adanya peningkatan konsumsi pangan sumber zat besi seperti telur, daging, ikan, sayuran hijau, hati, bayam, dan kacang-kacangan, untuk menghindari
terjadinya defisiensi besi. Menurut As-sayyid 2006, kekurangan zat besi dapat mengakibatkan idiot, malas, lemas, kehilangan semangat, sulit menyerap
informasi, dan mudah terserang penyakit. Hal tersebut apabila dialami oleh siswa diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa di sekolah.
Tabel 18 Sebaran sisa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A
Akselerasi Reguler
Total Klasifikasi Tingkat
Kecukupan Vitamin A n
n n
Kurang 1
5.26 4
10.00 5
8.47 Cukup
18 94.74
36 90.00
54 91.53
Total 19
100 40
100 59
100 Rata-rata ± SD
195.6 ± 79.38 129.5 ± 53.02
150.16 ± 69.11
Berdasarkan data pada tabel 18, rata-rata tingkat kecukupan vitamin A siswa pada kelas akselerasi dan reguler termasuk pada kategori cukup, sehingga rata-
rata tingkat kecukupan vitamin A secara keseluruhan termasuk dalam kategori cukup 150.16 ± 69.11. Hal ini sudah tergolong baik karena rata-rata kebutuhan
vitamin siswa sudah terpenuhi. Tabel 19 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C
Akselerasi Reguler
Total Klasifikasi Tingkat
Kecukupan Vitamin C n
n n
Kurang 15
78.95 28
70.00 43
72.88 Cukup
4 21.05
12 30.00
16 27.12
Total 19
100 40
100 59
100 Rata-rata ± SD
63.87 ± 72.81 54.18 ± 52.73
57.07 ± 59.32
Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C siswa pada kelas akselerasi dan reguler termasuk pada kategori kurang 57.07 ± 59.32. Kekurangan vitamin C
dapat mengakibatkan badan menjadi lemas dan pucat Budiyanto 2002. Apabila hal tersebut terjadi pada saat kegiatan belajar di sekolah, Hal ini diduga dapat
menurunkan kemampuan siswa dalam menyerap informasi pelajaran di sekolah. Oleh karena itu, perlunya peningkatan konsumsi makanan sumber vitamin C
seperti buah dan sayur untuk mencegah dampak negatif dari kekurangan vitamin C tersebut.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi,
dan sosial budaya Suhardjo 1989. Kebiasaan makan adalah faktor penting
yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan. Kebiasaan makan yang tidak baik dicerminkan dengan terjadinya kelebihan asupan dan penyakit akibat gizi
Atmarita 2005. Hal yang diteliti mengenai kebiasaan makan contoh adalah frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan membawa bekal ke sekolah,
dan kebiasaan jajan. Menurut berbagai kajian, frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari,
ini berarti makan pagi sarapan hendaknya jangan ditinggalkan. Seringkali orang mengabaikan sarapan karena diburu oleh waktu yang sempit. Sebagian orang
harus meninggalkan rumah sejak pagi-pagi untuk memulai aktivitasnya ditempat kerja. Sementara di rumah makan pagi belum tersedia, akhirnya makan pagi
ditinggalkan tanpa ada perasaan bersalah Khomsan 2002. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi
apabila hanya makan 1 kali atau 2 kali sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan seseorang tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak.
Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni 3 kali sehari termasuk makan pagi Khomsan 2002. Dari tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian
besar siswa pada kelas akselerasi dan kelas reguler memiliki kebiasaan makan 3 kali dalam sehari dengan persentasi masing-masing 68.42 dan 77.50. Hal ini
berarti bahwa frekuensi makan sehari siswa sudah tergolong baik. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai frekuensi makan
siswa kedua kelompok p0.05. Makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan
aktivitas fisik pada hari itu. Manfaat melakukan makan pagi, antara lain : pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan
untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik sehingga berdampak
positif untuk meningkatkan produktivitas dalam hal ini adalah prestasi belajar. Kedua, pada dasarnya makan pagi akan memberikan kontribusi penting akan
beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis
dalam tubuh Khomsan 2002. Tidak makan pagi dapat menyebabkan tubuh kekurangan glukosa dan
menyebabkan tubuh menjadi lemah dan kurang konsentrasi karena tidak adanya suplai energi Khomsan 2002. Berdasarkan data pada tabel 21, dapat dilihat
bahwa kebiasaan sarapan yang dimiliki siswa pada kelas akselerasi dan kelas
reguler sudah termasuk baik. Sebagian besar siswa pada kedua kelompok selalu melakukan sarapan. Persentase siswa yang selalu melakukan sarapan masing-
masing adalah 57.89 pada kelas akselerasi dan 52.50 pada kelas reguler. Makanan yang dikonsumsi saat sarapan oleh sebagian siswa pada kedua
kelompok adalah nasi dan lauk pauk. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai kebiasaan sarapan siswa kedua kelompok
p0.05. Proporsi terbesar siswa pada kelas akselerasi memiliki kebiasaan selalu
membawa bekal ke sekolah 42.11. Makanan yang dibawa sebagai bekal pada umumnya adalah nasi dan lauk pauk 78.95, sedangkan proporsi
terbesar siswa pada kelas reguler memiliki kebiasaan kadang-kadang membawa bekal ke sekolah 42.50. Makanan yang dibawa sebagai bekal pada umumnya
adalah nasi dan lauk pauk 80.56. Berdasarkan hasil pengamatan, di sekolah SD Sudirman terdapat catering untuk makan siang yang disediakan oleh sekolah
atau pun oleh orangtua murid. Hal ini menyebabkan terdapat anak yang jarang atau tidak pernah membawa bekal ke sekolah. Hasil uji beda menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai kebiasaan membawa bekal siswa kedua kelompok p0.05.
Sebanyak 73.68 siswa pada kelas akselerasi terkadang membeli makanan jajanan di sekolah, sedangkan sebanyak 50 siswa pada kelas reguler selalu
membeli makanan jajanan di sekolah. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai kebiasaan jajan siswa kedua kelompok
p0.05. Menurut Husaini et al 1993, peranan makanan jajanan cukup signifikan dalam menyumbang energi dan zat-zat gizi terhadap total konsumsi
setiap hari. Akan tetapi dalam buku Kompas 2010 menyebutkan bahwa jajan juga mempunyai aspek negatif yang harus diwaspadai. Terlalu sering jajan dapat
mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga mengancam kesehatan
anak. Husaini et al 1993 juga menyatakan bahwa masalah lapar pada waktu
sekolah dapat mempengaruhi prestasi belajar. Rasa lapar sementara karena tidak sarapan pagi dapat mengganggu konsentrasi belajar, menurunkan
kemampuan memecahkan soal, dan sering membuat kesalahan dalam perhitungan matematik. Oleh karena itu, kebiasaan sebagian siswa untuk
sarapan dan membawa bekal yang sudah tergolong baik, perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan mengingat pentingnya sarapan dan membawa bekal.
Hubungan antara kebiasaan jajan dengan kebiasaan membawa bekal makanan siswa menunjukkan hubungan negatif dan signifikan antara r=-0.293;
p=0.024. Hal ini berarti semakin tinggi kebiasaan membawa bekal siswa, maka kebiasaan jajan siswa semakin rendah. Makanan jajanan pada umumnya
dikonsumsi pada saat waktu istirahat sekolah. Pada waktu istirahat, anak mulai merasa lapar setelah mengikuti pelajaran. Anak yang membawa bekal akan
menangani rasa lapar dengan memakan bekal makanannya sehingga tidak perlu lagi untuk membeli jajanan.
