39
rendah. Hal ini terlihat dari semua aktivitas yang mereka lakukan tidak jauh dari lokasi tempat tinggal. Penduduk permukiman umumnya melakukan aktivitas sehari-
hari seperti belanja, bekerja, pendidikan formal maupun informal di kawasan dekat tempat tinggal. Sebagian dari masyarakat pemukiman kumuh yang tinggal di
Kecamatan Jatinegara melakukan aktivitas di sekitar Kecamatan Jatinegara 367 perjalanan dari total 863 perjalanan, demikian juga dengan masyarakat pemukiman
kumuh yang berada di Kelurahan Bukit Duri. Mobilitas yang paling jauh dilakukan adalah keluar wilayah Jabodetabek,
masyarakat di permukiman kumuh melakukan mobilitas ini untuk tujuan silaturahmi atau mudik saat lebaran tiba. Peta mobilitas masyarakat di permukiman kumuh dapat
dilihat pada
Gambar 28
serta jumlah perjalanan dapat dilihat pada Lampiran 2.
690000
690000 695000
695000 700000
700000 705000
705000 710000
710000 715000
715000 9295000
9295000 9300000
9300000 9305000
9305000 9310000
9310000 9315000
9315000 9320000
9320000 9325000
9325000
Peta Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh
U
2000 0 20004000 M
Keterangan
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Timur Lainya
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Selatan
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Pusat
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Barat
Mobilitas dari Jatinegara ke Bodetabek
Mobilitas dari Jatinegara ke Jawa dan Luar Jawa
Jalan ArteriUtama Jalan Kereta Api
Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Utara
JAKARTA SELATAN JAKARTA UTARA
JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT
JAKARTA TIMUR BEKASI
BOGOR TANGERANG
Gambar 28. Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara
5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh, digunakan metode analisis Kuantifikasi Hayashi I. Dari analisis
tersebut didapatkan nilai R
2
sebesar 0,605. Hal ini menunjukkan bahwa peubah yang digunakan dapat menjelaskan 60,5 keragaman data frekuensi kegiatan yang ada di
40
kawasan permukiman kumuh. Disamping itu, hasil tersebut juga menunjukkan masih terdapat kurang lebih 39,5 ragam yang tidak dapat dijelaskan dari metode
yang digunakan. Hal tersebut dapat bersumber dari adanya beberapa faktor penting lainnya yang belum dapat diintegrasikan dalam penelitian ini.
Hubungan antara peubah tujuan dengan peubah penjelas dapat dilihat dari nilai skor kategori. Apabila nilai skor kategori peubah penjelas bertanda negatif
maka hal tersebut menunjukkan bahwa peubah penjelas tersebut berkorelasi negatif terhadap peubah tujuan dan mengindikasikan bahwa peubah penjelas tersebut
mempunyai frekuensi kegiatan yang rendah. Sebaliknya, apabila nilai skor kategori peubah penjelas bertanda positif maka peubah penjelas tersebut berkorelasi positif
terhadap peubah tujuan dan menggambarkan bahwa skor kategori pada peubah penjelas mempunyai frekuensi kegiatan yang tinggi. Nilai skor kategori dari peubah-
peubah penjelas terhadap frekuensi kegiatan disajikan pada Lampiran 4. Tabel 11 menyajikan ringkasan hasil analisis Hayashi I untuk
mengidentifikasi peubah yang secara statistik nyata pada α= 0,05 mempengaruhi
mobilitas penduduk di permukiman kumuh. Peubah-peubh tersebut adalah jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan
dan pekerjaan lain. Seluruh peubah tersebut memiliki nilai korelasi parsial lebih tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar 0,231. Pada
α= 0,1 peubah yang nyata adalah peubah asal daerah. Peubah-peubah tersebut memiliki korelasi parsial lebih tinggi
dari nilai kritis yaitu sebesar 0,195. Tabel 11. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I
Keterangan Peubah
Nyata Pada α= 0,05 Jumlah kegiatan
Pendidikan Alat transportasi
Tujuan kegiatan Lokasi kegiatan
Pekerjaan Adatidak pekerjaan lain
Nyata Pada α= 0,1 Asal daerah
R
2
0,621
5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh
Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya adalah masyarakat miskin yang tak terdidik. Mayoritas penghuni permukiman kumuh tersebut adalah
pendatang yang mencari pekerjaan. Tingkat pendidikan masyarakat pemukim ini
41
rendah, yaitu mayoritas tingkat SD, bahkan ada yang tidak pernah sekolah. Rendahnya pendidikan masyarakat mengakibatkan terbatasnya alternatif pekerjaan.
