti maksud gerakan tadi. Selain menderita latah ekolalia, penderita pertama Sri Wahyuni juga menderita latah koprolalia yang juga diderita oleh penderita kedua Nurbaiti dan penderita ketiga Nursiah, yaitu latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Kata-kata yang diucapkan adalah kontol dan jembut mamakmu merah. Jika dilihat secara psikolinguistik, kata-kata tabu tersebut diperoleh secara spontan. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excause” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual. Jadi dapat disimpulkan, kalau kata-kata tabu tersebut dikeluarkan secara spontan karena invitasi seksual. Yang terakhir penderita Sri Wahyuni, juga menderita latah jenis automatic obidience, yaitu latah dengan cara mengikuti perintah orang lain. Ini Universitas Sumatera Utara dapat dilihat dari ketika Sri Wahyuni dengan spontan memakai baju tidur yang diberi padanya untuk dipakai. Bahkan selain itu, ketika berada di sekolah, temannya berteriak dengan kata-kata hormat grakk Maka Sri Wahyuni dengan spontan langsung berdiri tegak dan menghormat. Melihat kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa secara psikolinguistik, pemerolehan bahasa Sri Wahyuni cukup baik. Dalam keadaan latah, Sri Wahyuni masih dapat merekam dengan jelas makna kata-kata yang diperintahkan kepadanya. Berarti bahasa ibu yang ditanamkan dari kecil pada Sri Wahyuni masih baik dan tidak terkontaminasi walaupun ia menderita latah. Ini dapat dibuktikan dari kemampuan Sri Wahyuni mendengar, memahami, dan akhirnya melakukan perintah yang diucapkan dengan benar. Jika ia disuruh hormat maka ia akan hormat, jika disuruh duduk ia akan duduk. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa secara psikolinguistik, kemampuan orang-orang latah untuk mencerna, mengerti, kata- kata yang terlontar dari mulutnya adalah tidak ada. Seorang yang latah murni hanya membeo ucapan yang didengarnya yang kemudian secara spontan akan diulanginya. Bahkan jika seseorang mengucapkan bahasa asing yang tidak ia mengerti sama sekali, penderita latah akan tetap mengikuti kata-kata yang tidak dimengertinya itu secara tidak sadar dan tidak terkontrol sama sekali. Berbeda dengan kasus latah jenis automatic obedience. Kasus latah ini merupakan kasus latah yang menjadikan penderitanya mengikuti secara spontan perintah orang di dekatnya. Jadi, dapat disimpulkan, penderita hanya akan mengikuti ucapan yang dimengertinya dari orang yang ada di dekatnya. Ini sekaligus dapat membuktikan kemampuan berbahasa dari penderita latah tersebut. Universitas Sumatera Utara Jadi ada kemungkinan, jika penderita latah yang biasa menggunakan bahasa pertama adalah bahasa Jawa, maka ada kemungkinan ia tak akan mengikuti perintah dari seseorang jika menggunakan bahasa yang tidak dimengertinya.

2. Fonologi

Menurut teori Blumstein1994 yang dikutip Gusdi Sastra 2007: 23, ”mengemukakan kesilapan fonologi pada penderita cacat bahasa dapat berupa penggantian fonem, penambahan fonem, penghilangan fonem, dan asimilasi.” Kesilapan fonologi atau kesilapan penyederhanaan adalah pengguguran sebuah fonem atau suatu bentuk kesilapan fonem. Pengguguran fonem tidak hanya berlaku pada sebuah fonem saja, tetapi juga pada beberapa fonem pada kata yang sama, bahkan juga pengguguran unsur yang berstruktur suku kata. Berikut kata-kata yang diucapkan oleh para penderita latah yang dicatat oleh peneliti 1. anjing diucapkan penderita latah Sri Wahyuni menjadi anjeng [ anji ŋ ] menjadi [ anj ŋ ] Analisis kata ‘anjing’ berubah menjadi ‘anjeng’ terjadi asimilasi, yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Asimilasi ini tergolong asimilasi fonetis karena perubahannya dari [i] yaitu ke [e ] dalam lingkup antar fonem. Namun secara fonologi proses assimilasi ini tidaklah berpengaruh karena perubahan bunyi yang terjadi akibat vokal yang berubah tersebut tidaklah mempengaruhi makna dari kata tersebut. Namun di kesempatan berbeda, Sri Wahyuni mengucapkan “anjing, njing,njing,” Analisis kata ‘anjing’ berubah menjadi ‘njing’ terjadi zeroisasi Universitas Sumatera Utara aferesis, yaitu penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan pengucapan pada awal kata. Jika kata njing tersebut tidak disebut dulu awalnya maka secara fonologi kata tersebut tetap mampu ditangkap pendengar dengan makna yang sama yaitu anjing. Karena di berbagai kesempatan, kata anjing sering diungkapkan njing pada kesempatan jika seseorang ingin mengumpat orang lain secara kasar. 2. kontol Kata kontol diucapkan tol oleh penderita latah Ibu Nurbaiti. [ kontol] menjadi [tol]. Analisis kata kontol berubah bunyi menjadi tol terjadi zeroisasi yang tergolong aferesis, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Dan apabila kata tol tersebut awalnya tidak diucapkan secara lengkap seperti kontol tol tol tol, maka secara fonologi, kata tersebut dapat ditangkap dengan makna yang berbeda oleh pendengarnya. Penderita latah ketiga juga sering mengucapkan kata kontol jika ia dikejutkan dari belakang. 3. monyong Diucapkan oleh Sri Wahyuni dengan jelas monyong yang disertai dengan ekspresi dengan bibir dimajukan. Ini semakin menjelaskan maksud dari kata tersebut. 4. copot Kata copot diucapkan oleh Sri Wahyuni secara serampangan menjadi eh copot..cepot..copot. Ini berarti secara tidak sengaja telah terjadi proses asimilasi pada kata cepot, yaitu berubahnya huruf [o] menjadi [e]. Namun karena Universitas Sumatera Utara kata tersebut diulang berkali-kali maka proses asimilasi itu tidak membuat berubah makna. 5. kolor ijo Kata kolor ijo diucapkan oleh Sri Wahyuni sempurna yaitu kolor ijo, namun sebenarnya kata ijo merupakan kata hijau. Maka secara fonologi kata ijo tersebut mengalami zeroisasi sekaligus monoftongisasi. Kata hijau berubah jadi ijo, hilangnya konsonan [h] menggambarkan proses zeroisasi. Selanjutnya kata hijau berubah ijo, berubahnya vokal ganda [au] menjadi [o] merupakan proses monoftongisasi. 6. jatuh Kata jatuh diucapkan Sri Wahyuni menjadi, ”eh jatoh..jatoh,jatoh,” ditinjau dari segi fonologi, maka kata tersebut mengalami proses asimilasi. Yaitu berubahnya konsonan [u] menjadi [o]. Namun, hal tersebut tidaklah menjadi masalah karena proses asimilasi tersebut tidak merubah arti dari kata yang dimaksud. 7. bodoh kau Kata bodoh kau diucapkan Sri Wahyuni menjadi, ”bodoh ko, bodoh, eh bodoh,” ditinjau dari segi fonologi, hanya kata kau yang mengalami monoftongisasi pada vokal [au] menjadi [o] jadi, kau menjadi ko. Namun kata ini tetap dapat dimengerti dengan makna yang sama bagi pendengar. 