Tabel 20 sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan
Akselerasi Reguler
Total Uji Beda
Kebiasaan Makan
Kriteria n
n n
p
1 kali 0.00
0.00 0.00
2 kali 0.00
4 10.00
4 6.78
3 kali 13
68.42 31
77.50 44
74.58 Frekuensi
makan dalam
sehari 3 kali
6 31.58
5 12.50
11 18.64
0.484 Selalu
11 57.89
21 52.50
32 54.24
Kadang-kadang 7
36.84 11
27.50 18
30.51 Jarang
1 5.26
7 17.50
8 13.56
Sarapan pagi
Tidak pernah 0.00
1 2.50
1 1.69
0.251 Nasi
+ lauk
pauk 10
52.63 22
56.41 32
54.24 Mie
1 5.26
2 5.13
3 5.08
Roti 7
36.84 14
35.90 21
35.59 Makanan
yang dikonsumsi
saat sarapan
Lainnya 1
5.26 1
2.56 2
3.39 -
Selalu 8
42.11 11
27.50 19
32.20 Kadang-kadang
6 31.58
17 42.50
23 38.98
Jarang 5
26.32 8
20.00 13
22.03 Kebiasaan
membawa bekal
Tidak pernah 0.00
4 10.00
4 6.78
0.250 Nasi
+ lauk
pauk 15
78.95 29
80.56 44
74.58 Mie
0.00 0.00
0.00 Roti
4 21.05
7 19.44
11 18.64
Makanan sebagai
bekal Lainnya
0.00 0.00
0.00 -
Selalu 4
21.05 20
50.00 24
40.68 Kadang-kadang
14 73.68
16 40.00
30 50.85
Jarang 0.00
4 10.00
4 6.78
Kebiasaan jajan
Tidak pernah 1
5.26 0.00
1 1.69
0.119
Hasil uji korelasi spreamen menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara uang saku dengan sarapan r=-0.322; p=0.013. Hal ini berarti
semakin tinggi uang saku siswa, maka kebiasaan sarapan siswa semakin rendah. Orang tua biasanya membekali anak dengan uang jajan apabila anak
berangkat ke sekolah terutama bila anak tidak sempat sarapan di rumah Kompas 2010. Hasil uji korelasi terhadap uang saku dengan kebiasaan
membawa bekal makanan menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan r=-0.526; p=0.000. Hal ini berarti semakin tinggi uang saku siswa, maka
kebiasaan membawa bekal makan siswa semakin rendah. Orang tua terkadang hanya membekali anak dengan uang saku saja atau dengan snack saja,
sehingga anak yang sudah dibekali snack tidak mendapatkan uang jajan dari orang tuanya atau pun sebaliknya. Hasil uji korelasi terhadap uang saku dengan
kebiasaan jajan menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan r=0.368; p=0.004. Hal ini membuktikan bahwa uang saku siswa digunakan untuk
jajan di sekoah. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan adanya hubungan negatif dan
signifikan antara pendidikan ibu dengan kebiasaan jajan siswa r=-0.310; p=0.017. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan ibu, maka kebiasaan jajan
siswa semakin rendah. Menurut Madanijah 2004, ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan
anak yang baik. Oleh karena itu, ibu cenderung akan lebih membatasi kebiasaan jajan anak di sekolah mengingat banyaknya peredaran makanan jajanan anak di
sekolah yang tidak higienis dan memakai bahan kimia bukan makanan Kompas 2006.
Konsumsi Pangan
Makanan yang baik adalah dasar utama bagi kesehatan. Makanan merupakan unsur terpenting bagi makhluk hidup terutama anak, karena tidak
hanya menentukan kesehatan anak pada masa sekarang, tetapi juga berpengaruh terhadap keadaan di tahun-tahun mendatang Sukarni 1989.
Berdasarkan tabel 21, dapat diketahui bahwa bahan pangan yang sering dikonsumsi siswa adalah nasi, kentang, mie kering, roti putih, makaroni, dan
sereal. Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat paling banyak pada kedua kelompok adalah nasi, dengan frekuensi dan jumlah gram lebih tinggi siswa
akselerasi dibandingkan siswa reguler. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada frekuensi konsumsi sumber
karbohidrat per minggu dan jumlah gram per satu kali makan siswa kedua kelompok p0.05.
Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat selama satu bulan
Siswa Bahan Pangan
Frekuensi kali per minggu gram per 1x makan
Nasi 22.84
172.37 Kentang
1.83 66.32
Mie Kering 1.55
53.68 Roti Putih
7.79 54.53
Akselerasi Sereal
4.79 63.16
Rata-rata ± SD 7.76 ± 3.3
82.01 ± 17.7