Hasil Keseimbangan Lintasan Produksi Sebelum Perbaikan Dan Setelah Perbaikan

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil yang diperoleh dari pengumpulan dan perhitungan data, yang berupa waktu baku dan efisiensi lintasan pada sistem produksi.

4.1. Analisis Waktu Kerja

Dari data yang sudah diolah dengan menggunakan perhitungan yang sudah dijelaskan di bab tinjauan pustaka dapat dilihat pada lampiran 1, maka diperoleh waktu baku dari proses pembuatan meja setrika ini adalah sebesar 4775.53 detik atau 79.59 menit atau sekitar 1.33 jam. Dengan hasil perhitungan waktu baku diatas maka dapat diperoleh produksi maksimum per hari dengan menggunakan persamaan 2.10 adalah 187 unithari. Dari hasil tersebut terlihat bahwa target produksi yang diberikan oleh perusahaan sudah tepat, sesuai dengan kemampuan operator. Ini terlihat dengan adanya selisih 7 unithari antara target yang dicanangkan perusahaan, yaitu 180 unithari, dengan hasil perhitungan. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya waktu menganggur yang dilakukan oleh operator sehingga berdampak pada jumlah unit yang diproduksi ataupun ada beberapa komponen atau produk yang memang tidak memenuhi kriteria yang layak untuk dipasarkan. Disamping itu, data-data yang dihasilkan menunjukkan bahwa data tersebut sudah mencapai tingkat kepercayaan dan ketelitian yang diinginkan.

4.1.1. Hasil Keseimbangan Lintasan Produksi Sebelum Perbaikan Dan Setelah Perbaikan

Berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1 diperoleh nilai efisiensi lintasan total proses produksi sebelum perbaikan adalah 13.23, sedangkan keseimbangan lintasan total proses produksi setelah perbaikan dengan metode Helgeson-Birnie adalah 82.01. Keseimbangan pada proses produksi di PT. Cosma Cipta Sejahtera mengalami perubahan yang lebih baik setelah menggunakan metode Helgeson-Birnie. Waktu menganggur operator pada lintasan produksi sebelum perbaikan adalah sebesar 31325.83 detik. Jika waktu menganggur tersebut dikonversikan menjadi produk, dengan menggunakan persamaan 2.9, maka jumlah produk yang tidak diproduksi pemborosan yang diakibatkan besarnya waktu menganggur operator sebesar 157 unithari pada lintasan produksi sebelum perbaikan. Hal ini menyebabkan produk yang dapat dihasilkan hanya sebesar 23 unithari saja. Selain beberapa faktor diatas, adanya 31 stasiun kerja dalam lini produksi akan berdampak pada layout mesin produksi, karena akan menyebabkan lingkungan kerja menjadi tidak kondusif sehingga kenyamanan kerja akan terganggu. Setelah dilakukan perbaikan pada lintasan produksi dengan menggunakan metode Helgeson-Birnie, diperoleh perbaikan stasiun kerja menjadi 5 stasiun kerja dapat dilihat pada lampiran 3. Dengan adanya perbaikan pada lintasan produksi maka efisiensi lintasan produksi setelah perbaikan, mengalami kenaikan efisiensi menjadi 82.01. Dampak lain akibat meningkatnya efisiensi adalah penurunan waktu menganggur operator, yang pada kondisi awal sebelum adanya perbaikan lini produksi waktu menganggur adalah 31325.83 detik menjadi 1047.27 detik. Penurunan waktu menganggur tersebut dapat diakibatkan karena turunnya tekanan kerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja sehingga kebutuhan untuk menghilangkan rasa lelah dapat dikurangi. Jika waktu menganggur tersebut dikonversikan menjadi produk, maka jumlah produk yang tidak diproduksi pemborosan 23 yang diakibatkan besarnya waktu menganggur operator dengan menggunakan persamaan 2.9, sebesar 32 unithari pada lintasan produksi setelah perbaikan. Hal ini menyebabkan produk yang dapat dihasilkan sebesar 128 unithari. Terjadinya penurunan jumlah pemborosan dikarenakan pada kondisi usulan, penulis membagi proses-proses kerja ke dalam stasiun-stasiun kerja berdasarkan waktu proses terlama yaitu waktu pengecatan kaki meja setrika tahap II sehingga efisiensi lintasan menjadi meningkat.

4.1.2. Perhitungan Smoothness Index Untuk Kondisi Awal dan Kondisi Akhir