± 72.81 54.18 ± 52.73 ± 59.32 Pengaruh Konsumsi, Status Gizi, dan Aktivitas Sehari-hari dengan Prestasi Belajar Murid Akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta

adanya peningkatan konsumsi pangan sumber zat besi seperti telur, daging, ikan, sayuran hijau, hati, bayam, dan kacang-kacangan, untuk menghindari terjadinya defisiensi besi. Menurut As-sayyid 2006, kekurangan zat besi dapat mengakibatkan idiot, malas, lemas, kehilangan semangat, sulit menyerap informasi, dan mudah terserang penyakit. Hal tersebut apabila dialami oleh siswa diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa di sekolah. Tabel 18 Sebaran sisa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A Akselerasi Reguler Total Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin A n n n Kurang 1 5.26 4 10.00 5 8.47 Cukup 18 94.74 36 90.00 54 91.53 Total 19 100 40 100 59 100 Rata-rata ± SD 195.6 ± 79.38 129.5 ± 53.02 150.16 ± 69.11 Berdasarkan data pada tabel 18, rata-rata tingkat kecukupan vitamin A siswa pada kelas akselerasi dan reguler termasuk pada kategori cukup, sehingga rata- rata tingkat kecukupan vitamin A secara keseluruhan termasuk dalam kategori cukup 150.16 ± 69.11. Hal ini sudah tergolong baik karena rata-rata kebutuhan vitamin siswa sudah terpenuhi. Tabel 19 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C Akselerasi Reguler Total Klasifikasi Tingkat Kecukupan Vitamin C n n n Kurang 15 78.95 28 70.00 43 72.88 Cukup 4 21.05 12 30.00 16 27.12 Total 19 100 40 100 59 100 Rata-rata ± SD

63.87 ± 72.81 54.18 ± 52.73

57.07 ± 59.32

Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C siswa pada kelas akselerasi dan reguler termasuk pada kategori kurang 57.07 ± 59.32. Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan badan menjadi lemas dan pucat Budiyanto 2002. Apabila hal tersebut terjadi pada saat kegiatan belajar di sekolah, Hal ini diduga dapat menurunkan kemampuan siswa dalam menyerap informasi pelajaran di sekolah. Oleh karena itu, perlunya peningkatan konsumsi makanan sumber vitamin C seperti buah dan sayur untuk mencegah dampak negatif dari kekurangan vitamin C tersebut. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, dan sosial budaya Suhardjo 1989. Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan. Kebiasaan makan yang tidak baik dicerminkan dengan terjadinya kelebihan asupan dan penyakit akibat gizi Atmarita 2005. Hal yang diteliti mengenai kebiasaan makan contoh adalah frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan membawa bekal ke sekolah, dan kebiasaan jajan. Menurut berbagai kajian, frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari, ini berarti makan pagi sarapan hendaknya jangan ditinggalkan. Seringkali orang mengabaikan sarapan karena diburu oleh waktu yang sempit. Sebagian orang harus meninggalkan rumah sejak pagi-pagi untuk memulai aktivitasnya ditempat kerja. Sementara di rumah makan pagi belum tersedia, akhirnya makan pagi ditinggalkan tanpa ada perasaan bersalah Khomsan 2002. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila hanya makan 1 kali atau 2 kali sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan seseorang tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni 3 kali sehari termasuk makan pagi Khomsan 2002. Dari tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa pada kelas akselerasi dan kelas reguler memiliki kebiasaan makan 3 kali dalam sehari dengan persentasi masing-masing 68.42 dan 77.50. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan sehari siswa sudah tergolong baik. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai frekuensi makan siswa kedua kelompok p0.05. Makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Manfaat melakukan makan pagi, antara lain : pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas dalam hal ini adalah prestasi belajar. Kedua, pada dasarnya makan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh Khomsan 2002. Tidak makan pagi dapat menyebabkan tubuh kekurangan glukosa dan menyebabkan tubuh menjadi lemah dan kurang konsentrasi karena tidak adanya suplai energi Khomsan 2002. Berdasarkan data pada tabel 21, dapat dilihat bahwa kebiasaan sarapan yang dimiliki siswa pada kelas akselerasi dan kelas reguler sudah termasuk baik. Sebagian besar siswa pada kedua kelompok selalu melakukan sarapan. Persentase siswa yang selalu melakukan sarapan masing- masing adalah 57.89 pada kelas akselerasi dan 52.50 pada kelas reguler. Makanan yang dikonsumsi saat sarapan oleh sebagian siswa pada kedua kelompok adalah nasi dan lauk pauk. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai kebiasaan sarapan siswa kedua kelompok p0.05. Proporsi terbesar siswa pada kelas akselerasi memiliki kebiasaan selalu membawa bekal ke sekolah 42.11. Makanan yang dibawa sebagai bekal pada umumnya adalah nasi dan lauk pauk 78.95, sedangkan proporsi terbesar siswa pada kelas reguler memiliki kebiasaan kadang-kadang membawa bekal ke sekolah 42.50. Makanan yang dibawa sebagai bekal pada umumnya adalah nasi dan lauk pauk 80.56. Berdasarkan hasil pengamatan, di sekolah SD Sudirman terdapat catering untuk makan siang yang disediakan oleh sekolah atau pun oleh orangtua murid. Hal ini menyebabkan terdapat anak yang jarang atau tidak pernah membawa bekal ke sekolah. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai kebiasaan membawa bekal siswa kedua kelompok p0.05. Sebanyak 73.68 siswa pada kelas akselerasi terkadang membeli makanan jajanan di sekolah, sedangkan sebanyak 50 siswa pada kelas reguler selalu membeli makanan jajanan di sekolah. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai kebiasaan jajan siswa kedua kelompok p0.05. Menurut Husaini et al 1993, peranan makanan jajanan cukup signifikan dalam menyumbang energi dan zat-zat gizi terhadap total konsumsi setiap hari. Akan tetapi dalam buku Kompas 2010 menyebutkan bahwa jajan juga mempunyai aspek negatif yang harus diwaspadai. Terlalu sering jajan dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga mengancam kesehatan anak. Husaini et al 1993 juga menyatakan bahwa masalah lapar pada waktu sekolah dapat mempengaruhi prestasi belajar. Rasa lapar sementara karena tidak sarapan pagi dapat mengganggu konsentrasi belajar, menurunkan kemampuan memecahkan soal, dan sering membuat kesalahan dalam perhitungan matematik. Oleh karena itu, kebiasaan sebagian siswa untuk sarapan dan membawa bekal yang sudah tergolong baik, perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan mengingat pentingnya sarapan dan membawa bekal. Hubungan antara kebiasaan jajan dengan kebiasaan membawa bekal makanan siswa menunjukkan hubungan negatif dan signifikan antara r=-0.293; p=0.024. Hal ini berarti semakin tinggi kebiasaan membawa bekal siswa, maka kebiasaan jajan siswa semakin rendah. Makanan jajanan pada umumnya dikonsumsi pada saat waktu istirahat sekolah. Pada waktu istirahat, anak mulai merasa lapar setelah mengikuti pelajaran. Anak yang membawa bekal akan menangani rasa lapar dengan memakan bekal makanannya sehingga tidak perlu lagi untuk membeli jajanan. Tabel 20 sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan Akselerasi Reguler Total Uji Beda Kebiasaan Makan Kriteria n n n p 1 kali 0.00 0.00 0.00 2 kali 0.00 4 10.00 4 6.78 3 kali 13 68.42 31 77.50 44 74.58 Frekuensi makan dalam sehari 3 kali 6 31.58 5 12.50 11 18.64 0.484 Selalu 11 57.89 21 52.50 32 54.24 Kadang-kadang 7 36.84 11 27.50 18 30.51 Jarang 1 5.26 7 17.50 8 13.56 Sarapan pagi Tidak pernah 0.00 1 2.50 1 1.69 0.251 Nasi + lauk pauk 10 52.63 22 56.41 32 54.24 Mie 1 5.26 2 5.13 3 5.08 Roti 7 36.84 14 35.90 21 35.59 Makanan yang dikonsumsi saat sarapan Lainnya 1 5.26 1 2.56 2 3.39 - Selalu 8 42.11 11 27.50 19 32.20 Kadang-kadang 6 31.58 17 42.50 23 38.98 Jarang 5 26.32 8 20.00 13 22.03 Kebiasaan membawa bekal Tidak pernah 0.00 4 10.00 4 6.78 0.250 Nasi + lauk pauk 15 78.95 29 80.56 44 74.58 Mie 0.00 0.00 0.00 Roti 4 21.05 7 19.44 11 18.64 Makanan sebagai bekal Lainnya 0.00 0.00 0.00 - Selalu 4 21.05 20 50.00 24 40.68 Kadang-kadang 14 73.68 16 40.00 30 50.85 Jarang 0.00 4 10.00 4 6.78 Kebiasaan jajan Tidak pernah 1 5.26 0.00 1 1.69 0.119 Hasil uji korelasi spreamen menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara uang saku dengan sarapan r=-0.322; p=0.013. Hal ini berarti semakin tinggi uang saku siswa, maka kebiasaan sarapan siswa semakin rendah. Orang tua biasanya membekali anak dengan uang jajan apabila anak berangkat ke sekolah terutama bila anak tidak sempat sarapan di rumah Kompas 2010. Hasil uji korelasi terhadap uang saku dengan kebiasaan membawa bekal makanan menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan r=-0.526; p=0.000. Hal ini berarti semakin tinggi uang saku siswa, maka kebiasaan membawa bekal makan siswa semakin rendah. Orang tua terkadang hanya membekali anak dengan uang saku saja atau dengan snack saja, sehingga anak yang sudah dibekali snack tidak mendapatkan uang jajan dari orang tuanya atau pun sebaliknya. Hasil uji korelasi terhadap uang saku dengan kebiasaan jajan menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan r=0.368; p=0.004. Hal ini membuktikan bahwa uang saku siswa digunakan untuk jajan di sekoah. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara pendidikan ibu dengan kebiasaan jajan siswa r=-0.310; p=0.017. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan ibu, maka kebiasaan jajan siswa semakin rendah. Menurut Madanijah 2004, ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik. Oleh karena itu, ibu cenderung akan lebih membatasi kebiasaan jajan anak di sekolah mengingat banyaknya peredaran makanan jajanan anak di sekolah yang tidak higienis dan memakai bahan kimia bukan makanan Kompas 2006. Konsumsi Pangan Makanan yang baik adalah dasar utama bagi kesehatan. Makanan merupakan unsur terpenting bagi makhluk hidup terutama anak, karena tidak hanya menentukan kesehatan anak pada masa sekarang, tetapi juga berpengaruh terhadap keadaan di tahun-tahun mendatang Sukarni 1989. Berdasarkan tabel 21, dapat diketahui bahwa bahan pangan yang sering dikonsumsi siswa adalah nasi, kentang, mie kering, roti putih, makaroni, dan sereal. Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat paling banyak pada kedua kelompok adalah nasi, dengan frekuensi dan jumlah gram lebih tinggi siswa akselerasi dibandingkan siswa reguler. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada frekuensi konsumsi sumber karbohidrat per minggu dan jumlah gram per satu kali makan siswa kedua kelompok p0.05. Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat selama satu bulan Siswa Bahan Pangan Frekuensi kali per minggu gram per 1x makan Nasi 22.84 172.37 Kentang 1.83 66.32 Mie Kering 1.55 53.68 Roti Putih 7.79 54.53 Akselerasi Sereal 4.79 63.16 Rata-rata ± SD 7.76 ± 3.3

82.01 ± 17.7