8. gila Kata gila diucapkan Sri Wahyuni menjadi gilak, secara fonologi kata tersebut mengalami proses anaptiksis, yaitu bertambahnya konsonan [k] pada kata gila yang bertujuan perlancar ucapan tanpa berkeinginan merubah makna. Universitas Sumatera Utara 9. Kampret Kata kampret diucapkan Sri Wahyuni menjadi kampret, eh kempret,kepret..eh,” Secara fonologi ucapan tersebut mengalami proses asimilasi yaitu berubahnya vokal [a] menjadi [e], selain itu juga terjadi proses zeroisasi yaitu penghilangan huruf pada kata kampret menjadi kempret. Proses ini merupakan suatu proses yang terjadi secara tidak sengaja dan terjadi secara spontan karena kata-kata yang keluar dari bibir pelatah tersebut keluar dengan cepat dan tidak terkendali. Kata kampret yang dimaksud sendiri adalah kata yang di dalam KBBI yang artinya kalong, kelelawar. Namun, ada kemungkinan pelatah tersebut tidak menyadari apa arti dari kata yang diucapkan, melainkan diucapkan hanya karena faktor kebiasaan saja. 10. Bedul Pelatah ketiga Nursiyah, akan mengucapkan secara spontan kata bedul jika ia kaget dengan bunyi-bunyi di sekitarnya seperti panci jatuh, pintu dibanting, suara klakson dan sebagainya. Biasanya secara spontan dia akan mengucapkan kata-kata, ”eh bedul kau, bedol, eh bedol kau besar,” sambil iapun mencari asal suara yang membuatnya kaget. Secara fonologi, proses di atas mengalami asimilasi. Perubahan vokal [u] menjadi [o] merupakan proses yang terjadi tanpa maksud merubah arti dari kata yang sebenarnya. Kata bedul sendiri tidaklah merupakan kata yang tercantum dalam KBBI. Kata bedul ini merupakan kata bahasa sunda yang merupakan daerah dari penderita itu berasal. Universitas Sumatera Utara 11. Pukimak Pelatah ketiga Nursiyah, juga sering mengucapkan kata pukimak. Jika kaget melihat seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya, maka secara spontan ia akan memaki orang tersebut dengan ucapan, ”eh pukimak kau.” Secara fonologi, kata-kata di atas tidaklah mengalami apapun, karena kata tersebut disebutkan sesuai dengan aslinya. 12. Pantat Nursiyah, pelatah ketiga juga sering mengucapkan kata pantat jika terkejut. Kata tersebut diucapkan secara bervariasi, ”eh pantat, pantatlah kau, pantat kau,” Secara fonologi, kata ini tidaklah mengalami perubahan yang berarti karena kata tersebut tidak mengalami perubahan. 13. T aik Mencret Nursiah, pelatah ketiga sering mengucapkan kata jorok taik mencret jika ia sedang latah. Kata-kata tersebut disebutkannya jika ia terkejut dan langsung mengeluarkan kata, ”eh, taik mencret kau,,eh, bauk,” secara fonologi kata-kata tersebut diungkapkannya secara tidak sadar. Dari keseluruhan kata-kata yang diucapkan para penderita latah dapat kita simpulkan bahwa kata-kata yang ditimbulkan oleh penderita latah tersebut merupakan kata-kata yang tidak disadari terucapkan oleh para penderita latah tersebut. Kata-kata yang diucapkan oleh para penderita latah tersebut ada yang langsung diucapkan tanpa ada perubahan secara fonologi dari apa yang mereka tangkap dari telinga mereka. Atau dapat disimpulkan kata yang diucapkan murni dari hasil membeo seperti kata monyong tetap diucapkan monyong oleh sri wahyuni tanpa ada perubahan sedikitpun. Namun ada juga kata-kata yang Universitas Sumatera Utara mengalami perubahan secara fonologi, dari kata yang asli mereka dengar namun tidak merubah makna kata aslinya seperti pada kata jatuh yang berubah menjadi jatoh. Selain itu ada juga kata-kata yang diucapkan berbeda dengan kata aslinya dan merubah arti setelah didengar seperti kata kontol berubah menjadi tol. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesalahan-kesalahan yang ditimbulkan oleh penderita latah itu tak lain karena semua kata yang diucapkan para penderita latah tersebut adalah kata-kata spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu.

