Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh

44 Fenomena ini menunjukkan banyaknya masyarakat memilih Jawa sebagai tujuan kegiatan yang terkait dengan asal dari penduduk di permukiman contoh. Jika dilihat dari nilai skor kategori maka Jawa berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Indikasi ini menunjukkan bahwa tujuan ke daerah tersebut sangat jarang dilakukan, umumnya dilakukan hanya satu kali dalam setahun pada saat mudik lebaran. Pada Gambar 30 c ditunjukkan lokasi yang sering menjadi tujuan kegiatan adalah lokasi yang terdekat dengan tempat tinggal seperti di daerah kecamatan Jatinegara atau beberapa kecamatan lain di wilayah Jakarta timur. Alat transportasi berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dalam hal ini jenis alat transportasi sepeda dan jalan kaki merupakan yang terbanyak. Hal ini dikarenakan lokasi kegiatan penghuni umumnya di sekitar lokasi tempat tinggal. Terdapat masyarakat di permukiman kumuh yang mempunyai mobil sendiri. Kendaraan tersebut merupakan sarana usaha catering dan dijadikan sebagai kendaraan sewaan. Beberapa diantaranya juga memiliki sepeda motor untuk ojek.

5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh

Rencana tata ruang wilayah merupakan wadah spasial dari seluruh aspek pembangunan termasuk ekonomi dan sosial budaya. Dengan kata lain penataan ruang merupakan rencana implementasi dari keterpaduan pembangunan di berbagai bidang. Menurut Direktur Jendral Penataan Ruang, jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota. Oleh karena itu, penataan ruang kota perlu mendapatkan perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum, dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik di perkotaan. Kawasan bangunan umum merupakan kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan jasa, pemerintahan dan fasilitas umum atau fasilitas sosial beserta penunjangnya dengan koefisien dasar bangunan lebih besar dari 20. Sedangkan kawasan bangunan umum kepadatan rendah adalah kawasan bangunan umum yang secara keseluruhan koefisien dasar bangunannya maksimum 20. Berdasarkan hasil operasi tumpang tindih antara sebaran permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur dan RTRW wilayah tersebut diketahui bahwa di area peruntukkan kawasan bangunan umum sebagaimana disajikan pada Tabel 12, terdapat kurang lebih 1,30 hektar lahan yang dimanfaatkan untuk permukiman kumuh, dan sekitar 5,34 hektar lahan pada peruntukan bangunan umum kepadatan rendah ditempati oleh permukiman kumuh. Secara keseluruhan 45 kawasan kumuh adalah sebesar 36,81 hektar yang menyebar di seluruh peruntukan lahan perkotaan. Arahan pembangunan perumahan dalam RTRW Jakarta Timur Tahun 2010 terbagi atas perumahaan, perumahan kepadatan rendah serta campuran perumahan dengan bangunan umum. Dari Tabel 12 terlihat bahwa kawasan permukiman kumuh 11,14 Ha terletak pada peruntukan lahan untuk kawasan perumahan yang merupakan suatu kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman dengan koefisien dasar bangunan lebih besar dari 20. Perumahan dengan kepadatan rendah merupakan kawasan yang memiliki fungsi konservasi sehingga kepadatan rendah dan ketinggian bangunannya dibatasi untuk mengakomodasi fungsi resapan air, fungsi daerah penyangga, dan fungsi ruang terbuka hijau. Tabel 12. Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur Tahun 2010. Penggunaan Lahan Pada RTRW Kumuh Ha Tidak Kumuh Ha Bangunan Umum 1,30 896,33 Bangunan Umum dan Perumahan 1,15 322,19 Bangunan Umum Kepadatan Rendah 5,34 1430,39 Industri dan Pergudangan 2,19 1754,89 Perumahan 11,14 7301,84 Perumahan Kepadatan Rendah 1,35 2103,14 Ruang Terbuka Hijau 14,34 5256,17 Total 36,81 19064,95 Permukiman kumuh terbanyak berada pada peruntukkan lahan ruang terbuka hijau yaitu sekitar 14,34 hektar. Ruang terbuka hijau merupakan suatu kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kotalingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen. Kawasan permukiman kumuh, yang lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang, berada di kawasan perumahan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk dan bangunan yang sangat tinggi. Penanganan yang sesuai dilakukan untuk kasus tersebut adalah program peremajaan seperti yang dijelaskan pada undang-undang tata ruang yang terkait dengan UU No 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Kemudian untuk kawasan kumuh yang berada di daerah yang tidak 46 sesuai dengan rencana tata ruang, berada di lokasi yang berbahaya terlarang seperti di ruang terbuka hijau, bantaran kali, dan rel kereta api, penangannya dilakukan dengan program re-lokasi ke rumah susun terdekat dari lokasi semula, ganti rugi yang layak, program transmigrasi, dan dikembalikan ke daerah asal. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam peremajaan kawasan permukiman kumuh menurut dinas tata kota DKI Jakarta adalah sebagai berikut :  Mengupayakan dan mengakomodasikan serta dapat mengembangkan keberagaman lapangan kerja di sektor formal maupun sektor informal secara proporsional.  Kedekatan dengan tempat kerjaberusaha  Menciptakan rasa tempat sense of place dengan cara mempertahankan karakter lokal, baik yang menyangkut aspek alamiah pantai, topografi maupun aspek lingkungan binaan bangunan atau bersejarah, landmark  Pemenuhan kebutuhan fasilitas sosial, fasilitas umum, ruang terbuka, tempat bermain sebagai sarana untuk kontak sosial atau interaksi sosial penghuni.  Pembenahan sistem transportasi, jejaring infrastruktur.  Untuk mengurangi penduduk musiman yang mencari nafkah di DKI Jakarta diusulkan agar perlu disediakan bangunan rumah susun sewa yang murah sebagai upaya mengantisipasi tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan permukiman kumuh yang baru. Isu dan permasalahan yang teridentifikasi dalam penataan ruang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang dikemukakan oleh Idris 2004 adalah  Pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum sepenuhnya mengacu pada RTRW, serta masih berorientasi pada pengembangan yang sifatnya horizontal seperti pada kasus kota metropolitan dan kota besar sehingga cenderung menciptakan urban spraw dan inefisiensi pelayanan prasarana dan sarana.  Izin lokasi pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman melebihi kebutuhan nyata, sehingga meningkatkan luas area lahan tidur vacant land.  Pola pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum memberikan rasa keadilan kepada penduduk berpenghasilan rendah, sehingga selalu tersingkir keluar kota dan jauh dari tempat kerja. Sementara tuntutan pemberdayaan dan keberpihakkan pada masyarakat tersebut semakin besar.  Pemanfaatan ruang untuk perumahan dan permukiman belum serasi dengan pengembangan kawasan fungsional lainnya seperti kawasan kritis, nelayan, 47 rawan, terbelakang, dsb atau dengan program-program sektor fasilitas pendukung lainnya.  Ketidakseimbangan pembangunan desa –kota, serta meningkatnya urbanisasi yang mengakibatkan permukiman kumuh dan berkembangnya masalah sosial di kawasan perkotaan. Gambar 31 menyajikan peta rencana tata ruang wilayah studi dan lokasi permukiman kumuh pada peruntukkan lahan dalam rencana tata ruang wilayah tahun 2010. 704000 706000 708000 710000 712000 714000 9 3 2 9 3 4 9 3 6 9 3 8 9 3 1 9 3 1 2 9 3 1 4 9 3 1 6 9 3 1 8 PETA KOT 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA UTARA JAKARTA PUSAT KODYA BEKASI L 49

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pada citra Quickbird, kawasan kumuh dapat diidentifikasi berdasarkan pola permukiman. Pola permukiman teratur ditunjukkan oleh kenampakan lebih rapi dan memiliki jarak antar rumah; jalan dapat dibedakan dengan tegas diantara rumah- rumah. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat dan tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Pemukiman kumuh banyak dijumpai di sekitar sungai. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah, berdinding rumah tembok dan 28 berdinding rumah semi permanen. Sebagian rumah 21 di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi, sehingga kurang memungkinkan untuk tempat tinggal yang sehat. Rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 meter. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh masih berpendidikan SD. Penelitian ini menemukan bahwa faktor penciri pemukiman kumuh yaitu asal daerah, lokasi rumah, luas rumah dan lebar jalan. Mobilitas masyarakat umumnya rendah artinya mereka hanya melakukan aktivitas sehari- hari di sekitar tempat tinggal untuk menghemat biaya. Faktor yang mempengaruhi mobilitas adalah jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 diketahui sekitar 11,14 Ha lahan yang diperuntukkan untuk perumahan dijumpai permukiman kumuh, dan sekitar 14,34 Ha permukiman kumuh pada ruang terbuka hijau. Perbaikan permukiman kumuh yang sesuai dengan peruntukannya adalah dengan cara peremajaan, sedangkan lokasi permukiman kumuh yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yaitu yang berada di jalur hijau atau ruang terbuka hijau maka perlu dilakukan program re-lokasi ke rumah susun terdekat dari lokasi semula, ganti rugi yang layak, program transmigrasi, atau dikembalikan ke daerah asal.