III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai September 2008. Bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fateta IPB dan Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fateta IPB.
B. Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar putih yang diperoleh dari Pasar Anyar Bogor dan apel Manalagi yang diperoleh dari
Pasar Induk Kramat Jati. Apel Manalagi yang digunakan memiliki tingkat kematangan sedang yang dicirikan dengan warna kuning muda. Bahan-bahan
lain yang digunakan adalah tapioka yang diperoleh dari pasar, air destilata, CMC, gliserol, asam askorbat, dan asam sitrat.
Alat-alat yang digunakan meliputi pisau, pemarut, timbangan, blender kering, kain saring, oven, ayakan 100 mesh, alat-alat gelas, Whitenessmeter,
magnetic stirer, pompa vakum, baskom, penggaris, Chromameter Minolta
CR-200, neraca analitik, Gas Analyzer Shimadzu, lemari pendingin, termometer, pipet volumetrik, gelas pengaduk, gelas ukur, wrapping film dari
jenis PVC merk WITA, dan styrofoam.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tahapan, yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan memperoleh pati ubi jalar
sebagai bahan pembuat edible coating dan menentukan konsentrasi pati dan CMC yang memberikan viskositas tidak terlalu kental juga tidak terlalu encer
dengan pengamatan secara visual subjektif. Sementara itu, penelitian utama meliputi pembuatan edible coating yang selanjutnya diaplikasikan pada apel
potong segar untuk diamati. Tahapan penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.
18
Pembuatan pati untuk bahan dasar edible coating Gambar 10
Pengamatan Densitas kamba
Penentuan konsentrasi pati dan CMC untuk edible coating
Penilaian subjektif secara visual berdasarkan viskositas, yakni tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental
Konsentrasi pati dan CMC yang
diinginkan
Penelitian utama
Pembuatan edible coating Gambar 14
Pati 1 bv
CMC 0.5bv
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 4:0 A1
Rendemen Derajat putih
Pati 1 bv
CMC 1bv
Pati 2 bv
CMC 0.5bv
Pati 2 bv
CMC 1bv
Penelitian pendahuluan
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 3:1 A2
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 2:2 A3
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 1:3 A4
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 0:4 A5
Kontrol A6
Aplikasi pada apel potong segar Gambar 17
19
Gambar 8. Diagram alir penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Ubi jalar putih Ipomoea batatas L. yang digunakan sebagai bahan penghasil pati diperoleh dari Pasar Anyar Bogor dan hanya dari satu
pedagang untuk menjaga keseragaman. Pembuatan pati mengacu pada Shinta 2007 dengan modifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 9 dan
10.
Pengamatan
Ubi jalar segar bersih 10 kg
Disortasi Dibersihkan abrassive peeler
Kotoran Dirajang slicer
Diblender Air
Diperas Disaring kain batis
Ampas Suhu
ruang B1
Suhu 5°C
B2
Organoleptik Warna
Susut bobot Laju respirasi
20
Gambar 9. Diagram alir pembuatan pati ubi jalar Shinta, 2007
Diendapkan selama 5 jam
Pati ubi jalar basah
Dikeringkan dengan oven 40°C
Pati ubi jalar kering
Air Diperas
Disaring dengan kain saring Ampas
Ubi jalar segar 5 kg
Disortasi Dicuci dan dikupas
Ubi jalar bersih 3.1 kg
Diparut dengan mesin pemarut kelapa Digiling
Disaring dengan pengayak 100 mesh
Pati ubi jalar 5.1 kg
21
Gambar 10. Diagram alir pembuatan pati ubi jalar modifikasi
Modifikasi pembuatan pati ubi jalar dilakukan pada tahapan pembersihan, pemarutan, dan pengeringan. Pengupasan kulit pada
penelitian ini tidak menggunakan abrassive peeler melainkan dilakukan secara manual agar tidak banyak bagian yang terbuang sehingga dapat
mengurangi rendemen. Pemarutan juga dilakukan dengan mesin pemarut kelapa agar lebih efisien. Pengeringan menggunakan oven Gambar 11
pada proses pembuatan pati dilakukan dua kali, yakni sebelum dan sesudah pengecilan ukuran menggunakan blender kering yang terdapat
pada Gambar 12.
Gambar 11. Oven yang digunakan untuk pengeringan pada pembuatan pati
Diendapkan selama 5 jam pada suhu ruang Pati ubi jalar basah
Dikeringkan dengan oven 40°C selama 4 jam
Disaring dengan pengayak 100 mesh
Pati ubi jalar 5.1 kg
Filtrat
Dihaluskan blender kering skala 1 Dikeringkan dengan oven 40°C selama 18 jam
22 Gambar 12.
Blender kering yang digunakan untuk pengeringan pada pembuatan pati
Selain pembuatan pati, pada penelitian pendahuluan juga dilakukan penentuan konsentrasi pati dan CMC yang memberikan viskositas tidak
terlalu kental juga tidak terlalu encer yang dinilai secara visual subjektif. Terdapat empat kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang dicobakan,
yaitu 1 pati ubi jalar 1 bv; CMC 0.5 bv, 2 pati ubi jalar 1 bv; CMC 1 bv, 3 pati ubi jalar 2 bv; CMC 0.5 bv, dan 4 pati ubi
jalar 2 bv; CMC 1 bv. Volume yang dimaksud yakni volume larutan pati setelah ditambahkan dengan CMC. CMC digunakan sebagi campuran
pati karena kemampuannya menyerap oksigen tanpa meningkatkan kandungan karbondioksida.
Larutan edible coating yang terlalu encer akan mengurangi efek penghambatan reaksi pencoklatan produk, dalam hal ini apel potong segar.
Sementara itu, larutan edible coating yang terlalu kental selain mengakibatkan lapisan yang terbentuk tidak merata, juga akan
memperlama waktu pengeringan produk serta dapat mengakibatkan fermentasi anaerobik.
Setelah diperoleh kombinasi pati dan CMC yang tepat, penelitian dilanjutkan dengan pembuatan larutan edible coating yang selanjutnya
digunakan untuk melapisi apel potong segar. Mekanisme pembuatan edible coating
mengacu pada Santoso et al. 2004 dengan modifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
23
Gambar 13. Diagram alir pembuatan edible coating Santoso et al., 2004
Gambar 14. Diagram alir pembuatan edible coating modifikasi
Pati Air
Diaduk dengan mixer selama 15 menit Disaring
Gliserol 15 vb tapioka, asam
stearat, CMC Dipanaskan pada suhu 70°C sambil terus diaduk
Degassing selama 20 menit
Larutan edible coating
Didinginkan sampai suhu kamar
Pati 2 gram CMC 1 gram
Air destilata 197 ml
Diaduk manual menggunakan gelas pengaduk Diaduk dengan magnetic stirer skala 8 selama 15 menit
Dipanaskan sampai suhu 85°C, sambil diaduk dengan magnetic stirer Gliserol 15 vb pati
Degassing dengan pompa vakum sampai tidak ada gelembung lagi
Larutan edible coating
24 Tahapan yang dimodifikasi pada pembuatan edible coating adalah
penambahan CMC dan penggunaan magnetic stirrer. Penambahan CMC pada penelitian ini dilakukan bersamaan dengan pencampuran pati dan air
destilata untuk kemudian diaduk dengan gelas pengaduk. Tujuan pengadukan dengan gelas pengaduk adalah untuk mengurangi gumpalan
yang diakibatkan adanya CMC sehingga larutan lebih homogen. Pada penelitian ini digunakan magnetic stirrer Gambar 15 sebagai pengganti
mixer . Penggunan magnetic stirrer menyebabkan proses pembuatan edible
coating lebih mudah karena pengadukan berlangsung otomatis. Pembuatan
edible coating juga tidak ditambahi asam stearat dan degassing dilakukan
sampai tidak terlihat gelembung lagi.
Gambar 15. Pemanasan dan pengadukan pati menggunakan magnetic stirrer
2. Penelitian Utama
Setelah diperoleh kombinasi pati dan CMC yang sesuai pada penelitian pendahuluan yaitu konsentrasi pati 1 bv dan CMC 0.5 bv,
penelitian dilanjutkan dengan aplikasi larutan edible coating tersebut pada apel potong segar. Pati yang digunakan tidak hanya dari pati ubi jalar tapi
juga tapioka. Tapioka ini kemudian dicampurkan pati ubi jalar menjadi lima kombinasi perlakuan. Yaitu 1 perbandingan pati ubi jalar:tapioka
4:0, 2 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 3:1, 3 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 2:2, 4 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 1:3, dan 5
perbandingan pati ubi jalar:tapioka 0:4. Penggunaan tapioka sebagai
25 campuran pati disebabkan kemudahan mendapatkannya di pasaran dan
sering digunakan sebagai bahan baku industri. Pencampurannya dengan pati ubi jalar untuk mengetahui efektivitas kedua pati tersebut ketika
dijadikan bahan baku edible coating. Apel yang telah dilapisi edible coating dengan berbagai kombinasi
perlakuan kemudian diamati laju respirasi, warna, susut bobot, dan organoleptik. Cara aplikasi edible coating terhadap apel potong segar
mengacu pada Layuk et al. 2002 dengan beberapa modifikasi. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 16. Diagram alir aplikasi edible coating pada apel potong segar
Layuk et al., 2002
Apel
Dikupas Dipotong dengan ukuran 3 x 1.5 x 1.5 cm
Dicelupkan larutan asam askorbat dan asam sitrat 1:1 5 menit Dicelupkan dalam larutan edible coating 5 menit
Dikeringkan pada suhu 50°C selama 20 menit Diletakkan dalam cawan petri
Dimasukkan dalam stoples tertutup Diamati
Silica gel
26 Gambar 17.
Diagram alir aplikasi edible coating pada apel potong segar modifikasi
Modifikasi proses yang dilakukan berupa pengecilan ukuran apel potong segar menjadi 2 x 1.5 x 1cm dari semula 3 x 1.5 x 1.5 cm. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan keterbatasan biaya. Selanjutnya pengeringan tidak dilakukan menggunakan oven tapi dengan kipas angin.
Wadah yang digunakan adalah styrofoam dan ditutup dengan wrapping film
. Hal ini dilakukan karena styrofoam merupakan jenis pengemas yang mudah ditemui. Setiap wadah styrofoam berisi empat buah potongan apel.
Dan setiap kombinasi perlakuan terdiri atas dua wadah sebagai ulangan.
D. Pengamatan
Pengamatan dibagi menjadi dua, yakni pengamatan untuk penelitian pendahuluan dan pengamatan untuk penelitian utama. Pengamatan yang
Apel
Dicuci Dipotong dengan ukuran 2 x 1.5 x 1cm
Dicelupkan larutan asam askorbat dan asam sitrat 1:1 5 menit Dicelupkan dalam larutan edible coating 5 menit
Ditiriskan Dikeringkan dengan kipas angin hingga kering
Diletakkan dalam styrofoam Ditutup dengan wrapping film
Diamati
27 dilakukan pada penelitian pendahuluan meliputi pengamatan rendemen pati,
derajat putih, dan densitas kamba. Sedangkan pengamatan yang dilakukan pada penelitian utama meliputi laju respirasi, susut bobot, warna, dan
organoleptik.
1. Rendemen
Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan bobot kering pati yang diperoleh terhadap bobot umbi segar tanpa kulit
bobot bersih. Perhitungan rendemen menggunakan rumus :
100 x
b a
pati Rendemen
= Keterangan :
a = Bobot kering pati ubi jalar
b = Bobot umbi ubi jalar bersih
2. Derajat Putih
Derajat putih diukur menggunakan alat
Whitenessmeter
. Pada alat ini dibandingkan derajat putih contoh dengan derajat putih standar MgO
yang bernilai 100. Skala terkecil dari
Whitenessmeter
adalah 0 sama dengan warna hitam dan skala terbesar adalah 100 sama dengan warna
putih standar MgO. Pembacaan derajat putih contoh dapat dilihat langsung pada skala yang terdapat pada
Whitenessmeter
. Derajat putih dari contoh yang diukur mempunyai nilai 0-100 .
3. Densitas Kamba Afdi, 1989
Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik bahan pangan yang berupa tepung atau biji-bijian yang dinyatakan dalam gml. Sampel
dituang ke dalam gelas ukur 100 ml. Penuangan dilakukan dari ketinggian 10 cm. Kemudian diratakan dengan penggaris. Selanjutnya gelas ukur
yang berisi pati ditimbang. Densitas kamba dihitung dengan cara membagi sampel dengan volume ruang yang ditempati seperti yang terdapat pada
rumus di bawah ini.
28 Densitas kamba =
ukur gelas
volume ukur
gelas berat
- pati
ukur gelas
berat +
Nilai densitas kamba penting dalam hal konsumsi suatu produk pangan. Densitas kamba suatu bahan mempengaruhi jumlah bahan yang
bisa dikonsumsi dan biaya produksinya Peleg, 1983. Nilai densitas kamba berbanding terbalik dengan kekambaan. Semakin kecil nilai
densitas kamba maka kekambaan produk tersebut semakin besar
bulky
. Artinya untuk satuan berat yang sama, produk yang memiliki densitas
kamba lebih kecil akan memerlukan tempat yang lebih besar.
4. Laju Respirasi
Laju respirasi diukur dengan menggunakan sistem tertutup, dengan menempatkan buah apel potong segar
fresh-cut apple
± 250 gram ke dalam toples dan ditutup rapat supaya tidak ada udara yang masuk ke
dalam sistem. Pada saat pengukuran, dua buah selang yang terhubung dengan
Gas Analyzer
dimasukkan ke dalam toples yang akan diukur laju respirasinya. Pengukuran gas CO
2
dilakukan secara bertahap, mulai dari 4, 8, 12, sampai 24 jam sekali setiap harinya hingga tujuh hari atau hingga
produk rusak. Menurut Saltveit _______, persamaan laju respirasi gas CO
2
dan O
2
adalah sebagai berikut :
dt dx
x W
V R
= Keterangan :
R = Laju respirasi mlkg jam
V = Volume bebas dalam
respiration chamber
liter W
= berat bahan kg dt
dx = perubahan konsentrasi gas CO
2
terhadap waktu jam
29
5. Susut Bobot
Penentuan susut bobot dilakukan dengan mengukur bobot apel potong segar yang telah dikemas setiap hari. Pengukuran dihentikan
hingga umur simpan yang diketahui melalui pengukuran laju respirasi pada tahapan sebelumnya. Bobot apel potong segar pada H-0 ditentukan
sebagai bobot awal. Susut bobot merupakan selisih dari bobot pada sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Persamaan yang digunakan
untuk mengukur susut bobot adalah sebagai berikut : Susut bobot =
100 _
×
o t
o
W W
W Keterangan :
o
W
= Bobot sampel pada hari ke-0 gram
t
W
= Bobot sampel pada hari ke-n gram
6. Warna
Intensitas warna diukur dengan menggunakan
Chromameter
Minolta CR-200 seperti terlihat pada Gambar 18. Pada
Chromameter
Minolta CR-200 digunakan sistem Y, x, dan y. Nilai ini kemudian dikonversi ke dalam nilai L untuk menunjukkan kecerahan
Lightness
. Rumus konversi yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 7a. Sebelum
pengukuran dilakukan,
Chromameter
dikalibrasi dahulu
dengan
calibration plate
yang berwarna putih.
Gambar 18. Chromameter
Minolta CR-200
30 Nilai x yang diperoleh dari pengukuran Chromameter digunakan
untuk mengetahui nilai Browning Index BI. Browning Index BI biasanya digunakan sebagai indikator tingkat pencoklatan pada produk-
produk mengandung gula. Semakin tinggi nilai BI menunjukkan semakin tinggi intensitas warna coklat pada produk. Berdasarkan Perez-Gago et al.
2003, nilai BI diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut :
100 x
0.172 0.31
- x
BI =
x adalah
cromaticity coordinate
yang diperoleh dari pembacaan
Chromameter
.
7. Organoleptik
Salah satu syarat
edible coating
adalah tidak berasa dan jernih Gontard dan Guilbert, 1994. Dengan alasan itulah dilakukan pengujian
organoleptik terhadap produk apel potong segar yang telah dilapisi
edible coating
dengan berbagai konsentrasi pati ubi jalar-tapioka. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap apel yang telah dilapisi.
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik parameter warna dan rasa pada skala 1-5. Masing-masing kriteria penilaian tersebut
adalah 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 netralbiasa, 4 suka, dan 5 sangat suka. Jumlah panelis yang digunakan adalah 31 orang panelis.
Data yang diperoleh diolah secara statistika menggunakan ANOVA melalui program SPSS 15.
Pada uji penerimaan tidak ada contoh pembanding atau contoh baku dan panelis dilarang mengingat atau membandingkan dengan contoh
yang diuji sebelumnya. Tanggapan harus diberikan secara cepat dan spontan. Bahkan tanggapan yang sudah diberikan tidak boleh ditarik
kembali meskipun kemudian timbul keragu-raguan. Uji penerimaan lebih subjektif daripada uji pembedaan. Karena itu beberapa panelis yang
ekstrim senang atau benci terhadap suatu komoditi atau bahan tidak dapat lagi digunakan untuk melakukan uji penerimaan Soekarto,1981.
31
E. Rancangan Percobaan
Faktor yang dicobakan dalam penelitian ini meliputi perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka A dan suhu penyimpanan B yang
dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka terdiri atas enam taraf atau perlakuan, yakni A1
perbandingan pati ubi jalar:tapioka 4:0, A2 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 3:1, A3 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 2:2, A4
perbandingan pati ubi jalar:tapioka 1:3, dan A5 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 0:4, serta kontrol A6 yaitu apel yang tidak dilapisi edible
coating . Suhu penyimpanan terdiri atas dua taraf, yakni B1 suhu ruang dan
B2 suhu 5°C. Masing-masing faktor menggunakan Rancangan Acak Lengkap sebagai rancangan percobaannya.
Model linier yang digunakan untuk faktor perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka adalah sebagai berikut Matjik dan Sumertajaya,
2002 : Y
ij
= µ + τ
i
+ ε
ij
Keterangan : i
= 1,2,3,4,5,6 dan j = 1,2 Y
ij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= Rataan umum τ
i
= Pengaruh perlakuan ke-i β
j
= Pengaruh faktor suhu penyimpanan pada taraf ke-j ε
ij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Untuk faktor suhu penyimpanan model linier yang digunakan adalah sebagai berikut Matjik dan Sumertajaya, 2002 :
Y
ij
= µ + τ
i
+ ε
ij
Keterangan : i
= 1,2 dan j = 1,2 Y
ij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= Rataan umum τ
i
= Pengaruh perlakuan ke-i
32 β
j
= Pengaruh faktor suhu penyimpanan pada taraf ke-j ε
ij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data yang diperoleh diolah secara statistika menggunakan instrumen ANOVA melalui program SPSS 15. Bila terjadi perbedaan nyata antar
perlakuan, akan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang kepercayaan 99 α = 0.01.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan
dihaluskan menggunakan blender kering, selanjutnya pati disaring menggunakan ayakan 100 mesh. Pengayakan ini menghasilkan pati yang halus
seperti terlihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Pati ubi jalar yang telah diayak
Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah pembuatan pati adalah penentuan konsentrasi pati dan CMC yang memberikan viskositas tidak terlalu
kental juga tidak terlalu encer. Terdapat empat kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang dicobakan, yaitu 1 pati ubi jalar 1 bv; CMC 0.5 bv, 2 pati
ubi jalar 1 bv; CMC 1 bv, 3 pati ubi jalar 2 bv; CMC 0.5 bv, dan 4 pati ubi jalar 2 bv; CMC 1 bv. Volume yang dimaksud yakni volume
larutan pati setelah ditambahkan dengan CMC. Berdasarkan pengamatan subjektif secara visual terhadap viskositas yang dihasilkan keempat kombinasi
konsentrasi pati dan CMC, diperoleh kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang menghasilkan edible coating tidak terlalu encer dan juga tidak terlalu
kental, yakni kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang pertama dengan konsentrasi pati 1 bv dan CMC 0.5 bv.