Penentuan Keseimbangan Lintasan Produksi Proses Pembuatan Lorry Wheel Dengan Menggunakan Metode Hegelson Bernie Di PT. Karya Deli Steelindo Medan

(1)

No. Dok.: FM-TS-01-06C; Tgl. Efektif : 1 Februari 2010; Rev : 0; Halaman : 1 dari PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

PADA PROSES PEMBUATAN LORRY WHEEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE HEGELSON BERNIE

DI PT. KARYA DELI STEELINDO MEDAN

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

SUSINTA SRINANDA SEMBIRING NIM : 070423002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR SERTIFIKASI

LEMBAR HASIL KOLOQIUM


(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini yang berjudul “Penentuan Keseimbangan Lintasan Pada Proses Pembuatan Lorry Wheel Dengan Menggunakan Metode Helgeson Birnie di PT. Karya Deli Steelindo Medan”.

Tugas sarjana ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana pada Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Sarjana, Penulis telah berusaha untuk membuat yang terbaik, namun penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan Tugas Sarjana ini.

Semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Universitas Sumatera Utara, Medan Penulis Juni, 2011


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Laporan ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Aulia Ishak,ST, MT selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. DR. Ir. A. Rahim Matondang, M.SIE, selaku Ketua Bidang Manajemen Rekayasa dan Produksi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Tanib Tjolia, M. Eng, selaku pembimbing I, yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan motivasi, bimbingan arahan dan koreksi dalam penulisan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu yang sangat terbatas untuk memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan koreksi agar Tugas Sarjana ini dapat selesai dengan baik.

6.

Bapak Aman Hasudangan L dan Bapak Tomson Tamba selaku Pembimbing lapangan PT. Karya Deli Steelindo Medan yang telah banyak membantu penulis selama proses pengambilan data di lapangan danmemberikan informasi-informasi yang sangat diperlukan dalam penulisan Tugas Sarjana ini.


(8)

7. Mama dan Papaku tersayang, yang selalu tidak sabar menanti-nantikan putrinya untuk menyandang gelar Sarjana, serta Kakak dan Abang yang aku sayangi, dan Adikku tersayang yang juga merupakan motivasi penulis agar dapat segera menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

8. Teman-teman seperjuangan penulis khususnya anak-anak Ekstension yang selalu hadir memberikan semangat untuk penulis.

9. Dan buat semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pembuatan laporan ini, terima kasih karena tanpa kalian penulis bukan siapa-siapa.

Demikian penulis sampaikan untuk memulai pembahasan Tugas Sarjana ini. Dalam hal ini penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana yang disajikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Universitas Sumatera Utara, Medan Penulis Juni, 2011


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I PENDAHULUAN...I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan…...I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan dan Manfaat ... I-3 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-3 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-4

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. SejarahPerusahaan ... II-1 2.2. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.3. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-3 2.4. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-5 2.4.1.Struktur Organisasi ... II-5 2.4.2.Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-7 2.4.3.Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-8 2.4.4.Sistem Pengupahan dan Fasilitas lainnya. ... II-10 2.5. Proses Produksi ... II-11 2.5.1.Bahan yang Digunakan ... II-12 2.5.2.Jumlah dan Spesifikasi Produk ... II-15


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN 2.5.3. Uraian Proses Produksi ... II-17 2.5.4. Mesin dan Peralatan ... II-27

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Definisi Line Balancing ... III-1 3.2. Masalah Line Balancing ... III-2 3.3. Terminologi Lintasan ... III-4 3.4. Beberapa Teknik Line Balancing ... III-6 3.4.1.Metode Helgeson dan Birnie ... III-7 3.4.2.Metode Kilbridge dan Webster ... III-10 3.4.3.Metode Moodie Young... III-10 3.5. Perbandingan Algoritma Kilbridge Webster, Hegelson

Bernie dan Moodie Young ... III-11 3.6. Pengukuran Waktu ... III-15 3.6.1. Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Waktu ... III-15 3.6.2. Tahapan Penentuan Waktu Normal ... III-17 3.6.3. Tahapan Penentuan Waktu Baku ... III-21 3.7. Menghitung Waktu Siklus ... III-22 3.8. Pengukuran Waktu Jam Henti ... III-23 3.8.1.Penetapan Tujuan Pengukuran……….III-23 3.8.2.Melakukan Penelitian Pendahuluan……….III-24 3.9. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan ... .III-25 3.10. Pengujian Data ... III-26

3.10.1. Keseragaman Data ... III-26 3.10.2. Kecukupan Data ... III-26 3.10.3. Keseragaman Data ... III-27 3.10.4. Kecukupan Data ... III-28 3.11. Kelonggaran ... III-30


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2.Rancangan Penelitian ... IV-1 4.2.1. Studi Pendahuluan ... IV-1 4.2.2.Studi Pustaka ... IV-3 4.3. Objek Penelitian ... IV-3 4.4. Variabel Penelitian ... IV-3 4.5.Instrumen Penelitian ... IV-4 4.6. Pelaksanaan Penelitian ... IV-4 4.7. Pengolahan Data ... IV-5 4.8. Analisa Data ... IV-6

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1. Work Center Awal dan Jumlah Tenaga Kerja

Untuk Proses Pembuatan Lorry Wheel ... V-2 5.1.2.Pengukuran Waktu Proses Produksi Low Carbon

Steel Lorry Wheel ... V-4 5.1.3.Job Qualification ... V-8 5.2. Pengolahan Data ... V-9 5.2.1. Menguji Keseragaman dan Kecukupan Data ... V-9 5.2.2. Menghitung Waktu Baku Setiap Elemen Kerja ... V-14 5.2.3. Menghitung Waktu Siklus Work Center (Lini Perakitan) .... V-21 5.2.4. Menyusun Precedence Diagram ... V-21 5.2.5. Penyeimbangan Lintasan dengan Metode


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Susunan Work Center ... VI-1 6.1.1. Efisiensi Lintasan ... VI-1 6.1.2. Balance Delay ... VI-1 6.1.3. Smoothness Index/SI ... VI-2 6.2. Analisis Jumlah Tenaga Kerja ... VI-2 6.3. Analisis Pemilihan Metode Susunan Work Center ... VI-2

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Perincian Tenaga Kerja PT. Karya Deli Steelindo Medan ... II-8 2.2. Jadwal Kerja Karyawan……… ………...II-10 3.1. Matriks Precedence dari Gambar 3.2...III-8 3.2. Contoh Perhitungan Bobot...III-8 3.3.Rating performance Menurut Cara Shumard...III-19 3.4. Westinghouse Factor...III-20 3.5. Tingkat Kepercyaan...III-29 3.6. Tingkat Ketelitian...III-29 5.1. Work Center Awal Proses produksi Low Carbon Steel Lorry Wheel ... V-2 5.2. Waktu Proses Pembuatan Lorry Wheel ... V-4 5.3. Rekapitulasi Uji Keseragaman ... V-11 5.4. Pengukuran Waktu Elemen Kerja 1 Pengukuran Kayu ... V-12 5.5. Uji Kecukupan Data Pembuatan Low Carbon Steel Lorry Wheel ... V-13 5.6. Waktu Proses Terpilih ... V-14 5.7. Perhitungan Waktu Baku ... V-18 5.8. Proses produksi Low Carbon Steel Lorry Wheel ... V-19 5.9. Penentuan Ranking untuk Setiep Elemen Kerja ... V-23 5.10. Pengurutan Berdasarkan Bobot ... V-24 5.11. Pembentukan Stasiun Kerja ... V-26 5.12. Tabel Pembentukan Stasiun Kerja Berdasarkan Hegelson Bernie ... V-28 5.13. Susunan Elemen Kerja Berdasarkan Metode Hegelson Bernie ... V-30


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur Organisasi PT. Karya Deli Steelindo ... II-6 2.2. Blok Diagram Tahapan Proses Produksi ... II-26 3.1. Precedence Diagram... III-4 3.2. Diagram Precedence Untuk Menerangkan Metode RPW... III-7 3.3. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Modie Young... III-14 3.4. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Hegelson Bernie ... III-14 4.1. Blok Diagram Rancangan Penelitian ... IV-2 4.2. Blok Diagram Pengolahan Data ……… IV-7 5.1. Peta Kontrol Elemen Kerja 1 ... V-10 5.2. Precedence Diagram Pembuatan Low Carbon Steel Lorry Wheel……....V-22


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Uraian Tugas Wewenang dan Tanggung Jawab untuk Masing-masing

Jabatan di PT. Karya Deli Steelindo Medan ... .. LI 2. Lampiran Mesin dan Peralatan ... ...LII 3. Grafik Uji Keseragaman Data ... ...LIII 4. Lampiran Perhitungan Allowance untuk Semua Elemen Kerja ... ...LIV


(16)

ABSTRAK

PT. Karya Deli Steelindo merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengecoran logam besi dan baja (foundry) dan juga berbagai macam stainless steel. Salah satu produknya ialah Lorry Wheel, pada aliran proses produksi perusahaan ini memiliki proses produksi yang begitu panjang dan dalam aliran proses produksi sering terdapat kegiatan yang tidak efektif dan efesien, seperti kegiatan menganggur, hal ini sering mengakibatkan terjadi pemborosan (waste). Dari hasil pengamatan ke PT Karya Deli Steelindo, dapat dilihat permasalahan seperti, pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center .

Karena hal-hal tersebut diatas, apabila tidak diberikan solusi maka akan terjadi hal-hal seperti, lead time perusahaan akan menjadi semakin panjang dan biaya fixed cost yang semakin tinggi yang dapat menyebabkan biaya per unit menjadi besar.

Melalui penelitian ini dapat dilakukan penyeimbangan lintasan khususnya pada produk Lorry Wheel, hal ini dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada. Solusi yang mungkin dilakukan yaitu melakukan penyeimbangan lintasan perakitan dengan menggunakan metode Helgeson dan Birnie dan data-data yang dibutuhkan ialah, data-data work center awal di PT. Karya Deli Steelindo, data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan Lorry Wheel dan data Job kualifikasi pekerja PT. Karya Deli Steelindo.

Melalui metode Hegelson dan Bernie maka diperoleh pengurangan stasiun kerja dari 9 menjadi 6 stasiun kerja untuk proses pembuatan Lorry Wheel. Efisiensi yang dihasilkan setelah penyeimbangan lintasan dilakukan semakin besar yaitu 59,1% menjadi 88,7%, sehingga mengurangi waktu kosong atau waktu menganggur dan Balance Delay yang dihasilkan semakin kecil yaitu dari 0,74 menjadi 0,112. Penyimbangan lintasan yang dilakukan dengan metode ini dapat mengurangi pemborosan waktu selama proses produksi, sehingga proses produksi yang dilakukan semakin efektif dan efisien.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Di era globalisasi ini, untuk tetap mampu bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya, sebuah perusahaan harus mampu membuat sistem produksi yang efisien. Namun bagi sebagian besar industri manufaktur di Indonesia hal tersebut masih menjadi suatu masalah. Cukup banyak industri yang mengalami kerugian karena sistem produksi yang ada tidak berjalan dengan efesien. Salah satunya yaitu ketidakmampuan mengendalikan dan menyeimbangkan beban kerja perusahaan. Dalam sistem industri manufaktur, pengendalian tersebut meliputi segenap aktivitas yang terkait dengan proses produksi, mulai dari adanya order sampai dengan pengiriman produk ke konsumen.

Pengaturan Line Balancing merupakan suatu metode yang dapat mengendalikan aliran lintasan sistem produksi. Melalui Line balancing, sejumlah pekerjaan perakitan akan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat-pusat kerja. Metode ini dapat menjadikan kegiatan produksi khususnya aliran produksi yang ada menjadi semakin efektif dan efesien serta meningkatkan volume produksi.

Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu di bawah waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan lintas adalah meminimasi waktu


(18)

menggangur di setiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.

PT. Karya Deli Steelindo memiliki proses produksi yang begitu panjang, dalam aliran proses produksi sering terdapat kegiatan yang tidak efektif dan efesien, seperti kegiatan menganggur, hal ini sering mengakibatkan terjadi pemborosan (waste). Waste yang timbul bukan hanya dari produk tetapi juga dalam hal pemborosan waktu. Peningkatan efisiensi produksi memerlukan evaluasi yang tepat terhadap aktivitas-aktivitas yang menyertai suatu proses produksi.

Dari hasil pengamatan ke PT Karya Deli Steelindo, dapat dilihat permasalahan seperti:

1. Pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda.

2. Terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai.

3. Terdapat keterlambatan order delivery.

Karena hal-hal tersebut diatas, apabila tidak diberikan solusi maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Lead time perusahaan akan menjadi semakin panjang.

2. Biaya fixed cost yang semakin tinggi yang dapat menyebabkan biaya per unit menjadi besar.

Atas dasar permasalahan tersebut diatas, maka dapat diberikan solusi yang mungkin dilakukan yaitu melakukan penyeimbangan lintasan perakitan dengan


(19)

menggunakan metode Helgeson dan Birnie, sehingga aliran produksi yang tidak efektif dan efesien di PT.Karya Deli Steelindo dapat teratasi.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini ialah pembagian elemen kerja yang masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda dan adanya penumpukan bahan di beberapa work center, karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai serta terjadinya keterlambatan order delivery. Oleh karena itu perlu dilakukan penyeimbangan lintasan produksi, sehingga dapat diperoleh lintasan produksi yang efesien dan efektif dan dapat mengatasi masalah yang ada.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyeimbangkan lintasan produksi pada proses produksi Lorry Wheel dan mengurangi bobot waktu yang berbeda pada setiap work center pada proses produksi Lorry Wheel di PT. Karya Deli Steelindo.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Penelitian dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, antara lain :

1. Penelitian dibatasi hanya mengamati proses produksi produk tertentu, dalam penelitian ini produk yang akan diamati adalah Lorry Wheel.


(20)

2. Variabel pembatas sebagai kendala yang digunakan adalah: jumlah elemen kerja, waktu elemen kerja, dan spesifikasi teknis proses produksi pembuatan lorry wheel.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Proses produksi berjalan sesuai dengan Standard Operation Procedur (SOP) atau standar kerja yang ada.

2. Tidak ada perubahan cara dalam proses produksi lorry wheel selama melakukan penelitian.

3. Kondisi perusahaan PT Karya Deli Steelindo dianggap stabil. 4. Keadaan perlengkapan serta mesin dianggap cukup baik.

5. Operator diasumsikan berkemampuan normal dalam menjalankan tugasnya.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Bab I pendahuluan menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II gambaran umum perusahaan, menguraikan secara singkat sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen, proses produksi lorry wheel, jam kerja dan fasilitas kerja yang tersedia.

Bab III landasan teori, memaparkan teori-teori dan konsep-konsep yang diproleh dari studi literature, yakni definisi keseimbangan lintasan, permasalahan


(21)

keseimbangan lintasan, istilah-istilah dalam keseimbangan lintasan, teori mengenai metode Helgeson Bernie, teori-teori pengukuran waktu jam henti, tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan, teori penyesuaian dengan cara Westinghouse, teori kelonggaran, teori mengenai uji keseragaman data dan kecukupan data, penentuan waktu baku.

Bab IV metodologi penelitian, mengemukakan tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir, yaitu lokasi dan waktu penelitian, objek penelitian, instrumen penelitian, studi pendahuluan, metode pengumpulan data, metode pengujian, pengolahan dan analisis pemecahan masalah serta kesimpulan dan saran.

Bab V pengumpulan dan pengolahan data, mengidentifikasi data pengamatan yaitu work centre awal pada proses produksi lorry wheel, data waktu pengerjaan setiap elemen kerja, job qualification. Dilanjutkan dengan pengolahan data berdasarkan teori yakni, uji keseragaman dan kecukupan data, perhitungan waktu proses terpilih, perhitungan rating factor dan allowance, perhitungan waktu siklus work centre, menyusun precedence diagram, dan membagi elemen kerja ke dalam work centre dengan metode Helgeson dan Birnie.

Bab VI analisa pemecahan masalah, menganalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah. Pada bab ini dibahas analisis mengenai susunan stasiun kerja yang diperoleh dengan metode Helgeson dan Birnie, efisiensi yang diperoleh, analisis balance delay dan analisis jumlah tenaga kerja yang diperoleh.


(22)

Bab VII Kesimpulan dan Saran, diperoleh dari hasil penyeimbangan lintasan di proses produksi lorry wheel serta saran yang disampaikan terkait penelitian.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Karya Deli Steelindo merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengecoran logam besi dan baja (foundry) dan engineering yang didirikan pada tahun 1974 oleh Bapak Lintong Go di Medan, Sumatera Utara.

Pada awal berdirinya, perusahaan ini hanya mampu menghasilkan Besi Tuangan Kelabu (Grey Cast Iron) dengan menggunakan Tanur Kupola dan dengan kemampuan yang sangat terbatas.

Sejak tahun 2000, PT. Karya Deli Steelindo telah mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dengan menggunakan Tanur Induksi (Induction Furnace) untuk membuat berbagai macam besi dan baja paduan bahkan berbagai jenis Stainless Steel dengan kapasitas produksi ± 4500 kg/hari.

Kemajuan perusahaan ini juga didukung dengan adanya fasilitas laboratorium yang lengkap seperti Spectrometer untuk menganalisa komposisi besi dan baja serta stainless steel dengan cepat dan akurat dan adanya laboratorium Heat Treatment Furnace yang berguna untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan meningkatkan kekuatan mekanis pada besi dan baja, Hardness Tester untuk mengetahui kekerasan dari besi dan baja, microscope dengan pembesaran 50 – 1000 kali untuk melihat struktur mikro dari besi dan baja dan untuk finishing dilengkapi dengan Mechanical Workshop untuk dapat menghasilkan produk tuangan besi dan baja yang berkualitas tinggi yang


(24)

didukung juga oleh tenaga kerja terampil dan profesional di bawah pengawasan tenaga ahli dari Jerman.

Pada tahun 2006, PT. Karya Deli Steelindo menambah divisi baru di bidang peleburan yaitu divisi Investment Precision Casting. Divisi mempunyai proses casting dengan lilin (wax), yang dapat memproduksi berbagai jenis produk yang membutuhkan tingkat presisi yang tinggi dan permukaan yang halus.

Tujuan PT. Karya Deli Steelindo adalah menghasilkan produk besi dan baja khusus stainless steel yang berkualitas tinggi untuk memenuhi tuntutan pasar dan permintaan pelanggan sesuai dengan standar nasional maupun standar internasional.

2.2. Lokasi Perusahaan

PT. Karya Deli Steelindo Medan terletak di kawasan Industri Medan II, Jalan Pulau Tanah Masa No. 168 KIM II Km 10,5 Kecamatan Percut Sei Tuan, Kotamadya Medan, Sumatera Utara. Kawasan ini merupakan tempat khusus bagi pabrik khususnya Sumatera Utara sehingga sarana transporatasi dan fasilitas yang dibutuhkan tersedia dengan baik.

PT. Karya Deli Steelindo Medan menempati tanah seluas 8000 m2 dengan luas bangunan 5376 m2 yang terdiri dari ruang kantor, ruang penerimaan bahan baku, ruang produksi, ruang penyimpanan, ruang mesin dan lain-lain.


