III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  ini  dilakukan  pada  bulan  April  sampai  September  2008. Bertempat  di  Laboratorium  Rekayasa  Proses  Pangan,  Departemen  Ilmu  dan
Teknologi  Pangan,  Fateta  IPB  dan  Laboratorium  Teknologi  Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fateta IPB.
B. Bahan dan Alat
Bahan baku  yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar putih yang diperoleh dari Pasar Anyar Bogor dan apel Manalagi yang diperoleh dari
Pasar  Induk  Kramat  Jati.  Apel  Manalagi  yang  digunakan  memiliki  tingkat kematangan sedang yang dicirikan dengan warna kuning muda. Bahan-bahan
lain  yang  digunakan  adalah  tapioka  yang  diperoleh  dari  pasar,  air  destilata, CMC, gliserol, asam askorbat, dan asam sitrat.
Alat-alat yang digunakan meliputi pisau, pemarut, timbangan, blender kering,  kain  saring,  oven,  ayakan  100  mesh,  alat-alat  gelas,  Whitenessmeter,
magnetic stirer,  pompa  vakum,  baskom,  penggaris,  Chromameter  Minolta
CR-200,  neraca  analitik,  Gas  Analyzer  Shimadzu,  lemari  pendingin, termometer, pipet volumetrik, gelas pengaduk, gelas ukur, wrapping film dari
jenis PVC  merk WITA, dan styrofoam.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tahapan, yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan memperoleh pati ubi jalar
sebagai  bahan  pembuat  edible  coating  dan  menentukan  konsentrasi  pati  dan CMC yang memberikan viskositas tidak terlalu kental juga tidak terlalu encer
dengan pengamatan secara visual subjektif. Sementara itu, penelitian utama meliputi  pembuatan  edible  coating  yang  selanjutnya  diaplikasikan  pada  apel
potong  segar  untuk  diamati.  Tahapan  penelitian  secara  lengkap  dapat  dilihat pada Gambar 8.
18
Pembuatan pati untuk bahan dasar edible coating Gambar 10
Pengamatan Densitas kamba
Penentuan konsentrasi pati dan CMC untuk edible coating
Penilaian subjektif secara visual berdasarkan viskositas, yakni tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental
Konsentrasi pati dan CMC yang
diinginkan
Penelitian utama
Pembuatan edible coating Gambar 14
Pati 1 bv
CMC 0.5bv
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 4:0 A1
Rendemen Derajat putih
Pati 1 bv
CMC 1bv
Pati 2 bv
CMC 0.5bv
Pati 2 bv
CMC 1bv
Penelitian pendahuluan
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 3:1 A2
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 2:2 A3
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 1:3 A4
Perbandingan pati ubi
jalar:tapioka 0:4 A5
Kontrol A6
Aplikasi pada apel potong segar Gambar 17
19
Gambar 8. Diagram alir penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Ubi jalar putih Ipomoea batatas L. yang digunakan sebagai bahan penghasil  pati  diperoleh  dari  Pasar  Anyar  Bogor  dan  hanya  dari  satu
pedagang  untuk  menjaga  keseragaman.  Pembuatan  pati  mengacu  pada Shinta  2007  dengan  modifikasi  yang  dapat  dilihat  pada  Gambar  9  dan
10.
Pengamatan
Ubi jalar segar bersih 10 kg
Disortasi Dibersihkan abrassive peeler
Kotoran Dirajang slicer
Diblender Air
Diperas Disaring kain batis
Ampas Suhu
ruang B1
Suhu 5°C
B2
Organoleptik Warna
Susut bobot Laju respirasi
20
Gambar 9. Diagram alir pembuatan pati ubi jalar Shinta, 2007
Diendapkan selama 5 jam
Pati ubi jalar basah
Dikeringkan dengan oven 40°C
Pati ubi jalar kering
Air Diperas
Disaring dengan kain saring Ampas
Ubi jalar segar 5 kg
Disortasi Dicuci dan dikupas
Ubi jalar bersih 3.1 kg
Diparut dengan mesin pemarut kelapa Digiling
Disaring dengan pengayak 100 mesh
Pati ubi jalar 5.1 kg
21
Gambar 10. Diagram alir pembuatan pati ubi jalar modifikasi
Modifikasi  pembuatan  pati  ubi  jalar  dilakukan  pada  tahapan pembersihan,  pemarutan,  dan  pengeringan.  Pengupasan  kulit  pada
penelitian  ini  tidak  menggunakan  abrassive  peeler  melainkan  dilakukan secara  manual  agar  tidak  banyak  bagian  yang  terbuang  sehingga  dapat
mengurangi  rendemen.  Pemarutan  juga  dilakukan  dengan  mesin  pemarut kelapa  agar  lebih  efisien.  Pengeringan  menggunakan  oven  Gambar  11
pada  proses  pembuatan  pati  dilakukan  dua  kali,  yakni  sebelum  dan sesudah  pengecilan  ukuran  menggunakan  blender  kering  yang  terdapat
pada Gambar 12.
Gambar 11. Oven yang digunakan untuk pengeringan pada pembuatan pati
Diendapkan selama 5 jam pada suhu ruang Pati ubi jalar basah
Dikeringkan dengan oven 40°C selama 4 jam
Disaring dengan pengayak 100 mesh
Pati ubi jalar 5.1 kg
Filtrat
Dihaluskan blender kering skala 1 Dikeringkan dengan oven 40°C selama 18 jam
22 Gambar  12.
Blender  kering  yang  digunakan  untuk  pengeringan  pada pembuatan pati
Selain pembuatan pati, pada penelitian pendahuluan juga dilakukan penentuan  konsentrasi  pati  dan  CMC  yang  memberikan  viskositas  tidak
terlalu kental juga tidak terlalu encer yang dinilai secara visual subjektif. Terdapat  empat  kombinasi  konsentrasi  pati  dan  CMC  yang  dicobakan,
yaitu 1 pati ubi jalar 1 bv; CMC 0.5 bv, 2 pati ubi jalar 1 bv; CMC 1 bv, 3 pati ubi jalar 2 bv; CMC 0.5 bv, dan 4 pati ubi
jalar 2 bv; CMC 1 bv. Volume yang dimaksud yakni volume larutan pati setelah ditambahkan dengan CMC. CMC digunakan sebagi campuran
pati  karena  kemampuannya  menyerap  oksigen  tanpa  meningkatkan kandungan karbondioksida.
Larutan  edible  coating  yang  terlalu  encer  akan  mengurangi  efek penghambatan reaksi pencoklatan produk, dalam hal ini apel potong segar.
Sementara  itu,  larutan  edible  coating  yang  terlalu  kental  selain mengakibatkan  lapisan  yang  terbentuk  tidak  merata,  juga  akan
memperlama  waktu  pengeringan  produk  serta  dapat  mengakibatkan fermentasi anaerobik.
Setelah  diperoleh  kombinasi  pati  dan  CMC  yang  tepat,  penelitian dilanjutkan  dengan  pembuatan  larutan  edible  coating  yang  selanjutnya
digunakan  untuk  melapisi  apel  potong  segar.  Mekanisme  pembuatan edible  coating
mengacu  pada  Santoso  et  al.  2004  dengan  modifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
23
Gambar 13. Diagram alir pembuatan edible coating Santoso et al., 2004
Gambar 14. Diagram alir pembuatan edible coating modifikasi
Pati Air
Diaduk dengan mixer selama 15 menit Disaring
Gliserol 15 vb tapioka, asam
stearat, CMC Dipanaskan pada suhu 70°C sambil terus diaduk
Degassing selama 20 menit
Larutan edible coating
Didinginkan sampai suhu kamar
Pati 2 gram CMC 1 gram
Air destilata 197 ml
Diaduk manual menggunakan gelas pengaduk Diaduk dengan magnetic stirer skala 8 selama 15 menit
Dipanaskan sampai suhu 85°C, sambil diaduk dengan magnetic stirer Gliserol 15 vb pati
Degassing dengan pompa vakum sampai tidak ada gelembung lagi
Larutan edible coating
24 Tahapan  yang dimodifikasi pada pembuatan edible coating adalah
penambahan  CMC  dan  penggunaan  magnetic  stirrer.  Penambahan  CMC pada penelitian ini dilakukan bersamaan dengan pencampuran pati dan air
destilata  untuk  kemudian  diaduk  dengan  gelas  pengaduk.  Tujuan pengadukan  dengan  gelas  pengaduk  adalah  untuk  mengurangi  gumpalan
yang  diakibatkan  adanya  CMC  sehingga  larutan  lebih  homogen.  Pada penelitian  ini  digunakan  magnetic  stirrer  Gambar  15  sebagai  pengganti
mixer . Penggunan magnetic stirrer menyebabkan proses pembuatan edible
coating lebih mudah karena pengadukan berlangsung otomatis. Pembuatan
edible coating juga tidak ditambahi asam stearat dan degassing dilakukan
sampai tidak terlihat gelembung lagi.
