Pengaruh Konsumsi, Status Gizi, dan Aktivitas Sehari-hari dengan Prestasi Belajar Murid Akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta

(1)

and daily activities to acceleration student learning achievement in elementary schools of Islamic PB Sudirman Jakarta. Supervised by FAISAL ANWAR and IKEU EKAYANTI.

In general, this study aims to analyze consumption patterns, nutritional status, activity patterns, as well as its relationship with student learning achievement in primary schools of Islamic acceleration PB Sudirman Jakarta. Subjects in this study consisted of two groups, namely the acceleration of fourth-grade students in fifth grade to the accelerated program and fifth grade students who follow a regular program. Sampling occurs on the basis of class and randomly selected by cluster random method. The number of 5 th grade students of Islam PB Sudirman is 307 children divided into two learning systems. In the early stages of sample selection, random cluster method performed on each method of learning. From the results of the randomization, each derived class one regular and one-class acceleration. The total sample in this study as many as 59 students consisting of 19 acceleration students and 40 regular students. Research methods including interviewing subjects to determine the characteristics of the subjects and its parent, eating habits, food consumption, patterns of student activity; and direct measurements to determine the nutritional status of students. Student learning achievement data obtained based on the student report cards. Results showed that parental education, age, sufficient levels of vitamin A, the frequency and amount of carbohydrate and animal protein intake, the amount of consumption of fruits and milk, the allocation of time to watching television, and learning achievement both groups significantly different (p <0.05). Test results of multiple linear regression analysis showed that the variables that affect student achievement are age, number of fruit consumption (grams per one meal), the allocation of time to sleep at night, sufficient levels of vitamin A, and the amount of carbohydrate intake (grams per one meal).

Keywords : influence of consumption, influence of nutritional status, daily activities, acceleration student, student learning achievement, elementary schools of Islamic students


(2)

Indonesia selama empat dekade terakhir ini mencatat berbagai kemajuan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dengan adanya indikasi membaiknya berbagai indikator SDM yang ditunjukkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), seperti lamanya hidup, pendidikan, dan tingkat kehidupan yang layak. Akan tetapi, pencapaian IPM Indonesia masih tertinggal dari Negara-negara tetangga anggota ASEAN lainnya. Nilai IPM Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam pada tahun 2001 (WKNPG VIII). Berdasarkan data Menkokesra (2010), nilai IPM Indonesia dari tahun sebelumnya berada pada ranking 108 dari 169 negara dan masih dibawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia tersebut akibat pembangunan Indonesia beberapa tahun lalu lebih terpusat pada upaya mengejar pertumbuhan ekonomi, sehingga pendidikan terabaikan (Siswono 2003). Namun, saat ini pendidikan di Indonesia sudah menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam upaya nmeningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut dapat dilihat melalui dana alokasi untuk pendidikan yang mencapai 20% dari anggaran belanja Negara.

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki sifat tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Atmarita & Fallah 2004). Pangan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang mendasar menjadi hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang (Martianto & Ariani 2004). Menurut As-Sayyid (2006), Makanan seimbang dipandang sebagai faktor penting bagi kemajuan suatu bangsa, dan kemampuannya untuk menghasilkan produktivitas dan aktivitas yang bermanfaat.

Pendidikan di Indonesia sudah menjadi kebutuhan dasar minimal seseorang yang harus dimiliki. Pendidikan dinilai sangat penting, karena pendidikan merupakan proses utama untuk mencetak generasi penerus bangsa. Hal tersebut tercantum dalam UU Nomor 20 Bab II Pasal 3 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, yang berbunyi :“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa


(3)

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Sekolah dasar adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah”.

Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang harus diperhatikan perkembangannya, karena anak merupakan generasi emas penerus bangsa yang berperan penting dalam pembangunan nasional di masa yang akan datang. Pada tahap usia 6-12 tahun, anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, baik dari segi kesehatan atau pun kecerdasan, yang akan mempengaruhi kualitas SDM dimasa mendatang, sehingga memerlukan zat gizi yang optimal dan pendidikan yang berkualitas.

Sekolah dasar sebagai pendidikan dasar untuk anak usia 6-12 tahun pada umumnya akan ditempuh dalam waktu 6 tahun. Akan tetapi, beberapa tahun belakangan ini mulai diadakan suatu program pembelajaran dimana murid dapat menempuh waktu belajar di sekolah dasar lebih cepat. Program percepatan pembelajaran tersebut dinamakan akselerasi. Program akselerasi tersebut dikhususkan bagi murid yang memiliki kecerdasan spesial untuk dapat memaksimalkan kecerdasan yang dimilikinya, seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 yang berbunyi: “ Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus”, dan pada pasal 24 yang berbunyi: “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (ayat 1) dan menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan (ayat 6)”.


(4)

Salah satu realisasi pendidikan, sebagai amanat konstitusi adalah layanan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Program percepatan belajar (PPB) atau akselerasi sebagai salah satu pilihan program layanan khusus pendidikan nasional. Program akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua tahun pada jenjang SMP dan SMA. Tujuan umum program ini adalah memberikan layanan kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuannya. Program akselerasi ini ditetapkan pemerintah pada tahun 2000 ketika Mendiknas dipimpin oleh Yahya Muhaimin meluncurkan Program Percepatan Belajar (PPB) atau lebih dikenal dengan sebutan program akselerasi pada SD, SMP, dan SMA (Nulhakim 2007).

Program akselerasi dikhususkan untuk anak yang memiliki intelegensi superior (IQ) diatas 130 (Akbar 2004). Proses rekruitmen untuk melihat potensi siswa dilakukan secara multidimensional dengan mengembangkan konsep keterbakatan dari Renzulli, Reis dan Smith (1978). Dalam konsep itu menyebutkan bahwa anak berbakat mempunyai IQ minimal 125 menurut skala Wechsler, selain itu harus mempunyai task commitment dan creativity quotion di atas rata-rata. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tidak semua anak memiliki kesempatan untuk masuk dalam kelas akselerasi karena untuk menjadi murid akselerasi secara keseluruhan harus mempunyai kecerdasan di atas rata-rata.

Persyaratan tersebut telah membuat suatu perbedaan antara kelas akselerasi dan kelas regular (umum) pada umumnya, walaupun tidak dapat dipungkiri adanya kemungkinan bahwa sebenarnya anak-anak di kelas regular (umum) memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tidak kalah tinggi dengan anak-anak dikelas akselerasi.

Kecerdasan kognitif seseorang erat kaitannya dengan status gizi seseorang (Hardinsyah 2007). Anak yang memiliki status gizi baik dan memiliki pola kebiasaan yang baik, akan memiliki kecerdasan yang baik pula. Status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang dan kemampuan seseorang dalam menangkap pelajaran di sekolah, sehingga seseorang yang memiliki status gizi baik akan memiliki daya tangkap yang lebih baik dan dapat memperoleh prestasi yang baik pula di sekolahnya. Sebaliknya jika seseorang memiliki status gizi yang


(5)

kurang akan berdampak pada kecerdasan sehingga kurang optimal dalam menangkap pelajaran di sekolah sehingga prestasi belajar kurang baik. Berg (1986) menyatakan bahwa gizi kurang dapat mengganggu motivasi anak, kemampuannya untuk berkonsentrasi, dan kesanggupannya untuk belajar. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi prestasi belajar anak. Pengklasifikasian murid berdasarkan kelas akselerasi dan kelas regular mengisyaratkan adanya perbedaan kecerdasan murid, walaupun sebenarnya hal tersebut belum dapat dipastikan.

Pencapaian prestasi belajar yang baik dari seorang peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Cahyaningrum (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang anak panti asuhan adalah sarana belajar, lingkungan, pergaulan, dan pola belajar, sedangkan menurut Triyanti (2005), prestasi belajar seorang anak sekolah dasar negeri dipengaruhi oleh kebiasaan makan pagi.

Kecerdasan seorang peserta didik selain dipengaruhi oleh status gizinya, juga dipengaruhi oleh status ekonomi keluarga, keadaan keluarga, pola konsumsi sehari-hari, dll. Beragamnya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang anak, menimbulkan pertanyaan apa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak sekolah dasar, baik siswa reguler dengan sistem pembelajaran umum atau siswa akselerasi dengan sistem percepatan pembelajaran. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya pengkajian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap seorang anak untuk mencapai prestasi belajar yang baik.

Tujuan Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi, status gizi, pola aktivitas, serta hubungannya dengan prestasi belajar murid akselerasi di SD Islam PB Sudirman Jakarta.

Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta.

2. Menganalisis pola konsumsi dan status gizi siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta


(6)

3. Menganalisis pola aktivitas siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta

4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa

Hipotesis

Prestasi belajar dipengaruhi oleh konsumsi makan, status gizi, pola aktivitas, dan karakteristik keluarga.

Kegunaan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran tentang pola konsumsi dan kebiasaan makan, status gizi, pola aktivitas, dan karakteristik keluarga serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada para orang tua dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan status gizi anak yang erat kaitannya dengan prestasi belajar di sekolah.