Pilihan pekerjaan untuk masyarakat berpendidikan rendah tersebut adalah sektor informal seperti buruh. Oleh karena itu, sebagaimana disampaikan pada bagian
sebelumnya sedikit diantara penghuni permukiman kumuh yang mempunyai pekerjaan lebih dari satu jenis.
Gambar 29 menjelaskan hubungan antara tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, ada tidaknya pekerjaan lain serta asal daerah terhadap frekuensi kegiatan masyarakat
di permukiman kumuh berdasarkan hasil wawancara dengan responden.
a. b.
c. d.
Gambar 29. Hubungan Antara Kategori A Tingkat Pendidikan, B Jenis Pekerjaan, C Pekerjaan Lain, D Asal Daerah Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan
Berdasarkan hasil analisis Kuantifikasi Hayashi 1, peubah tingkat pendidikan berkorelasi posisif dengan frekuensi kegiatan. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingkat
pendidikan SD, SMP, S1 yang berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan, sedangkan tingkat pendidikan SMA dan tidak sekolah berkorelasi negatif dengan
frekuensi perjalanan. Jika dilihat pada
Gambar 29
a terlihat bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan SMA dan tidak sekolah memiliki rata-rata mobilitas tahunan
terendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Dilihat dari jumlah frekuensi responden di wilayah contoh, diketahui bahwa mayoritas penduduk 112
responden berpendidikan SD.
42
Pada hasil analisis selanjutnya ditunjukkan bahwa kelompok penduduk ibu rumah tangga dan pemulung mempunyai nilai skor yang berkorelasi negatif dengan
frekuensi kegiatan. Fenomena tersebut menunjukkan fakta bahwa ibu rumah tangga dan pemulung secara relatif lebih sedikit melakukan aktivitas. Dari data responden
yang ditunjukkan pada
Gambar 29
b terlihat bahwa ibu rumah tangga mempunyai frekuensi kegiatan yang paling kecil. Aktifitas ibu rumah tangga umumnya dilakukan
di sekitar rumah seperti berbelanja atau beberapa diantaranya bekerja sebagai buruh cuci di lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan hasil analisis, jenis pekerjaan dengan
aktivitas terbanyak adalah sekolah karena dilakukan setiap hari. Peubah pekerjaan lain berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dari
nilai skor, diketahui bahwa adanya pekerjaan lain berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan, sedangkan tidak adanya pekerjaan lain akan berkorelasi negatif.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya pekerjaan lain menyebabkan masyarakat banyak melakukan aktivitas setiap harinya, sedangkan tidak adanya pekerjaan lain
menyebabkan sedikitnya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di permukiman kumuh.
Selanjutnya, peubah asal daerah berkorelasi positif terhadap frekuensi kegiatan. Sebagian besar responden adalah penduduk asli Jakarta 98 responden dan
migran Jawa Tengah 87 responden. Berdasarkan pola aktifitas responden berdasarkan asal daerah yang ditunjukkan pada
Gambar 29
d, terlihat bahwa masyarakat yang berasal dari Sumatera, Jawa Timur dan Yogyakarta lebih aktif
melakukan kegiatan dibandingkan dengan penduduk yang berasal dari daerah lain.
