selamanya berjalan dengan baik, kecenderungan tingkat kematian anak yang tinggi pada jumlah kelahiran yang lebih dari tiga ekor Andriyanto dan Manalu
2010. Salah satu penyebab tingginya mortalitas anak yang dilahirkan adalah rendahnya bobot lahir, semakin banyak jumlah anak per kelahiran semakin tinggi
pula tingkat mortalitasnya Sutama et al. 1993. Kematian anak yang baru dilahirkan untuk induk ternak yang beranak 1, 2, 3, dan 4 masing-masing adalah
17, 18, 26, dan 43 Sutama et al. 1999. Hal ini dikarenakan pada saat terjadinya implantasi, sel-sel blastosis akan membelah mitosis dengan cepat sehingga
terjadi pertambahan jumlah dan massa sel yang pesat Albert et al. 1994. Keadaan ini menyebabkan cadangan makanan dalam ovum sudah tidak
mencukupi lagi, sehingga perkembangan dan daya tahan hidup embrio akan sangat bergantung pada sekresi zat-zat makanan yang dihasilkan oleh kelenjar
uterus, selain pada lingkungan fisik dan kimia uterus secara keseluruhan McDonald 1980; Miller dan Zhang 1984; Yamashita et al. 1990.
Pada domba yang disuperovulasi, aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan dengan ovarium kanan berdasarkan jumlah korpus luteum,
sementara pada domba yang tidak disuperovulasi tidak terlihat perbedaan aktivitas antara ovarium kanan dan ovarium kiri Manalu dan Sumaryadi 1997. Hal ini
yang menyebabkan hubungan antara jumlah korpus luteum dan konsentrasi hormon progesteron dan estrodiol dalam serum induk tidak linear. Semakin
banyak jumlah korpus luteum pada satu sisi ovarium semakin sedikit aliran darah per individu korpus luteum Manalu dan Sumaryadi 1997. Akibatnya, semakin
sedikit perolehan zat-zat makanan dan substrat sehingga ukuran dan aktivitas sintetik per individu korpus luteum menjadi turun Manalu dan Sumaryadi 1995.
2.2. Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Menurut Purgeslove et al. 1981, klasifikasi tumbuhan temulawak ialah temulawak berasal dari divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, Kelas
Monocotyledonae, Ordo Zingiberales, Keluarga Zingiberaceae, Genus Curcuma, dan Spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb. Tanaman ini merupakan tanaman
monokotil yang tidak memiliki akar tunggang melainkan rimpang rhizoma,
berbatang semu dengan tinggi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau cokelat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau
gelap. Setiap batang mempunyai daun antara 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau cokelat keunguan terang
sampai gelap, panjang daun antara 31-84 cm dan lebar antara 10-18 cm dengan panjang tangkai daun antara 43-80 cm,. perbungaan lateral, tangkai ramping dan
sisik berbentuk garis, panjang tangkai antara 9-23 cm dan lebar antara 4-6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga, mahkota bunga berwarna putih berbulu, panjang antara 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan antara 4-5 cm,
helai bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang antara 1,25-2 cm dan lebar 1 cm Sidik
dan Muhtadi 1997. Karena penyebarannya yang cukup luas di beberapa daerah, tanaman ini mempunyai nama tersendiri, masyarakat Jawa Barat menyebut
tanaman ini “koneng gede” dan di Sumatera disebut “tetemulawak” Affifah 2003.
Masyarakat memanfaatkan tanaman rempah ini dalam pemeliharaan, peningkatan derajat kesehatan, pengobatan penyakit, maupun dalam industri obat
tradisional dan komestika Hernani 2001. Selain itu, tanaman temulawak ini bermanfaat sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, pencegah kanker,
antitumor, dan menurunkan kadar lemak di dalam darah Sudewo 2004. Rimpang temulawak memiliki kemampuan aktivitas kolagoga, yaitu meningkatkan
produksi dan sekresi empedu Hendrawati 1999. Antiinflamasi ekstrak temulawak dengan dosis 3 gkg bobot badan menunjukkan aktivitas
penghambatan pembengkakan yang disebabkan oleh induksi karagenan Ozaki 1988.
Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral. Di antara komponen yang dikandung
oleh temulawak, yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri Husein 2008. Minyak atsiri dalam temulawak mengandung
phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, turmerol, turunan lisabolen, bisakuron A, bisakuron B, turmeron, germakron, seskuiterpen, dan sineal. Kandungan
kurkumin dalam rimpang temulawak sekitar 1,6-2,22 Sidik dan Muhtadi 2004. Kandungan utama dalam minyak atsiri temulawak adalah xanthorriza 21,
germaken, isofuranogermaken, trisiklin, dan alfa-aromadenren. Xanthorriza merupakan komponen volatile yang merupakan senyawa aktif yang terdapat
dalam minyak atsiri temulawak Nur 2006. Curcumin dan xanthorrhizol adalah komponen minyak atsiri khas temulawak Sidik dan Muhtadi 1997.
III. METODE
3.1. Waktu dan Tempat