Budaya Bermukim Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

18

3. Pola Memanjang

Pola ini menimbulkan gangguan keseimbangan alam. Adapun arah pengembangannya dikelompokkan agar fasilitas umum murah dan terjangkau. Terdapat jarak antara perumahan dengan sungai. Gambar. 2.7 Pola Permukiman Memanjang Sumber : Putra, 2006

2.2 Budaya Bermukim

Budaya menurut Rapoport 1969 didefinisikan sebagai cara hidup yang khas, serangkaian simbol dan kerangka pikir, dan cara beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Budaya menurut para antropolog berarti kemanusiaan, selanjutnya menurut Rapoport perubahan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial budaya termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan kelompok sosial, cara hidup dan beradaptasi dan hubungan antar individu. Budaya bermukim dapat diartikan sebagai segala kelakukan manusia pola-pola tingkah laku yang meliputi daya cipta, karsa dan rasa dan aktivitas yang menghubungkan dirinya dengan lingkungan, untuk mengolah dan mengubah Universitas Sumatera Utara 19 alam dalam bermukim pada suatu lingkungan. Tingkah laku tersebut didasarkan pada pemahaman terhadap apa yang diketahui, dipikirkan, dan dipandang individu tentang dunia dan nilai-nilai yang terbentuk dan berkembang dalam komunitasnya Sangalang, 2013 . Budaya bermukim adalah proses kehidupan dan artefak yang dihasilkan dalam mendiami suatu tempat dan merupakan ekspresi fisik dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan Oliver,1987 dalam Sanggalang dan Adji,2014. Budaya bermukim berpengaruh pada cara pandang masyarakat. Rapoport 1969 mengatakan bahwa budaya akan selalu berubah sehingga makna bangunan maupun permukiman juga dapat berubah. Hanya saja perubahan tersebut tidaklah selalu terjadi secara serentak dan pada seluruh elemen ataupun tatanannya, akan tetapi tetap akan selalu dijumpai adanya unsur yang berubah dan yang tetap. Berdasarkan pandangan Rapoport 1969 di atas terlihat bahwa seiring dengan berkembangnya zaman suatu budaya akan mengalami pergeseran, apabila budaya tersebut atau cara pandangan hidup telah berubah, maka berbagai bentuk aspek yang terkait di dalamnya menjadi berubah atau bahkan kehilangan fungsinya dan tidak berarti . Walaupun tidak terjadi perubahan secara keseluruhan dan tetap akan dijumpai berbagai elemen yang masih dipertahankan, hanya pada dasarnya kecenderungan sifat manusia untuk berubah lebih kuat dari pada mempertahankan apa yang ada. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa setiap ada perkembangan selalu diiringin dengan perubahan, namun tetap ada aspek yang bertahan. Budaya berkaitan dengan ruang permukiman, Yi-Fu Tuan 1977 dalam Sasongko 2005 menyatakan untuk menjelaskan makna dari organisasi ruang Universitas Sumatera Utara 20 dalam konteks tempat place dan ruang space harus dikaitkan dengan budaya. Budaya sifatnya unik, antara satu tempat dengan tempat lain bisa sangat berbeda maknanya. Selanjutnya manusia akan mengekspresikan dirinya pada lingkungan dimana dia hidup, sehingga lingkungan tempat tinggalnya akan diwujudkan dalam berbagai simbolisme sesuai dengan budaya mereka. Bagaimana manusia memilih tempat tertentu dan menggunakan berbagai kelengkapan, ataupun berbagai cara untuk berkomunikasi pada dasarnya merupakan “bahasa” manusia. Pola ini tidaklah semata dilihat dalam kaitan dengan lingkungan semata, akan tetapi pada waktu yang bersamaan juga merupakan perwujudan budaya mereka Locher, 1978 dalam Sasongko 2005. Menurut Keesing 1992 dalam Rochgiyanti 2011, budaya sebagai sistem adaptif. Budaya adalah sistem dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Kekerabatan juga dapat menjadi faktor penentu terhadap pembentukan permukiman atau rumah, karena sangat terkait dengan sebuah bentuk ikatan sosial, aturan-aturan yang bernuansa budaya dan religi, serta adanya kegiatan yang bersifat ekonomi Lowi dalam Mulyati, 1995 dalam Citrayati,dkk, 2008. Hubungan antara kekerabatan dalam aspek sosial-kultural dan permukiman sebagai perwujudan fisiknya, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut Citrayati,dkk, 2008:  Kelompok kekerabatan mempengaruhi lokasi dan tata lahanrumah sesuai dengan prinsip yang dianut Universitas Sumatera Utara 21  Peran sosial antar kerabat mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang menjadi sarana interaksi antar kerabat