(7)

Usia masuk sekolah

Menurut Nurdadi (2001), seorang anak dikatakan telah pantas masuk sekolah dasar (SD) apabila telah mencapai kematangan untuk duduk di kelas 1 SD seperti :

1. Kematangan fisik, termasuk kematangan fungsi-fungsi motorik halus. Contohnya Anak telah siap untuk menulis

2. Kemampuan memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang cukup lama

3. Kemampuan menerima otoritas, sehingga bersedia mendengarkan perintah

4. Kemampuan mengendalikan emosinya

5. Kemandirian, misalnya mengurus diri sendiri di toilet, memakai sepatu, makan, dan sebagainya.

Menurut Suhesti dalam Laela (2008), anak yang mogok sekolah kemudian mengalami stres dapat disebabkan karena faktor usia yang belum matang. Umur bagi anak sekolah dasar, menggambarkan kesiapan mental dan kematangan dalam belajar. Secara logika, dengan bertambahnya umur siswa, maka bertambah pula tingkat kematangan dan kesiapan mental dalam belajar yang sesuai dengan jenjang kelas yang ditempuhnya (Abdat 2007). Meskipun demikian, banyak orangtua yang berkeinginan untuk sesegera mungkin mendaftarkan anaknya ke SD meskipun usia anak belum cukup. Mungkin pada awalnya, saat duduk di kelas satu atau dua anak dapat mengikuti pelajaran yang diberikan, tetapi selanjutnya saat anak berada di kelas lima atau enam anak akan merasa bosan, jenuh, malas, sehingga harus selalu dibimbing atau diberikan semangat. Hal tersebut berbeda dengan anak yang sudah matang.

Berdasarkan surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, Suyanto, Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 yang ditujukan kepada para gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indoensia, bahwa kriteria calon peserta didik SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun. Pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog (Rachman 2010).


(8)

Karakteristik Keluarga Besar keluarga

Definisi keluarga menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Hal ini berarti adanya ikatan perkawinan dan ikatan darah di dalam suatu keluarga.

Keluarga adalah tempat yang penting untuk anak memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar menjadi orang yang berhasil. Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Bentuk keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Besar keluarga menunjukkan banyaknya anggota dalam suatu keluarga. Adanya kepadatan dalam keluarga akan mengganggu pola dan corak hubungan antar anggota keluarga sehingga jaringan komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya (Gunarsa & Gunarsa 2004).

Pendidikan Orang tua

Pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pendidikan/ perkembangan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak (Gunarsa & Gunarsa 2006). Orang tua dengan pendidikan formal yang tinggi akan memiliki partisipasi yang lebih besar pada segala sesuatu yang berhubungan dengan stimulasi dan pendidikan anak, dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah (Csikezentmihalyi 1996 dalam Ginting 2005). Hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar anak baik secara langsung ataupun tidak, karena orang tua berperan penting dalam memenuhi faktor-faktor yang dapat menunjang keberhasilan anak.

Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah. Menurut Hardinsyah (2007), seorang ibu yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi akan mampu mengasuh anaknya, sehingga skor kognitifnya lebih tinggi dibandingkan anak dari ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.


(9)

Pekerjaan dan Pendapatan Keluarga

Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga karena berhubungan dengan pendapatan dan penghasilan keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan pendidikan anak. Faktor biaya merupakan hal yang sangat penting karena proses belajar memerlukan biaya untuk membeli perlengkapan sekolah, fasilitas untuk mendukung pembelajaran, uang sekolah dan biaya lainnya. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, buku, dan sebagainya. Fasilitas belajar tersebut hanya dapat dipenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang (Slameto 2003).

Pendapatan keluarga juga akan mempengaruhi konsumsi keluarga. Menurut Taylor (1977) dalam Hardinsyah (1997) pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dll yang dapat mempengaruhi status gizi. Jika anak hidup dalam keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah maka kebutuhan anak akan konsumsi menjadi kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajarnya juga tergangggu. Namun, terdapat kemungkinan anak yang berasal dari keluarga kurang mampu belajar lebih giat karena ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya, anak dari keluarga golongan ekonomi tinggi memiliki kecenderungan dimanja oleh orang tua. Anak hanya bersenang-senang sehingga kurang dapat memusatkan perhatian pada kegiatan belajar.

Fasilitas Belajar

Hakim (2005) mengatakan bahwa untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal diperlukan fasilitas belajar yang lengkap. Fasilitas belajar yang lengkap akan mempermudah, mempercepat, dan memperdalam pengertian siswa dalam proses belajar. Fasilitas belajar di sekolah yang sangat diperlukan untuk menunjang prestasi belajar yang semaksimal mungkin diantaranya adalah meja, kursi, alat tulis, papan tulis, alat peraga, kelas yang memenuhi syarat, laboratorium, dan perpustakaan, sedangkan menurut Slamet (2003), fasilitas belajar yang dibutuhkan anak di rumah seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, buku, dan sebagainya.

Aktivitas Individu

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) no 22 tahun 2006, di dalam sistem pendidikan di Indonesia ada yang disebut


(10)

dengan Standar Isi. Selain menetapkan materi yang harus dipelajar siswa, standar isi itu mengatur jumlah jam pelajaran di setiap jenjang pelajaran sekolah, mulai tingkat SD hingga SMA. Sebagai gambaran, beban jam di setiap jenjang pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Lama waktu belajar pada setiap jenjang pendidikan

Jam/tahun Jam/minggu

SD kelas 1 s/d 3 516 – 621 15 – 16

SD kelas 4 s/d 6 639 – 709 16.8 - 18.6

SMP 725 – 811 19 – 21

SMA 969 – 1111 25.5 - 29.2

Menurut Soekirman et al (1999) dalam Agustina (2003), aktivitas utama anak sekolah digolongkan dalam 8 kegiatan yaitu 1) belajar selama jam sekolah, 2) belajar diluar jam sekolah, 3) menonton TV, 4) bermain, 5) olahraga, 6) membantu pekerjaan orang tua, 7) tidur siang, dan 8) tidur malam, sedangkan menurut Craig, Turner, dan Helms (1986) dalam Agustina (2003), kegiatan anak sekolah dibagi menjadi : 1) aktivitas belajar di sekolah, 2) aktivitas bermain, 3) aktivitas olahraga, dan 4) aktivitas ekstra kulikuler.

Aktivitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya. Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktivitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatih fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark 1987 dalam Agustina 2003).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, dan sosial budaya (Suhardjo 1996). Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan (Atmarita 2004). Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan makan keluarga akan menjadi contoh bagi generasi muda dalam keluarga tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengkonsumsi Pangan Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga


(11)

dan individu. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang (Suhardjo 1996). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).

Pendapatan

Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang pertumbuhan anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan baik primer maupun sekunder (Soetjiningsih 1994).

Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, termasuk didalamnya pemberian makan. Suhardjo (1996) mengatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.

Pekerjaan

Besar pendapatan yang diterima seseorang akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Tingkat pendapatan seseorang dipengaruhi oleh jenis pekerjaan seseorang.

Kecukupan Gizi Anak

Angka Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan mencakup hamper semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui. Angka Kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi. Angka kebutuhan gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor yang mempengaruhi angka kebutuhan gizi, seperti genetik, aktivitas, dan berat badan (Sudiarti & Utari 2007).

Seseorang yang kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat menyebabkan penyakit defisiensi. Kekurangan yang hanya ringan dapat


(12)

menimbulkan menurunnya kemampuan fungsi meskipun kadang-kadang tidak disadari hal tersebut disebabkan faktor gizi. Beberapa contoh penyakit kekurangan gizi, misalnya kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi belajar dan kemampuan bekerja juga kekebalan menurun. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan buta senja dan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi menurun (Sudiarti & Utari 2007). Menurut Hardinsyah (2007), kekurangan gizi dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia melalui gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan kemampuan kognitif dan kemampuan fisik atau stamina. Kekurangan gizi berpengaruh buruk pada keinginan anak untuk masuk sekolah, belajar, dan berprestasi.

Di usia remaja, anak sangat membutuhkan energi, protein, dan vitamin dalam jumlah besar, khususnya vitamin A, B, dan C, juga mineral (khususnya zat besi dan kalsium), sebab pertumbuhan meraka berlangsung dengan cepat (As-sayyid 2006). Angka kecukupan energi individu pada remaja berbeda pada tingkatan usia dan jenis kelamin, hal ini disebabkan kebutuhan zat gizi antara pria dan wanita berdasarkan pada pengeluaran energi (Hardinsyah & Tambunan 2004). Berikut adalah tabel angka kecukupan gizi siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 2 Angka kecukupan gizi berdasarkan umur dan jenis kelamin

Golongan Umur BB TB E P Vit A Vit C Ca Fe

Anak 7-9 thn 25 120 1800 45 500 45 600 10

Pria 10-12 thn 35 138 2050 50 600 50 1000 13

Wanita 10-12 thn 37 145 2050 50 600 50 1000 20

Sumber : WKNPG 2004

Konsumsi Pangan dan Gizi

Pangan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Pangan berdasarkan Undang-undang pangan no. 7 tahun 1996, diartikan sebagai segala seseuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Dari segi manfaat, pangan tidak hanya bermanfaat guna memenuhi kebutuhan fisiologis manusia untuk tumbuh sehat, kuat, dan cerdas, tetapi juga memenuhi kebutuhan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat yang terkait dengan sistem ekologi (Soekirman 2007).