Gambar 15. Pemanasan dan pengadukan pati menggunakan magnetic stirrer
2. Penelitian Utama
Setelah  diperoleh  kombinasi  pati  dan  CMC  yang  sesuai  pada penelitian pendahuluan yaitu konsentrasi pati 1 bv dan CMC 0.5 bv,
penelitian dilanjutkan dengan aplikasi larutan edible coating tersebut pada apel potong segar. Pati yang digunakan tidak hanya dari pati ubi jalar tapi
juga  tapioka.  Tapioka  ini  kemudian  dicampurkan  pati  ubi  jalar  menjadi lima  kombinasi  perlakuan.  Yaitu  1  perbandingan  pati  ubi  jalar:tapioka
4:0, 2 perbandingan pati ubi jalar:tapioka 3:1, 3 perbandingan pati ubi jalar:tapioka  2:2,  4  perbandingan  pati  ubi  jalar:tapioka  1:3,  dan  5
perbandingan  pati  ubi  jalar:tapioka  0:4.  Penggunaan  tapioka  sebagai
25 campuran  pati  disebabkan  kemudahan  mendapatkannya  di  pasaran  dan
sering  digunakan  sebagai  bahan  baku  industri.  Pencampurannya  dengan pati  ubi  jalar  untuk  mengetahui  efektivitas  kedua  pati  tersebut  ketika
dijadikan bahan baku edible coating. Apel yang telah dilapisi edible coating dengan berbagai kombinasi
perlakuan  kemudian  diamati  laju  respirasi,  warna,  susut  bobot,  dan organoleptik.  Cara  aplikasi  edible  coating  terhadap  apel  potong  segar
mengacu  pada  Layuk  et  al.  2002  dengan  beberapa  modifikasi.  Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 16. Diagram alir aplikasi edible coating pada apel potong segar
Layuk et al., 2002
Apel
Dikupas Dipotong dengan ukuran 3 x 1.5 x 1.5 cm
Dicelupkan larutan asam askorbat dan asam sitrat 1:1 5 menit Dicelupkan dalam larutan edible coating 5 menit
Dikeringkan pada suhu 50°C selama 20 menit Diletakkan dalam cawan petri
Dimasukkan dalam stoples tertutup Diamati
Silica gel
26 Gambar 17.
Diagram alir aplikasi edible coating pada apel potong segar modifikasi
Modifikasi  proses  yang  dilakukan  berupa  pengecilan  ukuran  apel potong segar menjadi 2 x 1.5 x 1cm dari semula 3 x 1.5 x 1.5 cm. Hal ini
dilakukan  dengan  pertimbangan  keterbatasan  biaya.  Selanjutnya pengeringan tidak dilakukan menggunakan oven tapi dengan kipas angin.
Wadah  yang  digunakan  adalah  styrofoam  dan  ditutup  dengan  wrapping film
. Hal ini dilakukan karena styrofoam merupakan jenis pengemas yang mudah ditemui. Setiap wadah styrofoam berisi empat buah potongan apel.
Dan setiap kombinasi perlakuan terdiri atas dua wadah sebagai ulangan.
D. Pengamatan
Pengamatan  dibagi  menjadi  dua,  yakni  pengamatan  untuk  penelitian pendahuluan  dan  pengamatan  untuk  penelitian  utama.  Pengamatan  yang
Apel
Dicuci Dipotong dengan ukuran 2 x 1.5 x 1cm
Dicelupkan larutan asam askorbat dan asam sitrat 1:1 5 menit Dicelupkan dalam larutan edible coating 5 menit
Ditiriskan Dikeringkan dengan kipas angin hingga kering
Diletakkan dalam styrofoam Ditutup dengan wrapping film
Diamati
27 dilakukan  pada  penelitian  pendahuluan  meliputi  pengamatan  rendemen  pati,
derajat  putih,  dan  densitas  kamba.  Sedangkan  pengamatan  yang  dilakukan pada  penelitian  utama  meliputi  laju  respirasi,  susut  bobot,  warna,  dan
organoleptik.
1. Rendemen
Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan bobot kering  pati  yang  diperoleh  terhadap  bobot  umbi  segar  tanpa  kulit
bobot bersih. Perhitungan rendemen menggunakan rumus :
100 x
b a
pati Rendemen
= Keterangan :
a = Bobot kering pati ubi jalar
b = Bobot umbi ubi  jalar bersih
2. Derajat Putih
Derajat  putih  diukur  menggunakan  alat
Whitenessmeter
.  Pada  alat ini dibandingkan derajat putih contoh dengan derajat putih standar MgO
yang bernilai 100. Skala terkecil dari
Whitenessmeter
adalah 0  sama dengan warna hitam dan skala terbesar adalah 100  sama dengan warna
putih  standar  MgO.  Pembacaan  derajat  putih  contoh  dapat  dilihat langsung pada skala yang terdapat pada
Whitenessmeter
. Derajat putih dari contoh yang diukur mempunyai nilai 0-100 .
3. Densitas Kamba Afdi, 1989
Densitas  kamba  merupakan  salah  satu  sifat  fisik  bahan  pangan yang  berupa  tepung  atau  biji-bijian  yang  dinyatakan  dalam  gml.  Sampel
dituang ke dalam gelas ukur 100 ml. Penuangan dilakukan dari ketinggian 10  cm.  Kemudian  diratakan  dengan  penggaris.  Selanjutnya  gelas  ukur
yang berisi pati ditimbang. Densitas kamba dihitung dengan cara membagi sampel  dengan  volume  ruang  yang  ditempati  seperti  yang  terdapat  pada
rumus di bawah ini.
28 Densitas kamba =
ukur gelas
volume ukur
gelas berat
- pati
ukur gelas
berat +
Nilai  densitas  kamba  penting  dalam  hal  konsumsi  suatu  produk pangan.  Densitas  kamba  suatu  bahan  mempengaruhi  jumlah  bahan  yang
bisa  dikonsumsi  dan  biaya  produksinya  Peleg,  1983.  Nilai  densitas kamba  berbanding  terbalik  dengan  kekambaan.  Semakin  kecil  nilai
densitas  kamba  maka  kekambaan  produk  tersebut  semakin  besar
bulky
. Artinya  untuk  satuan  berat  yang  sama,  produk  yang  memiliki  densitas
kamba lebih kecil akan memerlukan tempat yang lebih besar.
4. Laju Respirasi
Laju respirasi diukur dengan menggunakan sistem tertutup, dengan menempatkan  buah  apel  potong  segar
fresh-cut  apple
±  250  gram  ke dalam  toples  dan  ditutup  rapat  supaya  tidak  ada  udara  yang  masuk  ke
dalam sistem. Pada  saat  pengukuran,  dua  buah  selang  yang  terhubung  dengan
Gas  Analyzer
dimasukkan  ke  dalam  toples  yang  akan  diukur  laju respirasinya. Pengukuran gas CO
2
dilakukan secara bertahap, mulai dari 4, 8,  12,  sampai  24  jam  sekali  setiap  harinya  hingga  tujuh  hari  atau  hingga
produk rusak. Menurut Saltveit _______, persamaan laju respirasi gas CO
2
dan O
2
adalah sebagai berikut :
dt dx
x W
V R
= Keterangan :
R = Laju respirasi mlkg jam
V = Volume bebas dalam
respiration chamber
liter W
= berat bahan kg dt
dx = perubahan konsentrasi gas CO
2
terhadap waktu jam
29
5. Susut Bobot
Penentuan  susut  bobot  dilakukan  dengan  mengukur  bobot  apel potong  segar  yang  telah  dikemas  setiap  hari.  Pengukuran  dihentikan
hingga  umur  simpan  yang  diketahui  melalui  pengukuran  laju  respirasi pada  tahapan  sebelumnya.  Bobot  apel  potong  segar  pada  H-0  ditentukan
sebagai  bobot  awal.  Susut  bobot  merupakan  selisih  dari  bobot  pada sebelum  perlakuan  dan  setelah  perlakuan.  Persamaan  yang  digunakan
untuk mengukur susut bobot adalah sebagai berikut : Susut bobot =
100 _
×
o t
o
W W
W Keterangan :
o
W
= Bobot sampel pada hari ke-0 gram
t
W
= Bobot sampel pada hari ke-n gram
6. Warna
Intensitas  warna  diukur  dengan  menggunakan
Chromameter
Minolta  CR-200  seperti  terlihat  pada  Gambar  18.  Pada
Chromameter
Minolta  CR-200  digunakan  sistem  Y,  x,  dan  y.  Nilai  ini  kemudian dikonversi  ke  dalam  nilai  L  untuk  menunjukkan  kecerahan
Lightness
. Rumus konversi yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 7a. Sebelum
pengukuran dilakukan,
Chromameter
dikalibrasi dahulu
dengan
calibration plate
yang berwarna putih.
Gambar 18. Chromameter
Minolta CR-200
30 Nilai  x  yang  diperoleh  dari  pengukuran  Chromameter  digunakan
untuk  mengetahui  nilai  Browning  Index  BI.  Browning  Index  BI biasanya  digunakan  sebagai  indikator  tingkat  pencoklatan  pada  produk-
produk mengandung  gula. Semakin tinggi nilai BI menunjukkan semakin tinggi intensitas warna coklat pada produk. Berdasarkan Perez-Gago et al.
2003, nilai BI diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut :
100 x
0.172 0.31
- x
BI =
x  adalah
cromaticity  coordinate
yang  diperoleh  dari  pembacaan
Chromameter
.
7. Organoleptik
Salah  satu  syarat
edible  coating
adalah  tidak  berasa  dan  jernih Gontard  dan  Guilbert,  1994.  Dengan  alasan  itulah  dilakukan  pengujian
organoleptik terhadap produk apel potong segar yang telah dilapisi
edible coating
dengan  berbagai  konsentrasi  pati  ubi  jalar-tapioka.  Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap apel yang telah dilapisi.
Uji  organoleptik  yang  dilakukan  adalah  uji  hedonik  parameter warna  dan  rasa  pada  skala  1-5.  Masing-masing  kriteria  penilaian  tersebut
adalah 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 netralbiasa, 4 suka, dan 5  sangat  suka.  Jumlah panelis  yang  digunakan  adalah  31  orang  panelis.
Data  yang  diperoleh  diolah  secara  statistika  menggunakan  ANOVA melalui program SPSS 15.
Pada  uji  penerimaan  tidak  ada  contoh  pembanding  atau  contoh baku dan panelis dilarang mengingat atau membandingkan dengan contoh
yang  diuji  sebelumnya.  Tanggapan  harus  diberikan  secara  cepat  dan spontan.  Bahkan  tanggapan  yang  sudah  diberikan  tidak  boleh  ditarik
kembali  meskipun  kemudian  timbul  keragu-raguan.  Uji  penerimaan  lebih subjektif  daripada  uji  pembedaan.  Karena    itu  beberapa  panelis  yang
ekstrim senang atau benci terhadap suatu komoditi atau bahan tidak dapat lagi digunakan untuk melakukan uji penerimaan Soekarto,1981.
