42
pengukuran partikel, ukuran unit terkecil sampel ZA dan Z3A berturut-turut adalah 2,795
μm p,l dan 2,236 μm p,l. Hasil foto dengan pembesaran 1000x, terlihat bahwa bentuk permukaan zeolit alam berbeda dengan zeolit sintetis 3A
yang menjadi target dari proses modifikasi sampel zeolit alam. Zeolit 3A terlihat berbentuk bulatan-bulatan dengan ukuran yang dapat dikatakan seragam,
sedangkan zeolit alam masih kelihatan berbentuk gumpalan yang tidak teratur. Ukuran partikel terkecil dari sampel zeolit yang dimodifikasi ZAM2, dan ZAM3
berturut-turut adalah 2,865 μm {panjang p, lebarl}; 2,292 μm p,l. Gambar 15
menunjukkan bentuk permukaan sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3.
Gambar 15 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3. Zeolit alam modifikasi 2 dan 3 disintesis dari bahan dengan sumber alumina
yang sama yaitu Al
2
O
3
, namun berbeda pada tahapan proses modifikasi. Percobaan yang dilakukan menggunakan sumber alumina AlNO
3 3
, bentuk permukaan sampel zeolit terlihat lebih teratur jika dibandingkan dengan zeolit
alam modifikasi lainnya. Gambar mikro ketiga sampel zeolit dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6. Bentuk permukaan zeolit alam modifikasi 5 dan 6 tidak berbeda satu sama
lainnya. Berdasarkan foto mikro ZAM, bentuk permukaan sampel ZAM5 dan ZAM6 tidak begitu berbeda. Hal in disebabkan karena sumber alumina yang
43
digunakan sama yaitu tawas, walaupun tahapan proses berbeda. Lain halnya dengan zeolit alam modifikasi 4 ZAM4, bentuk permukaannya terlihat lebih
teratur jika dibandingkan dengan sampel zeolit alam hasil modifikasi lainnya. Ukuran butiran terkecil zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6 ZAM4, ZAM5, dan
ZAM6 berturut- turut adalah 2,865 μm panjang p, lebarl; 2,292 μm p,l;
2,865 μmp, 2,292 μm l; 3,437 μm p,l; 2,865 μm p,l. Secara umum, karakteristik fisik dari zeolit hasil modifikasi berbeda dengan
sampel zeolit alam murni ZA. Zeolit yang diperoleh dari hasil modifikasi diuji coba pada proses dehidrasi bioetanol untuk melihat tingkat selektifitas zeolit dan
kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air yang terkandung di dalam sampel bioetanol.
4.2 Aplikasi Zeolit Termodifikasi pada Proses Dehidrasi Bioetanol
Percobaan proses dehidrasi bioetanol dilakukan dengan menggunakan zeolit alam dan zeolit hasil modifikasi ZAM1 sampai ZAM6, serta zeolit sintetis 3A
digunakan sebagai pembanding. Metode yang digunakan pada proses dehidrasi terhadap bioetanol dilakukan
menggunakan dua metode, yaitu metode destilasi dan metode perendaman batch adsorption. Untuk zeolit hasil asidifikasi-realuminasi ZAM1, proses dehidrasi
dilakukan dengan menggunakan metode destilasi. Sementara zeolit aluminasi- langsung dilakukan dengan metode adsorpsi ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan
ZAM6. 4.2.1 Metode Destilasi
Proses dehidrasi terhadap bioetanol diuji dengan menggunakan zeolit sintetis 3A, zeolit alam ZA, dan zeolit yang diperoleh dari hasil modifikasi
ZAM1 sebagai kolom yang akan dilalui oleh uap air dan etanol. Metode yang digunakan adalah cara destilasi, dimana campuran azeotropik air-etanol
dipanaskan didalam labu destilasi yang diatasnya diletakkan kolom yang telah diisi dengan zeolit sebagai material molecular sieve. Proses dehidrasi dilakukan
dalam keadaan vakum pada suhu 65
o
C dan tekanan 254 mmHg. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguapan dari campuran sampel azeotropik air-etanol
dengan konsentrasi yang digunakan adalah 95 volume etanol. Campuran azeotropik etanol-air tergolong ke dalam azeotropik positif atau azeotropik dengan
44
titik didih minimum. Etanol mendidih pada suhu 78,4
o
C, air mendidih pada suhu 100
o
C, akan tetapi campuran azeotropik etanol-air mendidih pada 78,2
o
C yang lebih rendah dari titik didih masing-masing senyawa Clark 2005.
Gambar 17 Diagram kesetimbangan fase uap dan cair campuran etanol-air. Jika melihat pada Gambar 17, maka dapat diambil suatu pendekatan bahwa
campuran azeotrop etanol-air tidak mengiku ti Hukum Raoult’s. Pada campuran
etanol-air terjadi penyimpangan deviasi positif dengan titik didih campuran berada dibawah titik didih masing-masing bahan yaitu di bawah titik didih etanol
dan air Clark 2005. Walaupun dimurnikan dengan destilasi secara terus- menerus, kadar etanol yang diperoleh tidak akan melebihi 95,6 berat. Oleh
karena itu, untuk memurnikan etanol, maka perlu dilakukan adsorpsi menggunakan adsorben yang dalam hal ini adalah zeolit molecular sieve.
Setelah proses pemisahan pemurnian menggunakan zeolit, kadar etanol yang diperoleh dari hasil kondensasi diukur menggunakan GC Gas
chromatography. Gambar 18 menunjukkan konsentrasi etanol awal dalam hal ini kontrol dan etanol setelah proses dehidrasi menggunakan zeolit. Berdasarkan
Gambar 18, dapat dijelaskan bahwa konsentrasi awal etanol yang digunakan adalah 92,34 volume etanol.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi bioetanol yang dihasilkan pada proses dehidrasi menggunakan zeolit 3A terjadi penurunan dari
kondisi awal 92,34 menjadi 90,17 dan turun sampai 77,66 pada tampungan 10 ml yang terakhir. Sementara konsentrasi bioetanol pada proses dehidrasi
menggunakan ZAM1, untuk 10 ml pertama terjadi peningkatan konsentrasi dari
45
92,34 menjadi 95,75 volume etanol. Namun untuk tampungan 10 ml kedua dan ketiga secara berurut turun menjadi 91,02 dan 69,22. Proses dehidrasi
menggunakan zeolit alam yang telah diaktivasi selama 3 jam pada suhu 220
o
C juga mengalami penurunan dari 92,34 menjadi 91,22, 78,68 dan 71,91
volume etanol.
Keterangan : ZA = zeolit alam, Z3A = zeolit sintetis, ZAM1 = zeolit alam modifikasi 1, kata awal = kadar bioetanol awal, Angka romawi I, II, dan III = tampungan pertama, kedua, dan ketiga.
Gambar 18 Kadar etanol sebelum dan sesudah proses dehidrasi menggunakan metode destilasi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kecenderungan bahwa dari ketiga macam zeolit yang digunakan pada proses dehidrasi etanol,
zeolit yang dimodifikasi ZAM1 memberikan hasil yang relatif lebih baik pada I dan II jika dibandingkan dengan zeolit sintetis 3A dan zeolit alam walaupun
belum mencapai konsentrasi bioetanol maksimum yang diharapkan yaitu mencapai 99,5 sesuai SNI. Merujuk kepada fungsi zeolit sebagai molecular
sieve, zeolit dapat mengadsorpsi air sampai dengan 22 berat yang dimilikinya Gubta Demirbas 2010.
Secara teoritis jika 60 g zeolit yang digunakan, maka kemungkinan air yang dapat diadsorpsi oleh zeolit adalah sebesar 13,2 g. Apabila diasumsikan densitas
air adalah 1 gml, maka jumlah air yang dapat diadsorpsi oleh zeolit adalah 13,2 ml. Itu pun jika kondisinya normal, tetapi jika air yang diadsorpsi merupakan
campuran azeotropik air-etanol, tidak menutup kemungkinan etanol juga ikut teradsorpsi oleh zeolit akibat ketidakseragaman ukuran pori zeolit. Hal ini dapat
dilihat dari terjadinya pengurangan volume sampel etanol setelah akhir proses dehidrasi. Lebih jelasnya massa 13,2 g dari kapasitas adsorpsi zeolit merupakan
65 70
75 80
85 90
95 100
awal I
II III
K ad
ar B
ioe tan
o l
ZA Z3A
ZAM1
46
campuran antara air dan etanol. Sisa volume etanol setelah proses adsorpsi untuk masing-masing zeolit adalah 240 ml Z3A, 240 ml ZAM1, dan 205 ml ZA.
Peningkatan kadar etanol yang terjadi menggunakan ZAM1 adalah sebesar 3,69 dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air sebesar 16,81 berat. Secara
keseluruhan, kadar etanol menurun setelah akhir proses sehingga proses selanjutnya dilakukan menggunakan sistem perendaman batch adsorption.
4.2.2 Metode Perendaman Batch Adsorption Proses adsorpsi dilakukan melalui perendaman zeolit dalam bioetanol
selama 24 jam A1 dan A2 dan pengadukan selama 1 jam yang dilanjutkan dengan destilasi selama ± 30 menit B1 dan B2. Hasil pengukuran nilai rataan
kadar bioetanol menggunakan density meter terhadap zeolit alam, zeolit hasil modifikasi langsung ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6, serta zeolit sintetis
3A Z3A dapat dilihat pada Lampiran 4. Parameter yang diamati pada proses dehidrasi bioetanol meliputi persentase
kenaikan kadar bioetanol PKB dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air KAZ dalam bioetanol. Persentase kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi air
dari zeolit yang dilakukan melalui perendaman sampel zeolit dalam bioetanol 90 selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.
Keterangan : Huruf yang sama pada masing-masing nilai PKB tidak berbeda menurut uji Duncan. ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 ada di metode, Z3A
= zeolit sintetis.
Gambar 19 Persentase kenaikan kadar bioetanol 90. Kadar bioetanol 90 mengalami peningkatan setelah proses adsorpsi.
Persentase kenaikan kadar bioetanol menggunakan zeolit alam modifikasi berada pada kisaran 0,27
– 1,38, sedangkan kapasitas adsorpsi air berada pada kisaran
0,62 d 1,22 bc
0,69 cd 0,27 d
1,38 b 0,75 cd
4,86 a
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00
ZA ZAM2
ZAM3 ZAM4
ZAM5 ZAM6
Z3A Pe
rs e
n ta
s e
k e
n a
ik a
n k
a d
a r
b io
e ta
n o
l
47
7,57 f 9,37 e
13,46 c 15,44 b
17,67 a
4,93 g 10,51 d
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0 14.0
16.0 18.0
20.0
ZA ZAM2
ZAM3 ZAM4
ZAM5 ZAM6
Z3A Kapa
s ita
s ad
s orps
i a ir
z eo
lit
4,93 – 17,67. Persentase kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi air
menggunakan zeolit alam berturut-turut adalah 0,62 dan 7,57.
Keterangan : Huruf yang sama pada masing-masing nilai KAZ tidak berbeda menurut uji Duncan. ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 ada di metode, Z3A
= zeolit sintetis.
Gambar 20 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 90. Secara teoritis, persentase kenaikan kadar bioetanol berbanding lurus
dengan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air. Semakin besar kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi air, maka semakin tinggi kadar bioetanol yang diperoleh.
Namun, pada percobaan proses adsorpsi terjadi sedikit penyimpangan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingkat selektivitas dari sampel zeolit masih belum
cukup bagus dan ukuran diameter pori yang tidak seragam. Artinya, selain molekul air, molekul bioetanol juga ikut terjerap dalam sampel zeolit yang
digunakan. Kemungkinan lain, diduga terjadinya pembentukan multilapisan multilayer dari bioetanol yang terjerap pada permukaan zeolit sebagai bahan
adsorben, sehingga menyebabkan pengurangan volume bioetanol setelah proses adsorpsi. Secara tidak langsung, kadar bioetanol setelah proses adsorpsi juga tidak
akan meningkat. Proses adsorpsi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut : Penempelan molekul airbioetanol sebagai adsorbat pada permukaan zeolit
sebagai adsorben membentuk lapisan monolayer Penempelan molekul airbioetanol lain pada lapisan monolayer sehingga
membentuk lapisan multilayer Pembentukan lapisan multilayer terjadi apabila proses adsorpsi terjadi
secara fisika. Adsorpsi fisika terjadi bila gaya intermolekul lebih besar daripada gaya intramolekul. Gaya intermolekul adalah gaya tarik menarik antar molekul-
molekul zat cair itu sendiri, sedangkan gaya intramolekul adalah gaya tarik
48
menarik antara molekul zat cair dengan molekul permukaan padatan. Keadaan setimbang dari proses adsorpsi fisika adalah reversibel dan berlangsung sangat
cepat karena kebutuhan energinya kecil. Gaya yang dilibatkan pada adsorpsi fisika adalah gaya Van Der Waals, yaitu
gaya tarik menarik yang relatif lemah antara permukaan adsorben dengan adsorbat. Dengan demikian, adsorbat tidak terikat denga kuat pada permukaan
adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lainnya. Pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat yang
satu dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Oleh karena adsorpsi fisika merupakan suatu keadaan yang reversibel, bila kondisi kesetimbangan diubah
misalnya tekanan diturunkan atau temperatur dinaikkan, maka sebagian adsorbat akan terlepas dan membentuk suatu keadaan kesetimbangan baru. Proses adsorpsi
fisika terjadai tanpa memerlukan energi aktivasi sehingga pada proses tersebut akan membentuk lapisan multilayer pada permukaan adsorben. Ikatan yang
terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat diputuskan dengan mudah Saragih 2008.
Gambar 21 Pendekatan adsorpsi isotermis Brunauer, Emmett, Teller. QICD 2004, dimodifikasi
Hubungan interaksi antara jenis zeolit dengan pemakaian ulang zeolit pada proses dehidrasi menggunakan bioetanol 90 dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan hasil uji Duncan yang terdapat pada Tabel 12, maka dapat dijelaskan bahwa zeolit yang sudah digunakan pada proses dehidrasi pertama dapat
digunakan kembali untuk proses dehidrasi selanjutnya setelah lebih dulu diregenerasi. Kemampuan zeolit dalam menaikkan kadar bioetanol tidak
menunjukkan penurunan yang signifikan menurut uji Duncan, begitu juga dengan kapasitas adsorpsi dari masing-masing sampel zeolit. Perbedaan hanya terjadi
pada sampel zeolit sintetis Z3A yang mengalami penurunan ketika digunakan kembali pada proses dehidrasi selanjutnya.
49
0,72 d 1,27 b
0,23 e 0,30 e
1,08 c
0,37 e 1.63 a
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2 1.4
1.6 1.8
ZA ZAM2
ZAM3 ZAM4
ZAM5 ZAM6
Z3A Pe
rs e
n ta
s e
k e
n a
ik a
n k
a d
a r
b io
e ta
n o
l
Tabel 12 Pengaruh jenis zeolit dan pemakaian ulang zeolit terhadap persentase kenaikan kadar bioetanol 90
Sampel zeolit Persentase kenaikan kadar bioetanol
A1 A2
ZA 0,8837
cde 0,2175 de
ZAM2 1,3393
c 1,1003
cd ZAM3
0,9675 cde
0,4130 de
ZAM4 0,2120
e 0,3185
de ZAM5
1,4583 c 1,2710
c ZAM6
0,6837 cde
0,8253 cde
Z3A 5,5043
a 4,2217
b
Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji Duncan, ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 ada di metode, Z3A =
zeolit sintetis, A = adsorpsi menggunakan bioetanol 90, 1 = pemakaian awal zeolit, 2 = pemakaian ulang zeolit setelah regenerasi.
Sementara itu, persentase kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi air dari zeolit yang dilakukan melalui pengadukan secara perlahan sampel zeolit
dalam bioetanol 95 selama 1 jam dan selanjutnya didestilasi memberikan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 22 dan Gambar 23
Keterangan : Huruf yang sama pada masing-masing nilai PKB tidak berbeda menurut uji Duncan. ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 ada di metode,
Z3A = zeolit sintetis.
Gambar 22 Persentase kenaikan kadar bioetanol 95. Kadar bioetanol 95 meningkat setelah proses adsorpsi. Peningkatan kadar
bioetanol menggunakan zeolit alam modifikasi berada pada kisaran 0,23 – 1,27,
sedangkan kapasitas adsorpsi air berada pada kisaran 4,89 – 7,16. Persentase
kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi air menggunakan zeolit alam berturut-turut adalah 0,72 dan 4,64. Kemampuan zeolit dalam memisahkan
campuran etanol-air pada kadar bioetanol 95 belum menunjukkan hasil
50
memuaskan. Seluruh sampel zeolit yang digunakan pada percobaan, belum mampu untuk meningkatkan kadar bioetanol sampai 99,9.
Keterangan : Huruf yang sama pada masing-masing nilai KAZ tidak berbeda menurut uji Duncan. ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 ada di metode, Z3A
= zeolit sintetis.
Gambar 23 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 95. Kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air bervariasi antara ketujuh sampel
zeolit yang digunakan. Zeolit alam modifikasi 5 ZAM5 memiliki kapasitas adsorpsi air tertinggi dibandingkan sampel zeolit yang lain. Akan tetapi, kapasitas
adsorpsi ZAM5 terhadap bioetanol juga tinggi. Hal ini berarti bahwa tingkat selektifitas dari ZAM5 masih kurang bagus. Kapasitas adsorpsi air ZAM5 adalah
17,67 pada bioetanol 90 yang direndam selama 24 jam, sedangkan kapasitas
adsorpsi zeolit alam dan zeolit sintetis Z3A berturut-turut adalah 7,57 dan 10,51.
Kapasitas adsorpsi air dari zeolit hasil modifikasi lebih baik dibandingkan dengan zeolit alam murni tanpa modifikasi.
ZAM5 pada kadar bioetanol 90 menunjukkan kapasitas adsorpsi tertinggi yang diikuti oleh ZAM4 dan ZAM3 Gambar 20. Kapasitas adsorpsi ketiga jenis
zeolit hasil modifikasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan zeolit sintetis 3A, namun kemampuannya dalam menaikkan kadar bioetanol sampel masih
kurang baik jika dibandingkan dengan zeolit sintetis. Sementara itu, percobaan adsorpsi yang dilakukan menggunakan zeolit hasil
regenerasi dimaksudkan untuk melihat kemampuan penggunaan ulang reuse zeolit pada proses dehidrasi. Zeolit hasil regenerasi tidak menunjukkan penurunan
kemampuan terhadap peningkatan persentase kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi air. Pemakaian pertama dan kedua regenerasi sampel zeolit, tidak
4,64 c 5,23 c
6,83 ab 7,01 a
7,16 a 4,89 c
5,74 bc
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0
ZA ZAM2
ZAM3 ZAM4
ZAM5 ZAM6
Z3A Ka
p a
s ita
s a
d s
o rp
s i a
ir z
e o
lit
51
mempengaruhi terhadap peningkatan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air menurut uji Duncan.
Hasil uji Duncan menjelaskan bahwa kemampuan peningkatan kadar bioetanol pada masing-masing sampel zeolit setelah regenerasi tidak mengalami
penurunan yang signifikan. Kemampuan zeolit setelah regenerasi hampir sama dengan pada saat penggunaan pertama, dengan kata lain zeolit tersebut masih
layak untuk digunakan kembali pada proses dehidrasi bioetanol selanjutnya. Secara umum, kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol dari
semua jenis zeolit yang digunakan tidak mengalami penurunan yang signifikan pada saat digunakan kembali pada proses dehidrasi bioetanol. Berdasarkan hasil
analisis sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Duncan, menjelaskan bahwa kapasitas adsorpsi sampel zeolit hasil modifikasi ZAM terhadap air dalam
bioetanol sudah menunjukkan hasil yang cukup bagus jika dibandingkan dengan sampel zeolit alam. Bahkan kapasitas adsorpsi ZAM melebihi kapasitas adsorpsi
zeolit 3A, namun kelemahan dari ZAM adalah masih mengadsorpsi bioetanol dalam jumlah yang besar pula. Hal ini terlihat dari berkurangnya jumlah bioetanol
setelah proses adsorpsi menggunakan ZAM3, ZAM4, dan ZAM5 Lampiran 4. Tingkat selektifitas dari ketiga sampel zeolit tersebut masih kurang bagus
untuk diaplikasikan pada proses dehidrasi bioetanol. Karakteristik fisik dari sampel zeolit tersebut masih belum mendukung untuk proses pemisahan
campuran bioetanol-air. Hal ini terlihat dari ukuran pori sampel zeolit yang masih besar, volume pori yang semakin mengecil akibat proses modifikasi, serta luas
permukaan yang semakin sempit. Distribusi pori, dan komposisi kimia zeolit sangat mempengaruhi
kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi air dalam bioetanol. Ukuran pori yang lebih besar akan menyebabkan berkurangnya tingkat selektifitas zeolit terhadap
sampel yang akan dipisahkan. Artinya bukan hanya air yang terperangkap dalam pori-pori zeolit, tetapi etanol juga ikut masuk ke dalam pori-pori zeolit.
Rasio SiAl dalam sampel zeolit berperan penting dalam proses adsorpsi air, dimana zeolit dengan rasio SiAl paling kecil akan mampu mengikat air lebih
banyak. Secara teoritis, zeolit dengan rasio SiAl lebih rendah akan bersifat lebih hidrofilik. Selain rasio SiAl, proses adsorpsi juga dipengaruhi oleh ion-ion logam
52
yang melingkupi permukaan zeolit, sebagai contoh ion Na
+
. Zeolit dengan kandungan logam natrium lebih tinggi akan lebih mudah mengikat air
dibandingkan yang lainnya. Jadi, molekul-molekul air tidak hanya terperangkap dalam pori-pori zeolit, tetapi berinteraksi juga dengan ion natrium yang
mengelilingi permukaan zeolit. Molekul air terkumpul pada kation Na Byrappa Yoshimura 2001.
Gambar 24 Diagram Interaksi air dengan kation natrium Na. Persentase kenaikan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi tidaklah begitu
besar. Hal tersebut disebabkan oleh bahan yang terjerap dalam pori-pori zeolit masih bercampur antara bioetanol dengan air dalam fase cair. Pada prinsipnya
proses adsorpsi melalui cara perendaman adalah pengikatan air secara fisika. Metode pemisahan yang lebih baik terhadap campuran etanol-air dapat dilakukan
dalam fase uap dengan kondisi yang terkontrol dengan baik, sehingga fungsi zeolit sebagai material molecular sieve akan lebih optimal. Selain itu, perlu
dilakukan perbaikan terhadap karakteristik fisik zeolit yang meliputi luas permukaan yang tinggi, ukuran diameter pori yang kecil 3 Å, penurunan rasio
SiAl mendekati zeolit 3A, penggunaan zeolit yang memiliki kemurnian tinggi, sehingga kemampuan adsorpsinya akan menjadi lebih baik Saragih 2008 dan
lebih selektif. Jika semua karakteristik fisik dapat dikondisikan dengan baik, maka diharapkan proses dehidrasi bioetanol menggunakan zeolit molecular sieve akan
menjadi lebih baik dan dapat menghasilkan bioetanol dengan kualitas bahan bakar fuel grade ethanol.
53
5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Proses modifikasi dapat menurunkan rasio SiAl dalam sampel zeolit.
2. Zeolit hasil modifikasi mengarah pada pembentukan struktur zeolit A ZAM2, ZAM3, ZAM5, dan ZAM6.
3. Diameter pori zeolit setelah modifikasi tidak mengalami perubahan yang berarti. Luas permukaan dan volume pori zeolit hasil modifikasi ZAM
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan sampel zeolit alam ZA. 4. Kemampuan zeolit alam modifikasi ZAM2 dan ZAM5 dalam menaikkan
kadar bioetanol lebih baik jika dibandingkan dengan zeolit alam murni tanpa modifikasi. Begitu juga dengan kapasitas adsorpsinya terhadap air dalam
sampel bioetanol. 5. Persentase kenaikan kadar bioetanol menggunakan ZAM2 dan ZAM5 pada
metode perendaman dengan bioetanol 90 berturut-turut adalah 1,22 dan 1,38, sedangkan pada bioetanol 95 adalah 1,27 dan 1,08. Sementara
itu, kemampuan peningkatan kadar bioetanol menggunakan zeolit alam murni pada bioetanol kadar 90 dan 95 berturut-turut adalah 0,62 dan 0,72.
6. Kapasitas adsorpsi air maksimum adalah 17,67 yang dimiliki oleh ZAM5 pada perlakuan perendaman dalam bioetanol 90 selama 24 jam.
7. Secara umum terjadi peningkatan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi untuk semua sampel zeolit yang digunakan. Jika dibandingkan dengan proses
dehidrasi menggunakan metode destilasi, maka metode perendaman batch adsorption masih kurang bagus karena menyebabkan terjadinya
pengurangan volume bioetanol yang cukup besar.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat digunakan untuk kelanjutan proses dari penelitian ini antara lain :
1. Kondisi proses dehidrasi bioetanol skala laboratorium perlu diatur dengan baik sehingga dapat digunakan secara optimal.
2. Perlu dicari metode modifikasi zeolit alam yang lebih baik, sehingga produk yang dihasilkan lebih mendekati bahkan sama seperti molecular sieve 3A.
Zeolit alam hasil modifikasi ZAM diharapkan dapat diaplikasikan dengan baik pada proses dehidrasi bioetanol dan dalam bidang-bidang lain tanpa
harus mengimpor dari luar. 3. Zeolit yang dihasilkan mungkin tidak cocok untuk pemisahan campuran
bioetanol-air, sehingga perlu diuji untuk memisahkan molekul-molekul lain yang ukurannya lebih besar dari etanol maupun air.