yang masih efektif menghambat pertumbuhan bakteri. Pengujian MIC dilakukan dengan metode dilusi cair. Metode ini menggunakan media cair untuk
pertumbuhan yang berisi senyawa antimikroba dengan konsentrasi yang meningkat secara berurutan, dan diinokulasi sejumlah sel bakteri. Penampakan
kekeruhan atau endapan setelah inkubasi menunjukkan pertumbuhan mikroba. Uji berikutnya terhadap ekstrak terpilih adalah uji fitokimia dan
kandungan total fenol. Pengujian fitokimia bertujuan untuk menentukan golongan senyawa bioaktif yang bertanggung jawab atas aktivitas antimikroba. Uji
fitokimia dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan reagent sesuai dengan golongan senyawa yang dimaksud. Golongan senyawa bioaktif yang diuji
meliputi alkaloid, steroidtriterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin. Pengujian kandungan total fenol dilakukan untuk mengetahui jumlah fenol yang
terdapat dalam sampel. Uji kandungan total fenol menggunakan metode Follin- Ciocalteu dengan standar asam galat.
3.4 Metode Analisis
3.4.1 Rendemen ekstrak Sampel kulit batang api-api diambil dari kawasan mangrove Pantai Indah
Kapuk, Jakarta. Kulit batang diambil dengan menyayat batang pohon hingga batas kambium. Sampel kulit batang api-api dibawa dengan plastik ber-sealer,
agar terhindar dari udara luar. Sampel tersebut kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan dijemur di bawah sinar matahari
sampai kadar airnya dibawah 10. Bagian yang sudah dikeringkan, dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk dan ditimbang sebanyak 50 gram.
Sampel serbuk kulit batang api-api selanjutnya diekstraksi dengan cara maserasi partisi dan maserasi bertingkat. Perbandingan antara sampel dan
masing-masing pelarut adalah 1: 3 bv. Maserasi partisi dilakukan dengan
merendam sampel dalam pelarut metanol selama 24 jam, tujuannya untuk menarik semua komponen bioaktif pada kulit batang api-api. Hasil maserasi disaring,
kemudian filtrat dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C. Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan n-heksan menggunakan corong pemisah.
Fase n-heksan dipekatkan dan didapatkan ekstrak n-heksan. Ekstrak metanol, setelah dipartisi dengan n-heksan dipartisi kembali dengan etil asetat. Fase etil
asetat dipekatkan dan didapatkan ekstrak etil asetat. Ekstrak metanol sisa partisi dipekatkan kembali dan didapatkan ekstrak metanol. Hasil ekstrak yang diperoleh
dalam bentuk pasta. Diagram alir proses ekstraksi komponen bioaktif kulit batang api-api secara maserasi partisi disajikan pada Lampiran 1.
Maserasi bertingkat dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut n-heksan selama waktu maserasi 24 jam. Hasil maserasi disaring
menggunakan kertas saring hingga diperoleh residu dan filtrat yang diinginkan. Residu sisa ekstraksi n-heksan dimaserasi kembali menggunakan etil asetat
selama 24 jam, sedangkan filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah ekstrak n-heksan. Hasil maserasi etil asetat kemudian
disaring, residu yang dihasilkan dilarutkan dengan metanol dan dimaserasi selama 24 jam, sedangkan filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak
etil asetat. Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan filtratnya dievaporasi ekstrak metanol. Hasil ekstrak yang diperoleh dalam bentuk pasta. Diagram alir
proses ekstraksi komponen bioaktif kulit batang api-api secara maserasi bertingkat disajikan pada Lampiran 2.
Masing-masing ekstrak yang diperoleh, baik hasil maserasi partisi maupun maserasi bertingkat, ditimbang beratnya. Persentase rendemen ekstrak kulit
batang api-api dapat dihitung dengan rumus:
3.4.2 Uji aktivitas antimikroba modifikasi Coyle 2005 Uji ini meliputi persiapan media cair, persiapan media padat dan prosedur
aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur agar Kirby Bauer.
a. Persiapan media cair
Bakteri uji yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus disegarkan terlebih dahulu menggunakan media nutrient broth NB,
sedangkan untuk golongan khamir yaitu Candida albicans dan Microsporum gypseum disegarkan menggunakan media potato dextrose
broth PDB. Nutrient Broth dan Potato Dextrose Broth Oxoid dilarutkan dalam akuades, media tersebut dihomogenkan menggunakan
hotplate pada suhu 100 °C. Media yang telah homogen dimasukkan sebanyak 20 mL ke dalam tabung reaksi dan ditutup menggunakan kapas
dan alumunium foil. Media tersebut disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Media didinginkan di tempat yang steril pada
suhu ruang. b.
Persiapan media padat Media padat yang digunakan adalah Mueller Hinton agar MHA
dan Potato Dextrose Agar PDA. Bubuk MHA dan PDA Oxoid dilarutkan dalam akuades, lalu dihomogenkan menggunakan hotplate pada
suhu 100 °C. Larutan kemudian dipipet 20 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masing-masing tabung ditutup menggunakan kapas dan
alumunium foil. Media tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Media didiamkan di laminar aseptik sampai agar
beku. Apabila media sudah beku, media disimpan dalam refrigerator. c.
Persiapan suspensi mikroba Sebanyak satu ose bakteri uji dimasukkan ke dalam media cair
nutrient broth NB yang telah dingin secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 18-24 jam. Biakan bakteri yang telah diinkubasi,
diukur rapat optis atau optical density OD nya dengan nilai antara 0,5-0,8 pada panjang gelombang 600 nm. Fungi yang telah disegarkan
sebelumnya diambil satu ose dan dimasukkan ke dalam media cair potato dextrose broth PDB secara aseptik. Media berisi mikroba uji tersebut
diinkubasi pada suhu ruang selama 18-24 jam. d.
Pengujian antibakteri Tahap pertama pada uji aktivitas antimikroba yaitu sebanyak
20 mL media MHA dalam keadaan cair ditambahkan 20 µL bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menggunakan pipet mikro,
sedangkan untuk Candida albicans dan Microsporum gypseum menggunakan media PDA. Media agar yang telah ditambahkan bakteri uji
dihomogenkan dengan vortex, kemudian segera dituangkan ke dalam cawan petri steril dan digoyangkan membentuk angka delapan agar bakteri
lebih menyebar dan media MHA tercampur merata. Media agar terebut
didiamkan dalam clean bench aseptik selama 15 menit atau sampai agar beku. Pada pengujian antifungi Microsporum gypseum, media PDA
sebanyak 20 mL dalam keadaan cair dituang ke cawan petri dan didiamkan dalam clean bench aseptik hingga agar beku. Microsporum gypseum
diteteskan sebanyak 20 µL dan disebar ke seluruh permukaan agar menggunakan hockey stick.
Apabila media MHA dan PDA tersebut telah membeku, dibuat sumur berdiameter 6 mm menggunakan pangkal pipet pasteur. Tiap sumur
ditambahkan ekstrak sejumlah 2 mgsumur, 1 mgsumur dan 0,5 mgsumur. Cawan disimpan dalam refrigerator selama 3 jam supaya
ekstrak berdifusi dengan agar. Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 18-20 jam dengan suhu 37 °C untuk bakteri dan suhu
ruang untuk fungi. Aktivitas antimikroba dapat dilihat dengan mengamati zona hambatan yang terbentuk di sekeliling sumur. Antimikroba
dikatakan positif jika terbentuk zona hambatan berupa zona bening di sekeliling sumur dan antibakteri negatif ditandai dengan tidak
terbentuknya zona bening. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur lebarnya menggunakan penggaris. Data aktivitas antimikroba berupa
rataan diameter zona bening disajikan dalam statistik deskriptif. 3.4.3 Uji Minimum Inhibitory Concentration Mazzola et al. 2009
Uji Minimum Inhibitory Concentration MIC dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak yang terpilih dalam menghambat aktivitas
pertumbuhan dari bakteri uji. Beberapa tahapan dalam proses MIC, yaitu prekultur dan perhitungan MIC.
a. Prekultur bakteri uji
Prekultur dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri uji sebanyak 1 ose dan dimasukkan dalam media NB dan biakan fungi dalam
media PDB, kemudian diinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 37 °C untuk bakteri dan suhu ruang untuk fungi.
b. Perhitungan MIC
Ekstrak kulit batang tumbuhan api-api yang mempunyai aktivitas penghambatan yang terbaik dilanjutkan dengan penentuan MIC. Metode
yang digunakan adalah metode dilusi cair Broth Dilution. Media cair untuk bakteri menggunakan media NB dan untuk fungi menggunakan
media PDB. Tabung reaksi disiapkan sejumlah 9 buah dan diberi nomor sesuai urutan. Setiap tabung diisi 3 mL media cair. Tabung ke-1 hingga
ke-8 secara berurutan ditambahkan ekstrak antimikroba terpilih dengan konsentrasi 0,5 mgmL, 0,6 mgmL, 0,7 mgmL, 0,8 mgmL, 0,9 mgmL,
1 mgmL, 1,5 mgmL dan 2 mgmL. Tabung 1 hingga 9 ditambah 3 µL suspensi mikroba. Tabung 9
digunakan sebagai kontrol positif sehingga tidak ditambah dengan ekstrak antimikroba. Tabung diinkubasi pada suhu 37 °C untuk bakteri dan pada
suhu 30 °C untuk fungi selama 18-24 jam. Pertumbuhan mikroba diamati dengan adanya kekeruhan pada media. Penentuan MIC dilakukan dengan
melihat konsentrasi ekstrak terendah yang masih menunjukkan penghambatan, ditandai dengan nomor tabung terkecil yang masih jernih.
3.4.4 Uji fitokimia Harborne 1987 Uji fitokimia bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung
dalam ekstrak kulit batang api-api Avicennia marina. Uji fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroidtriterpenoid, flavonoid, saponin, fenol
hidrokuinon, dan tanin. a.
Alkaloid Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat
2N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif apabila
pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan cokelat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah sampai jingga dengan
pereaksi Dragendorff. b.
Steroidtriterpenoid Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam
tabung reaksi yang kering, lalu kedalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c. Flavonoid
Sebanyak 1 g sampel ditambah 0,1 mg bubuk magnesium dan 0,4 mL amil alkohol campuran HCl 37 dan etanol 95 dengan volume
sama dan ditambah 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga
pada lapisan amil alkohol. d.
Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa
yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya senyawa saponin.
e. Fenol hidrokuinon
Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 mL etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes
larutan FeCl
3
5. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditandai dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru.
f. Tanin
Sebanyak 1 g sampel ditambahkan pereaksi FeCl
3
. Adanya
komponen tanin ditandai dengan terbentuknya warna merah tua. 3.4.5 Uji kandungan total fenol Ramamoorthy dan Bono 2007
Uji kandungan total fenol dilakukan untuk mengetahui jumlah fenol yang terdapat pada sampel. Ekstrak kasar yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik,
ditimbang sebanyak 5 mg lalu dilarutkan dengan 2 mL etanol 95. Larutan ditambahkan 5 mL akuades dan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteau 50 vv.
Campuran didiamkan selama 5 menit dan ditambahkan 1 mL Na
2
CO
3
5 bv. Campuran dihomogenkan lalu diinkubasi dalam kondisi gelap selama satu jam.
Serapan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer UV-Visible pada pannjang gelombang 725 nm. Asam galat digunakan sebagai standar dengan
konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 50 mgL. Kandungan total fenol diinterpretasikan sebagai miligram ekivalen asam galat GAE= Galic Acid
Equivalen per 1000 gram sampel mg GAE1000 g sampel.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Ekstrak Kulit Batang Api-api