3. Sintaksis

Tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan makna-maknanya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan oleh penuturnya. Berikut kalimat-kalimat yang diucapkan penderita latah Sri Wahyuni. 1. Bapak guru baru oon di kelas Analisis frase eksosentik FEk Jika dipenggal menurut frasenya dapat menjadi 1. Bapak, guru baru oon di kelas 2. Bapak guru baru oon di kelas 3. Bapak guru baru oon di kelas Dari pemenggalan frase di atas dapat dilihat bahwa pemenggalan yang berbeda dapat membedakan arti kalimat itu pula. Jadi kemampuan penderita latah dalam menyesuaikan makna yang sesuai bergantung penuh terhadap kalimat awal yang didengar dan lantas diucapkannya sama. Universitas Sumatera Utara Selain itu jika ditinjau dari struktur kalimat, maka kalimat di atas merupakan kalimat sempurna, yaitu kalimat yang sekurang-kurangnya memiliki dua pola utama yaitu subjek dan predikat. Bapak guru baru oon di kelas S P K 2. Hormat grak Jika ditinjau dari frasenya maka tergolong frase eksosentris. Jika ditinjau dari struktur kalimatnya, maka kalimat di atas merupakan kalimat tidak sempurna atau kalimat minor yaitu kalimat yang hanya memiliki satu pola utama. Hormat grak P 3. Jembut merah mamakmu lepas. Jika dipenggal menurut frasenya maka akan menjadi: Jembut merah mamakmu lepas Jembut merah mamakmu lepas Jembut merah mamakmu lepas Berdasarkan pemenggalan frase, kalimat di atas tidaklah mengalami perubahan makna yang berarti jika dipenggal dengan cara yang berbeda-beda. Sedangkan jika ditinjau dari struktur kalimatnya, maka kalimat di atas termasuk kalimat yang memiliki kalimat yang lengkap atau sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat. Jembut merah mamakmu lepas S P 4. Pantat mamakmu bauk Jika dipenggal menurut frasenya bisa menjadi Pantat mamakmu bauk Universitas Sumatera Utara Pantat mamakmu bauk Berdasarkan pemenggalan frase, kalimat di atas bisa membentuk makna yang berbeda. Pada pemenggalan frase yang pertama dapat ditimbulkan arti bahwa yang bauk adalah pantat mamakmu. Sedangkan pada pemenggalan frase yang kedua ditimbulkan arti mamak bauk tapi bukan pantatnya, melainkan kata pantat merupakan kata makian. Namun penderita latah Nursiah, hanya mengucapkan kalimat di atas dengan pemenggalan frase yang pertama yaitu ”Pantat mamakmu bauk. Jika ditinjau dari struktur kalimatnya, maka akan ditemukan kalimat yang lengkap karena memiliki subjek dan predikat. Pantat mamakmu bauk S P Di dalam tatanan sintaksis, kata-kata maupun kalimat-kalimat yang di ucapkan para penderita latah murni dihasilkan dari apa yang didengarnya. Jika dilihat dari penderita latah, pada umumnya penderita latah akan mengikuti ucapan orang yang mengagetkannya secara spontan dan persis. Jadi, dapat disimpulkan jika orang yang mengagetkan penderita latah tersebut mengucapkan kata dengan pemenggalan frase seperti contoh pertama maka penderita latah akan mengikutinya juga, begitu seterusnya. Begitu juga dalam pembentukan pola kalimat yang sempurna, jika pengaget orang latah menyebutkan kalimat yang sempurna polanya, maka penderita latah akan mengucapkan kalimat yang sama. Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Ketiga penderita latah yang telah diteliti, memiliki latah yang berbeda-beda. Pelatah yang pertama menderita semua jenis latah yaitu ekolalia, ekopraksia, koprolalia dan automatic obedience. Pelatah yang kedua dan ketiga memiliki latah yang sama yaitu koprolalia, hanya saja pelatah ketiga memiliki perbendaharaan kata-kata yang bersifat tabu dan kotor lebih banyak dibandingkan pelatah yang kedua. 2. Sri Wahyuni penderita latah yang pertama memiliki kebiasaan latah yang sudah cukup parah. Ia menderita ekolalia yaitu mengulangi ucapan orang lain bila terkejut, koprolalia yaitu mengucapkan kata-kata tabu dan kotor, ekopraksia yaitu menirukan gerakan orang lain dan automatic obedience yaitu menuruti apa yang diperintah orang lain. 3. Nurbaiti penderita latah kedua, hanya menderita koprolalia yaitu kebiasaan mengucapkan kata-kata kotor bila terkejut. Kata-kata yang diucapkannya hanya satu yaitu kontol. 4. Nursiah penderita latah ketiga, hanya menderita koprolalia yaitu kebiasaan mengucapkan kata-kata tabu dan kotor. Namun, kata-kata yang diucapkannya sangat banyak seperti kontol, pukimak, pantat dan sebagainya. 5. Pada penderita latah ekolalia, maka produksi kata yang keluar dari mulutnya tidaklah dapat ditinjau dari segi psikis. Ini karena penderita murni hanya membeo tanpa ia mampu menguraikan teori maupun hakikat bahasa dan Universitas Sumatera Utara