Menurut Suhardjo (1989), pangan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air yang berguna untuk kelangsungan hidup.


(13)

Kebutuhan utama tubuh ialah energi yang apabila tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar kebutuhan tubuh akan protein juga tidak terpenuhi. Apabila kebutuhan energi sudah dapat tercukupi melalui makanan sehari-hari yang seimbang, maka kecukupan protein, lemak, vitamin, dan mineral akan dipenuhi dari makanan sehari-hari yang seimbang. Kecukupan konsumsi makanan dapat ditentukan dengan menganalisis kandungan zat gizinya kemudian dibandingkan dengan standar Angka kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk mencapai suatu tingkat gizi dan kesehatan yang optimal (Suhardjo 1989).

Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah 1) karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, dan kesehatan; 2) karakteristik makanan/pangan seperti rasa, rupa, tekstur, harga, dan kombinasi makanan; 3) karakteristik lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat sosial masyarakat (Sanjur 1982), sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah 1) produk pangan (jumlah dan jenis makanan), 2) pembagian makanan atau pangan, 3) akseptabilitas/daya terima, 4) prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, 5) pantangan pada makanan tertentu, 6) kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, 7) keterbatasan ekonomi, 8) kebiasaan makan, 9) selera makan, 10) sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan), dan 11) pengetahuan gizi (Budiyanto 2002)

Kesehatan merupakan syarat utama yang harus dimiliki siswa untuk mencapai prestasi atau intelegensi yang tinggi. Syarat ini dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pengaturan makanan seimbang atau penambahan zat-zat gizi spesifik pada susunan makanan yang dikonsumsi seseorang akan memperbaiki atau menghilangkan kondisi-kondisi yang tidak diinginkan. Keseimbangan zat gizi dalam tubuh sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental secara menyeluruh (Wirakusumah 1993 dalam Rina 2008).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi zat gizi makanan (Gibson 2005). Status gizi anak sangat ditentukan oleh konsumsi pangan dan pola pengasuhan yang didapatnya. Semakin baik kondisi pangan yang dikonsumsi, baik secara kualitas maupun kuantitas, dan semakin


(14)

baik pola pengasuhan yang didapat, maka semakin baik status gizi anak. Pada masa kanak-kanak, status gizi secara langsung berpengaruh terhadap imunitas, perkembangan kognitif, pertumbuhan, dan stamina tubuh. Pada masa dewasa, status gizi erat kaitannya dengan kesehatan, stamina, dan kapasitas kerja yang maksimal (Hardinsyah 2007).

Asupan gizi yang baik sering tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak karena faktor dari luar dan dalam. Faktor luar diakibatkan keterbatasan ekonomi keluarga, sedangkan faktor internal ada dalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema makan anak. Sedikitnya makanan yang masuk kedalam perut anak dapat menjadi indikasi bahwa anak mempunyai peluang besar untuk menderita kurang gizi. Indikator status gizi kurang dicerminkan oleh berat badan atau tinggi badan anak dibawah standar ( Supariasa et al 2001).

Anak yang cerdas cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan anak yang kecerdasannya rata-rata atau dibawah rata-rata. Anak yang berbakat mungkin berasal dari keluarga yang semua anaknya berstatus gizi lebih dan tumbuh besar karena adanya gizi dan perawatan yang lebih baik (Kusumaningrum 2006).

Unsur-Unsur Zat Gizi

Unsur-unsur yang terdapat dalam makanan, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, dan air berfungsi mengaktifkan seluruh fungsi tubuh. Karbohidrat merupakan sumber pokok untuk menambah kekuatan manusia. Unsur ini sangat dibutuhkan untuk aktivitas dan gerakan yang terus-menerus dalam tubuh manusia. Kelebihan dari komposisi unsur ini disimpan dalam bentuk lemak dalam beberapa jaringan tubuh (As-Sayyid 2006).

Protein memainkan peran yang sangat besar dalam membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, sekaligus memperbarui sel-sel yang rusak, serta memelihara jaringan otot. Proses pencernaan akan mengubah protein menjadi asam amino yang kemudian diserap oleh pembuluh-pembuluh darah dalam lambung, lalu dikirim ke hati untuk kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Dalam tubuh terdapat sekitar 20 jenis asam amino. Dalam tubuh manusia terdapat sekumpulan asam amino dasar yang tidak diproduksi oleh tubuh dan terdapat di dalam protein hewani, seperti daging, ikan, unggas, telur, susu, dan berbagai makanan yang diproduksi darinya. Protein nabati yang terdapat pada biji-bijian dan sayur-sayuran hanya mengandung sedikit asam amino dasarnya. Oleh karena itu, makanan ini tergolong tidak seimbang dan ada keharusan untuk


(15)

memvariasikan komposisi protein agar dapat melengkapi sebagian lainnya (As-sayyid 2006).

Vitamin merupakan menu dasar bagi makanan seimbang, karena tanpanya, pemanfaatan energi yang bersumber dari karbohidrat, lemak, dan protein tidak akan berjalan sempurna. Jumlah vitamin yang lazim dibutuhkan tubuh manusia ada 13 vitamin (As-sayyid 2006).

Vitaimin A sangat dibutuhkan tubuh untuk membangun dan memelihara jaringan agar tetap baik dan sehat, supaya masing-masing jaringan itu dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, khususnya mata, kulit, tulang, jaringan pernapasan dan pencernaan, serta fungsi kekebalan (imunitas) tubuh. Selain itu, vitamin A juga sangat penting untuk menjaga vitalitas tubuh disetiap fase yang dilaluinya. Kekurangan vitamin dapat menyebabkan lemah penglihatan pada malam hari (rabun ayam) (As-Sayyid 2006). Lemah penglihatan ini tentu saja dapat mengganggu anak dalam beraktivitas di malam hari, mengganggu anak dalam belajar sehari-hari yang akan mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar anak. Menurut As-sayyid (2006), vitamin A terdapat dalam makanan hewani seperti hati, telur, susu, dan ASI (air susu ibu). Sebagaimana buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki warna pekat, minyak korma merah, kelapa, buah-buahan berwarna kuning seperti mangga, apricot yang mengandung zat karotin yang memungkinkan bagi tubuh untuk mengubahnya menjadi vitamin A di dalam sel-sel pencernaan.

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan substansi interseluler (reticulum, collagen), memegang peranan dalam pembentukan gigi dan integritas pembuluh darah.. kekurangan vitamin C dikenal dengan “scury”. Scury ringan dapat ditemukan pada orang-orang yang tidak mendapatkan makanan segar dalam menu sehari-hari, juga pada pemberian makanan orang sakit yang berdiet. Tanda-tanda kekurangan vitamin C adalah 1) kelainan pada gusi, meradang dan mudah berdarah, 2) nyeri pada kaki, 3) lemas, pucat, 4) berat badan turun, dan 5) bila ada luka, penyembuhannya sangat lambat (Budiyanto 2002). Vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi. Vitamin C juga berfungsi mencegah terjadinya oksidasi. Sumber vitamin C adalah buah-buahan, khususnya yang rasanya manis, jambu, dan sayur-sayuran. Vitamin ini mudah hilang saat dimasak atau disimpan terlalu lama (As-sayyid 2006).

Beberapa mineral juga sangat penting dalam makanan seimbang. Mineral ini terbukti membantu tubuh melaksanakan tugasnya secara aktif dan semangat.


(16)

Beberapa jenis mineral masuk ke dalam pembentukan jaringan tubuh, misalnya besi terdapat dalam darah, kalsium dan fosfor di dalam tulang dan flour dalam gigi. Mineral dan vitamin dikenal sebagai unsur-unsur makanan yang lembut, karena tubuh membutuhkannya dalam ukuran tertentu sesuai dengan jumlah karbohidrat, protein, dan lemak. Sebagaimana vitamin, mineral berfungsi membantu terjadinya asimilasi pada makanan (As-sayyid 2006).

Besi sangat penting bagi sel darah merah untuk memelihara seluruh sel tubuh, agar ia dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan aktif. Syaraf tulang belakang merupakan tempat produksinya darah yang bahan bakunya adalah unsur besi (Fe). Zat besi yang tidak mencukupi bagi pembentukan sel darah, akan menyebabkan kekurangan darah (anemia nutritional), menurunkan kekebalan individu, sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Anemia nutritional dapat dijumpai pada anak-anak yang sedang tumbuh, gadis remaja dan wanita, terutama wanita yang sedang mengandung dan menyusui. Seseorang yang menderita anemia gizi akan merasa letih berkepanjangan, lesu, lelah, dan lemah. Istilah ini sama dengan rasa penat, kurang tenaga, atau dengan kata lain kurang gairah (Budiyanto 2002), sedangkan menurut As-sayyid (2006), kekurangan zat besi (kekurangan darah) dapat mengakibatkan idiot, malas, dan lemah, serta kehilangan semangat, sulit menyerap informasi, terganggu pertumbuhan, dan mudah terserang penyakit. Indikasi terserang penyakit ini dapat diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku tangan dan kaki, jari-jari tangan, dan mukosa (cairan lender) mulut. Jika semua bagian tersebut berwarna pucat maka dapat dipastikan terserang anemia (Budiyanto 2002).

Sumber besi diantaranya adalah telur, daging, ikan, tepung, gandum, roti, sayuran hijau, hati, bayam, dan kacang-kacangan. Tubuh tidak menyerap unsur besi dari tumbuh-tumbuhan dalam porsi yang tinggi, tidak seperti yang diserap dari makanan hewani. Oleh karena itu, mengonsumsi vitamin C dan sumber makanan penghasil besi akan sangat membantu penyerapan besi lebih banyak (As-sayyid 2006). Fungsi besi (Budiyanto 2002) diantaranya adalah :

1. Untuk pembentukan hemoglobin darah

2. Untuk mengembalikan hemoglobin kepada nilai normalnya setelah terjadi pendarahan

3. Untuk mengimbangi sejumlah kecil zat besi yang secara konstan dikeluarkan tubuh, terutama lewat urine, feces, dan keringat


(17)

4. Untuk menggantikan kehilangan zat besi lewat darah tubuh 5. Pada laktasi untuk sekresi air susu

Prestasi Belajar

Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman. Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar. Menurut Bloom, prestasi akademik atau prestasi belajar adalah proses belajar yang dialami siswa dan menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintetis, dan evaluasi (Akbar 2004).

Prestasi belajar seringkali diukur dari nilai rapor siswa. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid selama masa tertentu (Suryabrata 2005 dalam Juliani 2007). Belajar adalah proses aktif untuk menentukan atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, baik pada bayi maupun pada anak dan hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang timbul dari dirinya sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar (Akbar 2004) adalah:

1. Faktor yang ada pada siswa

Faktor yang ada pada siswa meliputi taraf intelegensi, bakat khusus, taraf pengetahuan yang dimiliki, taraf kemampuan berbahasa, taraf organisasi kognitif, motivasi, kepribadian, perasaan, sikap, minat, konsep diri, dan kondisi fisik serta psikis.

2. Faktor yang ada pada lingkungan keluarga

Faktor yang ada pada lingkungan keluarga antara lain hubungan antar orang tua, hubungan orang tua dengan anak, jenis pola asuh, dan keadaan sosial ekonomi keluarga.

3. Faktor yang ada di lingkungan sekolah

Faktor-faktor yang ada di lingkungan sekolah yaitu guru (kepribadian guru, sikap guru terhadap siswa, keterampilan didaktik, dan gaya mengajar), kurikulum, organisasi sekolah, Keadaan fisik sekolah dan fasilitas pendidikan, Hubungan sekolah dengan orang tua, dan lokasi sekolah.


(18)

4. Faktor pada lingkungan sosial yang lebih luas

Faktor pada lingkungan sosial yang lebih luas meliputi keadaan sosial, politik, dan ekonomi, serta keadaan fisik seperti cuaca dan iklim.

Akselerasi

Akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa (unggul) dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal. Kebijakan pemerintah dalam pembinaan sekolah penyelenggaraan program percepatan belajar tertuang dalam PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/ 1992 untuk Sekolah dasar, SMP, dan SMA. Pada Kepmendikbud pasal 15 ayat (2) tersebut menyatakan bahwa: pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat melalui jalur pendidikan sekolah dengan menyelenggarakan program percepatan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SD sekurang-kurangnya lima tahun (Akbar 2004).

Program akselerasi itu ada 2 macam: (1) Grade-Based Acceleration, (2) Subject/Content-Based Acceleration. Grade-Based Acceleration diberikan kepada siswa CI+BI yang dinilai memiliki kemampuan baik di hampir semua mata pelajaran, sehingga mampu menyelesaikan studi lebih cepat (2 tahun di SMP/MTs/SMA/MA dan 5 tahun di SD), sedangkan Subject/Content Based acceleration diberikan kepada siswa CI+BI yang dominan di suatu mata pelajaran, sedangkan di mata pelajaran tidak dominan. Bidang spesifik yang muncul dari Subject/content based adalah matematika, natural sains, teknologi, komputer, seni (lukis dan musik), olahraga, bahasa, dan social relationship (Amril 2011).

Proses pembelajaran siswa akselerasi sama dengan siswa regular. Jika peserta didik akselerasi dikumpulkan dalam satu kelas tersendiri maka guru dan siswa dapat menerapkan berbagai strategi belajar. Ciri dominan proses belajar yang khas pada siswa akselerasi adalah pembelajaran individual atau mandiri lebih kontras dilaksanakan daripada siswa regular (Nulhakim 2007).

Menurut Akbar (2004) Sarana dan prasarana yang disediakan sekolah untuk siswa akselerasi meliputi dua hal berikut:


(19)

1. Kegiatan intrakurikuler

Ruang belajar yang memadai, kelengkapan ruang belajar, dan kondisi ruang belajar

2. Kegiatan ekstrakurikuler

Sarana yang membentuk kreativitas, pembinaan akhlak, pengembangan intelektual siswa

Sarana dan prasarana belajar program akselerasi dirancang untuk mampu memenuhi kebutuhan siswa berbakat akademik tinggi dalam kerangka mengembangkan potensinya. Sarana dan prasarana tersebut meliputi sarana fisik bangunan beserta instrumennya maupun sarana dan sumber belajar yang berbasis teknologi tinggi (multimedia) (Nulhakim 2007).

Komponen belajar yang juga penting adalah sistem evaluasi. Pada dasarnya sistem evaluasi program akselerasi sama dengan program regular yang terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah semester (blok), ulangan semester dan Ujian Nasional/Sekolah. Perbedaan terletak pada tes-tes pilihan materi-materi yang bereskalasi sehingga butir-butir soal mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan cakupan yang lebih luas (Nulhakim 2007).


(20)

perkembangan yang pesat, baik dari segi kesehatan atau pun kecerdasan, sehingga memerlukan zat gizi yang optimal dan pendidikan yang berkualitas. Kebutuhan gizi setiap anak berbeda-beda berdasarkan karakteristik anak tersebut. Karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan uang saku akan menentukan kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan pola aktivitas.

Seorang anak laki-laki akan memiliki kebiasaan makan yang berbeda dengan anak perempuan. Anak perempuan cenderung lebih suka mengonsumsi makanan ringan diwaktu senggang dibandingkan dengan anak laki-laki. Perbedaan jumlah uang saku yang diberikan orang tua kepada anak menyebabkan beragamnya jenis makanan jajanan yang dibeli. Hal tersebut akan mempengaruhi kebiasaan makan anak dalam mengonsumsi makanan jajanan.

Faktor-faktor seperti kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan pola aktivitas, selain dipengaruhi oleh karakteristik individu anak, juga dipengaruhi oleh karakteristik orang tua anak. Anak akan memiliki kebiasaan makan yang baik apabila orang tua membiasakan memberikan makanan yang sehat kepada anak. Makanan sehat yang diberikan orang tua tersebut erat hubungan dengan tingkat pendidikan orang tua, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui dan peduli terhadap makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Orang tua yang memiliki pendapatan yang cukup besar, akan memberikan makanan yang lebih berkualitas kepada anaknya baik dari segi keamanan dan kebersihan makanan. Hukum Bennet menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka konsumsi pangan akan bergeser kearah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal seperti pangan hewani yang kandungannya lebih tinggi (Holman 1987 dalam Deni 2009).

Orang tua yang memiliki pekerjaan sibuk, cenderung memberikan makanan bergizi namun instan kepada anaknya. Pemberian makanan instan tersebut akan memperngaruhi kebiasaan makan anak. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang. Hal ini dapat mempengaruhi kebiasaan makan anak sehari-hari.

Kebiasaan makan individu akan mempengaruhi konsumsi pangan individu sehari-hari. Konsumsi pangan individu selain dipengaruhi oleh kebiasaan makan,


(21)

juga dipengaruhi oleh pola aktivitas individu. Aktivitas individu yang berat akan menyebabkan seorang individu lebih banyak mengonsumsi makanan dan sebaliknya pada individu dengan aktivitas ringan. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu dan karakteristik orang tua. Anak laki-laki cenderung memiliki aktivitas yang melelahkan lebih banyak daripada perempuan, karena pada umumnya anak laki-laki lebih gemar bermain di lapangan dan olahraga dibandingkan dengan anak perempuan. Anak dengan usia lebih besar akan memiliki aktivitas yang lebih banyak pula karena semakin bertambahnya usia, maka kemampuan seorang anak dalam mengerjakan seseuatu akan bertambah. Pengaruh uang saku anak dalam aktivitas adalah dalam menentukan jenis aktivitas yang memerlukan biaya. Anak yang mempunyai uang saku lebih banyak memiliki kesempatan lebih besar untuk bermain di “game center” atau berjalan-jalan di luar rumah.

Karakteristik orang tua (pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga) turut menentukan pola aktivitas anaknya. Orang tua yang memiliki pendidikan dan pendapatan tinggi akan menuntun anaknya untuk mengikuti aktivitas yang dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anaknya, seperti les musik, les bahasa, dll, begitu pula sebaliknya apabila pendidikan dan pendapatan orang tua rendah. Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi aktivitas anak sehari-hari. Orang tua yang sibuk bekerja dan tidak punya waktu lebih untuk anak, menyebabkan anak lebih sering bermain di luar rumah dengan teman-temannya.

Kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan pola aktivitas sehari-hari akan menentukan kebutuhan dan kecukupan gizi seseorang. Anak yang dapat mencukupi kebutuhan gizinya akan memiliki status gizi yang baik. Status gizi yang rendah dapat menyebabkan anak rentan terhadap penyakit. Status gizi dan status kesehatan yang baik merupakan modal awal bagi seorang anak dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Anak dengan status gizi yang baik, dapat menyerap materi pelajaran dengan lebih baik, dapat berkonsentrasi selama belajar, dan tidak akan mudah lelah atau pun mengantuk. Keadaan seperti itu akan mendukung seorang anak untuk dapat mencapai prestasi belajar yang baik di sekolah.


(22)

KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Bagan kerangka konsep pengaruh konsumsi, status gizi, dan aktivitas sehari-hari dengan prestasi belajar murid akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta

Karakteristik keluarga

• Pendidikan

• Pendapatan

• Pekerjaan

• Besar Keluarga

Karakteristik individu • Usia

• Jenis Kelamin

• Uang Saku

Sekolah

Status Gizi

Faktor Psikologi meliputi: • Bakat

• Minat • IQ • Motivasi

Kecukupan E, P, Fe, Vit. A dan Vit.C

Prestasi Belajar

Pola Aktivitas Konsumsi Pangan Kebiasaan

Makan Fasilitas

Belajar

Status kesehatan

Tingkat Kehadiran Sekolah

• Data Kehadiran


(23)

Sekolah dasar di Jakarta

SD Islam PB Sudirman  

Kelas 5 reguler (8 kelas)  Kelas 4/5 Aselerasi (1 kelas) 

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study di SD Islam PB Sudirman, Jakarta Timur, yang memiliki dua sistem pembelajaran, yaitu sistem akselerasi dan sistem reguler. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa sekolah merupakan sekolah dasar swasta favorit yang memiliki dua sistem pembelajaran sekaligus, yaitu sistem reguler dan sistem akselerasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret, April dan Juni 2011.

Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu siswa sekolah dasar kelas empat/lima yang mengikuti program akselerasi dan siswa kelas lima yang mengikuti program reguler. Siswa kelas empat/lima akselerasi yang dimaksud merupakan siswa percepatan pada tingkat kelas empat menuju kelas lima sekolah dasar. Siswa kelas lima dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa kelas lima mampu untuk diajak bekerjasama dalam menjawab pertanyaan yang diajukan pada saat pengambilan data. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan kelas dan dipilih secara acak dengan metode random cluster.

Jumlah siswa kelas 5 SD Islam PB Sudirman adalah 307 anak yang terbagi dalam dua sistem pembelajaran. Pada tahap awal pemilihan contoh, dilakukan metode random cluster pada masing-masing metode pembelajaran. Dari hasil pengacakan tersebut, terpiilh masing-masing satu kelas reguler dan satu kelas akselerasi. Total contoh dalam penelitian ini sebanyak 59 siswa (Gambar 2).

Gambar 2 Cara penarikan contoh Random Cluster

1 kelas = 40 siswa

1 kelas = 19 siswa Purposive 


(24)

Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dan observasi langsung, yang meliputi:

1. Data Karakteristik individu meliputi nama, umur/tanggal lahir, dan uang saku yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner

2. Data Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner

3. Data Pola aktivitas meliputi 7 jenis aktivitas, yaitu tidur malam, tidur siang, sekolah, menonton tv, bermain game/komputer, les, belajar di rumah, olahraga, dan aktivitas lainnya yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam. Aktivitas lainnya yang dimaksud meliputi waktu siswa untuk istirahat, shalat, makan, mandi, siap-siap berangkat ke sekolah, perjalanan ke sekolah/ ke suatu tempat di luar rumah, main dengan anggota keluarga/teman, dan membantu orangtua.

4. Data konsumsi pangan siswa diperoleh melalui metode recall 2x24 jam. 5. Data Kebiasaan makan meliputi frekuensi makan, jenis, dan jumlah

makan. Data dikumpulkan dengan metode food frequency questioner. 6. Status gizi diukur dari berat badan, tinggi badan, dan umur siswa

diperoleh melalui pengukuran langsung. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg dan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

Data sekunder diperoleh berdasarkan arsip yang dimiliki sekolah yang meliputi :

1. Keadaan umum sekolah seperti lokasi, jumlah siswa, serta sarana dan prasarana.

2. Informasi mengenai tingkat kehadiran siswa berdasarkan data absensi siswa.

3. Informasi mengenai prestasi belajar anak di sekolah berdasarkan nilai rata-rata rapor semester genap.


(25)

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Skala Satuan

Cara pengumpulan data Alat pengumpul data Karakteristik Individu

Umur Rasio Tahun Mengisi kuesioner Kuesioner

Jenis kelamin Nominal Mengisi kuesioner Kuesioner

Uang saku Nominal Rp/hari Mengisi kuesioner Kuesioner

Kararkteristik Keluarga

Besar keluarga Rasio Orang Mengisi kuesioner Kuesioner

Pendidikan Orangtua Ordinal Mengisi kuesioner Kuesioner

Pekerjaan Orangtua Nominal Mengisi kuesioner Kuesioner

Tingkat pendapatan

orangtua

Rasio Rp/bln Mengisi kuesioner Kuesioner

Kebiasaan makan

Frekuensi makan

sehari, Kebiasaan

sarapan, membawa

bekal, dan jajan

Nominal Mengisi kuesioner Kuesioner

Jenis & jumlah

makanan yang dimakan

Nominal gram/ minggu

Mengisi kuesioner FFQ

Konsumsi pangan

(waktu makan, jenis bahan makanan, dan jumlah).

Rasio Kkal,g,mg

(tergantung zat gizi yang dianalisis)

Mengisi kuesioner Recall 2x 24

jam

Pola aktivitas

(tidur malam, tidur

siang, sekolah,

menonton tv, bermain

game/komputer, les,

belajar di

rumah,olahraga, dan

aktivitas lainnya).

Nominal jam/hari Mengisi kuesioner Kuesioner

Status Gizi

IMT/U (BB, TB)

Rasio Pengukuran

langsung

Kuesioner

Tingkat Kehadiran Siswa

Rasio Data

absensi

Prestasi belajar Rasio Analisis rapor Nilai rapor

Keadaan umum wilayah sekolah

Data sekolah Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui proses pengeditan, pengkodean, pengentrian, dan pengecekan ulang. Analisis data yang dilakukan meliputi statistika deskriptif (mean, minimum, maksimum) dan inferensia (uji beda, korelasi, dan regresi). Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Secara statistik deskriptif data akan diolah dengan menggunakan tabulasi silang. Secara statistik inferensia menggunakan metode Regresi Linear Berganda, Rank Spearmen, dan uji beda Independent Sample T-test.


(26)

Karakteristik individu siswa yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, dan besar uang saku. Jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan, umur dibedakan saat menerima materi pelajaran kelas lima SD, dan besar uang saku dibedakan berdasarkan jumlah yang diterima dalam sehari. Data karakteristik keluarga mencakup besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan orangtua.

Data alokasi waktu anak diperoleh berdasarkan pencatatan (record) aktivitas anak pada hari sekolah dan hari libur. Alokasi waktu anak yang diperoleh kemudian dibedakan menjadi 9 jenis aktivitas, yaitu tidur malam, tidur siang, sekolah, menonton tv, bermain game/komputer, les, belajar di rumah,olahraga, dan aktivitas lainnya. Aktivitas lainnya yang dimaksud meliputi waktu siswa untuk istirahat, shalat, makan, mandi, siap-siap berangkat ke sekolah, perjalanan ke sekolah atau ke suatu tempat di luar rumah, main dengan anggota keluarga/teman, dan membantu orangtua.

Data konsumsi pangan (recall 2x24 jam) dikonversi dalam bentuk energi (kkal), protein (g), besi (mg), vitamin A (RE) dan vitamin C (mg) dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2010). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kgij = {(BJ/100) x Gij x (BDD/100)} Keterangan :

Kgij = Konversi zat gizi-I dalam bahan makanan-j Bj = berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Data konsumsi pangan yang telah diperoleh, kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007 untuk mengetahui kandungan energi, protein, serta zat gizi lainnya. Penilaian untuk mengetahui angka kecukupan energi dan protein individu dilakukan dengan membandingkan berat badan aktual (nyata) dengan berat badan standar yang kemudian dikalikan dengan angka kecukupan gizi. Untuk mengetahui angka kecukupan vitamin dan mineral tidak perlu membandingkan berat badan aktual dengan berat badan standar, melainkan langsung digunakan AKG untuk masing-masing zat gizi (WKNPG 2004). Angka kecukupan energi dan protein individu dapat dirumuskan sebagai berikut :


(27)

Keterangan :

AKGi = Angka Kecukupan Gizi individu BB aktual = berat badan aktual

BB Standar = berat badan standar menurut WKNPG 2004 AKG = Angka Kecukupan Gizi menurut WKNPG 2004

Tingkat konsumsi energi, protein, besi, vitamin A, dan vitamin C dihitung dengan membandingkan jumlah zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dengan kecukupan yang dinyatakan dalam persen. Penilaian untuk tingkat konsumsi energi dan protein menurut depkes (1996) dibagi dalam lima kategori yaitu:

1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Normal (90-119% AKG)

5. Kelebihan (≥120% AKG)

Penilaian untuk tingkat konsumsi zat besi, vitamin A, dan vitamin C menurut Gibson (2005) dibagi dalam dua kategori yaitu:

1. Kurang (<77%) 2. Cukup (≥77%)

Secara umum, tingkat konsumsi zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut: TKGi = (Ki/AKGi) x 100%

Keterangan :

TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu Ki = Konsumsi zat gizi individu

AKGi = Angka Kecukupan Gizi individu

Penilaian status gizi dilakukan dengan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) WHO 2007 dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Sangat kurus (Z <-3) 2. Kurus (-3 ≤ Z <-2) 3. Normal (-2 ≤ Z <2) 4. Gemuk (Z >2)

Tingkat Kehadiran siswa diperoleh berdasarkan data absensi siswa selama 1 semester. Keadaan umum sekolah diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan guru. Kuesioner fasilitas belajar terdiri dari pertanyaan yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Jawaban positif diberi skor 1 dan negatif diberi skor 0. Kuesioner kebiasaan makan terdiri dari pertanyaan


(28)

yang memerlukan jawaban selalu, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Jawaban selalu diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2, jarang diberi skor 1, dan tidak pernah diberi skor 0 untuk pertanyaan positif. Skor total diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang diberikan contoh.

Prestasi belajar dalam penelitian ini diperoleh dari niilai rata-rata rapor semester genap. Nilai rata-rata dari mata pelajaran tersebut kemudian digolongkan menjadi empat kategori berdasarkan buku pedoman rapor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu:

1. Sangat baik : 80-100 2. Baik : 70-79 3. Cukup : 60-69 4. Kurang : <60

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji deskriptif, beda mean, korelasi, dan regresi.

1. Uji deskriptif digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat sebaran siswa menurut variabel yang diteliti

2. Uji beda yang digunakan adalah uji beda independent sample t-test. Uji beda dilakukan pada seluruh variabel yang diamati yakni untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel di kedua kelompok siswa (siswa regular dan siswa akselerasi)

3. Uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, menggunakan SPSS 16.0 for windows

4. Uji regresi linear berganda, untuk melihat pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, konsumsi pangan, kebiasaan makan, status gizi, dan pola aktivitas terhadap prestasi belajar anak.


(29)

Tabel 4 Dasar Pengkategorian Variabel

Variabel Dasar pengkategorian Kategori Karakteristik anak

Usia anak saat masuk SD Surat edaran kemendiknas

Nomor:1839/C.C2/TU/2009

< 6 tahun ≥ 6 tahun

Jenis kelamin Laki-laki

Perempuan

Karakteristik keluarga

Besar keluarga BKKBN 1998 Kecil (≤ 4 orang)

Menengah (5-6 orang) Besar (≥ 7 orang)

Pendidikan orangtua SD/sederajat

SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma/Akademi Sarjana Pekerjaan orangtua Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu PNS Pegawai Swasta Bekerja di BUMN TNI/Polri

Berwiraswasta Tidak bekerja

Ibu rumah tangga (untuk ibu) Pendapatan orangtua

Pendapatan ayah Pendapatan ibu

Peraturan Gubernur

Provinsi DKI Jakarta Nomor 167 Tahun 2009 Tentang UMR tahun 2010

< Rp 1.118.009

Rp 1.118.009-Rp 2.000.000 Rp 2.000.000-Rp 2.499.000 Rp 2.500.000-Rp 2.999.000 Rp 3.000.000-Rp 3.499.000 Rp 3.500.000-Rp 3.999.000 > Rp 4.000.000

Kebiasaan makan Jenis

jumlah Frekuensi

Konsumsi Pangan Jenis Jumlah

Pola Aktivitas

(tidur malam, tidur siang,

sekolah, menonton tv,

bermain game/komputer,

les, belajar di

rumah,olahraga, dan

aktivitas lainnya).

Jenis aktivitas Lama aktivitas

Tingkat kehadiran siswa Hadir

Tidak Hadir (sakit)

Status gizi

IMT/U (BB, TB)

WHO 2007 Sangat kurus (Z <-3)

Kurus (-3 Z <-2) Normal (-2 ≤ Z <2) Gemuk (Z >2)

Prestasi belajar Buku pedoman rapor dari

Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan

Rapor

Sangat baik : 80-100

Baik : 70-79

Cukup : 60-69


(30)

Definisi Operasional

Pola aktivitas adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan oleh siswa akselerasi dan reguler untuk melakukan kegiatan yang meliputi tidur malam, tidur siang, sekolah, les, belajar di rumah, bermain game/komputer, olahraga, dan lainnya, yang dilakukan siswa dalam sehari, yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur.

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi siswa selama dua hari, yaitu pada hari sekolah dan hari libur, yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam.

Perilaku kebiasaan makan adalah frekuensi makan siswa sehari-hari termasuk kebiasaan membawa bekal ke sekolah, kebiasaan jajan, serta kebiasaan sarapan siswa, yang diperoleh melalui metode food frequency questioner dan wawancara.

Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi pada waktu tertentu yang diukur secara antropometri melalui pengukuran berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh berdasarkan umur.

Lingkungan keluarga adalah keadaan yang ada di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak, seperti pendapatan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendidikan orang tua.

Prestasi Belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar murid yang dilihat dari nilai rapor semester genap.

Fasilitas belajar adalah sarana dan prasarana yang diberikan orang tua dalam upaya mendukung kegiatan belajar sehari-hari.

Siswa akselerasi adalah siswa sekolah dasar yang memiliki kemampuan luar biasa (unggul) dan mengikuti program percepatan belajar (akselerasi) sehingga dapat menyelesaikan studinya dalam waktu lima tahun.

Siswa Reguler adalah siswa sekolah dasar yang mengikuti program pembelajaran umum dari pemerintah sehingga dapat menyelesaikan studinya dalam waktu sekurang-kurangnya enam tahun.

Tingkat Kehadiran Siswa adalah jumlah kehadiran dan ketidakhadiran siswa di sekolah yang diperoleh melalui data absensi kelas.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Penelitian dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri di Jakarta yang memiliki sistem pembelajaran akselerasi. Sekolah yang terpilih adalah Sekolah Dasar Islam Panglima Besar Sudirman yang terletak di Jalan Raya Bogor Km. 24 Cijantung, Jakarta Timur. Sekolah Dasar Islam PB Sudirman ini merupakan salah satu sekolah swasta di Jakarta yang memiliki akreditasi A. Sejak bulan September 2002, SD Islam PB Sudirman ditetapkan sebagai Sekolah Koalisi Regional SEAMEO (South East Asia Minister of Education Organisation), yang menjalin kerjasama pendidikan Negara Asia Tenggara dalam hal peningkatan Quality dan Equity. Selain itu, sejak Februari 2005 SD Islam PB Sudirman ditetapkan sebagai anggota APEC Future Education Consortium Implementation of ICT Model School Network yang beranggotakan 16 negara antara lain: Australia, Brunei, Canada, Chili, Cina, Taipei, Hongkong, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico, Philiina, Singapura, Vietnam, dan Thailand.

Visi sekolah ini yaitu menjadikan pendidikan yang berkualitas berdasarkan iman dan taqwa, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni serta berwawasan global. Adapun misi dari sekolah ini adalah (1) menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, (2) berprestasi akademis dan non akademis di tingkat nasional maupun internasional, (3) melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan, serta internasional, (4) menghasilkan lulusan yang mampu berkomunikasi dengan bahasa asing, dan (5) menghasilkan lulusan yang menguasai TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).

Jumlah siswa sekolah secara keseluruhan sebanyak 1741 siswa yang terdiri dari 934 siswa laki-laki dan 807 siswa perempuan. Fasilitas yang dimilki oleh sekolah antara lain laboratorium sains, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, perpustakaan, poliklinik, masjid, studio musik, sarana pembelajaran bahasa Inggris, sarana olahraga, kantin/katering, mobil antar jemput, dan ruang ICT. Kegiatan ekstrakulikuler yang disediakan sekolah untuk diikuti oleh para siswa antara lain keaagamaan, drama bahasa inggris, drumband, olahraga, kepramukaan, angklung, marawis, karate, taekwondo, paduan suara, seni musik, seni lukis, seni tari, paskibra, dan qasidah.

Sistem percepatan belajar di Sekolah Dasar Islam PB Sudirman sudah memasuki tahun ke-8. Latar belakang terselenggaranya Sistem percepatan belajar (akselerasi) adalah untuk melayani siswa-siswi dengan kecerdasan


(32)

istimewa untuk dapat menyelesaikan sekolahnya dengan cepat. Sistem percepatan belajar ini mulai dibuka untuk kelas 3. Syarat siswa yang ingin mengikuti program akselerasi antara lain: mendapatkan rekomendasi dari guru kelas, melakukan tes akademik, melakukan psikotes, dan mendapatkan persetujuan orangtua. Siswa-siswi yang mendapatkan peringkat 1-10 di kelas 2 akan direkomendasikan oleh guru untuk mengikuti program akselerasi pada tingkat selanjutnya. Siswa-siswi tersebut akan melakukan uji psikotes untuk melihat kepribadian siswa, kemampuan dasar, dan task commitment. Nilai tes IQ minimal untuk dapat mengikuti program akselerasi adalah 130. Siswa-siswa yang lulus persyaratan untuk mengikuti program percepatan belajar, akan masuk kelas akselerasi pada tahun-tahun ajaran berikutnya.

Karakteristik Keluarga Pendidikan

Pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pendidikan/ perkembangan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak (Gunarsa & Gunarsa 2006). Orang tua dengan pendidikan formal yang tinggi akan memiliki partisipasi yang lebih besar pada segala sesuatu yang berhubungan dengan stimulasi dan pendidikan anak, dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah (Csikezentnihalyi 1996 dalam Ginting 2005).

Tingkat pendidikan orang tua siswa akselerasi dan siswa regular cukup bervariasi. Pendidikan minimal ayah siswa akselerasi adalah diploma/akademi, sedangkan pendidikan minimal ayah siswa reguler adalah SMA/sederajat. Pendidikan minimal ibu siswa akselerasi adalah SMA/sederajat, sedangkan pendidikan minimal ibu siswa reguler adalah SD/sederajat. Persentase terbesar pendidikan ayah pada kelompok siswa akselerasi adalah S2/S3 (47.37%), sedangkan pada kelompok reguler adalah S1 (52.54%). Persentase terbesar pendidikan ibu pada kelompok siswa akselerasi adalah S1 (36.84%), sedangkan pada kelompok reguler adalah SMA (37.5%). Secara umum, tingkat pendidikan ayah dan ibu siswa adalah sarjana. Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test, diperoleh bahwa tingkat pendidikan ibu dan ayah pada kedua kelompok berbeda nyata (p<0.05).


(33)

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu

Akselerasi Reguler Total Variabel n % n % n % Pendidikan Ayah

SD/sederajat 0 0.00 0 0 0 0.00

SMP/sederajat 0 0.00 0 0 0 0.00

SMA/sederajat 0 0.00 7 17.5 7 11.86

Diploma/Akademi 4 21.05 3 7.5 7 11.86

Sarjana 6 31.58 25 62.5 31 52.54

S2/S3 9 47.37 5 12.5 14 23.73

Total 19 100.00 40 100 59 100.00 Uji beda p=0.021

Pendidikan Ibu

SD/sederajat 0 0.00 1 2.5 1 1.69

SMP/sederajat 0 0.00 0 0 0 0.00

SMA/sederajat 1 5.26 15 37.5 16 27.12

Diploma/Akademi 5 26.32 10 25 15 25.42

Sarjana 7 36.84 11 27.5 18 30.51

S2/S3 6 31.58 3 7.5 9 15.25

Total 19 100.00 40 100 59 100.00 Uji beda p=0.001

Tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi usaha meningkatkan prestasi belajar anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, maka akan semakin banyak pula pengetahuan orang tua yang diberikan kepada anaknya (Nasution dan Nasution 1986 dalam widayati 2009). Oleh karena itu, diduga prestasi belajar siswa akselerasi relatif lebih baik bila dibandingkan siswa reguler.

Pekerjaan

Pekerjaan orang tua siswa kedua kelompok cukup bervariasi mulai dari pegawai negeri sipil, pegawai swasta, BUMN, TNI/Polri, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar ayah siswa bekerja sebagai pegawai swasta (54.24%), sedangkan proporsi terbesar pekerjaan ibu siswa adalah sebagai ibu rumah tangga (38.98%).

Tabel 6 menggambarkan sebaran pekerjaan ayah dan ibu siswa. Berdasarkan data pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa proporsi terbesar pekerjaan ayah dan ibu pada kelas akselerasi dan reguler masing-masing adalah pegawai swasta dan ibu rumah tangga. Kategori lainnya dalam pekerjaan ayah dan ibu yang dipilih orang tua siswa, antara lain: guru dan advokat. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan adanya hubungan negatif antara pendidikan


(34)

ibu dengan pekerjaan ibu (r=-0.448; p=0.00). Hal ini diduga dikarenakan banyak ibu dengan pendidikan tinggi namun tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu

Akselerasi Reguler Total Variabel

n % n % n %

Pekerjaan Ayah

PNS 1 5.26 7 17.5 8 13.56

Pegawai Swasta 13 68.42 19 47.5 32 54.24

Bekerja di BUMN 1 5.26 1 2.5 2 3.39

TNI/Polri 2 10.53 4 10 6 10.17

Wiraswasta 1 5.26 6 15 7 11.86

Lainnya 0 0.00 2 5 2 3.39

Wafat 1 5.26 1 2.5 2 3.39

Total 19 100 40 100 59 100 Pekerjaan Ibu

PNS 1 5.26 4 10 5 8.47

Pegawai Swasta 6 31.58 10 25 16 27.12

Bekerja di BUMN 3 15.79 1 2.5 4 6.78

TNI/Polri 0 0 2 5 2 3.39

Wiraswasta 2 10.53 5 12.5 7 11.86

Ibu RT 7 36.84 16 40 23 38.98

Lainnya 0 0 2 5 2 3.39

Wafat 0 0 0 0 0 0

Total 19 100 40 100 59 100

Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2003), jenis pekerjaan orang tua merupakan salah satu indikator besarnya penghasilan keluarga. Diharapkan dengan semakin besarnya penghasilan orangtua, maka konsumsi keluarga pun menjadi semakin baik dalam hal gizi makanan yang dikonsumsi, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Tingkatan pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang dibeli dengan uang tambahan tersebut (Berg 1986). Menurut Suhardjo (1989), keluarga yang penghasilannya rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan tersebut, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan.


(1)

Equal variances

assumed .053 .818 4.96 57 .000 45.40 9.15 27.07 63.73 g Susu

Equal variances not

assumed 4.79 32.51 .000 45.40 9.48 26.1 64.70 Lampiran 8 Uji beda status gizi siswa

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Differe nce

Std. Error Differ

ence Lower Upper Equal variances

assumed .227 .636 1.930 57 .059 .853 .442 -.032 1.737 Status

gizi

Equal variances

not assumed 1.840 31.580 .075 .853 .463 -.092 1.797 Lampiran 9 Uji beda pola aktivitas siswa

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Differ ence

Std. Error Differ

ence Lower Upper Equal variances

assumed .083 .774 1.713 57 .092 .187 .109 -.032 .405 skolah

Equal variances

not assumed 1.741 36.959 .090 .187 .107 -.031 .404 Equal variances

assumed 2.791 .100 1.461 57 .150 .362 .248 -.134 .86 Bljr di

rmh

Equal variances

not assumed 1.272 25.980 .215 .362 .285 -.223 .948 Equal variances

assumed .042 .838 .616 57 .540 .071 .115 -.159 .301 les

Equal variances

not assumed .554 27.798 .584 .071 .128 -.191 .332 Equal variances

assumed .779 .381 .067 57 .947 .025 .37 -.716 .765 game

Equal variances

not assumed .061 28.128 .952 .025 .408 -.812 .861 Equal variances

assumed 5.822 .019 2.426 57 .018 1.057 .436 .185 1.93 nonton

Equal variances

not assumed 2.128 26.361 .043 1.057 .497 .037 2.078 Equal variances

assumed 1.491 .227 -1.66 57 .102 -.415 .25 -.915 .085 olhrga

Equal variances


(2)

83

 

Equal variances

assumed .507 .479 -2.01 57 .049 -.624 .311 -1.24 -.002 Tdu

rmlm

Equal variances

not assumed -1.93 32.307 .062 -.624 .323 -1.282 .033 Equal variances

assumed 2.231 .141 -.815 57 .418 -.205 .252 -.709 .299 Tdu

rsiang

Equal variances

not assumed -.969 53.797 .337 -.205 .212 -.629 .219 Aktvts

Lain

Equal variances

assumed .002 .962 -.752 57 .455 -.366 .486 -1.34 .608 Equal variances

not assumed -.739 33.945 .465 -.366 .496 -1.37 .64

Lampiran 10 Uji beda prestasi siswa

Lampiran 11 Uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan prestasi Correlations

Pendidikan Ayah

Pendidikan Ibu

Pkrjaan Ayah

Pkrjaan Ibu

Pendapatan Ayah

Pendapatan Ibu

Besar keluarga Correlation

Coefficient .293* .445** -.014 -.109 .272* .152 -.032 Sig.

(2-tailed) .024 .000 .915 .413 .037 .250 .810 Prestasi

N 59 59 59 59 59 59 59

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Lampiran 12 Uji korelasi Spearman karakteristik individu dengan prestasi Correlations

prestasi umur JK Uang saku Correlation Coefficient 1.000 -.486** -.022 -.244 Sig. (2-tailed) . .000 .869 .063 prestasi

N 59 59 59 59

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Differe nce

Std. Error Differ

ence Lower Upper Equal variances

assumed 4.203 .045 12.147 57 .000 10.259 .845 8.568 11.951 Prestasi

Equal variances


(3)

Lampiran 13 Uji korelasi Spearman fasilitas belajar dengan prestasi Correlations

fasilitas Correlation Coefficient .129 Sig. (2-tailed) .328 prestasi

N 59

Lampiran 14 Uji korelasi Spearman pola aktivitas dengan prestasi Correlations

sekolah Bljr di

rumah les game nonton olhrga Tdur mlm

Tdur siang Correlation Coefficient .207 .206 .158 -.021 .120 -.295* -.313* -.127 Sig. (2-tailed) .115 .117 .231 .873 .364 .023 .016 .336 prestasi

N 59 59 59 59 59 59 59 59

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 15 Uji korelasi Spearman tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan

prestasi

Correlations

e p Vit A Vit C Ca Fe Correlation Coefficient .016 -.004 .401** -.019 .275* .155 Sig. (2-tailed) .904 .974 .002 .884 .035 .241 prestasi

N 59 59 59 59 59 59

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Lampiran 16 Uji korelasi Spearman konsumsi pangan dengan prestasi Correlations

frek KH g KH

frek PH

g PH

frek PN

g PN

frek syur

g syur

frek buah

g buah

frek susu

g susu Correlation

Coefficient .254 .482*

* .290* .243 .178 .054 .098 .245 .167 .455* * .133

.475* * Sig. (2-tailed) .052 .000 .026 .063 .177 .686 .459 .062 .207 .000 .317 .000

Prestasi

N 59 59 59 59 59 59 59 59 59 59 59 59 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Lampiran 17 Uji korelasi Spearman status gizi dengan prestasi Correlations

Statusgizi Correlation Coefficient .155 Sig. (2-tailed) .242 prestasi


(4)

85

 

Lampiran 18 Uji regresi linear berganda Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .547a .299 .286 4.80888

2 .651b .424 .403 4.39753

3 .707c .500 .473 4.13256

4 .745d .555 .522 3.93635

5 .767e .588 .549 3.82113

a. Predictors: (Constant), umur

b. Predictors: (Constant), umur, gBUAH c. Predictors: (Constant), umur, gBUAH, tdurM d. Predictors: (Constant), umur, gBUAH, tdurM, VitA e. Predictors: (Constant), umur, gBUAH, tdurM, VitA, gKH

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 124.515 9.496 13.112 .000

1

umur -4.653 .944 -.547 -4.927 .000

(Constant) 110.464 9.573 11.539 .000

umur -3.646 .910 -.428 -4.005 .000

2

gBUAH .083 .024 .373 3.487 .001

(Constant) 123.283 10.023 12.300 .000

umur -3.676 .856 -.432 -4.296 .000

gBUAH .078 .022 .353 3.508 .001

3

tdurM -1.379 .475 -.277 -2.900 .005

(Constant) 114.859 10.093 11.380 .000

umur -3.269 .830 -.384 -3.938 .000

gBUAH .073 .021 .330 3.423 .001

tdurM -1.202 .458 -.242 -2.624 .011

4

VitA .020 .008 .244 2.573 .013

(Constant) 102.451 11.478 8.926 .000

umur -2.425 .903 -.285 -2.685 .010

gBUAH .070 .021 .316 3.364 .001

tdurM -1.164 .445 -.234 -2.616 .012

VitA .018 .008 .224 2.415 .019

5

gKH .061 .029 .214 2.075 .043

a. Dependent Variable: ratarapor


(5)

Aktivitas Sehari-Hari dengan Prestasi Belajar Murid Akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR dan IKEU EKAYANTI.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia akibat pembangunan Indonesia beberapa tahun lalu lebih terpusat pada upaya mengejar pertumbuhan ekonomi, sehingga pendidikan terabaikan (Siswono 2003). Namun, saat ini pendidikan di Indonesia sudah menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam upaya nmeningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dana alokasi untuk pendidikan mencapai 20% dari anggaran belanja Negara.

Untuk menciptakan SDM yang berkualitas, terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain masalah gizi, pendidikan, kesehatan, informasi, dan teknologi. Pendidikan di Indonesia sudah menjadi kebutuhan dasar minimal seseorang yang harus dimiliki. Sekolah dasar sebagai pendidikan dasar untuk anak usia 6-12 tahun pada umumnya akan ditempuh dalam waktu 6 tahun. Akan tetapi, beberapa tahun belakangan ini mulai diadakan suatu program pembelajaran dimana murid dapat menempuh waktu belajar di sekolah lebih cepat (Akselerasi). Program akselerasi dikhususkan bagi murid yang memiliki kecerdasan spesial untuk dapat memaksimalkan kecerdasan yang dimilikinya. Pengklasifikasian murid berdasarkan kelas akselerasi dan kelas regular mengisyaratkan adanya perbedaan kecerdasan murid, walaupun sebenarnya hal tersebut belum dapat dipastikan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi, status gizi, pola aktivitas, serta hubungannya dengan prestasi belajar murid akselerasi di SD Islam PB Sudirman Jakarta. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta, (2) Menganalisis pola konsumsi dan status gizi siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta, (3) Menganalisis pola aktivitas siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta, dan (4) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Maret, April, dan Juni 2011 di SD Islam PB Sudirman, Jakarta Timur. Pengambilan tempat dilakukan secara purposive. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode random cluster. Pengacakan dilakukan pada kedua kelompok, sehingga terpilih 40 siswa reguler dan 19 siswa akselerasi.

Pada umumnya, tingkat pendidikan orangtua siswa adalah sarjana (S1), Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa pendidikan orangtua kedua kelompok berbeda nyata (p<0.05). Hasil analisis uji korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan nyata antara pendidikan ayah (r=0.293; p=0.024) dan pendidikan ibu (r=0.445; p=0.000) dengan prestasi belajar anak. Proporsi terbesar pekerjaan ayah siswa sebagai pegawai swasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar pendapatan ayah siswa > Rp 4.000.000 per bulan, sedangkan ibu tidak berpenghasilan. Hasil analisis uji korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan nyata antara pendapatan ayah dengan prestasi belajar anak (r=0.272 p=0.037). Sebagian besar keluarga siswa tergolong keluarga menengah.


(6)

Sebagian besar siswa mulai masuk sekolah dasar pada umur <6 tahun, berusia 10 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan memiliki uang saku berkisar antara Rp 5.000 sampai Rp 10.000. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan negatif antara umur dengan prestasi belajar anak dalam penelitian ini (r=-0.244; p=0.063). Rata-rata tingkat kecukupan Energi, Protein, Zat besi, dan Vitamin A tergolong normal, sedangkan Vitamin C tergolong kurang. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tingkat kecukupan Vitamin A siswa kedua kelompok berbeda nyata (p<0.05). Pada penelitian ini, tingkat kecukupan vitamin A berhubungan nyata dengan prestasi belajar (r=0.401; p=0.002). Rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah-buahan, dan susu siswa akselerasi lebih besar daripada siswa reguler. Hasil uji beda menunjukkan bahwa frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat dan protein hewani, serta jumlah konsumsi buah dan susu siswa kedua kelompok berbeda nyata. Pada penelitian ini, jumlah konsumsi karbohidrat, buah, dan susu (gram per satu kali makan), serta frekuensi konsumsi protein hewani berhubungan dengan prestasi belajar siswa.

Alokasi waktu terbesar siswa digunakan untuk tidur malam, sedangkan alokasi waktu terkecil digunakan untuk les. Hasil uji statistik menunjukkan alokasi waktu tidur malam dan olahraga berhubungan dengan prestasi belajar, dengan nilai r=-0.295; p=0.023 untuk olahraga dan r=-0.313; p=0.016 untuk tidur malam. Rata-rata tingkat kehadiran sekolah siswa akselerasi lebih kecil daripada siswa reguler. Rata-rata ketidak hadiran siswa akselerasi dengan alasan sakit lebih besar dibandingkan siswa reguler. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata mengenai tingkat kehadiran dan ketidak hadiran karena sakit siswa kedua kelompok (p>0.05).

Sebagian besar siswa pada kelas akselerasi (78.95%) dan kelas reguler (76%) telah memiliki 4 dari 5 fasilitas belajar yang ditanyakan. Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok mengenai fasilitas belajar yang dimiliki (p>0.05). Hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara fasilitas belajar siswa dengan prestasi belajar siswa (p>0.05).

Pada penelitian ini, status gizi kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05). Sebagian besar siswa berstatus gizi normal. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa status gizi tidak berhubungan dengan prestasi belajar (p>0.05).

Prestasi belajar siswa secara umum dipengaruhi oleh umur, jumlah konsumsi buah (gram per satu kali makan), alokasi waktu untuk tidur malam, tingkat kecukupan vitamin A, serta jumlah konsumsi karbohidrat (gram per satu kali makan).