5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi
Dari hasil analisis kuantifikasi Hayashi I yang ditunjukkan pada Tabel Lampiran 3, diketahui bahwa peubah jumlah kegiatan paling berpengaruh nyata
terhadap frekuensi kegiatan. Pada nilai skor kategori ditunjukkan bahwa penduduk yang melakukan mobilitas lebih dari tiga kali dalam sehari cenderung mempunyai
frekuensi kegiatan yang tinggi yaitu 102. Hal ini diduga disebabkan oleh jenis kegiatan yang lebih beragam. Dari hasil wawancara yang disajikan pada
Gambar 30
a terlihat bahwa semakin banyak jumlah kegiatan maka semakin banyak frekuensi
kegiatan yang dilakukan. Selanjutnya dari Tabel Lampiran 4 diketahui bahwa aktifitas rekreasi
berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Kegiatan berekreasi jarang dilakukan oleh masyarakat di permukiman kumuh, namun dilakukan oleh hampir seluruh
responden. Pada
Gambar 30
b terlihat bahwa frekuensi kegiatan rekreasi paling rendah
43
dibandingkan dengan frekuensi kegiatan yang lain. Hal ini karena terbatasnya penghasilan dan tidak adanya waktu untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan
rekreasi ini dilakukan setahun sekali pada saat libur sekolah atau libur nasional seperti hari raya. Lokasi yang dipilih untuk rekreasi ini adalah lokasi yang biayanya
terjangkau seperti Kebun Binatang Ragunan, Monumen Nasional, Taman Mini Indonesia Indah, serta Pantai Ancol.
a. b.
c. d.
Gambar 30. Hubungan Antara a Jumlah Kegiatan, b Tujuan Kegiatan, c Lokasi Kegiatan, d Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan
Berikutnya, dari nilai skor diketahui bahwa kegiatan belanja paling berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi kegiatan. Kegiatan belanja dilakukan
oleh hampir seluruh responden. Jika dilihat dari data responden pada
Gambar 30
b terlihat bahwa rata-rata frekuensi belanja sekitar 239 kali. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden hanya sebagian ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan ini setiap harinya. Beberapa diantara ibu rumah tangga melakukan kegiatan
belanja seminggu 3 kali, bahkan ada yang melakukannya hanya sebulan sekali. Frekuensi belanja ibu rumah tangga tersebut menyesuaikan dengan kondisi keuangan
rumah tangganya. Selanjutnya dilakukan analisis karakterisasi masyarakat permukiman kumuh
berdasarkan tujuan kegiatan. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui bahwa tujuan lokasi kegiatan dengan frekuensi tertinggi adalah Jawa Jawa Timur, Jawa Tengah.
44
Fenomena ini menunjukkan banyaknya masyarakat memilih Jawa sebagai tujuan kegiatan yang terkait dengan asal dari penduduk di permukiman contoh. Jika dilihat
dari nilai skor kategori maka Jawa berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Indikasi ini menunjukkan bahwa tujuan ke daerah tersebut sangat jarang dilakukan,
umumnya dilakukan hanya satu kali dalam setahun pada saat mudik lebaran. Pada
Gambar 30
c ditunjukkan lokasi yang sering menjadi tujuan kegiatan adalah lokasi yang terdekat dengan tempat tinggal seperti di daerah kecamatan Jatinegara atau
beberapa kecamatan lain di wilayah Jakarta timur. Alat transportasi berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dalam hal ini
jenis alat transportasi sepeda dan jalan kaki merupakan yang terbanyak. Hal ini dikarenakan lokasi kegiatan penghuni umumnya di sekitar lokasi tempat tinggal.
Terdapat masyarakat di permukiman kumuh yang mempunyai mobil sendiri. Kendaraan tersebut merupakan sarana usaha catering dan dijadikan sebagai
kendaraan sewaan. Beberapa diantaranya juga memiliki sepeda motor untuk ojek.
5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh