tinggi dibandingkan dengan temu-temu lainnya Liang et al. 1985. Beberapa laporan penggunaan temulawak sebagai pengobatan telah banyak dilaporkan.
Khasiat temulawak antara lain digunakan untuk mengurangi gangguan penyakit, seperti hepatitis, batu empedu, sakit maag, ginjal, asma, bisul, kolesterol, eksem,
menambah nafsu makan, mengurangi bau badan, sembelit, memperbanyak produksi air susu, mengatasi sariawan, menghilangkan nyeri haid, meredakan
batuk, antidiare, dan antiinflamasi. Berdasarkan manfaat tersebut, maka temulawak berpotensi untuk
dikombinasikan dengan superovulasi guna memperbaiki produktivitas induk dengan memperbaiki proses fisiologis pada induk domba yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas bakalan.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh superovulasi serta pemberian ekstrak temulawak pada pertumbuhan anak domba. Selain itu,
penelitian ini digunakan untuk mendapatkan kombinasi metode yang efektif superovulasi dan pemberian ekstrak temulawak untuk menghasilkan bobot badan
yang optimal pada anak domba yang dihasilkan.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ialah mengoptimalkan teknologi reproduksi, yaitu superovulasi, yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus.
Teknologi ini dapat digunakan dalam upaya peningkatan populasi dan performans ternak domba. Dengan demikian, pada masa yang akan datang, upaya pemenuhan
produksi daging lokal dapat tercapai sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap kebutuhan protein hewani masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Superovulasi
Superovulasi merupakan suatu teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan Manalu et al. 1996.
Jumlah korpus luteum ini memiliki kaitan erat dengan tingkat sekresi hormon kebuntingan dan hormon mamogenik seperti estradiol dan progesteron selama
kebuntingan Dzuik 1992; Kleeman et al. 1994; Manalu et al. 2000. Hormon- hormon tersebut selain berperan dalam memantapkan proses kebuntingan juga
berfungsi dalam modulasi ekspresi sejumlah protein Wheeler et al. 1987. Selain itu, hormon-hormon ini berperan sebagai faktor penentu pertumbuhan yang
selanjutnya akan memelihara komunikasi antara embrio dan uterus serta memandu pertumbuhan embrio untuk menjadi fetus dengan pertumbuhan yang baik, bobot
lahir anak menjadi meningkat dan tingkat mortalitas menjadi menurun Schultz et al. 1993.
Gonadotrophin seperti FSH atau PMSG sering digunakan dalam metode superovulasi. Banyak penelitian yang bertujuan merangsang pertumbuhan folikel
dan mengendalikan ovulasi pada hewan piara menggunakan sediaan hormon gonadotrophin hipofisis, akan tetapi kebanyakan perlakuan selama 20 tahun
terakhir ini menggunakan sedian hormon gonadotrophin asal plasenta, terutama pregnant mare serum gonadotrophin PMSG yang kaya akan aktivitas FSH dan
human chorionic gonadotrophin hCG yang kaya aktivitas LH Hunter 1981. Hormon PMSG memiliki aktivitas ganda yang mirip dengan FSH dan LH yang
dapat merangsang pertumbuhan folikel, menunjang sintesis estradiol, merangsang proses ovulasi, dan luteinisasi Armstrong et al. 1982; Piper dan Bidon 1984;
Gonzalez et al. 1994. Superovulasi merupakan teknik reproduksi dalam meningkatkan jumlah
sel telur yang diovulasikan. Jumlah sel telur yang dilontarkan dari ovarium dalam satu periode ovulasi bergantung pada jenis hewannya. Pada ternak monotokous
biasanya hanya sebuah sel telur yang dilontarkan, sedangkan pada ternak politokous sel telur yang dilontarkan lebih dari satu Hafez 1980. Superovulasi
sebelum perkawinan dapat meningkatkan jumlah korpus luteum sehingga terjadi
peningkatan konsentrasi estradiol dan progesteron, yang dapat memacu pertumbuhan prenatal anak dalam kandungan Adriani et al. 2007. Peningkatan
progesteron ini terjadi karena meningkatnya jumlah korpus luteum yang dihasilkan pada induk yang disuperovulasi sebelum perkawinan baik pada induk
beranak tunggal maupun induk yang beranak kembar. Semakin banyak korpus luteum dan sel-sel lutein yang matang pada korpus luteum maka aktivitas
progesteron dan sekresi progesteron akan meningkat Adriani et al. 2007. Korpus luteum pada kambing merupakan organ utama penghasil progesteron Nalbandov
1976; Reeves 1987. Hormon progesteron memiliki fungsi merangsang uterus mempersiapkan implantasi zigot untuk memelihara fetus selama kebuntingan
McDonald 1980; Stabendfelt dan Edqvist 1993; Manalu et al. 1996. Peningkatan sekresi estradiol dan progesteron juga dapat meningkatkan
jumlah sel-sel sekretoris kelenjar ambing yang terbentuk dan aktivitas sintesisnya. Hal ini dapat meningkatkan produksi susu baik pada induk kambing beranak
tunggal maupun pada induk kambing beranak kembar Adriani et al. 2007. Hal ini bermanfaat untuk menunjang kebutuhan susu anak sebelum disapih.