2.2.1 Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan Binaan

Hubungan manusia dengan kebudayaan dapat dilihat dari konsep awal tentang kebudayaan, yakni keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat. Oleh sebab itu manusia disebut sebagai makhluk budaya. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan rohani. Aktifitas kebudayaan berfungsi untuk memenuhi komplek kebutuhan naluri manusia Malinowski dalam Koentjaraningrat, 1974 dalam Putra, 2006. Faktor dinamika rona lingkungan dipandang juga berpengaruh pada bentuk dan pola lingkungan binaan Nurjannah,2008 dalam Andreas,dkk, 2014 . Hubungan dapat terjadi antara rona lingkungan dengan bentuk fisik lingkungan binaan, dimana rona lingkungan mempengaruhi bentuk fisik permukiman yang terbentuk oleh kondisi lingkungan serta kelompok masyarakat dengan budayanya Rapoport,1969. Rapoport 1969 juga menganggap bentuk permukiman bukan merupakan hasil proses yang sederhana dari satu faktor penyebab saja, tetapi lebih merupakan konsekuensi menyeluruh dari faktor sosial budaya. Hubungan ini saling mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga kegiatan manusia dan lingkungannya mempunyai pola-pola yang mengatur keseimbangan alam. Rapoport 1969 menyatakan bahwa lingkungan binaan diciptakan untuk mewadahi perilaku yang diinginkan. Interaksi antar keduanya melahirkan suatu Universitas Sumatera Utara 22 bentuk aktivitas, aktivitas yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan perubahan diantaranya perubahan lingkungan dan perubahan perilaku. Lingkungan permukiman terbentuk bukan hanya dari hasil kekuatan fisik tetapi juga terkait dengan faktor-faktor sosial budaya yang ada di dalamnya. Rapoport 1969 mengemukakan bahwa faktor utama dalam proses terjadinya bentuk adalah budaya sedangkan faktor lain seperti iklim, letak dan kondisi geografis, politik dan ekonomi merupakan faktor pengubah modifiying factor. Jadi dalam hal ini karakteristik lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terbentuknya tata ruang suatu permukiman dan arsitektur permukiman, selain faktor perilaku manusianya. Kawasan permukiman juga akan memiliki keunikan tersendiri yang terbentuk karena adanya kekhasan budaya masyarakat, kondisi iklim yang berbeda, karakteristik tapak, pengaruh nilai-nilai spritualnya yang dianut, dan kondisi politik atau keamanan dari suatu daerah atau permukiman Andreas, dkk, 2014. Pada dasarnya, kerangka pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang di anut, nilai- nilai dan norma-norma yang di pegang akan menentukan perilaku seseorang yang antara lain tercemin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya di masyarakat Rapoport , 1997 dalam Haryadi dan Setiawan, 2010. Universitas Sumatera Utara 23 Gambar 2.8 Hubungan antara Budaya, Perilaku, Sistem Aktivitas dan Sistem Seting Sumber : Rapoport, 1997 diterjemahkan oleh Haryadi dan B.Setiawan Terlihat dari gambar tersebut bahwa kerangka pendekatan ruang dari aspek perilaku menekankan pada faktor human agency, yakni keputusan setiap individu manusia atau sekelompok manusia untuk merumuskan pandangan-pandangannya terhadap dunia, merumuskan nilai-nilai kehidupan yang diyakini bersama, menjabarkan dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang tertuang dalam system kegiatan dan wadah ruangnya sistem seting. Dengan kata lain, motif-motif aktivitas manusia tidak sekedar dapat dipahami secara mekanistis sebagai respons terhadap stimuli-stimuli ekonomis atau biologis saja, melainkan mengandung makna dan symbol yang telah disepakati antar kelompok-kelompok manusia tertentu. Pendekatan ini menegaskan bahwa aspek psikologi manusia dan kultur suatu masyarakat akan menentukan aktivitas dan wadahnya Sastra dan Marlina,2006. Universitas Sumatera Utara 24

2.2.2 Pengaruh Budaya Terhadap Bentuk Hunian

Menurut Rapoport 1980 dalam Goenmiandari, dkk, 2010 para antropolog setuju bahwa inti dari ‟budaya‟ adalah kemanusiaan. Sedangkan budaya itu sendiri didefinisikannya menjadi 3 maksud : a. Budaya sebagai cara hidup yang khas a way of life dari kelompok tertentu. b. Budaya sebagai suatu sistem simbol-simbol, arti dan kerangka pikir yang dikirim melalui kode-kode simbolik. c. Budaya sebagai satu set strategi-strategi beradaptasi untuk bertahan hidup dalam hubungannya dengan ekologi dan sumber daya. Menurut Turner 1990 dalam Usop 2003, fungsi rumah dapat dibagi menjadi 2 dua, yaitu : 1. Rumah sebagai sebuah benda House as A Noun Rumah dilihat sebagai alat yang bisa diperjualbelikan, investasi dan sebagai barang komoditi. 2. Rumah sebagai suatu aktivitas House as A Verb Rumah dipandang sebagai tempat berlangsungnya proses bermukim yang terjadi dalam rumah, misalnya ada ayah, ibu, anak, makan, mandi dan lain- lain. Jadi rumah tidak hanya dilihat sebagai benda mati komoditi, namun merupakan proses bermukim, keberadaan manusia dalam menciptakan ruang kehidupan dilingkungan masyarakat dan alam sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 25 Menurut Rapoport 1969 dalam bukunya House Form and Culture mengatakan bahwa : ”The house, the village, and town express the fact societies share certain generally accepted goals and life values. The environment sought reflects many socio-cultural forces, including religious beliefs, family and clan structure, social organization, way of gaining livelihood, and social relation between individuals” Jadi perubahan rumah dan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial budaya, termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan, organisasi kelompok social, cara hidup dan beradaptasi sehari-hari dan hubungan sosial antar individu Goenmiandar, dkk, 2010. Turner 1972 dalam Sanggalang dan Adji 2014 menyatakan bahwa yang terpenting dari hunian bukan wujudnya, melainkan dampak terhadap kehidupan penghuninya. Hunian tidak dapat dilihat sebagai bentuk fisik bangunan menurut standar tertentu dweling unit, tetapi merupakan proses interaksi hunian dengan penghuni dalam siklus waktu. Konsep interaksi antara hunian dan penghuninya adalah apa yang diberikan hunian kepada penghuni, serta dilakukan penghuni terhadap huniannya.

2.3 Permukiman Bantaran Sungai