31
E. Rancangan Percobaan
Faktor  yang  dicobakan  dalam  penelitian  ini  meliputi  perbandingan konsentrasi  pati  ubi  jalar  dan  tapioka  A  dan  suhu  penyimpanan  B  yang
dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor perbandingan konsentrasi pati ubi jalar  dan  tapioka  terdiri  atas  enam  taraf  atau  perlakuan,  yakni  A1
perbandingan  pati  ubi  jalar:tapioka  4:0,  A2  perbandingan  pati  ubi jalar:tapioka  3:1,  A3  perbandingan  pati  ubi  jalar:tapioka  2:2,  A4
perbandingan  pati  ubi  jalar:tapioka  1:3,  dan  A5  perbandingan  pati  ubi jalar:tapioka  0:4,  serta  kontrol  A6  yaitu  apel  yang  tidak  dilapisi  edible
coating . Suhu penyimpanan terdiri atas dua taraf,  yakni B1 suhu ruang  dan
B2  suhu  5°C.  Masing-masing  faktor  menggunakan  Rancangan  Acak Lengkap sebagai rancangan percobaannya.
Model  linier  yang  digunakan  untuk  faktor  perbandingan  konsentrasi pati  ubi  jalar  dan  tapioka  adalah  sebagai  berikut  Matjik  dan  Sumertajaya,
2002 : Y
ij
= µ + τ
i
+ ε
ij
Keterangan : i
= 1,2,3,4,5,6 dan j = 1,2 Y
ij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= Rataan umum τ
i
= Pengaruh perlakuan ke-i β
j
= Pengaruh faktor suhu penyimpanan pada taraf ke-j ε
ij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Untuk  faktor  suhu  penyimpanan  model  linier  yang  digunakan  adalah sebagai berikut Matjik dan Sumertajaya, 2002 :
Y
ij
= µ + τ
i
+ ε
ij
Keterangan : i
= 1,2 dan j = 1,2 Y
ij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= Rataan umum τ
i
= Pengaruh perlakuan ke-i
32 β
j
= Pengaruh faktor suhu penyimpanan pada taraf ke-j ε
ij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data  yang  diperoleh  diolah  secara  statistika  menggunakan  instrumen ANOVA  melalui  program  SPSS  15.  Bila  terjadi  perbedaan  nyata  antar
perlakuan,  akan  dilanjutkan  dengan  uji  Duncan  dengan  selang  kepercayaan 99 α = 0.01.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
Pengeringan  yang  dilakukan  dua  kali  dalam  penelitian  ini  bertujuan agar  pengeringan  pati  berlangsung  secara  merata.  Setelah  dikeringkan  dan
dihaluskan  menggunakan  blender  kering,  selanjutnya  pati  disaring menggunakan ayakan 100 mesh. Pengayakan ini menghasilkan pati yang halus
seperti terlihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Pati ubi jalar yang telah diayak
Tahapan  selanjutnya  yang  dilakukan  setelah  pembuatan  pati  adalah penentuan konsentrasi pati dan CMC yang memberikan viskositas tidak terlalu
kental juga tidak terlalu encer. Terdapat empat kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang dicobakan, yaitu 1 pati ubi jalar 1 bv; CMC 0.5 bv, 2 pati
ubi jalar 1 bv; CMC 1 bv, 3 pati ubi jalar 2 bv; CMC 0.5 bv, dan 4 pati ubi jalar 2 bv; CMC 1 bv. Volume yang dimaksud yakni volume
larutan  pati  setelah  ditambahkan  dengan  CMC.  Berdasarkan  pengamatan subjektif secara visual terhadap viskositas yang dihasilkan keempat kombinasi
konsentrasi  pati  dan  CMC,  diperoleh  kombinasi  konsentrasi  pati  dan  CMC yang  menghasilkan  edible  coating  tidak  terlalu  encer  dan  juga  tidak  terlalu
kental,  yakni  kombinasi  konsentrasi  pati  dan  CMC  yang  pertama  dengan konsentrasi pati 1 bv dan CMC 0.5 bv.