Superovulasi pada domba dapat meningkatkan produksi susu sampai 59 Manalu et al. 2000. Pemberian progesteron pada awal kebuntingan pada domba
menghasilkan perbaikan pertumbuhan fetus Kleeman et al. 1994, sementara penambahan estradiol pada babi dapat meningkatkan sistem pembuluh darah
kapiler uterus Keys dan King 1995. Perangsangan sekresi endogen hormon kebuntingan estradiol dan progesteron melalui superovulasi dapat meningkatkan
jumlah korpus luteum, sehingga merangsang peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan dalam darah induk Manalu et al. 1998, Manalu et al. 2000,
yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan uterus, embrio dan fetus, perkembangan plasenta, dan kelenjar ambing Manalu et al. 2000.
Perlakuan superovulasi mampu menurunkan tingkat mortalitas anak kambing sebesar 79 Adriani et al. 2004a. Kejadian ini disebabkan karena
induk kambing yang disuperovulasi melahirkan anak dengan bobot lahir dan bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh
induk kambing yang tidak disuperovulasi, sehingga anak kambing memiliki daya hidup yang lebih tinggi pula Adriani et al. 2004a. Namun, potensi tersebut tidak
selamanya berjalan dengan baik, kecenderungan tingkat kematian anak yang tinggi pada jumlah kelahiran yang lebih dari tiga ekor Andriyanto dan Manalu
2010. Salah satu penyebab tingginya mortalitas anak yang dilahirkan adalah rendahnya bobot lahir, semakin banyak jumlah anak per kelahiran semakin tinggi
pula tingkat mortalitasnya Sutama et al. 1993. Kematian anak yang baru dilahirkan untuk induk ternak yang beranak 1, 2, 3, dan 4 masing-masing adalah
17, 18, 26, dan 43 Sutama et al. 1999. Hal ini dikarenakan pada saat terjadinya implantasi, sel-sel blastosis akan membelah mitosis dengan cepat sehingga
terjadi pertambahan jumlah dan massa sel yang pesat Albert et al. 1994. Keadaan ini menyebabkan cadangan makanan dalam ovum sudah tidak
mencukupi lagi, sehingga perkembangan dan daya tahan hidup embrio akan sangat bergantung pada sekresi zat-zat makanan yang dihasilkan oleh kelenjar
uterus, selain pada lingkungan fisik dan kimia uterus secara keseluruhan McDonald 1980; Miller dan Zhang 1984; Yamashita et al. 1990.
Pada domba yang disuperovulasi, aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan dengan ovarium kanan berdasarkan jumlah korpus luteum,
sementara pada domba yang tidak disuperovulasi tidak terlihat perbedaan aktivitas antara ovarium kanan dan ovarium kiri Manalu dan Sumaryadi 1997. Hal ini
yang menyebabkan hubungan antara jumlah korpus luteum dan konsentrasi hormon progesteron dan estrodiol dalam serum induk tidak linear. Semakin
banyak jumlah korpus luteum pada satu sisi ovarium semakin sedikit aliran darah per individu korpus luteum Manalu dan Sumaryadi 1997. Akibatnya, semakin
sedikit perolehan zat-zat makanan dan substrat sehingga ukuran dan aktivitas sintetik per individu korpus luteum menjadi turun Manalu dan Sumaryadi 1995.
2.2. Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb.