Minimum Inhibitory Concentration MIC

Menurut Sadeghnia dan Hassanzadeh-Khayyat 2005 ketoconazol merupakan senyawa antifungi yang termasuk dalam kelompok imidazol. Zat ini diberikan melalui mulut bagi penderita kandidiasis kronis, infeksi saluran pencernaan oleh jamur, infeksi dermatofit pada kulit dan kuku dan penyakit akibat fungi patogen lain. Penyerapan ketoconazol dalam saluran pencernaan bervariasi dan meningkat seiring dengan penurunan pH perut. Lebih dari 90 ketoconazol terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Paolicelli 2011 melaporkan bahwa ketoconazol bersifat larut air dan mudah mengalami degradasi kimia seperti oksidasi dan hidrolisis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tumbuhan mangrove mengandung senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba. Penelitian yang dilakukan Saad et al. 2012 menunjukkan tanin yang terdapat pada Soneratia telah dibuktikan memiliki aktivitas antibakteri. Hasil serupa dinyatakan oleh Hong et al. 2011, bahwa tanin hidrolisis yang diisolasi dari kulit batang Rhizophora apiculata memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans. Haq et al. 2011 menemukan bahwa senyawa fenolik yang diekstrak dari Bruguiera gymnorrhiza efektif menghambat pertumbuhan beberapa bakteri gram positif dan Gram-negatif.

2.7 Minimum Inhibitory Concentration MIC

Aktivitas antimikroba diukur berdasarkan jumlah terkecil senyawa yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme yang diuji dengan nilai yang disebut MIC Madigan 2009. Minimum Inhibitory Concentration MIC adalah konsentrasi terendah dari senyawa antimikroba yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba secara kasat mata. Luasan dari masing- masing dari zona hambat merupakan ukuran langsung dari tingkat sensitivitas senyawa Greenwood et al. 1992. Menurut Wiegand et al. 2008 penentuan MIC dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangan daya tahan obat antibiotik. Ada 2 metode yang digunakan dalam pengujian MIC, yaitu teknik tabung pengenceran tube dillution technique dan metode difusi agar agar diffusion method. Teknik tabung pengenceran dilakukan dengan menginokulasikan bakteri uji ke dalam beberapa tabung reaksi yang telah diisi medium dengan konsentrasi senyawa antimikroba berbeda. Tabung diinkubasi, setelah itu ditentukan MIC nya berdasarkan kekeruhannya Madigan 2009. Wiegand et al. 2008 menyatakan bahwa metode difusi agar dilakukan dengan menaruh sejumlah bakteri dalam cakram nutrient agar yang telah diisi dengan zat antimikroba dengan konsentrasi berbeda. Adanya koloni bakteri pada cakram setelah inkubasi menunjukkan pertumbuhan mikroba. Menurut Wiegand et al. 2008 dilusi cair menggunakan media cair untuk pertumbuhan yang berisi senyawa antimikroba dengan konsentrasi yang meningkat secara berurutan, dan diinokulasi sejumlah sel bakteri. Volume yang digunakan menentukan jenis metode termasuk makrodilusi atau mikrodilusi. Jika volume yang digunakan sebanyak 2 mL maka disebut makrodilusi sedangkan mikrodilusi menggunakan microtiter plate dengan volume sebanyak 500 µL per sumur. Penampakan kekeruhan atau endapan setelah inkubasi menunjukkan pertumbuhan mikroba. Nilai MIC ditunjukkan dengan konsentrasi terendah dalam mgL senyawa antimikroba yang mencegah pertumbuhan mikroorganisme secara kasat mata dibawah kondisi tersebut. Minimum Inhibitory Concentration MIC tidak sama untuk setiap senyawa antibakteri, tetapi dipengaruhi oleh jenis organisme, ukuran inokulum, komponen media kultur, waktu inkubasi, serta kondisi inkubasi berupa suhu, pH atau aerasi Madigan 2009. Menurut Davis dan Stout 1971, ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm kuat, daerah hambatan 5-10 mm sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang lemah. Faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan, yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar. 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat