35 bahwa untuk satuan berat yang sama, pati ubi jalar akan menempati ruang
yang lebih besar dibanding pati jagung.
B. Penelitian Utama
1. Laju Respirasi
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  umur  simpan  produk  apel potong  segar  untuk  suhu  ruang  hanya  40  jam  atau  ±  2  hari  karena  lewat
jam tersebut produk sudah mengalami kerusakan, yakni ditumbuhi kapang dan berlendir. Lebih jelas dapat  dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Produk  yang telah mengalami kerusakan pada penyimpanan
suhu ruang kiri dan 5°C kanan Gambar  yang  dilingkari  menunjukkan  kapang  yang  tumbuh  pada
apel  potong  segar.  Sementara  itu,  untuk  suhu  penyimpanan  5°C  produk dapat bertahan hingga jam ke-168 atau ± 4 hari. Informasi mengenai lama
penyimpanan  ini  perlu  untuk  menentukan  berapa  lama  analisis-analisis berikutnya, seperti analisis susut bobot dan warna.
Umur  simpan  yang  relatif  singkat  disebabkan  kerusakan  oleh mikroorganisme.  Hal  ini  ditandai  dengan  munculnya  lendir  serta
tumbuhnya kapang pada produk serta bau alkohol yang sangat menyengat. Dibandingkan  buah  utuh,  buah  potong  segar  fresh-cut  fruit  lebih  rentan
terhadap  kerusakan  akibat  mikroorganisme.  Hal  tersebut  terjadi  akibat jaringan dan sel yang rusak pada buah potong segar fresh-cut fruit akibat
pemotongan  mampu  menyediakan  nutrisi  yang  dibutuhkan  bagi tumbuhnya  mikroorganisme  Toivonen  dan  DeEll-Jennifer,  2002.
Kandungan  air dan  gula  yang tinggi pada buah apel menciptakan kondisi
36 yang  sangat  baik  bagi  pertumbuhan  mikroorganisme.  Hasil  penelitian
menunjukkan  bahwa  pelapisan  apel  potong  segar  dengan  edible  coating tidak  mampu  menahan  laju  pertumbuhan  mikroorganisme  karena  larutan
edible  coating yang  digunakan  tidak  ditambahkan  senyawa  antimikroba
seperti asam sorbat, kalium sorbat, atau asam propionat. Selain disebabkan karakteristik buah potong segar fresh-cut fruit
yang  rentan  dan  larutan  edible  coating  yang  tidak  dapat  lagi  berfungsi sebagai  penahan  laju  pertumbuhan  mikroorganisme,  kerusakan  akibat
mikroorganisme pada apel potong segar juga dapat disebabkan pengolahan yang  kurang  higienis.  Misalnya  di  dalam  penelitian  ini  tidak  dilakukan
pencucian  buah  apel  dengan  air  berklorinasi,  baik  sebelum  maupun sesudah  pemotongan.  Pencucian  hanya  dilakukan  saat  sebelum
pemotongan  menggunakan  air  biasa.  Pencucian  menggunakan  air berklorinasi saat sebelum pemotongan dapat menurunkan jumlah mikroba
awal sehingga nantinya  kandungan mikroba pada produk juga berkurang. Selain itu, peneliti juga tidak menggunakan masker pada saat pengolahan.
Kerusakan  akibat  mikroorganisme  juga  diakibatkan  kondensasi yang terjadi saat produk dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin untuk
diukur  laju  respirasinya.  Kondensasi  ini  akan  merangsang  terjadinya pembusukan Perera, 2007.
Bau alkohol yang menyengat yang merupakan hasil dari fermentasi anaerobik  juga  tercium  pada  produk  apel  potong  segar  saat  akhir
penyimpanan. Fermentasi anaerobik dilakukan oleh jenis mikroorganisme yang  umum  terdapat  pada  produk  apel  potong  segar,  yakni  khamir  dan
bakteri asam laktat BAL. Khamir dan BAL menggunakan gula sederhana yang  terdapat    pada  apel  potong  segar  untuk  melakukan  fermentasi  dan
menghasilkan alkohol, asam organik, serta CO
2
Chen, 2002. Pengukuran laju respirasi dalam toples yang tertutup menyebabkan persediaan oksigen
lama  kelamaan  akan  berkurang.  Sehingga  untuk  merombak  gula  yang terdapat  pada  apel  potong  segar  dilakukan  dengan  fermentasi  yang
merupakan proses respirasi anaerobik.
37 Data  yang  digunakan  untuk  pengukuran  laju  respirasi  hanya
berdasarkan  kadar  CO
2
yang  dihasilkan.  Hal  ini  disebabkan  selama respirasi  jumlah  CO
2
yang  keluar  relatif  cukup  banyak  sehingga mempermudah  pengukuran.  Selain  itu  pembacaan  alat  sudah  dilakukan
secara  digital  sehingga  keakuratan  data  dapat  lebih  terjamin  dibanding pengukuran O
2
. Jenis alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil  penelitian  yang  terdapat  pada  Lampiran  4  memperlihatkan
bahwa suhu berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap nilai laju respirasi apel  potong  segar.  Nilai  rata-rata  laju  respirasi  apel  potong  segar  yang
disimpan  pada  suhu  ruang  lebih  besar  54.21  mlkg  jam  dibanding  apel potong segar yang disimpan pada suhu 5°C 10.56 mlkg jam.
Nilai  laju  respirasi  yang  rendah  pada  suhu  penyimpanan  5°C disebabkan  pada  suhu  rendah  umumnya  kecepatan  reaksi  kimia
mengalami  penurunan.  Seperti  yang  dikemukakan  oleh  Muchtadi  1992 bahwa untuk tiap kenaikan suhu 10°C, respirasi akan berlangsung dua atau
tiga kali lipat lebih besar. Hal yang sama berlaku juga untuk kebalikannya. Untuk setiap penurunan suhu sebesar 10°C, respirasi akan berlangsung dua
atau tiga kali lebih lambat. Hasil
penelitian juga
menunjukkan bahwa
perbandingan konsentrasi  pati  ubi  jalar  dan  tapioka  yang  digunakan  sebagai  bahan
pembuat  edible  coating  tidak  berpengaruh  nyata  p0.05  terhadap  nilai laju respirasi. Nilai laju respirasi apel kontrol tidak berbeda nyata dengan
apel  yang  terlapis  edible  coating.  Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa larutan  edible  coating  yang  digunakan  untuk  melapisi  apel  potong  segar
tidak efektif dalam menahan laju respirasi. Hal ini kemungkinan disebabkan proporsi gilerol yang terlalu besar
sehingga  mempengaruhi  lapisan  edible  coating  yang  terbentuk.  Gliserol merupakan  pemlastis  yang  mampu  menjadikan  matriks  lapisan  edible
coating lebih renggang sehingga meningkatkan permeabilitas. Peningkatan
permeabilitas  menyebabkan  oksigen  dan  karbondioksida  dapat  berpindah dengan  mudah  dari  produk  ke  lingkungan  atau  sebaliknya  sehingga  laju
respirasi meningkat.
38 Ukuran  apel  yang  kecil  menjadikan  produk  apel  potong  segar
memiliki  luas  permukaan  lebih  besar.  Permukaan  yang  luas  dapat menyebabkan  larutan  edible  coating  tidak  cukup  untuk  melapisi  seluruh
permukaan apel potong segar sehingga laju respirasi tetap tinggi. Laju  respirasi  yang  tinggi  pada  apel  potong  segar  disebabkan
peningkatan  aktivitas  sel  karena  pemotongan  buah.  Peningkatan  aktivitas sel  tersebut  meliputi  :  1  peningkatan  degradasi  karbohidrat,  2
peningkatan  aktivitas  glikolisis  dan  jalur  pentosa  fosfat,  3  peningkatan aktivitas  mitokondria,  dan  4  peningkatan  aktivitas  enzim.  Aktivitas  sel
yang  meningkat  ini  ditujukan  untuk  menyediakan  energi  dan  prekursor yang  dibutuhkan  untuk  sintesis  metabolit  sekunder  yang  penting  untuk
penyembuhan luka pada sel Wong et al., 1994. Grafik  laju  respirasi  apel  potong  segar  pada  Gambar  21  secara
umum  memperlihatkan  peningkatan  laju  respirasi  hingga  jam  ke-24 kemudian  dilanjutkan  dengan  penurunan  nilai  laju  respirasi  pada  jam  ke-
32. Grafik laju respirasi yang demikian menunjukkan bahwa pada jam ke- 24 apel potong segar mengalami puncak klimakterik respirasi.
Gambar 21.
Grafik  laju  produksi  CO
2
tiap  konsentrasi  pati  ubi  jalar- tapioka pada suhu 5°C
Pola respirasi yang sama juga terjadi pada apel potong segar  yang disimpan  pada  suhu  5°C  seperti  terlihat  pada  Gambar  22.  Nilai    laju
respirasi mengalami peningkatan hingga jam ke-24, kemudian turun secara
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
16.00 18.00
4 8
12 16 20 24 32 40 48 60 72 96 120 144 168
Lama penyimpanan jam
L a
ju p
r o
d u
k si
C O
2
m l
k g
j a
m
konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 4:0 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 3:1
konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 2:2 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 1:3
konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 0:4 kontrol
39 drastis  pada  jam  ke-32.  Fase  klimakterik  biasanya  diikuti  dengan
penurunan  mutu.  Hal  ini  terjadi  disebabkan  setelah  klimakterik, mitokondria
mulai terdegradasi.
Degradasi pada
mitokondria menyebabkan  persediaan  energi  untuk  metabolisme  sel-sel  menurun.
Akibatnya,  sel-sel  mengalami  pelayuan  dan  akhirnya  mati.  Hal  ini  jelas terlihat  pada  apel  potong  segar  yang  disimpan  di  suhu  ruang.  Setelah
mengalami puncak klimakterik pada jam ke-24, produk sudah tidak dapat dikonsumsi lagi setelah jam ke-40
Gambar 22. Grafik  laju  produksi  CO
2
tiap  konsentrasi  pati  ubi  jalar- tapioka pada suhu ruang
Dengan  membandingkan  Gambar  21  dan  22  juga  dapat  diketahui bahwa  laju  respirasi  apel  potong  segar  pada  suhu  5°C  lebih  rendah
daripada  penyimpanan  pada  suhu  ruang.  Nilai  laju  respirasi  suhu  5°C berkisar  antara  2.68  mlkg  jam  hingga  15.78  mlkg  jam.  Sedangkan  laju
respirasi suhu ruang berkisar antara 19.41 mlkg jam hingga 101.83 mlkg jam.
2. Susut Bobot