(25)

2.3. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Karya Deli Steelindo bergerak dalam bidang pengecoran logam besi dan baja yang memproduksi berbagai macam besi paduan dan baja paduan dan juga berbagai macam stainless steel. Semua produk ini sebagian besar diproduksi berdasarkan permintaan konsumen. Untuk menghasilkan produknya PT. Karya Deli Steelindo memiliki bagian-bagian terpenting dalam foundry, yaitu :

1. Tanur Induksi (Induction Melting Furnace) sebagai alat pelebur logam hancuran maupun paduannya dengan kapasitas 500 Kg dan bertaraf medium frekuensi yaitu 50 Hz.

2. Heat Treatment Furnace untuk memperbaiki kekuatan mekanis besi dan baja melalui proses pemanasan pada temperatur tertentu sesuai dengan produk yang diinginkan.

3. Spectrometer sebagai alat untuk menganalisis komposisi yang ada di dalam besi dan baja.

Jenis-jenis produk yang dihasilkan oleh PT. Karya Deli Steelindo ini adalah sebagai berikut:

1. Produk-produk High Alloy Heavy Equipment Parts, seperti : a. High alloy Steel Heavy Equipment Parts

2. Produk-produk Mining, seperti : a. Manganese Crusher Teeth b. Manganese Cutter Teeth 3. Produk-produk Coupling, seperti : a. Flexible Pin Coupling


(26)

4. Produk-produk Palm Oil Mill, seperti : a. Cast Iron Dust Collecting Valve b. Ductile Iron Sprocket Chain c. Ductile Iron Sprocket Gear d. Low Carbon Steel Lorry Wheel e. Low Carbon Screw Press Steel Cone f. Cast Iron Steam Separator

g. High Alloy Steel Ripple Mill Plate h. Ductile Iron Fire Grate

i. High Alloy Steel Worm Screw 5. Produk-produk Pump, seperti : a. Centrifugal Pump

b. Stainless Steel Slurry Pump Parts c. Stainless Steel Slurry Pump

6. Produk-produk Investment Casting, seperti : a. Feeder Chain

b. Bar c. Hinge d. Nozzle

7. Produk-produk Heat Resistant Steel Grates, seperti: a. Heat Resistant Steel Grates


(27)

8. Produk-produk Marine Equipment, seperti: a. Stainless Steel Ship Propeller

b. Stainless Steel Impeller

PT. Karya Deli Steelindo memiliki produk-produk andalannya, seperti: 1. Stainless Steel Impeller

2. Stainless Steel Ship Propeller 3. High Alloy Steel Worm Screw

2.4. Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan di antara mereka diberikan pembagian tugas. Struktur organisasi adalah merupakan gambaran skematis tentang hubungan-hubungan dan kerjasama diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan.

Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan dan menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran secara baik. Struktur organisasi dapat dinyatakan dalam gambar grafik (bagan yang memperlihatkan hubungan unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada).

2.4.1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi PT. Karya Deli Steelindo Medan dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(28)

Sekretaris/Adm Managing Director

General Manager

Asst. General Manager I Asst. General Manager II

Warehouse Section Purchase Section Foundry/PPC Section Workshop/PPC Section Marketing Division Quality Assurance Division Accounting Division Human Resource Section Maintenance Inc&Outgoing Material/Product Transportation/ driver Administrasion Staff Out Source Purchase Administration staff PPC Foundry Engineering Foundry Production Administration Staff PPC Workshop Engineering Workshop Production Administration Staff Branch Marketing Marketing Officer Collector Administration Staff

DCC Staff & Administrasi QA/QC Staff

Inspector

Account staff & administrasi

HR Staff & Administrasi General

Foundry & Workshop

General


(29)

IV-1

Berdasarkan gambar diatas maka hubungan kerja dalam organisasi perusahaan PT. Karya Deli Steelindo Medan adalah hubungan fungsional. Hal ini dilihat dari pelimpahan wewenang dan tanggung jawab serta pembidangan tugas dan tanggung jawab, dimana pembagian unit-unit organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas dan ini menjadi ciri organisasi fungsional.

2.4.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Dalam pembagian tugas (disertai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab) ada faktor-faktor yang harus diperhatikan, di pantaranya adalah :

1. Beban tugas harus seimbang

Di dalam organisasi harus dihindarkan kepincangan-kepincangan beban tugas dari setiap orang atau sekumpulan orang yang menyelenggarakan tugas tertentu. Tugas-tugas harus dijelaskan secara terperinci dan sebaiknya tertulis. 2. Kejelasan hubungan kerja antara bagian-bagian

Metode pembagian tugas memunculkan 3 (tiga) jenis hubungan kerja dalam organisasi, seperti yang telah uraikan di atas.

3. Motivasi kerja

Motivasi kerja adalah dorongan yang timbul atau tumbuh dalam diri seseorang untuk bekerja lebih giat dan lebih produktif.

4. Kepemimpinan. Ada 2 (dua) tipe kepimimpinan yaitu : otokratik dan koordinatik. Pimpinan yang memiliki tipe otokratik cenderung untuk melaksanakan apa-apa yang baik menurut dirinya dan kurang menanggapi pendapat atau saran bawahannya. Pimpinan yang memiliki tipe koordinatik


(30)

IV-30

cenderung untuk menyerahkan pengambilan keputusan kepada para bawahannya dan dia berperan sebagai koordinator. Secara umum tidak ada tipe pemimpin yang lebih baik dari yang lain. Karakter seseorang dan jenis pekerjaan menentukan tipe mana yang lebih baik dari yang lain. Terkadang aturan main yang sudah digariskan oleh organisasi turut menentukan tipe pimpinan yang sesuai.

Adapun uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan dalam struktur organisasi pada PT. Karya Deli Steelindo Medan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

PT. Karya Deli Steelindo Medan memiliki sumber daya manusia terdiri dari karyawan lantai produksi dan staff. Keseluruhan jumlahnya adalah 140 orang dimana staff berjumlah 28 orang sedangkan karyawan lantai produksi berjumlah 112 orang.

Adapun perincian tenaga kerja di PT. Karya Deli Steelindo Medan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perincian Tenaga Kerja PT. Karya Deli Steelindo Medan

Departemen Bagian Kerja Jumlah (Orang)

Produksi General Manager & Asist.

Manager 3

Manager Foundry 1


(31)

IV-31

Tabel 2.1. Perincian Tenaga Kerja ….. (Lanjutan)

Departemen Bagian Kerja Jumlah (Orang)

Sub Bagian Bubut 2

Bagian Penuangan 15

Bagian Cetakan 17

Bagian Pembuatan Mal 10

Bagian Pembongkaran 10

Bagian Finishing Awal 12

Bagian Finishing Akhir 20

Bagian Fettling dan Cleaning 10

Assembling 6

Packing dan Dispatch 10

Administrasi Umum Manager Administrasi Komersial 1

Kabag Personalia dan Umum 1

Kabag Internal Audit 1

Kabag Purchasing 1

Kabag Finance 1

Administrasi Dokumen/Tender 2

Supir 2

Security 2

Cleaning Service 2

Receptionist 1

Administrasi Pembelian dan

Penjualan 2

Kasir 1

Administrasi Perizinan dan Pajak 1 Quality Control/

Quality Assurance

Drawing dan Kalkulasi 1

Staff Administrasi Produksi 1

Pemasaran Manager Pemasaran 1


(32)

IV-32

(Sumber : PT. Karya Deli Steelindo)

Seluruh karyawan di PT. Karya Deli Steelindo merupakan karyawan tetap. Sedangkan jam kerja pabrik adalah 8 jam setiap hari, dari Senin hingga Jumat, khusus pada hari Sabtu, jam kerja hanya setengah hari.

Pengaturan Jam kerja karyawan di PT. Karya Deli Steelindo dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jadwal Kerja Karyawan

Hari Jam Kerja Istirahat

Senin – Kamis 08.00 – 16.00 WIB 12.00 – 13.00 WIB Jum’at 08.00 – 17.00 WIB 12.00 – 14.00 WIB

Sabtu 08.00 – 13.00 WIB

Minggu - -

(Sumber : PT. Karya Deli Steelindo)

2.4..4 Sistem Pengupahan dan Fasilitas lainnya. 2.4.4.1. Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan PT. Karya Deli Steelindo Medan dilakukan secara rutin setiap bulannya berdasarkan keahlian, masa kerja dan kedudukannya. Sistem pengupahan ataupun kompensasi karyawan berupa balas jasa di PT. Karya Deli Steelindo berdasarkan proses pengangkatan dan pemberhentian berdasarkan Surat Keputusan Direksi.


(33)

IV-33

2.4.4.2. Fasilitas Tenaga Kerja

Fasilitas yang diberikan oleh PT. Karya Deli Steelindo Medan kepada tenaga kerja atau karyawannya adalah sebagai berikut :

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

PT. Karya Deli Steelindo memberikan asuransi jaminan sosial tenaga kerja jika terjadi sesuatu yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.

2. Tunjangan Hari Besar Agama

PT. Karya Deli Steelindo memberikan tunjangan hari besar Agama kepada karyawan setiap tahunnya.

3. Pemberian Cuti

Perusahaan memberikan cuti tahunan (cuti hari besar agama) dan juga cuti sakit kepada karyawan.

4. Fasilitas Kerja

Perusahaan juga menyediakan peralatan-peralatan yang dibutuhkan karyawan untuk meningkatkan keselamatan kerja seperti: safety shoes, Hand gloves, Helm, Safey Glass dan Safety Clothes.

2.5. Proses Produksi

Dalam industri manufaktur terdapat suatu proses pengolahan bahan baku (raw material) menjadi produk jadi. Proses ini disebut sebagai proses produksi yang dapat didefinisikan sebagai suatu cara, metode atau teknik-teknik yang dapat mengubah sumber atau input menjadi hasil jadi atau output, sehingga hasil yang berupa barang atau jasa serta hasil sampingannnya memiliki nilai tambah atau


(34)

IV-34

nilai guna yang berarti. Pengolahan atau pengubahan pada proses tersebut dapat terjadi secara fisik maupun non fisik yang berupa perubahan bentuk, dimensi serta sifat. Nilai tambah adalah nilai keluaran yang bertambah secara fungsional dan secara ekonomis. Perusahaan ini memiliki jenis produksi make to order. Produksi dilakukan setelah adanya pesanan pelanggan.

Setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk meningkatkan produktivitasnya, sehingga diperlukan pemahaman terhadap proses produksi yang ada agar dapat mempermudah dalam menganalisis kerja perusahaan guna perbaikan sistem kerja. Untuk itu perlu diketahui proses produksi yang berlaku di PT. Karya Deli Steelindo yang meliputi bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan serta tahapan proses produksi.

2.5.1. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi PT. Karya Deli Steelindo dapat dikelompokkan atas bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan.

2.5.1.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi, dimana bentuknya akan mengalami perubahan, yang langsung ikut di dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya.


(35)

IV-35

Adapun bahan baku yang digunakan oleh PT. Karya Deli Steelindo adalah sebagai berikut:

1. Besi hancuran (scrap), merupakan besi-besi tua yang diperoleh dalam bentuk bongkahan besar kemudian dihancurkan.

2. Besi sisa tuangan, merupakan produk-produk cacat setelah pembongkaran yang tidak bisa disempurnakan lagi (finishing).

3. Ingot atau plat-plat besi.

4. Logam-logam paduan (alloy) seperti Chrom, Carbon, Silicon, Mangan, Nikel, Molibdenum, dan sebagainya disesuaikan dengan komposisi bahan yang dikehendaki oleh konsumen dan jenis produknya.

2.5.1.2. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang secara tidak langsung mempengaruhi kualitas dan fungsi produk, baik itu dikenakan langsung atau tidak langsung terhadap bahan baku dalam suatu proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi bahan ini tidak ikut pada produk jadi.

Bahan penolong yang digunakan oleh PT. Karya Deli Steelindo adalah : 1. Inokulant (FeSi), berfungsi untuk melunakkan besi cor agar mudah

disempurnakan (finishing).

2. Slag Remover, berfungsi sebagai penyaring kotoran besi cor dari pasir maupun karat dan menjaga suhu agar tetap stabil pada waktu penuangan.


(36)

IV-36

3. Air

Dalam proses produksi pengecoran logam, air memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah yaitu:

a. Untuk meningkatkan formability (mampu bentuk) pada pasir, sehingga pasir mudah dibentuk.

b. Komposisi air pada pasir yang akan digunakan untuk mencetak tidak boleh berlebihan, karena apabila terlalu banyak kekuatan cetakan pada saat basah akan berkurang dan proses pengeringannya akan memakan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, campuran air harus disesuaikan.

4. Pasir Silika

Pasir silika berguna dalam pembuatan cetakan pasir. Pasir silika ditaburkan pada permukaan cetakan bawah (drag) dan pada permukaan cetakan atas (cup). 5. Waterglass

Waterglass (air kaca) sebagai pembuat inti (core) 6. Zirkon Base

Merupakan jenis cat yang digunakan untuk memperhalus permukaan cetakan. 7. Methanol

Sebagai pelarut zirkon base yang juga akan digunakan pada proses coating (pengecatan permukaan cetakan).

8. CO2

CO2 akan dipergunakan sebagai pengeras cetakan, sehingga pada saat penuangan cairan cetakan tidak pecah karena tekanan cairan logam yang kuat (metallostatik).


(37)

IV-37

2.5.1.3.Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan-bahan yang dibutuhkan sebagai pelengkap bahan baku atau untuk meningkatkan kualitas barang jadi. Bahan-bahan ini dapat ikut atau tidak dalam proses, tetapi merupakan bagian dari produk jadi. Bahan tambahan dalam pembuatan Lory Wheel ini ialah cat, yang digunakan untuk memberi warna pada produk.

2.5.2. Jumlah dan Spesifikasi Produk

Peranan Quality Control (QC) dalam dunia industri sangat berperan. Hal ini dikarenakan mutu dari barang yang dihasilkan harus dapat dijamin. Pengendalian mutu dilakukan mulai dari bahan baku (raw material) sampai ke tahap yang paling akhir yaitu pengepakan (packing).

Pengendalian ini dilakukan oleh departemen QC berdasarkan standar spesifikasi yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, tugas QC tidak terlepas dari analisis barang yang akan dipasarkan dan juga analisis terhadap bahan yang sedang berada dalam proses.

PT. Karya Deli Steelindo memiliki standar mutu terhadap bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Mutu/kualitas dari produk yang dihasilkan dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya yaitu:

a. Kehalusan permukaan

Kehalusan permukaan adalah hal yang paling utama yang akan menjadi perhatian konsumen karena dapat langsung diinspeksi secara visual. Semakin halus permukaan dari produk yang dihasilkan maka kualitas yang diinginkan akan


(38)

IV-38

semakin baik. Untuk mendapatkan hasil permukaan yang halus maka dilakukan teknik pengecatan yang baik pada permukaan cetakan pasir pada saat pencetakan atau disebut juga dengan proses coating yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pasir terhadap panas dari cairan logam (sinter) sehingga mendapatkan kehalusan permukaan yang baik pada produk akhir. Coating merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produk PT. Karya Deli steelindo berkualitas tinggi. b. Kandungan Bahan

Kandungan bahan juga menjadi perhatian dalam mendapatkan mutu/kualitas dari produk yang akan dihasilkan. Dalam hal ini untuk mengetahui kualitas dari bahan-bahan yang akan digunakan, maka akan dilakukan proses analisis (chemical analysis) terhadap bahan dengan alat Spectrometer baik itu bahan baku, setelah peleburan maupun setelah menjadi produk jadi yang bertujuan untuk mengetahui apakah kandungan logam dan campuran sudah sesuai dengan permintaan konsumen sehingga tidak terjadi ketidaksesuaian pada produk akhir. c. Kekuatan produk

Dalam ini, semakin kuat produk yang dihasilkan semakin baik kualitasnya. Hal ini ditandai dengan kecilnya kemungkinan patah melalui tempering pada spectrometer yang bertujuan untuk meminimumkan kemungkinan patahnya produk.

d. Bentuk dan spesifikasi produk.

Bentuk dan spesifikasi produk merupakan bagian dari kualitas produk yang akan menjadi perhatian karena harus sesuai dengan standar yang diinginkan konsumen. PT. Karya Deli Steelindo akan selalu mengadakan kegiatan inspeksi


(39)

IV-39

guna mendapatkan kualitas produk yang baik, dan apabila terdapat kecacatan yang fatal pada produk maka produk tersebut akan dianggap sebagai produk cacat.

2.5.3. Uraian Proses Produksi

Setelah adanya permintaan dari konsumen terhadap pesanan suatu produk/barang, maka bagian drawing akan menyiapkan gambar dari produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan konsumen tersebut dan langsung dikonfirmasikan kepada bagian marketing untuk disetujui oleh pihak konsumen.

Kemudian gambar yang sudah disetujui tersebut akan dibuatkan pola (pattern) atau prototype dari spesifikasi yang sesuai dengan permintaan konsumen. Selanjutnya proses produksi akan dilanjutkan ke bagian produksi.

Adapun uraian proses produksi dalam proses pengecoran logam, sebagai contoh dalam hal ini produk yang akan dibentuk adalah produk Low Carbon Steel Lorry Wheel adalah sebagai berikut:

1. Pattern Making

Pattern Making adalah proses pembuatan pola atau prototype dari produk yang akan dibuat. Pattern making (pembuatan mal cetakan) dimulai dari persiapan bahan-bahan seperti kayu, paku, lem, dempul, dan hardener. Kemudian kegiatan pattern making dilanjutkan dengan kegiatan:

- Pengukuran kayu dengan menggunakan mistar ukur.

- Pemotongan dan pembentukan kayu dengan menggunakan gergaji listrik, sebagai acuan adalah pola (pattern) yang akan dibentuk harus sesuai dengan gambar produk yang telah disetujui oleh pihak marketing dari bagian drawing.


(40)

IV-40

- Proses penggerindaan dengan menggunakan mesin gerinda yang bertujuan untuk menghaluskan kayu dari pola (pattern) yang akan dibentuk.

- Hasil penggerindaan tersebut kemudian dirakit (assembly) dengan bantuan paku dan lem.

- Terakhir, pola yang telah terbentuk dihaluskan kembali dengan menggunakan dempul (campuran dempul dan hardener).

2. Pattern Inspection

Pattern Inspection adalah proses pemeriksaan kembali pola atau prototype yang telah dibuat dalam proses pattern making. Proses inspeksi dilakukan dengan cara memeriksa kembali dimensi dan ukuran dari pola yang telah terbentuk dengan menggunakan jangka sorong sesuai dengan ukuran dan dimensi yang ada pada gambar produk yang telah diberikan oleh pihak drawing. Inspeksi terhadap prototype dilakukan oleh bagian quality control yang bertujuan untuk menyesuaikan prototype dengan spesifikasi produk sesuai dengan keinginan konsumen.

3. Moulding

Moulding adalah proses pembuatan cetakan yang terdiri dari rangka atas (cup) dan rangka bawah (drag) dengan ukuran dan bentuk sesuai dengan pola atau prototype produk yang akan dibuat.


(41)

IV-41

Kegiatan moulding atau pencetakan di mulai dari kegiatan: - Persiapan cetakan dan pasir.

- Rangka atas (drag) dan rangka bawah (cup) diisi dengan pasir cetak, kemudian masukkan pola cetakan (pattern) ke dalam rangka bawah, pasir diisi hingga penuh.

- Pastikan bahwa seluruh bagian telah tertutup oleh pasir dan pasir tersebut diratakan dengan menggunakan balok.

- Setelah isi cetakan penuh, cetakan diisi dengan angin atau gas CO2 yang bertujuan sebagai pengeras cetakan, sehingga pada saat penuangan cairan cetakan tidak pecah karena tekanan cairan logam yang kuat (metallostatik).

Dalam pembuatan cetakan ini terdiri dari 2 (dua) proses yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Sand Separation

Merupakan proses pemisahan pasir dengan menggunakan mesin khusus yang dapat menyaring pasir dan memisahkan antara pasir yang banyak mengandung silika dengan pasir yang tidak mengandung silika. Hal inilah yang membuat produk PT. Karya Deli Steelindo lebih tinggi kualitasnya dari perusahaan lain. Karena mulai dari masuknya pasir sudah diadakan proses pemisahan untuk memilih pasir yang benar-benar berkualitas dengan kandungan silika yang baik.

Adapun uraian proses dalam pengolahan pasir tersebut adalah sebagai berikut:


(42)

IV-42

- Pasir baru yang didatangkan dari supplier di bawa ke bak pencucian pasir untuk dicuci (dibersihkan) dari kotoran.

- Setelah itu, pasir dicuci dengan air di bak pencucian.

- Kemudian pasir dibawa oleh konveyor ke mesin sand dryer untuk dikeringkan.

- Pasir silika dikeringkan dalam mesin sand dryer sampai kadar airnya mencapai 0,1 – 0,2 %.

- Kemudian pasir yang telah dikeringkan tersebut diayak atau dipisahkan dari batu-batu atau gumpalan-gumpalan pasir agar pasir yang dihasilkan menjadi lebih halus dengan ayakan 40 mesh.

- Pasir yang telah diayak tersebut, kemudian dicampur dengan waterglass sekitar 3,5% dan diaduk di dalam mixer sehingga homogen dan kemudian dapat digunakan sebagai pasir cetakan

Untuk pasir bekas pakai masih dapat dipergunakan kembali, dimana proses pengolahannya adalah sebagai berikut:

- Pasir bekas sisa pembongkaran yang masih dalam bentuk gumpalan dibawa oleh konveyor ke mesin penghancur pasir.

- Kemudian pasir tersebut diayak atau dipisahkan dari batu-batu atau gumpalan-gumpalan pasir agar pasir yang dihasilkan menjadi lebih halus dengan ayakan 30 mesh.

- Daur ulang yang sudah dibersihkan merupakan hasil dari kegiatan sand separation dengan air 2% dan waterglass 3,3% dan juga diaduk dalam mixer


(43)

IV-43

sehingga homogen dan dapat digunakan bersama-sama pasir silika yang baru digunakan sebagai pasir cetakan.

b. Core Making

Merupakan proses pembuatan inti yang selanjutnya akan menjadi tempat penuangan cairan logam ke dalam cetakan pasir.

4. Coating dan Floating

Coating dan Floating merupakan proses pengecatan cetakan dengan cat khusus berwarna biru. Hal ini bertujuan untuk lebih memperhalus cetakan sehingga tidak ada lagi pasir yang lengket dan produk akhirnya memiliki permukaan yang halus.

Coating dilakukan dengan cara mengecat kedua sisi cetakan dalam keadaan terbuka, sehingga mendapatkan permukaan yang halus dari kedua sisi. 5. Drying

Drying merupakan proses pengeringan cetakan yang telah dicat (coating) pada proses sebelumnya. Setelah dilakukan pengecatan pada seluruh permukaan cetakan, maka dilakukan proses pengeringan cetakan dengan cara membakar cetakan yang baru saja dilumerin cat yang masih basah dengan menggunakan gas LPG.

6. Mould Assembling

Setelah bagian atas dan bawah serta inti dari cetakan selesai dikerjakan, maka semua cetakan akan disatukan dan ditempatkan teratur menunggu cetakan yang lainnya selesai hingga jumlah cetakan cukup untuk dilakukan kegiatan sekali penuangan.


(44)

IV-44

7. Pouring

Pouring adalah kegiatan penuangan cairan logam ke dalam cetakan yang telah selesai. Tetapi sebelumnya akan dilakukan proses peleburan (melting) terlebih dahulu. Peleburan logam dilakukan di dapur tanur induksi (induction furnace) berkapasitas 500 kg dan bertaraf medium frekuensi. Bahan-bahan yang akan dilebur terdiri dari bongkahan-bongkahan besi, alloy (logam paduan) dan bahan lainnya.

Berikut adalah proses peleburan yang dilakukan di dapur tanur induksi. - Bongkahan-bongkahan (material) besi dimasukkan ke dalam dapur induksi. - Kemudian dimasukkan alloy (logam paduan) seperti silikon < 0,4%, mangan

0,3 – 0,6% dan alluminium sekitar 0,4% yang berfungsi untuk menghilangkan oksigen di dalam cairan logam.

- Jaga suhunya hingga ± 1670oc dengan menggunakan termokopel.

- Logam dan bongkahan besi yang sudah matang kemudian dicampur dengan slag remover yang berfungsi untuk menghilangkan slag (kotoran) yang mengandung karat maupun pasir sambil tetap diaduk.

- Kotoran atau terak yang naik ke permukaan tersebut diangkat atau dibuang. - Setelah itu cairan tersebut dituang ke dalam wadah sampel untuk diperiksa di

laboratorium dengan mesin spectrometer sesuai dengan persyaratan yang diinginkan.

- Jika telah sesuai, cairan tersebut dituang ke dalam ladle (gayung penuang) untuk dituang ke masing-masing cetakan.


(45)

IV-45

Sebelum dan sesudah proses peleburan tetap dilakukan kegiatan inspeksi dengan spectrometer ataupun perlakuan logam meliputi pelunakan (soft annealing), pengerasan (hardening), penormalan (normalizing) dan tempering terhadap logam.

8. Shake out of moulds

Setelah proses penuangan, selanjutnya menunggu proses pengeringan sekitar 3 jam, jika sudah beku maka cetakan dibongkar dengan menggunakan palu. Pasir cetakan dipisahkan dari produk jadi. Produk jadi akan dibawa ke proses shot blasting sedangkan pasir yang masih dapat digunakan akan direcycle kembali dan untuk pasir yang tidak dapat dipergunakan akan dijadikan limbah yang bermanfaat yakni dijual kembali karena pasir cetak tersebut mengandung waterglass yang sangat baik untuk pembuatan jalan, pondasi rumah, dan sebagainya.

9. Shot Blasting

Shot blasting adalah kegiatan memisahkan antara produk asli dengan inti ataupun sisa pasir yang menempel/terbentuk pada proses penuangan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan snapper, yang prinsip kerjanya seperti mengebor untuk memisahkan produk asli dengan inti, pasir maupun bongkahan logam lain yang tidak diperlukan.

Setelah produk terpisah dari bongkahan pasir, produk tersebut kemudian dipotong sistem saluran potongnya dengan menggunakan gerinda potong. Sisa potongan sistem saluran tersebut dibawa kembali ke bagian peleburan untuk dilebur kembali.


(46)

IV-46

10. Cleaning

Merupakan kegiatan pembersihan produk dimana dilakukan proses pencucian sehingga produk yang dihasilkan benar-benar bersih dari pasir ataupun kotoran-kotoran lainnya. Produk dimasukkan ke dalam mesin sand blasting, dimana di dalam mesin ini terdapat mimis baja yang berfungsi membersihkan produk dari pasir-pasir yang masih melekat.

Kemudian dilakukan proses inspeksi, jika produk yang telah dibersihkan tersebut mengalami kecacatan, maka dilakukan (perbaikan) repair ulang. Tetapi jika tidak bisa dilakukan perbaikan (repair) maka produk tersebut akan menjadi bahan baku untuk peleburan.

Proses inspeksi juga termasuk penimbangan terhadap produk jadi dan sistem saluran potong, dimana jumlah timbangan harus sesuai dengan jumlah logam yang dilebur.

11. Finishing

Adalah kegiatan finishing produk yang terdiri dari proses pengecatan terhadap produk jadi sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Biasanya menggunakan cat khusus sehingga hasilnya menjadi lebih baik.

12. Inspection of Casting

Setelah semua proses di atas selesai, tetap dilakukan kegiatan inspeksi untuk mengecek apakah produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan.


(47)

IV-47

13. Rough Machining

Apabila spesifikasinya telah sesuai selanjutnya dilakukan finishing awal/kasar yakni dengan menggunakan mesin bubut, mesin bor, mesin press, mesin gerinda dan sebagainya. Ada jenis produk yang membutuhkan penyempurnaan dengan mesin bubut, mesin bor, mesin press, mesin gerinda dan sebagainya sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan oleh konsumen. Jika produk masih belum sesuai maka dilakukan proses finishing ulang hingga ukuran atau dimensi produk tersebut sesuai dengan yang diinginkan.

14. Intermediate Quality of Inspection

Setelah penyelesaian awal/kasar tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap hasil produk tersebut, dimana hal yang perlu diperhatikan adalah dimensi dari produk tersebut dan kualitas produk secara visual.

15. Final Machining

Merupakan penyelesaian akhir yang dilakukan dengan mesin-mesin seperti mesin bubut, las, gerinda dan sebagainya. Apabila produk telah sesuai dengan yang diinginkan maka produk tersebut dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. 16. Packing

Yaitu kegiatan pengepakan barang yang telah sesuai dengan kebutuhan konsumen, jika produk tidak langsung dijual maka disimpan sebagai stok (store for finishing goods).


(48)

IV-48

Apabila barang memang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara langsung, dilakukan proses pengiriman.

Gambar blok diagram tahapan proses produksi lorry wheel dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pelebur an (Melt ing)

Char ging Chemical

Analysis by Spect r omet er Per siapan Bahan

(Kayu)

Pembuat an Mal Cet akan

Pemer iksaan (Pat t er n Inspect ion)

Per akit an (Assembly)

Pembuat an Cet akan Pasir (Molding)

Pembuat an Int i

(Cor e Making) Pr oses CO2

Pengecat an (Coat ing) Penger ingan

(Dr ying) Per akit an Cet akan (Mould Assembling)

Penuangan (Pour ing)

Pembongkar an Cet akan (Shake Out of Moulds)

Pemisahan Pr oduk dar i Pasir yang Menempel

(Shot Blast ing)

Pember sihan (Cleaning)

Pengepakan (Packing) Pengir iman Bar ang

((deliver y) Penyelesaian

(Finishing) Pemer iksaan (Inspect ion of Cast ing) Penyelesaian Kasar dengan

Mesin (Rough Machining)

Pemer iksaan Kualit as (Int er mediat e Qualit y

Inspect ion) Penyelesaian Akhir

(Final Machining)

St or e f or Finished

Goods

Bahan Pasir


(49)

IV-49

2.5.4. Mesin dan Peralatan

Dalam kegiatan produksi, PT. Karya Deli Steelindo Medan memiliki sarana mesin-mesin serta peralatan untuk menjalankan produksinya.

2.5.4.1. Mesin Produksi

PT. Karya Deli Steelindo Medan dalam melaksanakan proses produksi menggunakan sarana produksi berupa mesin-mesin dan peralatan. Mesin-mesin menggunakan teknologi semi otomatis, yaitu selain menggunakan tenaga mesin juga menggunakan tenaga manusia.

Adapun mesin-mesin yang digunakan adalah : 1. Tanur Induksi (Induction Melting Furnace)

Untuk meleburkan besi hancuran dan sisa tuangan. Dibuat dari baja dengan frekuensi medium 50 Hz dan kapasitas 500 Kg. Mesin ini adalah mesin buatan Negara Australia. Mesin ini berjumlah 2 (dua) unit. Fungsinya untuk meleburkan besi scrap, baja dan paduannya.

Cara kerja mesin ini adalah besi scrap dan besi tuangan dimasukkan ke dalam dapur melalui bagian atas dapur yang tetap terbuka, aliran induksi listrik akan memanaskan balok besi secara perlahan-lahan sehingga besi akan mencair, setelah mencair slag atau kotoran diambil. Setelah dilakukan pembersihan terhadap kotoran, kemudian bahan-bahan tambahan dimasukkan seperti alloy utnuk memperbaiki kualitas leburan. Proses dilanjutkan sampai pada suhu 1600-16700c.


(50)

IV-50

2. Sand Recycling Machine

Mesin ini digunakan untuk menyaring dan merecycle kembali pasir-pasir bekas yang telah selesai dibongkar dari bagian pembongkaran (fettling). Pasir tersebut diangkut oleh konveyor kemudian dikumpulkan ke dalam bak penampungan yang di dalamnya memiliki mixer dimana pasir dipisahkan dari batu atau pasir yang menggumpal yang sudah tidak dapat dipecah lagi. Kemudian hasil dari pasir yang telah direcycle tersebut dipergunakan untuk kegiatan pencetakan (moulding). Mesin ini berjumlah 2 unit dan mesin ini dibuat berdasarkan hasil rancangan sendiri.

3. Mesin Bubut (Lathe Machine)

Mesin bubut adalah mesin perkakas yang mempunyai gerakan utama memutar. Benda kerja diputar terhadap pahat pemotong sehingga benda kerja tersayat dalam bentuk bram/chips. Gerak jalan dilakukan oleh pahat yang dijepit pada tool post. Salah satu ujung benda kerja ditumpu pada senter dari kepala lepas.

Biasanya mesin bubut digunakan untuk mengerjakan benda-benda yang sentris tetapi disamping itu digunakan juga untuk meratakan permukaan datar, menggurdi (membuat lubang), memperbesar lubang (boring) dan lain-lain.

4. Mesin Bor

Mesin bor adalah mesin perkakas yang mampu membuat lubang pada logam dan benda-benda lainnya. Pada mesin bor, mata bor berputar pada kecepatan tertentu dan ditekan kepada benda kerja sehingga pada benda kerja akan terbentuk lubang, bram akan keluar melalui celah atau ulir mata bor tersebut.


(51)

IV-51

5. Mesin Gerinda

Mesin gerinda adalah mesin yang mampu meratakan permukaan dan penghalusan permukaan yang kasar. Cara kerja mesin gerinda adalah dengan adanya sebuah batu gerinda yang berputar dengan putara tinggi dimana putaran batu gerinda inilah yang mampu menghaluskan permukaan yang kasar.

6. Mesin Las

Mengelas (welding) adalah menyatukan dua potongan atau lebih bahan logam yang sama dalam keadaaan lumer atau meleleh akibat panas di bawah atau tanpa tekanan dengan atau tanpa bahan tambahan (berupa kawat las/elektroda)

Mesin las yang ada di PT. Karya Deli Steelindo terdiri dari mesin las karbit dan mesin las listrik.

7. Mesin gergaji

Mesin gergaji adalah mesin yang digunakan untuk memotong kayu atau balok sesuai dengan ukurannya masing-masing, dimana mesin gergaji yang digunakan di PT. Karya Deli Steelindo ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis.

8. Mesin Sand Blasting

Dimana fungsi dari mesin ini adalah untuk memisahkan produk dari pasir-pasir yang masih melekat dan untuk meratakan permukaannya. Cara kerja mesin ini adalah produk yang telah dimasukkan ke dalamnya akan diputar sehingga pasir yang melekat dapat terpisah. Di dalam mesin ini terdapat mimis baja yang dapat mencuci atau membersihkan produk dari pasir-pasir bekas pencetakan.


(52)

IV-52

9. Mesin Snapper

Mesin ini memiliki fungsi yang sama seperti mesin sand blasting, yaitu memisahkan pasir yang melekat pada produk. Cara kerja mesin ini hampir sama dengan mengebor, hanya bentuk mesinnya menyerupai senapan.

10. Mesin Pengering Pasir (Sand Dryer)

Mesin ini terdiri dari suatu ruangan tempat mengeringkan pasir yang dimasukkan ke dalam mesin melalui bagian depan. Ruangan kemudian dilalui oleh pasir yang dimasukkan ke dalam mesin pengaduk yang terdiri dari sebuah bak penampung yang didalamnya terdapat baling-baling yang berputar terus menerus, kemudian ditambahkan waterglass ke dalam adukan dan dilakukan pengadukan sampai homogen.

Jumlah, jenis dan spesifikasi masing-masing mesin secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.


(53)

IV-53

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Definisi Line Balancing1

1. Menyeimbangkan stasiun kerja

Dalam lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacture dengan produksi massal, peranan perencanaan produksi sangat penting, terutama dalam penugasan kerja pada lintas perakitan (assembly line). Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat akan mengakibatkan setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya.

Lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang dan / atau mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini produksi di mana material melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan.

Pada lini perakitan, secara garis besar, ada dua tujuan yang harus dicapai, yaitu :

2. Menjaga lini perakitan secara kontinu

Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyeimbangkan lintasan (line balancing).


(54)

IV-54

3.1. Pengertian Keseimbangan Lintasan Produksi

Keseimbangan lintasan adalah upaya untuk meminimumkan ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan. Secara teknis keseimbangan lintasan dilakukan dengan jalan mendistribusikan setiap elemen kerja ke stasiun kerja dengan acuan waktu siklus / cycle time.

2

2 Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 205

Assembly line atau lini perakitan merupakan bagian dari lini produksi yang berupa perakitan material dimana materialnya bergerak kontinu dengan rata– rata laju kedatangan material berdistribusi seragam melewati stasiun kerja dan bertujuan merakit material menjadi sub assembly untuk kemudian menjadi sebuah produk jadi. Contohnya antara lain lini perakitan mobil, lini perakitan mesin cuci, lini perakitan komputer, lini perakitan produk mainan dan lain–lain. Dalam lini perakitan terdapat dua masalah yang pokok yaitu penyeimbangan stasiun kerja dan penyeimbangan lini perakitan agar dapat beroperasi secara kontinyu. Secara teknis, usaha untuk memecahkan dua masalah pokok di atas adalah dengan mendistribusikan elemen kerja ke setiap stasiun kerja dengan acuan waktu siklus/Cycle Time (CT). Apabila hal ini tercapai secara sempurna, maka lini perakitan akan menjadi seimbang untuk setiap beban stasiun kerjanya (yaitu selama CT) dan beroperasi secara kontinyu dengan laju sebesar CT. Pada lini perakitan, salah satu tool yang digunakan untuk menangani material


(55)

IV-55

(material handling) adalah konveyor. Terdapat 2 metode penyeimbangan yang berbeda yaitu secara analitik (matematis) dan heuristik.

3.2. Masalah Line Balancing 3

Dalam lintasan perakitan produksi satu unit produk, biasanya ada sejumlah k elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses

Masalah pada lintasan produksi akan kelihatan pada proses perakitan jika dibandingkan dengan proses pabrikasi. Dalam pabrikasi, part-part biasanya membutuhkan mesin-mesin berat dengan waktu siklus yang panjang. Bila beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan dalam seri-seri, maka akan sangat sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin, yang pada akhirnya akan menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Gerakan kontinu lebih dapat dicapai dengan operasi yang dilakukan secara manual jika operasi tersebut dapat dibagi-bagi menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tinggi pula derajat keseimbangan yang dapat dicapai. Hal ini membolehkan aliran yang mulus dengan menggunakan tenaga kerja dan peralatan yang tinggi.

Pengelompokan tugas-tugas yang akan dihasilkan pada lintasan produksi yang seimbang membutuhkan informasi tentang waktu pelaksanaan tugas, kebutuhan precedence (tingkat ketergantungan) yang menentukan urutan yang feasible, dan tingkat output, job spesification dan waktu siklus yang diinginkan.


(56)

IV-56

selama tk (k = 1, 2, 3, ……, k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit satu unit produk adalah :

Total waktu =

=

k

k k

t

1

k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram precedence. Gambar berikut menunjukkan salah satu bentuk diagram precedence. Simbol di dalam lingkaran menyatakan elemen kerja dan nomor di luar lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja I merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja I lebih dulu sebelum elemen j.

Gambar 3.1. Precedence Diagram 3.3. Terminologi Lintasan 4

a. Elemen Kerja

Adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan. b. Stasiun Kerja

4 Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 119-121

U1

U3 U2

U4

U5

U6

U7

U8 U10


(57)

IV-57

Adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan. c. Waktu Siklus / Cycle Time

Adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.

d. Waktu Stasiun Kerja (WSK)

Adalah waktu yang dibutuhkan sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada staiun kerja tersebut.

e. Waktu Operasi

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. f. Balance Delay

Adalah rasio waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. g. Precedence Diagram

Adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.

Untuk mengukur performans sebelum dan sesudah dilakukan proses keseimbangan lintasan dilakukan perhitungan kriteria-kriteria berikut ini : 1. Efisiensi Lini

Adalah rasio anatara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama.


(58)

IV-58

Adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut :

SI =

= −

N

i

i WSK WSK

1

2 ) max

(

WSK max = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk WSK i = Waktu stasiun kerja ke -i yang terbentuk N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk

3.4.Beberapa Teknik Line Balancing5

Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1. Pendekatan analitis 2. Pendekatan heuristik

Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan matematis/analitis yang akan memberikan solusi optimal, lambat laun akhirnya para peneliti menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Semua problem dapat dipecahkan secara matematis, tetapi usaha yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak alternatif baru, tetapi tidak ada yang dapat mengurangi jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima.

Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini didasarkan atas pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan


(59)

IV-59

heuristik menyatakan pendekatan trial dan eror, teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat riskan apabila data yang dimasukkan tidak akurat.

Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Yang termasuk dalam metode analitis adalah :

a. Metode 0-1 (zero one) b. Metode Helgeson dan Birnie

Sedangkan yang termasuk dalam metode heuristik adalah : a. Metode Kilbridge dan Wester (Region Approach) b. Metode Integer

c. Metode Moodie Young

3.4.1. Metode Helgeson dan Birnie6

Metode ini dikembangkan oleh W.B.Helgeson dan D.P.Birnie, biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system atau system RPW. Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.

6

Ginting, Rosnani. Ibid.Hal. 215 a

b

d

c


(60)

IV-60

Gambar 3.2 Diagram Precedence untuk menerangkan metode RPW Dari diagram precedence di atas, bobot setiap elemen dapat dihitung: Untuk elemen a = a+b+c+d+e = 24

Untuk elemen b = b+c+e = 16 Untuk elemen d =d+e =11 Untuk elemen e = e = 9

Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap hubungan bernilai -1, 0, 1. Hubungan precedence yang bernilai +1, jika elemen yang hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada hubungan.

Tabel 3.1 Matrik Precedence dari gambar 3.2

Elemen kerja a B C D e

A 0 1 1 1 1

B -1 0 1 0 1

C -1 -1 0 0 1

\D -1 0 0 0 1

E -1 -1 -1 -1 0

Dari matriks precedence, bobot setiap elemen diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan untuk elemen tersebut dengan elemen yang bernilai +1 pada masing-masing baris.

Sebagai contoh diambil elemen b.

Tabel 3.2. Contoh Perhitungan Bobot

Elemen kerja a b c d e

b -1 0 1 0 1

Personal weight


(61)

IV-61

Terlihat bahwa masing-masing elemen mempunyai bobot dan elemen yang mempunyai bobot yang paling besar menempati ranking 1, bobot yng terbesar berikutnya menempati rank 2, dan begitu seterusnya sampai semua elemen didaftar. Apabila ada elemen yang bobotnya sama, mereka bisa diurut sesuai dengan urutannya di dalam daftar.

Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode bobot posisi ini adalah sebagai berikut:

1) Buat matrik pendahulu berdasarkan jaringan kerja perkaitan.

2) Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.

3) Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.

4) Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.

5) Distribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan aturan bahwa elemen kerja yang memiliki bobot posisi terbesar adalah yang pertama didistribusikan dan total waktu elemen kerja yang terdistribusi pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.


(62)

IV-62

3.4.2. Metode Kilbridge dan Wester (Region Approach)7

1) Bagi jaringan kerja ke dalam wilayah dari kiri ke kanan.

Dalam metode ini, diagram precedence dengan elemen-elemennya dikelompokkan dalam sejumlah kolom. Semua elemen tergabung dalam sebuah kolom independen, karenanya dapat dipermutasikan di antara mereka dalam berbagai cara tanpa melanggar kaidah precedence.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

2) Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari operasi terbesar hingga operasi terkecil.

3) Bebankan pekerjaan dengan daerah kiri terlebih dahulu didistribusikan ke dalam stasiun kerja dan waktu operasi terbesar pertama kali tetapi memiliki aturan tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.

4) Pada akhir pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu tersebut dapat diterima.

3.4.3. Metode Moodie Young 8

Metode ini terdiri dari 2 fase. Fase pertama adalah membuat pengelompokkan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan yang pertama. Pada fase ini pula, precedence diagram dibuat matriks P dan F, yang menggambarkan elemen

7 Ginting, Rosnani. Ibid. Hal. 218-219 8 Purnomo, Hari.Ibid. Hal. 126-127


(63)

IV-63

kerja pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada.

Pada fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase 2 ini adalah sebagai berikut :

1) Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil. 2) Tentukan GOAL, dengan rumus :

GOAL =

2

min max waktusiklus siklus

waktu

3) Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu paling maksimum, yang mempunyai waktu yang lebih kecil daripada GOAL, yang elemen kerja tersebut bila dipindah ke stasiun kerja yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram.

4) Pindahkan elemen kerja tersebut.

5) Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

3.5. Perbandingan Algoritma Kilbridge Wester, Helgeson Birnie, dan Moodie Young9

Sebuah penelitian dilakukan oleh Teguh Baroto di Laboratorium Simulasi dan Optimasi Sistem Produksi Universitas Muhammadiyah Malang tentang ketiga metode di atas.

9 Teguh Baroto. Simulasi Perbandingan Algoritma Region Approach, Positional Weight dan

Moodie Young dalam Efisiensi dan Keseimbangan Lini Produksi. (Malang: Universitas Muhammadiyah, 2004) h. 9-10.


(64)

IV-64

Peningkatan efisiensi merupakan alternatif penting untuk peningkatan daya saing. Meminimalkan idle adalah salah satu cara peningkatan efisiensi. Penyusunan atau pengaturan operasi-operasi produsi (yang semula banyak) menjadi beberapa stasiun kerja (yang lebih sedikit) akan dapat menurunkan total menganggur (idle). Pengaturan operasi dapat dilakukan dengan aplikasi konsep line balancing. Dalam konsep line balancing, terdapat banyak alternatif prosedur/algoritma.

Sebagai hipotesa, tiap algoritma semestinya akan memberikan model pengaturan stasiun kerja (pengelompokan operasi) yang berbeda-beda. Perbedaan model pengaturan ini akan menyebabkan perbedaan jumlah idle. Perbedaan jumlah idle akan mempengaruhi tingkat efisiensi.

Pertanyaannya adalah, pada kasus-kasus seperti apakah suatu algoritma line balancing akan memberikan efisiensi tertinggi?

Penelitian ini diharapkan akan menemukan karakteristik kasus-kasus produksi yang memiliki efisiensi tinggi bila digunakan algoritma secara eksklusif. Bila eksklusifitas ini didapatkan, akan dapat dirumuskan suatu rekomendasi dalam pemilihan algoritma line balancing.

Sebagai batasan, yang dimaksud kasus adalah bagan proses operasi atau Operation Process Chart (OPC). Dalam prosedur line balancing, OPC ini akan disederhanakan menjadi suatu precedence diagram. Precedencece diagram adalah simbolisasi proses produksi menjadi tanda panah dan lingkaran.

Pada penelitian ini dibandingkan kinerja antara tiga algoritma keseimbangan lintasan yaitu Algoritma Helgeson Birnie, Algoritma Moodie


(65)

IV-65

Young, dan Algoritma Kilbridge Wester dalam kaitannya dengan peningkatan produktifitas. Penelitian dilakukan secara simulatif numerik dengan memunculkan berbagai kasus lini produksi yang berbeda-beda. Berdasar kriteria tingkat efisiensi (line efficiency) dan tingkat keseimbangan (smoothing index), dihasilkan empat kesimpulan. Pertama, algoritma Moodie Young cocok digunakan untuk precedence diagram yang berawal dari satu atau banyak operasi terpisah namun menyatu dalam suatu elemen operasi dan diakhiri pada satu elemen operasi. Kedua, algoritma Helgeson Birnie cocok digunakan untuk precedence diagram yang dimulai dari satu operasi dan selanjutnya bercabang menjadi dua atau lebih dan selanjutnya diakhiri pada lebih dari satu operasi. Ketiga, tidak ada suatu precedence diagram spesifik yang cocok untuk algoritma Kilbridge Wester. Keempat, tidak ada algoritma terbaik untuk precedence diagram berbentuk: satu jalur lurus; atau berawal dari satu atau banyak operasi mandiri, bertemu lalu bercabang dan berakhir pada banyak elemen operasi; precedence yang berawal dari satu operasi bercabang, bertemu lagi disatu elemen operasi, bercabang lagi, dan bersatu lagi serta berakhir pada satu elemen.

Untuk membuat generalisasi, gambar precedence diagram harus disusun dan diringkas terlebih dahulu. Setelah itu, precedence diagram dalam tiap kelompok dinyatakan dalam suatu teori berdasar kemiripan karakteristiknya. Berikut ini generalisasi yang dapat dilakukan.


(66)

IV-66

Algoritma Helgeson Birnie memberikan hasil yang lebih baik dibanding algoritma Moodie Young dan Kilbridge Wester pada precedence diagram seperti seperti Gambar 3.4.

1 3 4 5 6 7 8 9 10 6 4 3 5 5 5 2 4 4 2 2 1 3 4 5 6 7 8 9 10

6 3 5

4 5 5 2 2 4 4 2 1 3 4 5 6 7

8 9 10

6 3 5

5 4 5 2 4 4 2 2

1 3 4 5

6

7 8

9 10

6 3 5 4 5

2 4 5 2 4 2

1 3 5

4 6

7

8 9

10

6 5 5 2 4

3 4 5 2 4

2 1 3 4 7 8 5 6 9 10

6 3 5

4 5 5

2 2 4 4

2

Gambar 3.3. Precedence Diagram yang sesuai untuk Metode Moodie Young

2 2 5 5 6 3 4 4 4 5 4 4 2 2 5 5 6 3 4 5

Gambar 3.4. Precedence Diagram yang sesuai untuk Metode Helgeson Birnie


(67)

IV-67

3.6. Pengukuran Waktu

Teknik pengukuran kerja dimaksudkan untuk menunjukkan isi kerja dari suatu pekerjaan. Isi kerja biasanya diukur dalam satuan waktu. Waktu yang diambil sebagai dasar pertimbangan adalah waktu yang secara normal diperlukan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan dengan metode kerja terbaik. Waktu ini biasanya disebut dengan waktu baku.

Secara garis besar, pengukuran waktu dibagi dalam dua bagian, yaitu : 1. Teknik pengukuran waktu kerja secara langsung

Pengukuran dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Ada dua cara yang termasuk kedalam teknik ini, yaitu jam henti (stop watch time study) dan sampling kerja (work sampling) 2. Teknik pengukuran waktu kerja secara tidak langsung

Pengukuran waktu kerja dilakukan tanpa si pengamat harus berada di tempat dimana pekerjaan dilaksanakan, yaitu dengan cara membaca tabel-tabel waktu yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan; yang termasuk teknik ini data waktu baku dan data waku gerakan.

3.6.1. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Waktu

Aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut akan dijelaskan dalam langkah-langkah berikut : 1. Penetapan tujuan pengukuran

Dalam melakukan pengukuran waktu, hal-hal yang penting yang harus diketahui dan ditetapkan untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa


(68)

IV-68

tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalkan jika waktu standard yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sbagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

2. Melakukan penelitian pendahuluan

Dalam penelitian pendahuluan dilakukan pengumpulan dan pencatatan semua keterangan yang dapat diperoleh mengenai kondisi pekerjaan, pekerja dan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan pekerjaan.

Dari hasil pengukuran waktu akan diperoleh waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang pantas merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Untuk itu perlu ditetapkan kondisi kerja dan metode kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan diukur waktu penyelesaian pekerjaannya adalah operator yang memiliki kemampuan (skill) normal atau rata-rata dan dapat diajak bekerja sama dalam kegiatan pengukuran kerja nantinya.

4. Melatih Operator

Melatih operator perlu dilakukan agar operator dapat bekerja secara konsisten. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan.


(69)

IV-69

Semua pekerjaan sebelum diukur harus ditetapkan dahulu siklus kerjanya. Pekerjaan dapat dibagi kedalam elemen-elemen gerakan yang lebih kecil dan lebih sederhana, dan selanjutnya elemen-elemen gerakan tersebutlah yang diamati.

6. Mempersiapkan alat-alat pengukuran

Alat-alat yang diperlukan untuk pengukuran adalah : a. Jam henti (stopwatch)

b. Lembar pengamatan

c. Alat-alat tulis, seperti pensil, pena

d. Alat-alat lain yang mendukung pengukuran

3.6.2. Tahapan Penentuan Waktu Normal

Dalam menentukan waktu normal, harus diperhitungkan rating performance. Jika pekerja/operator bekerja secara wajar rating factor (rf) = 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika operator bekerja terlampau lambat (bekerja dibawah normal), maka rating factor (rf) < 1, dan sebaliknya apabila operator bekerja terlalu cepat (bekerja diatas normal), maka rating factor (rf) > 1.

Untuk menentukan apakah operator bekerja secara wajar atau tidak, maka selama melakukan pengamatan dan pengukuran waktu kerja, pengukur harus benar-benar memperhatikan kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Kewajaran kerja seorang operator dapat dinilai oleh pengukur dengan suatu standar nilai yang dibuat berdasarkan konsep tentang bekerja wajar. Untuk


(70)

IV-70

memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana seorang operator dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Konsep kewajaran ini dikemukakan oleh ILO (International Labour Organization).

Selain konsep diatas, terdapat juga konsep lain yang lebih terperinci, yaitu cara Westinghouse. Pada metode ini, terdapat empat faktor yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.

Cara-cara untuk menentukan rating performance adalah sebagai berikut : a. Cara persentase

Rating performance sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya. Disini dilihat bahwa rating performance diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa cara ini merupakan cara yang paling mudah, namun segera tampak adanya kekurangan dalam ketelitian, sebagai akibat kasarnya penilaian.

b. Cara Shumard

Rating performance ditentukan berdasarkan penilaian oleh pengukur melalui kelas-kelas performansi kerja, dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Dalam hal ini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja dari operator menurut kelas-kelas tertentu. Adapun kelas-kelas tersebut beserta dengan nilai-nilainnya pada Tabel 3.3.


(1)

3,7 3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 25

Xi X rata2 bka bkb 8 8,5 9 9,5 10 10,5 11 11,5

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 26

Xi X rata2 bka bkb 236 237 238 239 240 241 242 243

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 27

Xi X rata2 bka bkb 8 8,5 9 9,5 10 10,5 11 11,5

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 28

Xi X rata2 bka bkb


(2)

13 14 15 16 17

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 29

Xi X rata2 bka bkb 4,6 4,7 4,8 4,9 5 5,1 5,2 5,3

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 30

Xi X rata2 bka bkb 13 13,5 14 14,5 15 15,5 16 16,5

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 31

Xi X rata2 bka bkb 0 0,5 1 1,5

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 32

Xi X rata2 bka bkb


(3)

4,7 4,8 4,9 5 5,1 5,2 5,3

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 33

Xi X rata2 bka bkb 8 8,5 9 9,5 10 10,5 11 11,5

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 34

Xi X rata2 bka bkb 58 59 60 61 62

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 35

Xi X rata2 bka bkb 13 14 15 16 17

1 2 3 4 5

W a k tu P e n g a m a ta n

Peta Kontrol Elemen Kerja 36

Xi X rata2 bka bkb


(4)

LAMPIRAN 3

PERHITUNGAN ALLOWANCE UNTUK SEMUA

ELEMEN KERJA

1. Untuk elemen kerja 2, 3, 4, 24, 26, 28, 29, 30, 31, 33 dan 35

Faktor Allowance

Kebutuhan Pribadi : Pria 0,5%

Tenaga yang dikeluarkan : Ringan 7,5%

Sikap kerja : Membungkuk 4%

Gerakan kerja : Normal 0%

Kelelahan mata : Pandangan hampir terus menerus 2%

Keadaan temperatur : Tinggi 5%

Keadaan atmosfer : Cukup 0%

Keadaan lingkungan : Siklus kerja berulang (5-10 detik) 0%

Hambatan yang tak terhindarkan 1%

Jumlah : 20%

2. Untuk elemen kerja 1, 7, 10, 12, 22, 25 dan 36

Faktor Allowance

Kebutuhan Pribadi : Pria 0,5%

Tenaga yang dikeluarkan : Ringan 7,5%

Sikap kerja : Membungkuk 4%

Gerakan kerja : Normal 0%

Kelelahan mata : Pandangan yang terputus-putus 0%


(5)

Keadaan atmosfer : Cukup 0% Keadaan lingkungan : Siklus kerja berulang (5-10 detik) 0%

Hambatan yang tak terhindarkan 1%

Jumlah : 18%

3. Untuk elemen kerja 5 dan 6

Faktor Allowance

Kebutuhan Pribadi : Pria 0,5%

Tenaga yang dikeluarkan : Ringan 7,5%

Sikap kerja : Beridiri di atas kedua kaki 1%

Gerakan kerja : Normal 0%

Kelelahan mata : Pandangan hampir terus menerus 1%

Keadaan temperatur : Tinggi 5%

Keadaan atmosfer : Cukup 0%

Keadaan lingkungan : Siklus kerja berulang (5-10 detik) 0%

Hambatan yang tak terhindarkan 1%

Jumlah : 16%

4. Untuk elemen kerja 8, 9, 19, 21, 23, 32 dan 34.

Faktor Allowance

Kebutuhan Pribadi : Pria 0,5%

Tenaga yang dikeluarkan : Ringan 7,5%

Sikap kerja : Beridiri di atas kedua kaki 1%

Gerakan kerja : Normal 0%

Kelelahan mata : Pandangan yang terputus- putus 0%

Keadaan temperatur : Tinggi 5%

Keadaan atmosfer : Cukup 0%

Keadaan lingkungan : Siklus kerja berulang (5-10 detik) 0%

Hambatan yang tak terhindarkan 1%


(6)

5. Untuk elemen kerja 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18 dan 20

Faktor Allowance

Kebutuhan Pribadi : Pria 0,5%

Tenaga yang dikeluarkan : Ringan 6%

Sikap kerja : Beridiri di atas kedua kaki 1%

Gerakan kerja : Normal 0%

Kelelahan mata : Pandangan yang terputus- putus 0%

Keadaan temperatur : Tinggi 5%

Keadaan atmosfer : Cukup 0%

Keadaan lingkungan : Siklus kerja berulang (5-10 detik) 0%

Hambatan yang tak terhindarkan 1%