tersebut menunjukkan rendemen tertinggi diperoleh dari pelarut polar etanol. Nurhayati et al. 2010 dalam penelitiannya mengenai aktivitas inhibitor protease
ekstrak karang lunak, melaporkan bahwa rendemen ekstrak tertinggi dihasilkan oleh metanol, jauh melebihi rendemen ekstrak dari etil asetat dan n-heksan.
Metanol dikenal sebagai pelarut universal dan termasuk dalam golongan alkohol. Alkohol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan
untuk mengekstraksi habis senyawa bioaktif. Pelarut yang bersifat polar seperti metanol mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik,
karotenoid, tanin, gula, asam amino, dan glikosida Harborne 1987.
4.2 Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Batang Api-Api Avicennia marina
Uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar metanol, etil asetat dan n-heksan kulit batang api-api dari hasil maserasi partisi dan maserasi bertingkat dilakukan
terhadap bakteri dan fungi patogen. Bakteri uji yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus untuk mewakili bakteri Gram-positif dan Escherichia coli
untuk mewakili Gram-negatif, sedangkan fungi uji yang digunakan yaitu khamir Candida albicans dan kapang Microsporum gypseum.
Tiap ekstrak dari masing-masing pelarut diujikan dengan tiga jumlah ekstrak per sumur yang berbeda. Kontrol positif yang digunakan untuk bakteri
adalah kloramfenikol dengan jumlah 0,3 µgsumur dan untuk fungi adalah ketoconazol dengan jumlah 0,3 µgsumur. Kontrol negatif yang digunakan yaitu
pelarut yang sesuai dengan ekstraknya. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak kulit batang api-api disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ekstrak etil asetat kulit batang api- api dari maserasi partisi dan maserasi bertingkat memiliki diameter zona hambat
terbesar. Ekstrak etil asetat kulit batang api-api maserasi partisi hanya memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. aureus, sedangkan esktrak etil asetat kulit batang
api-api maserasi bertingkat memiliki aktivitas antimikroba terhadap E. coli, S. aureus dan M. gypseum. Esktrak etil asetat hasil maserasi bertingkat memiliki
aktivitas yang lebih tinggi daripada ekstrak etil asetat hasil maserasi partisi karena dapat menghambat pertumbuhan tiga mikroorganisme uji. Ekstrak etil asetat hasil
maserasi bertingkat pada jumlah yang lebih kecil 1 µgsumur sudah menunjukkan aktivitas antimikroba dibandingkan dengan eksrak etil asetat hasil
Tabel 1. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak kulit batang api-api A. marina
Metode ekstraksi
Bakteri Diameter zona hambat mm
Ekstrak Metanol per sumur
Ekstrak Etil asetat per sumur
Ekstrak N-heksan per sumur
Kontrol positif
Kontrol negatif
2 mg 1 mg
0,5 mg 2 mg
1 mg 0,5 mg
2 mg 1 mg
0,5 mg Maserasi
partisi E. coli
- -
- -
- -
- -
- 37,1 ± 0,25
- S. aureus
- -
- 9,4 ± 0,15
- -
- -
- 37,5 ± 3,02
- M. gypseum
- -
- -
- -
- -
- -
- C. albicans
- -
- -
- -
- -
- 24,4 ± 1,27
- Maserasi
bertingkat E. coli
- -
- 11,7 ± 0,40
10 ± 0,01 -
- -
- 55,5 ± 0,97
- S. aureus
- -
- 19,6 ± 0,58
14,6 ± 0,58 -
- -
- 52,4 ± 4,78
- M. gypseum
- -
- 12,3 ± 2,52
10,3 ± 1,53 -
- -
- 23,0 ± 1,56
- C.albicans
- -
- -
- -
- -
- 39,8 ± 3,27
-
Keterangan: Kontrol + bakteri
: kloramfenikol Kontrol + fungi
: ketoconazol Kontrol - metanol
: metanol Kontrol - etil asetat
: etil asetat Kontrol - n-heksan
: n-heksan
partisi dimana aktivitas antimikroba ditunjukkan pada jumlah 2 µgsumur, sebaliknya ekstrak metanol dan n-heksan tidak memiliki aktivitas terhadap
keempat mikroorganisme uji. Zona hambat yang ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat maserasi partisi
yaitu sebesar 5-10 mm. Hal ini menunjukkan kekuatan senyawa antimikroba yang sedang. Kekuatan antibakteri ekstrak etil asetat kulit batang api-api hasil
maserasi bertingkat tergolong kuat diameter zona hambat 10-20 mm. Kloramfenikol dan ketoconazol sebagai kontrol positif, menunjukkan aktivitas
antibakteri yang sangat kuat karena memiliki zona hambat lebih dari 20 mm. Menurut Davis dan Stout 1971, ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri
sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm kuat, daerah hambatan 5-10 mm sedang, dan daerah
hambatan 5 mm atau kurang lemah. Berdasarkan Tabel 1, ekstrak etil asetat yang memiliki aktivitas
antimikroba terbaik dibandingkan ekstrak lainnya. Kemampuan antimikroba senyawa semi polar yang terlarut dalam etil asetat diduga berkaitan dengan
komponen dinding sel bakteri. Menurut Fitrial et al. 2008 dinding sel bakteri tidak bersifat absolut hidrofobik maupun absolut hidrofilik, begitu pula senyawa
semi polar diketahui memiliki dua sifat kelarutan yaitu hidrofilik dan lipofilik. Senyawa semi polar dapat lebih baik berinteraksi dengan dinding sel bakteri
karena sifat tersebut. Sifat hidrofilik diperlukan untuk menjamin senyawa dapat larut dalam fase air yang merupakan tempat hidup mikroba dan senyawa yang
bekerja pada membran sel yang hidrofobik memerlukan sifat lipofilik. Etil asetat mampu mengestrak senyawa fenol dan terpenoidsteroid
Harborne 1987. Kedua senyawa tersebut diduga terdapat dalam ekstrak etil asetat sehingga berperan dalam aktivitas antimikroba ekstrak etil asetat.
Angeh et al. 2007 melaporkan bahwa senyawa triterpenoid dari daun Crobretum padoides memiliki aktivitas antibakteri tanpa aktivitas sitotoksik.
Haq et al. 2011 dalam penelitiannya mengenai aktivitas antimikroba dan antioksidan mangrove Bruguiera gymnorrhiza, melaporkan bahwa senyawa
fenolik memiliki aktivitas antimikroba terhadap beberapa bakteri.
Ekstrak kasar metanol tidak menunjukkan aktivitas antibakteri dan antifungi terhadap keempat mikroorganisme uji. Metanol merupakan pelarut
universal yang dapat melarutkan hampir sebagian besar komponen senyawa bioaktif. Senyawa-senyawa pada ekstrak metanol terdiri atas senyawa
antimikroba dan senyawa bukan antimikroba. Pada pengujian aktivitas antimikroba, jumlah ekstrak yang digunakan dari masing-masing ekstrak sama
besar. Pada jumlah tersebut diduga jumlah senyawa antimikroba lebih sedikit daripada senyawa bukan antimikroba pada ekstrak metanol, jika dibandingkan
dengan ekstrak lain. Akibatnya aktivitas terhadap bakteri dan fungi tidak terlihat. Pelarut metanol dapat melarutkan sebagian besar senyawa bioaktif beserta
gula, asam amino, dan glikosida Harborne 1987. Senyawa-senyawa tersebut diduga terdapat dalam ekstrak metanol.
Ekstrak n-heksan tidak memiliki aktivitas antimikroba yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya zona hambat pertumbuhan pada keempat mikroorganisme
uji. Pelarut n-heksan merupakan pelarut yang bersifat non polar. Ekstrak n-heksan. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa ekstrak yang memiliki aktivitas
antibakteri bukan termasuk kelompok senyawa non polar. Pengujian aktivitas antibakteri terhadap S. aureus menunjukkan zona
hambat yang lebih besar bila dibandingkan dengan E. coli. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri Gram-positif lebih sensitif daripada bakteri Gram-
negatif terhadap senyawa antimikroba pada penelitian ini. Kesensitifan terhadap antimikroba diduga disebabkan oleh perbedaan komponen dinding sel kedua jenis
bakteri. Bakteri Gram-positif lebih sensitif daripada bakteri Gram-negatif terhadap
antibiotik, walaupun beberapa antibiotik hanya bekerja pada bakteri Gram-negatif Brock dan Madigan 1991. Komponen penyusun dinding sel bakteri Gram-
positif hanya terdiri asam teikhik dan lapisan peptidoglikan. Dinding sel bakteri Gram-negatif jauh lebih komleks dan lebih banyak dari bakteri Gram-positif, yaitu
membran luar, porin, lipopolisakarida, lipoprotein, lapisan peptidoglikan dan ruang periplasma Coyle 2005. Nikaido dan Vaara 1985 menyatakan bahwa
struktur lipopolisakarida yang berada pada membran fosfolipid juga membuat dinding sel menjadi tidak dapat ditembus molekul lipofilik. Bakteri Gram-positif
hanya memiliki bagian luar berupa lapisan peptidoglikan yang lebih rentan sehingga menjadi penghalang yang tidak efektif.
Pada pengujian aktivitas antifungi, ekstrak etil asetat pada maserasi bertingkat menunjukkan aktivitas antifungi terhadap M. gypseum dan terhadap
C. albicans tidak ada aktivitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kulit batang api-api hasil maserasi bertingkat efektif menghambat
pertumbuhan fungi M. gypseum namun tidak efektif terhadap C. albicans. Pernyataan ini didukung oleh Shukla et al. 2011, bahwa senyawa yang memiliki
aktivitas fungisidal terhadap fungi tertentu bisa jadi tidak efektif terhadap patogen lain. Menurut LaFleur 2011 C. albicans membentuk komunitasnya dengan
membentuk ikatan koloni yang disebut biofilm. Biofilm C. albicans terbentuk ketika satu sel melekat pada permukaan benda dan tumbuh menjadi mikrokoloni,
menyatu dan menghasilkan struktur komplek tiga dimensi yang diikat bersama oleh hifa dan matrik exopolimer. Biofilm berisi campuran dari khamir, hifa dan
pseudohifa. Biofilm tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung, sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya mempunyai resistensi terhadap
antimikroba biasa. Hal ini menjadi penyebab ekstrak kasar kulit batang api-api tidak memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans pada penelitian ini.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba
bermacam-macam. Mekanisme
penghambatan terhadap
pertumbuhan bakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubah struktur dinding sel setelah selesai
terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam
nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein Pelczar dan Chan 1986. Mekanisme senyawa antifungi dalam
menghambat pertumbuhan fungi meliputi peningkatan permeabilitas membran sel, menghambat enzim sitokrom P
450
yang dibutuhkan untuk sintesis membran sel, dan menghambat metafase pada siklus sel Dudek 1950.
Suatu senyawa antimikroba umumnya dapat bekerja secara efektif terhadap bakteri maupun fungi. Pada beberapa kasus senyawa antimikroba hanya
mampu bekerja pada bakteri atau fungi saja. Perbedaan komponen dinding sel kedua jenis mikroorganisme tersebut diduga menjadi penyebabnya.
Komponen utama dinding sel bakteri adalah peptidoglikan sedangkan dinding
sel fungi
tersusun atas
khitin dan
selulosa atau
glukan Pelczar dan Chan 1986. Senyawa antibakteri umumnya mengandung fenol,
lakohol, halogen, logam berat, detergen dan aldehid. Senyawa fenol merupakan senyawa yang paling banyak digunakan untuk antibakteri Madigan 2006. Fenol
dapat merusak membran sel bakteri dengan cara mengkoagulasikan protein Waluyo 2008. Senyawa antimikroba yang mengandung enzim khitinase akan
dapat bekerja pada fungi. Reyes-Ramirez et al. 2004 melaporkan bahwa enzim khitinase memiliki aktivitas antifungi terhadap 11 strain fungi fitopatogen.
Menurut Herdyastuti et al. 2009 enzim khitinase mampu mendegradasi khitin. Khitin dapat didegradasi dalam dua jalur, yaitu degradasi oleh mekanisme
kitinolitik yag menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosida atau polimer mengalami
deasetilasi pertama yang selanjutnya dihidrolisis oleh kitosanase. Kontrol positif yang digunakan, baik kloramfenikol maupun ketoconazol
menunjukkan aktivitas bakteri yang kuat, dilihat dari zona hambat yang terbentuk lebih besar dari 20 mm. Kloramfenikol dan ketoconazol menunjukkan aktivitas
yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etil asetat kulit batang api-api pada penelitian ini. Esekhiagbe et al. 2009 melaporkan bahwa, umumnya komponen
senyawa bioaktif murni menunjukkan potensi aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak kasar.
Kloramfenikol sering digunakan dalam kemoterapi sebagai bakteriostatik yang kuat Schlegel dan Schmidt 1994. Senyawa tersebut diketahui aktif
terhadap sejumlah bakteri Gram-positif dan Gram-negatif Waluyo 2008. Mekanisme kerja kloramfenikol yaitu zat ini terikat pada sisi tertentu ribosom dan
mengganggu pembentukan ikatan peptida pada bakteri dan sel prokariot lainnya, tetapi tidak pada ribosom eukariot Fardiaz 1989.
Ketoconazol yang secara luas digunakan sebagai obat dermatofit penyakit yang disebabkan oleh fungi, efektif diberikan secara oral. Ketoconazol dapat
diabsorpsi dengan baik pada usus, terdistribusi secara luas dalam jaringan. Ketoconazol termasuk dalam kelompok imidazol. Mekanisme aksi ketoconazol
adalah mengganggu enzim oksidatif fungi sehingga menyebabkan akumulasi mematikan dari hidrogen peroksida, dan mengurangi formasi ergosterol unsur
pokok dalam sel fungi sehingga membuat dinding selnya permeable terhadap komponen dari luar sel Laurence dan Bennet 1992
Kontrol negatif yang merupakan pelarut dari masing-masing ekstrak tidak menunjukkan zona hambat terhadap mikroorganisme uji. Hal ini membuktikan
bahwa zona hambat yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh jenis pelarut, walaupun metanol dapat bersifat desinfektan. Zona hambat yang terbentuk tidak lain berasal
dari senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak. Tidak semua senyawa antimikroba efektif bekerja pada semua mikroba.
Beberapa mikroba resisten terhadap antimikroba Brock dan Madigan 1991. Aktivitas antimikroba dari senyawa bioaktif bergantung pada beberapa faktor
yaitu pH lingkungan, komponen medium, stabilitas senyawa antimikroba, ukuran inokulum,
lama inkubasi,
dan aktivitas
metabolism mikroorganisme
Jawetz et al. 1960. Hasil terbaik pada tahap pengujian aktivitas antimikroba ditunjukkan oleh
ekstrak etil asetat hasil maserasi bertingkat. Ekstrak tersebut menghasilkan zona hambat terbesar dibandingkan ekstrak lainnya. Ekstrak etil asetat hasil maserasi
bertingkat selanjutnya digunakan untuk analisis berikutnya.
4.3 Minimum Inhibitory Concentration MIC